Thursday, January 31, 2013

Masa Depan Barito Utara dan Obsesi Achmad Yuliansyah




Semua impian kita dapat menjadi kenyataan bila kita memiliki keberanian untuk mewujudkannya.
Walt Disney, Pendiri Disneyland

Tidak perlu diragukan lagi bahwa keberanian dibutuhkan oleh setiap orang karena sangat bermanfaat bagi banyak orang. Keberanian diperlukan untuk mulai melangkah ke masa depan menggapai obsesi dan harapan. Nelson Mandela, pemimpin besar Afrika Selatan, dengan gagah berani melawan berbagai kesulitan dalam usaha menghapus sistem politik apartheid. Dia akhirnya berhasil menghapuskan sistem politik diskriminatif tersebut sehingga warga kulit hitam dapat setara dengan warga kulit putih. Pun demikian kemerdekaan Republik Indonesia karena langkah berani Soekarno dan Mohammad Hatta.
Keberanian juga diperlukan guna menggulirkan perubahan positif. Perubahan yang tidak hanya buat diri sendiri tapi juga untuk orang lain. Thomas Alva Edison memiliki keberanian untuk berkali-kali gagal sebelum akhirnya berhasil menemukan bohlam lampu listrik dan Wright Bersaudara dengan berani mencoba mencari cara untuk menerbangkan pesawat udara yang pertama.
Berkat keberanian tokoh-tokoh tersebut untuk tidak tunduk pada rasa takut dipenjara, takut mati, takut bereksperimen, dan takut gagal, maka saat ini kita tidak hidup dalam era penjajahan dan mengalami perlakuan diskriminatif. Kita juga bisa menikmati penerangan lampu listrik, dan menggunakan pesawat terbang untuk bepergian ke luar kota atau ke luar negeri.
Belajar dari banyak keberanian tokoh-tokoh kelas dunia, Bupati Barito Utara Achmad Yuliansyah pun berusaha melangkahkan kaki penuh keberanian dalam memimpin rakyat dan wilayah Kabupaten Barito Utara. Menyadari limpahan kekayaan sumber daya alam (terutama batubara, minyak bumi, gas, karet dan kelapa sawit) Barito Utara yang amat potensial, Achmad Yuliansyah berupaya mendobrak kebiasaan banyak kepala daerah yang cenderung berkutat di wilayahnya. Dengan langkah berani meski muncul banyak tudingan miring, dia memilih langkah aktif mendatangi calon-calon investor di mancanegara. Dia aktif melanglang buana ke Australia dan Hongaria untuk melihat dari dekat sistem pengangkutan batubara dengan kereta api, belajar ke China yang piawai memanfaatkan lobang-lobang bekas areal penambangan batubara menjadi waduk serbaguna, dan ke Negeri Gajah Putih Thailand untuk berguru bagaimana cara membangun kebun buah terpadu. Termasuk pula pergi ke Hongkong guna melihat dari dekat pembangunan kota satelit Shensen.   
   
A. Kota Baru Muarateweh
Pikiran visioner Bupati Barito Utara Achmad Yuliansyah memperkirakan bahwa ke depan, lima sampai 10 tahun mendatang, Muarateweh lama dapat dikatakan sudah tidak bakal mampu lagi menampung perkembangan sosial, ekonomi dan kependudukan. Muarateweh lama sulit dipertahankan sebagai pusat kota Kabupaten Barito Utara. Pada umumnya, kota-kota di dunia, kota lama tetap dipertahankan lalu membuka tata ruang baru pusat kota yang lebih tertata dan terencana.
Sekadar contoh Hongkong, kota lama Makao tetap dilestarikan, bahkan dijadikan obyek daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin bernostalgia. Pemerintah setempat mengembangkan kota baru Shensen. Sekitar 30 tahun lalu, Shensen hanya berpenduduk kurang-lebih 40.000 jiwa dan kini penduduknya mencapai tidak kurang dari 10 juta jiwa. Shensen diplot sebagai hinterland Hongkong lama dengan waktu tempuh sekitar satu jam. Di Shensen terdapat bandar udara (bandara) kendati di Hongkong lama sendiri sudah ada fasilitas bandara. Kedua kota tersebut diupayakan saling melengkapi.
Bupati Barito Utara Achmad Yuliansyah pun merentang pemikiran bahwa Muarateweh lama harus dicarikan hinterland yang tepat dan tidak seberapa jauh dari kota lama. Dia berobsesi mulai tahun 2012 dapat mulai dirintis pembangunan kota baru Muarateweh yang lokasinya berada sekitar 14 kilometer sampai 18 kilometer dari kota lama ke arah Banjarmasin (Kalimantan Selatan). Di sini lah kelak letak pusat pemerintahan Kabupaten Barito Utara.
Suatu saat nanti, ketika eksploitasi tambang batubara di Barito Utara menggeliat dan industri berbahan baku kelapa sawit mulai memberikan hasil, kota baru ini diharapkan mampu memberi ruang hidup yang lebih nyaman kepada warganya. Ruang-ruang yang lebih akomodatif, mulai dari perkantoran, kawasan industri, permukiman, sampai perkampungan yang lebih tertata dan terencana di luar kota lama Muarateweh saat ini. Termasuk adanya bandara yang representatif bagi perkembangan kota baru Muarateweh ke depan.
Kondisi kota lama sekarang ini, dalam benak Bupati Achmad Yuliansyah, sudah sulit dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman. Pemerintah kabupaten tidak mungkin lagi memperlebar jalan-jalan yang ada. Jadi, katanya lebih lanjut, biarkan kota lama Muarateweh orisinil seperti yang ada sekarang ini.
Banyak pihak meragukan mimpi Bupati Achmad Yuliansyah bakal terealisasi. Mimpinya terlalu berani. Angannya terlalu tinggi di awang-awang. Karena, Kabupaten Barito Utara berada nun jauh di pedalaman Kalimantan Tengah. Secara logika akal sehat sulit dikembangkan. Namun begitu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Barito Utara Ir. Jainal Abidin meyakini bahwa ide atau mimpi Acmad Yuliansyah cukup menapak bumi. Jainal Abidin mengaca pada pengalaman Hongkong yang mampu mempertahankan kota lama yang kemudian dikembangkan menjadi obyek wisata kota tua yang penuh nuansa cerita nostalgia.
Memang, membangun kota baru harus benar-benar direncanakan secara matang agar di kemudian hari tidak melahirkan kawasan-kawasan yang liar dan ilegal. Mesti ada rencana induk yang kuat untuk melanggengkan perencanaan dan pembangunan kota yang berkesinambungan. Bupati Achmad Yuliansyah (yang habis masa baktinya pada tahun 2013) telah memikirkan bagaimana agar rencana induk kota baru Muarateweh ini dapat menjadi peta jalan (road map) bagi kepala daerah berikutnya. Yakni, dengan memperkuat rumusan rencana induk tadi ke dalam wadah peraturan daerah (Perda). “Siapa saja kepala daerah pengganti saya nanti, jangan sampai melangkah jauh melenceng dari rencana induk yang telah disepakati bersama eksekutif dan legislatif,” ujar Yuliansyah.
Rencana induk tersebut minimal terdiri dari dua bagian, yaitu rencana pengaturan penggunaan tanah dan peraturan yang mengatur pembangunan. Rencana penggunaan tanah membagi kota baru Muarateweh ke dalam beberapa kategori penggunaan tanah yang berbeda. Juga membagi kota baru Muarateweh ke dalam beberapa bagian perencanaan, yang selanjutnya dibagi lagi ke dalam puluhan unit perencanaan. Untuk setiap unit harus disiapkan suatu rencana pembangunan yang mendetail.
Sementara itu Perda pengaturan pembangunan berusaha menggolongkan kawasan sesuai dengan intensitas pengembangannya dan sesuai dengan sifat-sifatnya. Selain juga mengatur hal-hal seperti pengkaplingan, keperluan ruang terbuka hijau, keperluan bisnis, dan periklanan. Setiap pengembang harus memperoleh izin perencanaan untuk setiap pembangunan yang diusulkan atau mendapat risiko denda dan atau pembongkaran bangunan yang tidak sah.
Dengan demikian seluruh wilayah kota baru Muarateweh, secara teori, telah dipenuhi dengan peraturan dan rencana yang terperinci, tersusun secara rasional, dan dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang minimum karena semuanya sudah sebegitu terperinci.
Melalui perencanaan yang tertata dan rapi, setidaknya terdapat lima sasaran yang diacu: pertama, efisiensi, yang menjamin penyediaan tanah yang cukup dengan harga yang wajar untuk berbagai keperluan. Kedua, kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan; konsentrasi dalam mengurangi kepadatan penduduk, membatasi polusi, menjamin konstruksi bangunan perumahan yang kuat dan aman.
Ketiga, keadilan; menjamin bahwa kebutuhan tanah dari kelompok masyarakat tertentu tidak akan diabaikan tetapi akan dipenuhi, dan mereka yang sudah memiliki tanah tidak akan diganggu-gugat secara sewenang-wenang. Keempat, penyesuaian; menjamin bahwa kota dapat berkembang dan berubah sesuai dengan keperluan dan keinginan masyarakat bahwa lingkungan akan dijaga kelestariannya. Dan kelima, pemecahan konflik; peraturan itu harus mampu menjadi penengah antara tuntutan dan kepentingan yang saling bersaing.
Di samping kelima sasaran tersebut, ada beberapa sasaran lain yang juga sangat layak dipertimbangkan. Antara lain partisipasi; menjamin bahwa warga masyarakat kota baru itu mendapat kesempatan untuk ikut membantu merencanakan dan mengatur lingkungan hidup mereka sendiri. Sasaran-sasaran itu menunjukkan mengapa kontrol dan penggunaan tanah pada waktu yang sama dianggap demikian penting namun kerap kurang berhasil. Setiap pemerintah kabupaten akan menerima dengan tangan terbuka setiap kesempatan untuk menunjukkan tanggung-jawabnya terhadap sasaran yang penuh arti itu dengan membuat sebuah rencana induk untuk ibukota kabupaten.
Sungguh, Achmad Yuliansyah mengakui, tidak mudah mengimplementasikan pembangunan kota baru yang mengusung prinsip demokrasi yang efisien. Pemerintah daerah yang mampu mencapai semua sasaran itu, dan mendamaikan serta menengahi semua perselisihan, dapat membuat yang demikian hanya mungkin dalam konteks masyarakat yang terbuka, pluralis, terpelajar, sukses dalam bidang ekonomi dan benar-benar sederajat. Pemerintah yang demikian hanya sedikit di dunia ini, dan lebih sedikit lagi di negara-negara berkembang. Dan Achmad Yuliansyah merasa optimis.       

B. Sabuk Baja Bumi Borneo
Ide menarik yang juga menjadi obsesi Bupati Achmad Yuliansyah adalah menyambung berbagai wilayah Kalimantan (tentu terutama sekitar Kabupaten Barito Utara) dengan jaringan jalan rel kereta api. Selama ini jaringan jalan rel kereta api baru populer di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera berkat adanya warisan dari Pemerintah Kolonial Belanda.
Saat kini, nama Kalimantan semakin populer sebagai lumbung energi, terutama batubara. Perut Bumi Borneo (nama lain Kalimantan) menyimpan potensi cadangan batubara tidak kurang dari 21,2 miliar ton (catatan Indonesian Coal Statistics 2000). Produksi batubara mencapai sekitar 64,7 juta ton pada tahun 2000, dengan pelaku usaha belasan kontraktor besar.
Sejauh ini, angkutan batubara masih mengandalkan truk dan konveyor melalui jalan sungai dengan kapal tongkang (barge) menuju terminal batubara dan pelabuhan. Biaya angkut dengan truk diperkirakan US$0,07 per ton/kilometer dan tongkang US$0,01 per ton/kilometer. Ongkos itu akan jauh lebih murah bila “emas hitam” itu diangkut dengan kereta api. Standar acuan internasional (khususnya di Australia) menyebutkan tarif angkut batubara dengan kereta api hanya US$0,025 per ton/kilometer.
Dengan demikian, pembangunan sarana dan prasarana perkereta-apian merupakan alternatif solusi yang andal untuk memaksimalkan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi batubara. Berkat adanya kebijakan Otonomi Daerah, seiring dengan berlakunya UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, peran Pemerintah Daerah relatif menentukan bagi berjalannya proyek pembangunan sarana dan prasarana perkereta-apian di Kalimantan. Terlebih lagi sudah ada pihak swasta (salah satunya Senong) yang berminat.
Berdasarkan nota kesepahaman antara Senong dan PT KAI, pada tahun 1994 telah masuk proposal proyek BOT (Build Operate Tansfer) kereta api Kalimantan oleh PT Senong Corporindo. Dengan perolehan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang relatif besar, Pemerintah Daerah Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kalimantan Tengah (Kalteng) dapat dikatakan mampu membiayai proyek tersebut bersama dengan investor swasta.
Konsep proyek kereta api swasta yang dirintis oleh Senong itu mencakup jaringan single track sepanjang kurang lebih 250 kilometer. Dari Sebulu, Samarinda, ke Balikpapan dengan lebar sepur standar 1.435 milimeter untuk kapasitas desain sekitar 20 juta ton per tahun. Proyek kereta api itu dilengkapi dengan terminal batubara di Balikpapan buat kapal Panamax (cape size) ukuran 200.000 ton. Namun, kemudian muncul gagasan alternatif, Senong mengubah rute proyek kereta api Kaltim antara Pasir dan Tanjung sepanjang 150 kilometer. Dalam proposal proyek kereta api Pasir-Tanjung yang disusun dengan bantuan Infraneth (Belanda) dan Connel Wagner (Australia) tercantum biaya investasi diperkirakan mencapai US$295 juta untuk prasarana dan sarana kereta api, ditambah US$85 juta buat pengadaan terminal batubara dan pelabuhan berkapasitas 20 juta ton per tahun.
Pilihan pada moda transportasi kereta api sangat menguntungkan bagi para penambang batubara. Sebab, dengan peredaran gerbong lima jam, jarak 150 kilometer cukup ditempuh selama dua jam. Sedangkan dengan angkutan sungai sebagaimana selama ini berlangsung, perjalanan 100 kilometer bisa memakan waktu 20 jam.
Selain kelayakan ekonomis, perkiraan besar ongkos investasi jaringan kereta api sangat menentukan minat investor swasta. Dari studi penyusunan rencana induk pembangunan jalan kereta api di Kalimantan, oleh Kementerian Perhubungan, belum dapat disusun aspek finansial yang memberikan gambaran kelayakan. Sebagai acuan standar dapat digunakan estimasi biaya dari konsultan kelas dunia Mott McDonald, yakni sekitar US$1 juta per kilometer. Bila topografinya kurang baik, biayanya bisa membengkak menjadi US$2 juta per kilometer. Biaya rata-rata tersebut termasuk paket pembebasan tanah, pekerjaan sipil, jembatan, galian gorong-gorong, pemasangan rel, stasiun plus emplasemen, sinyal, telekomunikasi, depo, balai yasa, desain dan supervisi. Angka kelayakan yang pernah dicapai dapat dilihat pada proyek double track segmen I Cikampek-Cirebon sepanjang 53,3 kilometer dengan dana OECF (Overseas Economic Cooperation Fund) Jepang yang telah dimenangkan kontraktor konsorsium Leighton John Holland Asia dengan nilai sekitar US$50 juta.
Sebagai bahan pembanding, dapat ditengok pengalaman rehabilitasi jaringan rel kereta api di Sumatera Selatan sepanjang 420 kilometer. Kapasitas angkut  dari semula maksimum 2 juta ton per tahun meningkat menjadi 4 juta ton per tahun, dengan mengubah tekanan gandar dari semula 13 ton menjadi 18 ton. Menurut laporan Area Manager Sofrerail Jean Claude Dufresnes, kapasitas angkut dapat ditingkatkan lagi sampai 12 juta ton per tahun apabila dimodifikasi menjadi double track dan setiap rangkaian terdiri dari 80 gerbong. Proyek yang dikerjakan tahun 1982 itu menelan biaya US$1,2 miliar, antara lain untuk rehabilitasi kereta sebesar US$325 juta dan pembangunan terminal Pelabuhan Tarahan senilai US$120 juta. Proyek selesai dalam tempo empat tahun dengan melibatkan kontraktor domestik. Pada tahun 2001, kereta api batubara rangkaian panjang (Babaranjang) mampu mengangkut 7 juta ton dan menjadi 8,3 juta ton di tahun 2002. KA Babaranjang memiliki kekuatan armada 39 unit lokomotif CC202 bikinan GM dan tersedia 951 unit gerbong barang masing-masing berkapasitas 50 ton. Sampai dengan selesainya IPO (go public), PT Bukit Asam Tbk (Persero) belum berhasil menyelesaikan hambatan transportasi batubara tersebut. Bahkan, terancam terjadi penurunan angkutan ketika perundingan soal harga mengalami kemacetan.
Kapasitas angkut KA Babaranjang memang masih relatif kecil bila dibandingkan dengan kinerja angkutan kereta batubara kelas dunia. Coba kita simak kinerja BNSF (Burlington Northern Santa Fe) yang mengangkut 56% dari sekitar 300 juta ton produksi Powder River Basin dengan menempuh rute sejauh 1.000 mil. Kemudian ada Queensland Railways Australia yang begitu perkasa mengangkut 127,8 juta ton per tahun pada tahun 2001, dari 30 lokasi penambangan ke enam pelabuhan. Lantas Spoornet (Afrika Selatan) yang secara gagah memboyong 69 juta ton batubara per tahun, dari 44 lokasi penambangan dengan rute sepanjang 540 kilometer. Armada Spoornet memiliki kapasitas angkut 20.800 ton per rangkaian berkekuatan 200 gerbong. KA Babaranjang baru mampu membawa 2.300 ton per rangkaian (46 gerbong).
Mengaca pada pengalaman Sumatera Selatan dan beberapa negara di dunia, desain KA Batubara Kalimantan dibuat jauh lebih bertenaga dibandingkan KA Babaranjang. Misalkan soal lebar sepur tetap standar 1.435 milimeter, tekanan gandar 22,5 ton, gerbong curah otomatis lewat bawah berkapasitas muat 70 ton dan lokomotif disel elektrik 3000 HP teknologi AC-AC yang memiliki daya traksi tinggi. Teknologi komunikasi seperti selular dan GPS dapat dimanfaatkan untuk pengendalian operasi. Konsep desain lokomotif DE AC-3 GE Lokindo dan gerbong 70 ton curah bawah dengan mengadopsi teknologi Queensland Railways dan sistem sinyal telekomunikasi PT LEN, cukup tepat digunakan untuk pengangkutan batubara di Bumi Borneo. Sementara soal prasarana perkereta-apian, tidak ada hal khusus menyangkut desain dan rekayasai teknis.
Memang mahal ongkos buat mengayunkan langkah awal pembangunan jalur kereta api batubara di Kalimantan. Tentu, jauh lebih murah mengeksploitasi hutan belantara Bumi Borneo sebagaimana berlangsung selama ini. Tidak perlu repot-repot bikin sarana dan prasarana. Cukup mengandalkan sungai-sungai yang ada. Apalagi, pemerintah bisa langsung mengeruk dana reboisasi dari para pemegang HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Andai saja sudah sejak awal 1970-an pembangunan jalan kereta api Kalimantan dapat dimulai dari selatan Balikpapan yang cuma berjarak 150 kilometer, lalu berpindah ke wilayah lain yang tengah secara besar-besaran menambang batubara sampai akhirnya Kalimantan dililit sabuk baja sepanjang 1.240 kilometer. Tentu hutan tropis Borneo tetap terjaga dan orang-orang Borneo (terutama Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah) tidak pusing-pusing menghadapi nestapa dihantam banjir dan tanah longsor yang datang silih berganti seperti sekarang ini.
Mengingat demikian mahal ongkos pembangunan jalur kereta api itulah yang kemudian menjadi salah satu faktor nota kesepahaman antara Senong dan PT KAI berhenti di atas kertas. Dan karena itu, tahun 2004 Bupati Barito Utara Achmad Yuliansyah kembali mewacanakan agar segera diwujudkan jaringan kereta api di Bumi Kalimantan. Angkutan kereta api di sini tidak hanya bermanfaat buat pengangkutan batubara namun dapat pula digunakan untuk angkutan penumpang umum. Wacana ini pun sempat berhenti, pemerintah pusat dan pemerintah provinsi kurang memberi respon yang berarti.
Baru di tahun 2012 muncul kabar baik segera direalisasikannya pembangunan jaringan rel kereta api di Kalimantan, terutama di Kalimantan Timur (Kaltim) dan antar-wilayah Kaltim-Kalteng. Kabar itu ditandai dengan penanda-tanganan nota kesepahaman antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Rail PTE Ltd, investor Rusia, pada tanggal 7 Februari 2012 di Jakarta. Ini merupakan langkah awal dimulainya pembangunan jaringan rel kereta api pertama di Pulau Kalimantan itu.
Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak dan Direktur Kalimantan Rail Pte Limited Andrey Shigaev menandatangani nota kesepahaman bersama pembangunan tahap pertama rel kereta api itu. Direktur Jenderal Perkereta-apian Kementerian Perhubungan Tundjung Inderawan; anggota Komisi V DPR, Hetifah Sjaifudin; Duta Besar Rusia Alexander Ivanov; perwakilan JSC Russian Railways, Denis Muratov; dan tokoh adat Dayak turut hadir.
“Penandatanganan nota kesepahaman ini merupakan langkah kongkret untuk merealisasikan jaringan perkereta-apian di Kalimantan pada umumnya dan di Kaltim pada khususnya,” kata Kepala Biro Humas dan Protokol Setprov Kaltim, HM Yadi Robyan Noor, sehari setelah penandatanganan.
Kepala BKPMD Kaltim, HM Yadi Sabianoor, menambahkan bahwa dengan penandatanganan nota kesepahaman ini dapat dipastikan kegiatan operasional pembangunan rel kereta api yang menghubungkan Kutai Barat-Balikpapan dan Kaltim-Kalteng segera dimulai. Setelah penandatanganan nota kesepahaman, ujarnya, pihak Rusia akan mengurus perizinan dan pembebasan lahan, dan pada 2013 pembangunan konstruksi rel kereta api akan dimulai.
Perusahaan Rusia Joint-Stock Company Russian Railways akan membangun jaringan rel kereta api sepanjang 243 kilometer yang menghubungkan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Investasi senilai US$2,4 miliar (Rp21,8 triliun) dibangun kuartal pertama 2012 dan ditargetkan beroperasi kuartal pertama 2017.
Proyek jaringan rel kereta api angkutan batubara dari Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah, ke pelabuhan di Balikpapan, Kalimantan Timur. Pembangunan tahap pertama di Kalimantan Timur bernilai US$1,8 miliar (sekitar Rp16,3 triliun) dan tahap kedua di Kalimantan Tengah sepanjang 60 kilometer bernilai US$600 juta (sekitar Rp5,4 triliun).
”Ini proyek yang luar biasa dan akan berdampak positif bagi pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan rakyat Kalimantan Timur. Saya mengapresiasi Bupati Kutai Timur yang sudah membebaskan 100 persen kebutuhan lahan untuk pembangunan tahap pertama sepanjang 135 kilometer,” ujar Awang Faroek Ishak.
Sementara ini, proyek sepenuhnya investasi JSC Russian Railways yang menguasai 90 persen saham Kalimantan Rail. JSC Russian Railways adalah salah satu perusahaan perkereta-apian terbesar dunia yang memiliki jaringan rel 85.100 kilometer, 20.000 lokomotif, 1,2 juta pekerja, dan aset US$54,5 miliar (sekitar Rp490 triliun).
Proyek ini juga melibatkan Bank Pembangunan dan Urusan Ekonomi Luar Negeri Rusia, Vnesheconombank, untuk mendukung pembiayaan. ”Tetapi, kami juga membuka peluang bagi investor lain yang ingin bergabung,” ujar Andrey.
Pihak Rusia sengaja memilih Kalimantan sebagai tujuan awal investasi karena potensi batubara di Bumi Borneo ini sangat besar. Proyek pembangunan kereta api angkutan batubara Kaltim-Kalteng sudah masuk dalam program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Kerja sama itu bermula ketika delegasi Kaltim mengikuti Marketing Investasi Indonesia (MII-2011) di Moscow, Rusia, dalam pertemuan forum bisnis yang diprakarsai Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Saat pertemuan itulah dilakukan pembicaraan bersama Russia Railway berkenaan akan dibangunnya rel kereta api angkutan khusus batubara di Pulau Kalimantan.
Bupati Barito Utara Achmad Yuliansyah menyambut baik penanda-tanganan nota kesepahaman antara Pemerintah Provinsi Kaltim dan Kalimantan Rail Pte Limited. Apa yang pernah diwacanakannya kini memperoleh respon positif dan segera diwujudkan dalam langkah operasional pembangunan jaringan rel kereta api Kalimantan yang dimulai dari Kalimantan Timur dan akan dilanjutkan ke jalur Kaltim-Kalteng.

C. Membangun Bandara Baru dan Jembatan Hasan Basri
Untuk lebih memudahkan transportasi udara menuju Barito Utara, saat ini Pemerintah Kabupaten Barito Utara berkonsentrasi menyelesaikan pembangunan bandara baru di Desa Trinsing, Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, yang ditargetkan selesai pada tahun 2013.
"Pemerintah pusat pada 2013 akan mengucurkan dana sebesar Rp36 miliar untuk menyelesaikan pembangunan bandara tersebut," jelas Bupati Barito Utara Achmad Yuliansyah. Menurut dia, pada 2012 bandara tersebut masih dalam pekerjaan di antaranya pembenahan akhir untuk kawasan taksi, apron, dan drainase.
Bandara baru yang sedang dibangun itu berada di lahan seluas 180 hektar dan memiliki panjang landasan 2.250 meter dan lebar run way 30 meter. Bandara baru ini menggantikan bandara lama, Bandara Beringin Muarateweh, yang tidak bisa dikembangkan lagi. Bandara yang baru ini nantinya bakal dapat didarati pesawat berbadan besar seperti Fokker dan Boeing. "Kami mengharapkan bandara itu selesai sesuai target dan tahun depan mulai operasional," kata Achmad Yuliansyah.
Selain mendapat bantuan pemerintah pusat, biaya pembangunan bandara di Desa Trinsing yang diperkirakan menelan dana sekitar Rp300 miliar tersebut juga diperoleh dari APBD Kabupaten Barito Utara sejak 2006.  
Bupati Yuliansyah mengakui bahwa tahapan pembangunan landasan pacu yang dilakukan tahun 2010 mengalami kendala cuaca, karena tingkat curah hujan pada beberapa bulan mendekati akhir tahun relatif tinggi sehingga menganggu pekerjaan. Namun pihaknya tetap berharap pembangunan bandara baru yang dibangun, selain untuk penerbangan umum, juga akan dijadikan bandara pendukung pertahanan militer wilayah Kalimantan ini dapat selesai sesuai dengan rencana. "Meski pekerjaan sempat mengalami kendala cuaca, namun kami harapkan pembangunan bandara selesai tepat pada waktunya," katanya.
Bupati Barito Utara Achmad Yuliansyah mengatakan pada tahun 2012  penyelesaian pembangunan bandara tersebut dialokasikan selain bantuan pemerintah pusat juga dari APBD kabupaten.
Kegiatan yang telah dilakukan dalam membangun bandara baru ini antara lain pembangunan fisik dan pengembangan kawasan keselamatan operasional penerbangan (KKOP) dan perubahan gambar dasar (master plan) yang memperoleh dana sebesar Rp1,5 miliar dari APBD Kabupaten Barito Utara. Pada tahun 2010, Kabupaten Barito Utara telah mengalokasikan dana sebesar Rp5 miliar melalui APBD kabupaten ditambah bantuan pemerintah pusat sebesar Rp48,7 miliar.
Sementara tahun 2009, pemerintah kabupaten di pedalaman Sungai Barito ini telah menganggarkan dana sebesar Rp9 miliar ditambah Rp7 miliar melalui perubahan APBD serta bantuan pemerintah pusat sebesar Rp49 miliar.
Anggota DPRD Barito Utara Lahmudin menyatakan bahwa bandara baru yang dibangun Pemerintah Kabupaten Barito Utara itu menjadi aset dan kebanggaan daerah. Karenanya, sudah menjadi kewajiban bersama baik pemerintah maupun masyarakat untuk menjaga dan merawatnya.
Politisi asal Partai Amanat Nasional (PAN) ini pun mengaku sangat mendukung langkah pemerintah daerah setempat yang serius dalam tiga tahun terakhir menggarap penyelesaian pembangunan bandara. Tujuannya semata-mata untuk membuka keterisolasian daerah serta membuka kawasan pengembangan Kota Muarateweh, khususnya di kawasan Muarateweh seberang. Pembangunan bandara dirasa tepat, sebab antisipasi ke depan di mana arus transportasi udara bakal sangat dibutuhkan mengingat Kota Muarateweh terus berkembang maju.
"Warga masyarakat dan juga pihak investor akan menjadi mudah untuk pergi dan datang ke daerah ini tanpa harus menempuh perjalanan panjang seperti yang selama ini kita rasakan dengan menggunakan jalur darat," kata Lahmudin. Dengan terbangunnya bandara di Desa Trinsing maka kawasan itu akan cepat berkembang maju beberapa tahun ke depan. Penerbangan komersil di bandara ini pun tidak saja bisa melayani warga Barito Utara tapi juga membantu warga di tiga kabupaten lain yang hendak melakukan perjalanan, seperti warga dari Kabupaten Murung Raya, Barito Selatan dan Barito Timur. Selama ini, kata Lahmudin, warga di empat kabupaten di DAS Barito ini mesti ke Banjarmasin (Kalsel) atau ke ibukota Provinsi Kalteng Palangkaraya bilamana hendak menggunakan perjalanan udara. Jadi jika bandara ini sudah bisa digunakan pada tahun 2013, warga di empat kabupaten DAS Barito tersebut bisa lebih terlayani dengan mudah.
Tekad yang tidak kalah penting dari seorang Achmad Yuliansyah adalah membangun Jembatan Hasan Basri yang lebih kuat dan tahan lebih lama. Karena Jembatan Hasan Basri lama di Muarateweh terancam ambruk. Tiang pondasi jembatan patah akibat acap ditabrak rakit dan kapal tongkang batubara. Jembatan Hasan Basri, sepanjang 260 meter ini, memang sudah uzur. Jembatan yang mulai dibangun tahun 1990 dan diresmikan oleh Menteri Penerangan RI (waktu itu) Harmoko ini kini kondisinya sepintas memang masih nampak kokoh. Tidak terlihat adanya tanda-tanda yang menunjukan bahwa kondisi jembatan yang mengambil nama mantan Ketua MUI KH Hasan Basri (asal Muarateweh) itu sudah mengkhawatirkan. Setiap hari ratusan mobil dengan berbagai ukuran dan ribuan sepeda motor melintas di atasnya serta kerap nampak pula sejumlah orang nongkrong di sisi kanan ataupun kiri jembatan ini.
Kondisi jembatan dengan bentang sepanjang 270 meter dan lebar lima meter berkonstruksi baja Australia yang dibangun pada 1990 oleh Bupati Barito Utara (ketika itu) A.Dj. Nihin tersebut saat ini cukup memprihatinkan.  Apalagi setelah diketahui pondasi jembatan tidak dicor dengan semen, sehingga diyakini tidak kuat menahan beban dan benturan. Sudah begitu, sejak direnovasi 12 tahun silam, jembatan telah 14 kali ditabrak rakit kayu log dan kapal tongkang. Sejumlah investor batubara baik yang berada di wilayah Kabupaten Barito Utara maupun Kabupaten Murung Raya sering mengalami kendala saat membawa tongkang batubara karena tidak bisa melewati jembatan ketika air sungai tinggi.
Bupati Barito Utara Achmad Yuliansyah mengaku sudah tiga kali menyurati Menteri Pekerjaan Umum agar mendesain ulang jembatan. Tapi permintaan itu tidak pernah berbalas. Selain itu, kata Yuliansyah, Gubernur Kalteng juga menolak pembangunan jembatan dengan alasan masih kuat sampai 15 tahun ke depan. "Padahal kondisi jembatan sudah miring dan makin ringkih," kata Achmad Yuliansyah.
Bupati meminta kepala Dinas Pekerjaan Umum Anwar Sanusi Gayo menindak-lanjuti permohonan ke pusat untuk pembangunan jembatan KH Hasan Basri. Permohonan tersebut pernah diusulkan ke pemerintah pusat dan kini mesti kembali diseriusi pengurusannya, sebab pembangunan jembatan ini sudah sangat mendesak
“Data yang kami miliki, Jembatan KH Hasan Basri sudah 14 kali tertabrak kapal besar, selama arus transportasi Sungai Barito wilayah Barito Utara, Barito Selatan dan Murung Raya kian pesat,” jelas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Barito Utara, Anwar Sanusi Gayo. Dia menilai jembatan itu berpotensi menimbulkan kecelakaan mengingat arus lalu-lintas tongkang penarik batubara bisa mencapai ratusan kali dalam sebulan.
Jembatan KH Hasan Basri sekarang memiliki bentangan untuk jalur arus transportasi sungai hanya 50 meter. Sedangkan kapal besar memiliki lebar bisa sampai 30 meter dengan panjang 120 meter.
“Di sinilah potensi kecelakaan tabrakan. Desain baru yang kami rancang, jembatan memiliki panjang lebih dari 400 meter dengan bentangan untuk arus transportasi sungai mencapai 150 meter,” jelasnya.
Selain itu, lantai jembatan juga dirancang dengan ketinggian 15 meter dari batas maksimal terjangan banjir. “Yang ada sekarang hanya 1,5 meter dari banjir,” dia menambahkan. Dengan lebar jalur lalu-lintas darat di atasnya, desain jembatan baru tersebut diyakini mampu memperlancar arus perekonomian darat dan sungai.
Rencana Pemerintah Kabupaten Barito Utara itu disambut baik oleh warga masyarakat di sekitar jembatan. Mereka mendukung pemugaran jembatan. “Asalkan lahan atau tanah kami ada hitungannya yang menguntungkan atau tak merugikan, tidak masalah dengan realisasi pemugaran jembatan tersebut,” ungkap Makmur, warga yang tinggal di sekitar jembatan.
Pemerintah Kabupaten Barito Utara mengusulkan bantuan dana pemerintah pusat untuk membangun jembatan baru tersebut pada tahun 2011. "Dana pembangunan jembatan baru ini sangat besar sehingga sumbernya diharapkan dari bantuan pemerintah pusat," kata Bupati Barito Utara, Achmad Yuliansyah.
Menurut Yuliansyah, untuk membangun jembatan baru sepanjang 437,5 meter --terbagi dalam jembatan utama sekitar 397,5 meter dan jembatan penghubung 40 meter dengan lebar tujuh meter—ini diperkirakan menelan biaya sekitar Rp159,9 miliar.
Selain alokasi dari pemerintah pusat, kata Yuliansyah, pihaknya juga mengharapkan bantuan dari APBD provinsi, mengingat dana dari kabupaten sangat terbatas. "Kami mengharapkan pembangunan jembatan dengan konstruksi menggunakan cable stayed itu segera terealisasi hingga hambatan lalu-lintas transportasi sungai dapat teratasi," dia menandaskan.
Yuliansyah menjelaskan, sebelumnya, Pemkab Barito Utara hanya melakukan perubahan (redesain) konstruksi jembatan KH Hasan Basri Muarateweh dengan meninggikan bagian bawah jembatan. Namun, dari hasil survei Direktorat Jenderal Keselamatan Transportasi Darat Kementerian Perhubungan dan studi kelayakan, hal itu tidak memungkinkan sehingga harus dipindahkan ke tempat baru. "Kini jembatan itu menjadi hambatan bagi arus transportasi sungai, terutama tongkang dan kapal bertonase besar," jelasnya.

D. Energi untuk Rakyat
Meski lebih dari setengah wilayah Barito Utara menyusut dibandingkan dengan sebelum wilayah Murung Raya membentuk kabupaten sendiri, Kabupaten Barito Utara sampai kini masih banyak menyimpan Sumber Daya Alam (SDA). Tidak hanya kekayaan alam hayati seperti aneka ragam tanamam dan satwa, isi perut bumi Barito Utara juga banyak menyimpan potensi tambang bernilai tinggi.
Beberapa tahun belakangan, potensi yang mulai dilirik sejumlah investor adalah tambang barubara, minyak bumi dan gas. Potensi tambang batubara sendiri hampir merata tersebar di enam kecamatan: Teweh Tengah, Lahei, Montallat, Gunung Timang, Gunung Purei dan Teweh Timur. Sedangkan gas dan minyak bumi melimpah di daerah Karendan, dalam Sungai Lahei, Kecamatan Lahei.
Sebelum keluar kebijakan Menteri Kehutanan soal izin pinjam pakai kawasan hutan dan izin pelepasan kawasan hutan, puluhan pemilik izin Kuasa Pertambangan (sekarang Izin Usaha Pertambangan/IUP) mulai meningkatkan kegiatan. Dari yang tahap peninjauan naik ke tahap eksplorasi, kemudian sudah banyak pemegang IUP eksplorasi yang sudah mengajukan ke izin IUP eksploitasi.
Kendala muncul setelah keluar kebijakan harus ada izin pinjam pakai kawasan hutan bagi perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan hutan dan izin pelepasan kawasan hutan bagi izin perkebunan. Namun bukan berarti pihak perusahaan enggan mengurus izin, tetapi yang dikeluhkan adalah sulit dan berbelitnya proses kepengurusan untuk mendapatkan izin itu dari Kementerian Kehutanan.
Kepala Dinas Pertambangan Barito Utara Ir. Suriawan MM memanfaatkan kondisi itu untuk mengevaluasi segala perizinan yang diterbitkan dinas itu sebelumnya. Sebagaimana diketahui, Suriawan adalah pejabat baru di Dinas Pertambangan Barito Utara. Kepala Dinas sebelumnya, Ir. Asran, sekarang diposisikan menjadi salah satu asisten di kantor Bupati Barito Utara.
“Saya diperintahkan langsung oleh bupati untuk melakukan evaluasi semua perizinan. Sekarang sudah dalam proses. Saya bahkan diminta tegas, yang menyalahi dibekukan, demikian pula yang tak menunjukkan kegiatan, langsung dicabut izinnya,” ucap Suriawan belum lama ini.
Dijelaskan Suriawan, saat ini izin operasi perusahaan tambang di Barito Utara mencapai 153 KP, baik tahap eksplorasi maupun eksploitasi. Beberapa di antaranya ditemukan tak beroperasi. “Kami mengharapkan perusahaan yang sungguh-sungguh berinvestasi. Biar sedikit tapi potensi yang ada benar-benar dimanfaatkan,” tandas Suriawan.
Selain melakukan evaluasi, pejabat yang cukup lama ditempatkan di Kantor Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Barito Utara itu, sebelum mutasi dari Dinas Kehutanan Barito Selatan, menginginkan kegiatan pertambangan di Barito Utara yang ramah lingkungan. Untuk itu, pertama yang dia tekankan adalah persiapan perusahaan dalam upaya reklamasi dan antisipasi dampak lingkungan dari kegiatan tambang.
“Harus ada dokumen AMDAL sebagai syarat utama. Perusahaan tidak boleh melakukan kegiatan eksploitasi bila belum beres AMDAL-nya. Kebijakan saya, perusahaan boleh menambang dan mengambil potensi batubara dalam perut bumi tapi harus ramah lingkungan. Kita sebagai pihak teknis yang bertanggung-jawab terhadap dampak pengerukan lapisan tanah, mendukung penuh kebijakan dan tindakan kantor BLH soal lingkungan,” tegas Suriawan.
Selain ramah lingkungan, Bupati Achmad Yuliansyah menambahkan bahwa potensi tambang di Barito Utara tidak boleh semuanya dijual ke luar sehingga wilayah ini kegelapan dan kesulitan sumber listrik. Dia belajar banyak dari wilayah Kalimantan Timur yang sempat mengalami listrik byar-pet lantaran sumberdaya tambangnya diekspor ke luar wilayah Kaltim.
Misalkan sumber daya tambang empat sumur gas Sungai Lahei-1 di Blok Karendan, Kecamatan Lahei, yang segera digarap investor Salamander Energy Bangkanai Ltd. Bupati Achmad Yuliansyah berharap eksploitasi empat sumur gas tersebut dapat dimanfaatkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) pada Juli 2013. Blok Karendan ini memiliki lapangan gas potensial dan yang telah mendapatkan persetujuan pengembangan (plan of development). Cadangan terbukti mencapai 157 miliar kaki kubik, sedangkan  kandungan potensial mencapai 207 miliar kaki kubik. Adapun prospek gas yang diidentifikasi di blok tersebut diperkirakan dapat melebihi 1,5 triliun kaki kubik.
“Kami targetkan awal produksi gas Blok Karendan ini pada Juli tahun depan,” kata General Manajer Salamander Energy Ltd, Craig Stewart, menanggapi harapan Bupati Yuliansyah beberapa waktu lalu. Menurut Craig, untuk mengeksploitasi gas itu pihaknya menjadwalkan pada pertengahan Juni 2012 dilakukan pengeboran sumur gas tersebut.
Sumur ini merupakan hasil dari kegiatan survei seismik pada 2006 oleh kontraktor Elnusa Bangkanai Enery (EBE), PT Elnusa Geosains. Salamander Energy Ltd adalah perusahaan bermarkas di London, Inggris. Pemegang saham terbanyak di Blok Bangkanai itu pada akhir Juni 2011 telah menandatangani perjanjian jual-beli gas Lapangan Bangkanai dengan PT PLN untuk membangun PLTG berkapasitas 3x80 megawatt (MW) yang mampu mengaliri listrik hingga wilayah Kalimantan Selatan.
Dalam perjanjian itu disepakati Salamander Energy kelak memasok volume gas sebesar 20 miliar british thermal unit per day (bbtud) kepada PT PLN dengan harga 4,79 dolar AS per juta british termal unit (mmbtu) dengan eskalasi 3 persen per tiga tahun.
Bupati Barito Utara Achmad Yuliansyah mengharapkan pembangunan PLTG ini dapat berjalan tepat sesuai jadwal, sehingga mampu menambah energi listrik di wilayah Kabupaten Barito Utara dan sekitarnya. Minimal memenuhi kebutuhan listrik di wilayah Muarateweh-Buntok-Tanjung.
Sebelum melakukan kegiatan, pihak perusahaan diminta melakukan koordinasi dengan aparatur kecamatan dan desa serta masyarakat setempat. “Diharapkan PLTG ini juga dapat meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat dan perekonomian daerah,” ujar Bupati Yuliansyah.
Tampak jelas bahwa Achmad Yuliansyah demikian serius memikirkan dan membangun Kabupaten Barito Utara yang lebih prospektif. Dalam dua periode kepemimpinannya, salah satu putera terbaik Barito Utara itu dipandang mampu mengangkat nama baik salah satu kabupaten tua di pinggiran Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito itu. Terutama terkait proyek besar yang telah dan akan diwujudkannya, seperti pembangunan Bandar Udara baru berskala nasional, pemindahan jembatan penyeberangan Sungai Barito, sarana hiburan anak-anak hingga rencana pembangunan kota baru (pemukiman baru), termasuk pembangunan gedung Polimat (Politeknik Muarateweh). Dia berani mewujudkan sejumlah impiannya itu dengan menempuh berbagai cara, tak terkecuali aktif mengundang investor.

E. Menepis Isu “Cagub Bayaran” Menerima Mandat Partai Golkar
Achmad Yuliansyah tidak ingin berhenti mengabdi di Kabupaten Barito Utara saja. Dia ingin mengabdi kepada lebih banyak khalayak dalam lingkup wilayah yang lebih luas lagi. Achmad Yuliansyah merasa memiliki cukup bekal untuk mendharma-bhaktikan tenaga dan pikirannya buat rakyat seluruh Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Keberhasilannya memimpin Kabupaten Barito Utara, minimal, dapat dijadikan modal buat maju ke pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung Gubernur Kalteng yang digelar tahun 2010. Dia pun bertekad mencalonkan diri dalam pemilihan Gubernur Kalimantan Tengah periode 2010-2015 yang digelar 5 Juni 2010.   
“Saya sampaikan kepada masyarakat Barut umumnya, khususnya warga Lahei, yang hadir di sini, bahwa saya positif maju menjadi peserta Pilgub Kalteng 2010. Saya maju berpasangan dengan Pak Didik Salmijardi, mantan Bupati Kotawaringin Timur (Kotim) 2004. Untuk itu, mari kita satukan tekad yang bulat dengan merapatkan barisan, agar semua ini bisa segera tercapai,” ucap Achmad Yuliansyah, yang disambut dengan tepuk tangan seluruh masyarakat yang hadir pada kesempatan pembukaan MTQ Barut, tanggal 21 Februari 2010 itu.
Pernyataan Achmad Yuliansyah ini sekaligus menjawab tanda tanya warga masyarakat serta isu-isu yang menganggap dirinya sebagai figur bayaran. Menurut dia, keputusannya untuk maju karena ada hal-hal yang dianggap kurang adil dalam pembangunan di Kalimantan Tengah. Banyak aspirasi dari wilayah kabupaten/kota yang tidak diakomodasi secara adil dan proporsional. Sekadar contoh ide membangun jaringan rel kereta api untuk angkutan batubara dan pembangunan jembatan (baru) KH Hasan Basri di Muarateweh.
Telah jauh-jauh waktu Achmad Yuliansyah secara serius membangun networking dengan berbagai kalangan –baik pemerintahan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga adat maupun kalangan dunia usaha. Dia memahami benar bahwa tugas kepala daerah provinsi ke depan cenderung sebagai koordinator, motivator, jembatan, pengawasan dan mempertautkan kepenting antar-daerah kabupaten/kota.
Achmad Yuliansyah senantiasa merasa dekat dengan masyarakat Kalimantan Tengah karena kiprahnya sudah melewati berbagai daerah di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah. Dengan demikian, dia merasa akan lebih mudah menjadi koordinator atau jembatan. Dia bertekad penuh mengabdikan dirinya kepada warga wilayah provinsi yang berada di tengah-tengah Pulau Kalimantan itu.
Namun demikian Yuliansyah mengaku tidak mudah berkampanye dan mensosialisasikan pencalonan dirinya di tengah isu-isu negatif dirinya sebagai figur bayaran. “Setiap kali kampanye dan sosialisasi, waktu saya habis hanya untuk menjelaskan bahwa tekad saya maju dalam pencalonan bukan sebagai figur bayaran. Waktu saya untuk memaparkan visi dan misi Kalteng 2015 menjadi sangat sedikit,” ujar Yuliansyah suatu ketika.
Kendati muncul isu-isu negatif, Yuliansyah tetap maju dan dukungan kepada dirinya mengalir bagai air. Untuk menghadapi pasangan incumbent Agustin Teras Narang – Achmad Diran yang dua-duanya berasal dari PDI Perjuangan, Achmad Yuliansyah yang memperoleh mandat dari DPP Partai Golkar itu menggandeng calon wakil gubernur Didik Salmijardi, mantan Bupati Kotawaringin Timur (Kotim) 2004 dan Ketua DPD Partai Demokrat Kalimantan Tengah.
Di masa-masa awal pencalonan, dukungan kepada pasangan Achmad Yuliansyah – Didik Salmijardi datang dari Damang Teweh, Forum Masyarakat Pemerhati Pembangunan Kalimantan Tengah (FMPPK) Perwakilan Kabupaten Barito Utara, Laskar Adat Dayak DAS Barito Kabupaten Barito Utara, dan Kerukunan Suku Dayak Maa’yan Lawangan (Dusmala).
Damang Kecamatan Teweh Tengah, Barito Utara, Juliamensen, menyambut baik majunya Achmad Yuliansyah sebagai calon gubernur Kalteng. Soal pilihan, dia menyerahkan kepada masyarakat. Sebagai putra daerah, Juliamensen mengaku sangat mendukung Bupati Barito Utara itu menjadi cagub pada Pilkada Kalteng 2010. “Loyalitasnya kepada daerah dan negara sudah terbukti. Sebagai abdi negara, dia sangat bertanggung-jawab,” katanya sembari menambahkan, “Kami mendukung sepenuhnya pasangan yang mempunyai kemampuan dan sebagai yang terbaik dalam memimpin Kalteng lima tahun berikutnya.”
Ketua FMPPK Perwakilan Barito Utara Davey R. Silam mengatakan, forum yang dipimpinnya seperti FMPPK, mendukung sepenuhnya pasangan Achmad Yulainsyah – Didik Salmijardi menjadi gubernur dan wakil gubernur Kalteng periode 2010-2015. Menurut dia, dukungan ini dilakukan bukan atas dasar ada sesuatu kepentingan. Tapi, jelasnya, didasari penilaian rasional atas keberhasilan Achmad Yuliansyah yang telah terbukti membangun wilayah Kabupaten Barito Utara. “Oleh karena itu, saya selaku Ketua Lembaga FMPPK Perwakilan Barito Utara sangat mendukung pasangan Achmad Yuliansyah dan Didik Salmijardi,” tuturnya.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Laskar Adat Dayak DAS Barito Kabupaten Barito Utara, Natalius, mengatakan, semua pengurus dan anggota yang saat ini mencapai puluhan ribu orang diwajibkan hukumnya untuk mendukung dan memenangkan pasangan Achmad Yuliansyah – Didik Salmijardi. “Pak Yuliansyah telah terbukti memimpin Barito Utara hingga dua periode. Selain sukses di bidang pembangunan, ekonomi, kesejahteraan sosial, beliau juga tidak membeda-bedakan suku, agama, dan ras, termasuk dalam tatanan masyarakat adat,” ujarnya.
“Kami menilai sosok Yuliansyah sangat dibutuhkan dan potensial untuk menduduki kursi sebagai gubernur Kalteng ke depan,” kata Ketua Kerukunan Dusmala, Daniel E. Dansen. Karena itu, Kerukunan Dusmala menyatakan dukungannya kepada pasangan Achmad Yuliansyah – Didik Salmijardi maju ke Pilkada Gubernur Kalteng 5 Juni 2010. Warga Dayak Maa’yan, terutama yang berada di Kabupaten Barito Selatan dan Barito Timur, mendukung penuh pasangan ini untuk memimpin Kalteng periode 2010-2015.
Hari pencoblosan yang ditunggu datang juga. Pada 5 Juni 2010, rakyat Kalimantan Tengah berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara untuk memilih pemimpin mereka lima tahun berikutnya. Empat pasangan calon gubernur – calon wakil gubernur tampil sebagai peserta Pilkada Gubernur Kaltim 2010-2015, masing-masing nomor urut 1 pasangan Achmad Amur – Baharudin Lissa, nomor urut 2 pasangan Agustin Teras Narang – Achmad Diran, nomor urut 3 pasangan Achmad Yuliansyah – Didik Salmijardi, dan nomor urut 4 pasangan Yuandrias –Basuki.
Sungguh tidak gampang melalui sebuah kompetisi pemilihan gubernur kepala daerah dengan menyandang citra negatif di mata pemilih. Setelah sekitar 1,6 juta pemilih menyalurkan suaranya melalui 5.134 TPS pada tanggal 5 Juni 2010, pasangan incumbent Agustin Teras Narang – Achmad Diran memperoleh suara terbanyak 42,27 persen. Kemudian diikuti pasangan Achmad Amur - Baharudin Lissa mendapat 37,66 persen; pasangan Achmad Yuliansyah - Didik Salmijardi meraih 15,75 persen; dan pasangan Yuandrias - Basuki menggapai 4,29 persen.
Pupus sudah tekad masyarakat dan parpol di Kalteng untuk mengalahkan pasangan incumbent Agustin Teras Narang – Achmad Diran yang mereka nilai banyak kebijakan selama pemerintahannya terasa kurang adil. Selama ini banyak kebijakan yang dirasa kurang berpihak kepada masyarakat di wilayah dan kalangan tertentu. Sekadar contoh ketika Bupati Barito Utara mengajukan proposal pembangunan jembatan (baru) KH Hasan Basri di Muarateweh. Jembatan lama telah mengalami kerapuhan karena kerap dihantam kapal tongkang pengangkut batubara. Namun, Gubernur Teras Narang bersikukuh bahwa jembatan lama masih kuat sampai usia 35 tahun.
Perjuangan Achmad Yuliansyah terhenti sejenak. Dia menyimpan obsesinya untuk dapat memimpin Provinsi Kalimantan Tengah. “Ke depan saya ingin maju lagi dalam pencalonan Gubernur Kalimantan Tengah pada tahun 2015. Saya serius maju dan mengusung wacana pemekaran Provinsi Kalteng menjadi tiga provinsi,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Menjelang pencalonan dirinya maju ke Pilgub Kalteng 2010, Achmad Yuliansyah sempat menanda-tangani kontrak politik terkait pemekaran wilayah Kotawaringin Raya. "Komitmen pemekaran ini untuk mendorong terjaminnya peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah Kotawaringin sebagai provinsi sendiri. Wilayah ini diharapkan semakin mandiri untuk melaksanakan pembangunan." katanya.
Menurut Yuliansyah, kemandirian pengelolaan anggaran, pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan fasilitas publik lain diupayakan agar kesejahteraan masyarakat bisa lebih terjamin. Saat ini, anggaran sangat bergantung pada pemerintah provinsi, sehingga tidak ada keleluasaan. Kontrak politik ini diwakili masing-masing tokoh yakni Ujang Iskandar (Bupati Kabupaten Kotawaringin Barat) dan Wahyudi K Anwar (Bupati Kotawaringin Timur).
"Dengan alasan ini pulalah saya mau maju dalam Pilkada Kalteng. Karena itu, saya akan mendorong pemekaran provinsi ini," kata Yuliansyah sembari menambahkan, "Agenda pemekaran ini akan menjadi program utama dalam berkampanye pada pemilihan gubernur di Kalteng."
Dan, agenda ini pula yang nanti hendak diusung oleh Achmad Yuliansyah sebagai salah satu modal untuk maju dalam Pilkada Gubernur Kalteng 2015. Modalnya adalah tekad Achmad Yuliansyah yang kuat untuk mengabdikan dirinya kepada rakyat yang lebih banyak lagi dan dalam skala wilayah yang lebih luas. ***   

Wednesday, January 30, 2013

Mendagri: E-KTP Bisa untuk NPWP, BPJS, hingga Data


Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama sejumlah kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian menandatangani pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK), Data Kependudukan dan KTP Elektronik (E-KTP).

"E-KTP itu berkoordinasi dengan sejumlah kementerian karena satu data bisa untuk semua dokumen," kata Mendagri Gamawan Fauzi pada Rakornas Persiapan Penyerahan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) di Jakarta, Selasa (29/1).

Gamawan menyebutkan data tersebut juga digunakan untuk data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan Kementerian Keuangan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan data lainnya.

"Sejak lahir sampai meninggal, E-KTP ini sudah satu-satunya yang akan diperlukan untuk berbagai keperluan," katanya.

Dia juga mengatakan data E-KTP akan memudahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mendata pemilih secara valid.

"Kami akan serahkan kepada KPU data pemilih ini dan KPU tinggal mencari pemilih yang tidak tercantum dalam E-KTP karena statusnya terus bergulir," katanya.


175.4 juta pemilih Mendagri Gamawan Fauzi menyebutkan sebanyak 175.142.000 pemilih telah terekam dalam E-KTP di seluruh Indonesia.

"Semua sudah diambil data dari sidik jari dan retina mata. Jadi, data ini sah," katanya.

Menurut dia, data E-KTP juga bisa memudahkan penyidik untuk mengungkap dan mencegah tindak kejahatan.

"Sidik jari penjahat pasti terdata di Mabes Polri, tapi data calon penjahat sudah ada di Kemendagri," katanya.

Gamawan juga mengatakan E-KTP dapat memudahkan Kemenakertrans untuk mendata Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang duduga ilegal.

Dia menjelaskan sejak  1 Januari, E-KTP bisa diperbarui secara reguler.


"Dulu kan KTP diperbarui secara massal. Sekarang, bisa diperbarui kapan saja, misalkan untuk status perkawinan dan gelar," katanya. (Ant)

Hasbullah Thabrany, Pakar Jamsos


Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH, pria kelahiran Jakarta, 21 Mei 1954, yang akrab dipanggil Jack Bhull. Guru Besar Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat UI dan Pendiri/Ketua Umum PAMJAKI (Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia), ini memfokuskan keahlian pada Bidang asuransi kesehatan dan jaminan sosial.


Jack Bhull, menamatkan pendidikan dokter dari FKUI tahun 1980. Setahun kemudian, dia melanjutkan pendidikan di University of California di Berkeley, Amerika Serikat hingga meraih gelar Master of Public Health dan Doctor of Public Health. Disertasinya berjudul Health Insurance and the Demand for Medical Care in Indonesia.

Saat belajar di universitas terkemuka di dunia tersebut, dia juga mengambil pendidikan profesi dari Health Insurance Association of America dan berkerja pada Rand Corporation di Santa Monica, California, suatu lembaga penelitian bergengsi di dunia. Selain itu, dia juga mengikuti banyak kursus singkat dalam bidang social insurance dan social security di beberapa Negara seperti di Jerman, Filipina, dan Muangtai, yang diyakininya sebagai sistem yang paling cocok untuk Indonesia yang memungkinkannya terwujud keadilan sosial, equity egaliter.

Mantan Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat UI, ini telah meninjau dan memelajari sistem asuransi kesehatan nasional di Amerika, Kanada, Belanda, Jerman, Jepang, Korea, Taiwan, Filipina, dan Muangtai. Dia memperjuangkan keadilan ini dengan prinsip setiap orang harus mendapatkan pelayanan medis, ketika sakit, sesuai dengan kebutuhan medisnya terlepas dari status sosial-ekonomi, ras, atau aliran politik.

Setelah menuntut ilmu kebijakan kesehatan, kekhususan ekonomi kesehatan, dia menyadari bahwa ilmu asuransi kesehatan sangat tidak difahami di Indonesia. Dia pun merasa terpanggil dan memulai menyebarkan ilmu asuransi kesehatan dengan menawarkan kuliah asuransi kesehatan dan kursus asuransi kesehatan dalam rangka pendidikan profesi menggunakan modul-modul pendidikan profesi dari American Health Insurance Plans.

Kemudian, Hasbullah mendirikan organisasi PAMJAKI (Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia) tahun 1998 di mana dia menjadi Ketua Umum PAMJAKI sampai kini. Tujuan Umum PAMJAKI adalah untuk menghasilkan sumber daya manusia profesional bidang asuransi kesehatan yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan manajemen asuransi kesehatan, dan mampu mengamalkan keahliannya secara profesional. Sementara Tujuan Khususnya adalah (1) Menyelenggarakan ujian dan tutorial gelar profesi jenjang Ajun Ahli Asuransi Kesehatan; dan (2) Menyelenggarakan ujian dan tutorial gelar profesi jenjang Ahli Asuransi Kesehatan.

Pada tahun 2002, dia bergabung dalam Tim Sistem Jaminan Sosial Nasional yang dibentuk oleh Presiden Megawati untuk menyusun cetak biru sistem jaminan sosial di Indonesia yang kini telah diwujudkan dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional. Kemudian, dia diusulkan oleh Menko Kesra untuk menjadi Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional, semacam Majelis Wali Amanat untuk sistem jaminan sosial di Indoneisa. Dalam Profil Guru Besar UI, disebut mimpi Hasbullah Thabrany adalah mewujudkan agar setiap orang di Indonesia memiliki asuransi kesehatan dan pension.[1]

Dia telah menulis banyak artikel di dalam jurnal ilmiah maupun surat kabar atau majalah nasional tentang pelayanan kesehatan dan asuransi kesehatan. Juga telah menulis buku atau chapter dalam buku "Rahasia Sukses Balajar (1993)", "Introduksi Asuransi Kesehatan (1996)", "Rasional dan perhitungan pembayaran kapitasi (1996", "Asuransi Kesehatan: Pilihan Kebijakan Nasional (1998)"Konsep dan Cara Pembayaran Kapitasi (1999)", "Asuransi Kesehatan Indonesia (2000)", "Health Insurance System in Indonesia (2004)", "Pendanaan Kesehatan dan Alternatif Mobilisasi Dana di Indonesia (2005)", "Social Health Insurance: Case Study in Indonesia (2005)", dan "Asuransi Kesehatan Nasional". Puluhan karya ilmiah telah diterbitkannya di dalam jurnal nasional dan internasional. 


Footnote:
[1] Profil Guru Besar UI, Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH, http://www.ui.ac.id/download/guru_besar/Prof_dr_Hasbullah_Thabrany_MPH_Dr_PH.pdf

Memimpin di Tanah Kelahiran




Dewi keberuntungan senantiasa mengetuk pintu seseorang pada suatu kesempatan, namun dalam banyak kejadian seringkali orang tersebut tidak berada di tempat sehingga gagal mendengarnya.
Mark Twain, Penulis Terkenal

Karir pengabdian Achmad Yuliansyah di ranah birokrasi dapat dikatakan telah memasuki zona mapan dan nyaman (comfort zone) ketika usianya menginjak 43-45 tahun. Terlebih lagi, titik nyaman itu relatif klop dengan bidang keilmuan yang ditekuninya pada masa kuliah di Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Memasuki tahun 2001-2003 itu, Achmad Yuliansyah sudah menapak di kursi Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Barito Selatan.
Mengaca pada karir pengabdian Achmad Yuliansyah di ranah birokrasi yang berjalan nyaris linear, dia masih sangat mungkin mendaki ke tapak yang lebih tinggi lagi di tingkat pemerintah provinsi dan, boleh jadi, pemerintah pusat (nasional). Jalur pendakian itu terbentang luas di depan mata. Namun, banyak orang, ketika memasuki zona nyaman di usia 40-an merasa gamang apakah dirinya bakal mampu menapak sampai tiba di puncak pendakian. Pada fase semacam ini banyak orang yang berusaha menggapai ketinggian yang sedikit-banyak membawa prestasi dan prestise. Banyak orang berupaya memburu puncak karir yang telah dicita-citakannya sedari mula memasuki tapak karir birokrasi. Entah karir itu berpuncak pada jabatan kepala dinas atau kepala biro tingkat provinsi, atau bahkan sampai direktur dan direktur jenderal di tingkat kementerian.
Achmad Yuliansyah merasa seperti berada di simpang jalan: berjalan terus ke puncak pendakian karir di ranah birokrasi yang semakin memberi rasa nyaman ataukah mencari jalan pendakian baru yang lebih menantang. Benaknya terus bergolak mencari kepastian langkah untuk menerobos masa depan yang lebih memberi asa. Di sini lah kematangan psiko-sosial seorang Achmad Yuliansyah diuji. Ke mana arah perjalanan hidup si anak manusia bernama Achmad Yuliansyah? Hanya dia yang tahu persis ke arah mana kompas kehidupan selanjutnya. Cuma dia pula yang tahu persis titik pijak awal setelah lepas dari dunia kampus sampai tapal batas kehidupan. Dan, sekali lagi, hanya dia seorang yang tahu persis ke mana kakinya hendak mengayun langkah.

A. Ingin Menjadi Orang Biasa
Sebagaimana wajarnya orang yang memiliki ketertautan hati pada tanah kelahiran atau kampung halaman, kendati telah melang-lang buana ke banyak daerah, seorang Achmad Yuliansyah senantiasa mengikuti perkembangan kampung halamannya Muarateweh, ibukota Kabupaten Barito Utara. Tentu terlampau sempit rasanya kalau cuma berpikir sebatas kabar dari Muarateweh, terlebih lagi kawasan Jalan Simpang Perwira (tempat kelahirannya). Dalam rajutan nostalgianya, dia selalu mencoba mencari tahu perkembangan skala wilayah yang lebih luas, setingkat kabupaten dan bahkan provinsi.
Yuliansyah berusaha berpikir lebih luas daripada sekadar lingkup Muarateweh. Wajar saja bila dia menaruh perhatian yang cukup intens pada perkembangan Muarateweh khususnya dan Barito Utara umumnya. Sebab, sosok yang sedikit bicara namun banyak berbuat ini adalah keturunan Suku Bakumpai di Desa Inu, sebuah desa terpencil di dalam Sungai Lahei, Kecamatan Lahei.
Ya, hanya sedikit orang yang mengetahui, bahwa Achmad Yuliansyah memiliki garis keturunan pada Suku Bakumpai yang dikenal memiliki sejumlah nilai-nilai luhur dan etos kejuangan yang kuat. Secara etimologis, Bakumpai adalah julukan bagi Suku Dayak yang mendiami daerah aliran Sungai Barito. Bakumpai berasal dari kata ba (dalam bahasa Banjar artinya memiliki) dan kumpai yang mengandung arti rumput.
Dari arti etimologis tersebut dapat dipahami bahwa Suku Bakumpai mendiami wilayah yang memiliki banyak rumput. Menurut legenda, asal-muasal Suku Bakumpai adalah dari Suku Dayak Ngaju yang kemudian berhijrah ke negeri yang sekarang disebut Negeri Marabahan.
Mulanya mereka menganut agama nenek moyang, yaitu Kaharingan. Hal ini dapat dilihat dari peninggalan budaya yang sama seperti Suku Dayak lainnya. Kemudian, di Negeri Marabahan, mereka menjumpai seorang yang memiliki kharisma, seorang yang apabila dia berdiri di suatu tanah, maka tanah itu akan ditumbuhi rumput. Orang tersebut tidak lain adalah Nabiyullah Khidir as. Dalam cerita itu, mereka lantas masuk agama Islam dan berkembang beranak-pinak menjadi suatu suku. Suku Bakumpai merupakan julukan bagi mereka, karena apabila mereka belajar agama di suatu daerah dengan gurunya Khidir, maka tumbuhlah rumput dari daratan tersebut, sehingga mereka dikenal dengan suku bangsa Bakumpai.
Dulu sekali, Suku Bakumpai memiliki suatu kerajaan yang lebih tua dibandingkan dengan kerajaan daerah Banjar. Karena daya magis yang luar biasa akhirnya kerajaan ini berpindah ke Sungai Barito dan rajanya dikenal dengan nama Datuk Barito.
Dari Negeri Marabahan, mereka menyebar ke aliran Sungai Barito.  Cerita versi lainnya menyebutkan bahwa ada suatu daerah bernama Muara Untu di wilayah Kabupaten Murung Raya yang pada mulanya hanyalah suatu hutan belantara yang dikuasai oleh bangsa jin bernama Untu. Kemudian ada sejumlah orang Suku Bakumpai yang berhijrah ke sana dan mendiami daerah yang disebut Raguy. Sampai sekarang jika ditinjau dari silsilah orang yang mendiami Muara Untu, mereka menamakan moyang mereka Raguy.
Dalam perkembangannya, setelah masa kemerdekaan, Suku Bakumpai membentuk komunitas yang dinamakan Kerukunan Keluarga Bakumpai (KKB). KKB merupakan organisasi primordialisme Suku Bakumpai di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Di luar wilayah kedua provinsi tersebut biasanya orang Bakumpai bergabung ke dalam organisasi Suku Banjar. Keturunan orang Bakumpai beserta orang Kutai dan Berau di Malaysia termasuk ke dalam kategori Suku Banjar. Pada tahun 1955, KKB menjadi salah satu peserta pemilu di wilayah Kalimantan. Kantor pusat KKB terletak di Banjarmasin, dengan cabang-cabang terdapat di Kabupaten Murung Raya, Barito Kuala, Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, Kapuas, Katingan, Kotawaringin Timur dan Kota Palangkaraya.
Nilai-nilai kejuangan dapat dikatakan cukup melekat pada diri tokoh-tokoh dari Suku Bakumpai. Sebut saja antara lain pada diri Panglima Wangkang, panglima Dayak di Barito Kuala dalam Perang Banjar; Pambakal Kendet (Damang Kendet), ayah dari Panglima Wangkang, pejuang melawan kaum penjajah kolonial Belanda di daerah Bakumpai, Barito Kuala; Tumenggung Surapati, Panglima Dayak dari garis keturunan Dayak Siang yang berjuang menumpas Belanda dan menenggelamkan kapal Perang Onrust di Desa Lalutong Tuwur, Barito Utara; dan K.H. Hasan Basri, mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang lahir dari orang tua yang berasal dari Muarateweh (Kalimantan Tengah) dan Marabahan (Kalimantan Selatan); dan Z.A. Maulani, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).
Gambaran populasi Suku Bakumpai diperkirakan (data Sensus BPS tahun 2000) kurang lebih 20.609 jiwa di Provinsi Kalimantan Selatan, 20.000 jiwa di Provinsi Kalimantan Tengah, dan 1.000 jiwa di Provinsi Kalimantan Timur (Long Iram, Kabupaten Kutai Barat).
Kedekatan hati Yuliansyah dengan Barito Utara jelas demikian rekat. Selalu ada sesuatu yang ingin diketahui, dipikirkan dan diabdikan kepada Barito Utara. Keinginannya pulang kampung ke Barito Utara demikian kuat. Tapi, rasanya sayang kalau harus meninggalkan kursi nyaman Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Barito Selatan. Sementara untuk pulang dengan menempati kursi yang sama tentu bukanlah tindakan yang arif. Sebab itu, dia hanya ingin menjadi rakyat biasa manakala pulang kampung ke Muarateweh. “Saya ingin jadi orang biasa saja, bisa mengabdi penuh buat Barito Utara,” ujar Achmad Yuliansyah menjawab pertanyaan soal cita-citanya pulang kampung ke Muarateweh.
Ya, jadi orang biasa, orang kebanyakan. Bahasa populernya rakyat kebanyakan, bukan bangsawan, bukan pula hartawan. Dalam sejarah, justru kebanyakan orang biasa yang banyak memberi warna kepahlawanan dan kesetiaan pada bangsa dan negara. Sebagaimana pernah dituturkan oleh Romo YB Mangunwijaya bahwa, “Telah tumbuhlah benih-benih pengakuan, yang benar-benar penting dalam sejarah justru adalah hidup sehari-hari, yang normal yang biasa, dan bukan pertama-tama kehidupan serba luar biasa dari kaum ekstravagan serba mewah tapi kosong konsumtif. Dengan kata lain, kita harus mulai belajar, bahwa tokoh sejarah dan pahlawan sejati kita temukan di antara kaum rakyat biasa yang sehari-hari, yang barangkali kecil dalam harta dan kuasa, namun besar dalam kesetiaannya demi kehidupan.”
Wajar saja kalau seorang Achmad Yuliansyah yang di tahun 2003 telah mencapai tampuk jabatan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Barito Selatan ingin menjadi rakyat biasa yang kecil dalam harta dan kuasa tapi besar dalam kesetiaannya demi kehidupan. Banyak rakyat biasa menjadi teladan dalam banyak hal, misalkan dalam pelestarian lingkungan hidup, dalam perjuangan mempertahankan hidup dan dalam menata kota menjadi lebih ramah. Yuliansyah ingin pulang kampung dan memberi warna Barito Utara seperti amsal-amsal tadi.

B. Menerima Amanah dari Wakil Rakyat
Rupanya, kepulangan Achmad Yuliansyah ke kampung halaman tidak bisa serta merta dirinya secara otomatis menjadi rakyat biasa atau warga kebanyakan. Pengalamannya meniti karir pada jalur birokrasi di berbagai daerah di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah membuatnya sedikit berbeda dibandingkan dengan rakyat biasa. Apalagi, di awal tahun 2003 itu dia masih menyandang jabatan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Barito Selatan.
Tak pelak, kepulangan Achmad Yuliansyah ke Barito Utara mendorong beberapa wakil rakyat di DPRD Kabupaten Barito Utara mencalonkannya menjadi pemimpin daerah yang diharapkan mampu membawa kabupaten di pedalaman Kalimantan Tengah ini lebih prospektif dan berpengharapan.   
Kira-kira enam bulan sebelum pemilihan kepala daerah Kabupaten Barito Utara yang jatuh pada pertengahan tahun 2003, Achmad Yuliansyah menerima telepon dari beberapa orang anggota DPRD Kabupaten Barito Utara. Mereka meminta agar Yuliansyah bersedia dicalonkan dalam pemilihan Bupati Barito Utara periode 2003-2008 yang waktu itu masih dengan mekanisme pemilihan melalui tangan wakil rakyat di DPRD. “Suatu ketika, di awal tahun 2003, beberapa orang anggota DPRD Kabupaten Barito Utara menelepon dan diterima oleh isteri saya. Mereka mengatakan ke isteri saya, ‘ibu, bapak kami pilih untuk diajukan dalam pemilihan Bupati Barito Utara’. Saya katakan, saya siap, dan isteri sepenuhnya mendukung,” ujar Achmad Yuliansyah menceritakan awal mula pencalonan dirinya pada pemilihan kepala daerah Kabupaten Barito Utara pada tahun 2003.
Achmad Yuliansyah saat itu diusung oleh Partai Amanat Nasional (PAN), Golongan Karya (Golkar), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Bulan Bintang (PBB). Maka, bersiaplah Achmad Yuliansyah maju ke medan pemilihan melawan calon petahana (incumbent) Bupati Barito Utara (1998-2003) Ir. H. Badaruddin. Sebagaimana kita ketahui, selama ini, calon incumbent jarang mengalami kekalahan.  
Kekuatan politik di DPRD memiliki andil yang sangat kuat untuk memenangi pemilihan kepala daerah. Siapa yang mampu ‘menguasai’ wakil rakyat di DPRD maka dia lah yang bakal melenggang menggenggam kursi jabatan bupati kepala daerah. Kekuatan politik DPRD Kabupaten Barito Utara di masa itu demikian kuat mengarah ke calon incumbent. Relatif kecil kemungkinan bagi Achmad Yuliansyah untuk dapat memenangkan pertarungan pemilihan di Bumi Iya Mulik Bengkang Turan ini.
Tapi, berbekal kekayaan pengalamannya yang matang di organisasi kepemudaan, keagamaan, pelestarian lingkungan dan politik serta keyakinan yang kuat, Achmad Yuliansyah merasa optimis memenangi kompetisi tersebut. Dia merasa yakin bakal mampu mengalahkan rival berat calon incumbent kendati banyak pihak yang memprediksikan dirinya akan kalah.
Kematangan Achmad Yuliansyah yang ketika itu juga menjabat Wakil Ketua Pemuda Panca Marga (PPM) Kalimantan Tengah periode 1998-2003 dalam berpolitik terbukti ketika DPRD Kabupaten Barito Utara menggelar sidang paripurna dengan agenda pemilihan kepala daerah pada pertengahan 2003. Dari 25 orang anggota DPRD Kabupaten Barito Utara, 13 orang di antaranya memberikan suara kepada Achmad Yuliansyah yang pernah menjadi Ketua Yayasan Muawanah Kotamadya Palangkaraya (1998-2003) ini. Sementara rival beratnya mendulang 12 suara, kalah tipis saja.
Achmad Yuliansyah pun menerima amanah mengemban jabatan Bupati Barito Utara periode 2003-2008 setelah dilantik Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Kalimantan Tengah. Dia siap menunaikan amanah dan melaksanakan mandat dari wakil rakyat buat meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian rakyat Kabupaten Barito Utara.    
Achmad Yuliansyah yang waktu itu masih menyandang jabatan Ketua Umum Forum Ukhuwah Islamiyah Kabupaten Barito Selatan (2001-2004) menyadari benar bukanlah perkara yang mudah menerima mandat dan amanah memimpin rakyat Kabupaten Barito Utara. Memang, dia menyadari pula, beban pundaknya terasa lebih ringan mengingat dirinya bukan yang meminta untuk memimpin, melainkan diminta memimpin. Berkat adanya permintaan itulah, beban kepemimpinan tersebut dapat dipikul bersama dengan pihak yang memberi amanah. Sebagaimana kata-kata bijak Rasulullah Muhammad saw, “Janganlah kalian meminta amanah untuk memimpin. Bila hal ini terjadi maka beban atas amanah itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab si pemimpin. Sebaliknya, bila kalian yang diminta memimpin maka beban itu dapat dibagi bersama dengan pihak yang meminta kalian menjadi pemimpin.”
Amanah adalah tuntutan iman. Dan khianat adalah salah satu ciri kekafiran. Sabda Rasulullah saw menegaskan, “Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban)
Barangsiapa yang hatinya kehilangan sifat amanah, maka ia akan menjadi orang yang mudah berdusta dan khianat. Dan siapa yang mempunyai sifat dusta dan khianat, dia berada dalam barisan orang-orang munafik. Disia-siakannya amanah disebutkan oleh Rasulullah saw sebagai salah satu ciri datangnya kiamat. Sebagaimana disampaikan Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Jika amanah diabaikan maka tunggulah kiamat.” Sahabat bertanya, “Bagaimanakah amanah itu disia-siakan, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw menjawab, “Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran.” (Al-Bukhari)
Achmad Yuliansyah tak hendak menyia-nyiakan amanah yang diletakkan di pundaknya. Dia ingin menunaikan amanah itu sesuai dengan keahliannya di bidang kehutanan. Dan, Barito Utara yang amat potensial di sektor kehutanan dan pertambangan sangat membutuhkan figur pemimpin seperti sosok Yuliansyah.
Maka Achmad Yuliansyah segera merentang visi pembangunan Kabupaten Barito Utara: “Terwujudnya Kabupaten Barito Utara yang maju, sejahtera, mandiri, berdaya saing, produktif dan bermartabat, dalam lingkungan lestari diikuti suasana kehidupan yang demokratis, damai dan berkeadilan, serta pemerintahan yang bersih, profesional dan berwibawa sejalan dengan falsafah Iya Mulik Bengkang Turan.”
Dalam kerangka visi tersebut, Bupati Achmad Yuliansyah memprioritaskan pembangunan: pertama, kesatuan bangsa dan kerukunan sosial. Hal ini diupayakan melalui pembinaan mental dan sikap serta kesadaran warga masyarakat untuk senantiasa memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan begitu, tumbuh partisipasi dalam usaha perlindungan masyarakat.
Kedua, mewujudkan supremasi hukum dan good governance. Bersama jajaran aparaturnya, Bupati Achmad Yuliansyah bertekad menegakkan supremasi hukum berdasar nilai-nilai kebenaran, keadilan dan penghormatan terhadap hukum secara universal. Implementasinya antara lain membuat peraturan daerah (Perda) yang aspiratif dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat; dan menyempurnakan mekanisme penyusunan Perda antara Pemerintah Daerah dan DPRD.
Ketiga, mempercepat proses pemulihan ekonomi daerah. Langkah ini dilakukan melalui pembangunan di bidang ekonomi serta pembangunan di bidang sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup.
Keempat, mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran. Implementasi mengurangi kemiskinan dilakukan antara lain melalui pemberdayaan, pemberian santunan, rehabilitasi dan perlindungan sosial, peningkatan pemberian bantuan dan sumbangan sosial masyarakat. Sedangkan untuk mengurangi pengangguran dilakukan melalui program magang bagi para pencari kerja, melaksanakan program TKMT (Tenaga Kerja Mandiri Terdidik) dan TKPMP (Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional), dan memberikan kursus keterampilan bagi pencari kerja.
Kelima, peningkatan kapasitas kelembagaan, aparatur daerah dan masyarakat. Langkah yang diayunkan bertujuan untuk memantapkan perwujudan otonomi daerah agar terselenggara pemerintahan yang baik, pelayanan umum yang efektif, dan tumbuh prakarsa masyarakat; meningkatkan pengembangan potensi wilayah; dan meningkatkan kekuatan masyarakat melalui penguatan lembaga dan organisasi masyarakat setempat.
Dan keenam, membangun kesejahteraan rakyat, kualitas hidup beragama dan ketahanan bangsa. Arah prioritasnya jelas pada pembangunan bidang agama, pendidikan, dan sosial-budaya.
Selain memprioritaskan pembangunan yang lebih berpihak kepada rakyat biasa, Bupati Achmad Yuliansyah juga berusaha merevitalisasi potensi andalan Kabupaten Barito Utara, yakni pertanian tanaman pangan, peternakan, perkebunan, perikanan, pertambangan dan bahan galian. Terutama pertambangan batubara, minyak bumi dan gas, Yuliansyah berusaha jangan sampai ketiganya dibawa keluar dari Barito Utara. “Belajar dari Kalimantan Timur, kami berusaha sekuat tenaga hasil sumber daya alam tersebut harus mampu menerangi dan meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat Barito Utara,” tutur alumni Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat ini.
Ihwal optimalisasi potensi tambang (terutama batubara), pada tahun 2004 Achmad Yuliansyah melemparkan wacana pembangunan jaringan rel kereta api untuk pengangkutan batubara dari lokasi pertambangan ke terminal dan pelabuhan terdekat. Namun, wacana itu kurang bersambut, hanya berhenti di tingkat wacana. Baru di awal tahun 2012, wacana ini direspon positif oleh Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak yang menindak-lanjuti wacana tersebut dengan menanda-tangani nota kesepahaman antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Rail PTE Ltd, investor Rusia, pada tanggal 7 Februari 2012 di Jakarta. Ini merupakan langkah awal dimulainya pembangunan jaringan rel kereta api pertama di Pulau Kalimantan itu
Tampak jelas bahwa Achmad Yuliansyah ingin membawa warga Kabupaten Barito Utara lebih sejahtera dan mandiri di tengah kelimpahan sumber daya alam yang dimilikinya. Dia tidak ingin rakyatnya terperangkap pada pepatah lama ‘tikus mati di lumbung padi’.

C. Ketika Pilihan di Tangan Rakyat
Tahun 2005, tepatnya bulan Juni, rakyat Indonesia memasuki era pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung oleh rakyat. Sejatinya, di berbagai negara di dunia, dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan lokal, kepala daerah dapat dipilih oleh dewan (council), bisa langsung oleh rakyat, dan dapat pula diangkat oleh Pemerintah Pusat (Karim, 2003). Dengan kata lain, minimal terdapat tiga model pemilihan kepala daerah yang lazim berlaku. Di banyak negara, mekanisme pemilihan kepala daerah jarang dijadikan topik perdebatan, karena apapun sistem yang mereka gunakan, sepanjang fungsi-fungsi pemerintahan di daerah (protective, public service dan development) dapat dilaksanakan secara optimal dan dirasakan langsung manfaatnya oleh rakyat biasa, maka sistem pengisian jabatan kepada daerah tersebut bukanlah sebuah isu besar.
Di Indonesia, pilkada menjadi isu yang senantiasa menarik untuk dikupas dan menyedot perhatian masyarakat dalam ruang publik saat ini. Pilkada secara langsung adalah bentuk dari demokrasi lokal yang merupakan bagian dari subsistem politik suatu negara yang derajat pengaruhnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat berarti. Terutama dalam koridor pemerintahan daerah (local government). Demokrasi lokal di Indonesia menjadi peluang bagi pemerintahan daerah untuk mengembangkan hubungan yang sinergis dengan rakyatnya sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam menciptakan aras kehidupan politik yang lebih berkualitas. Demokrasi mensyaratkan keterlibatan rakyat secara mandiri dalam setiap proses pengambilan keputusan atau kebijakan pembangunan, maka syarat itu hanya dapat dipenuhi dengan memberikan kebebasan kepada rakyat untuk menentukan dan merumuskan sendiri kebutuhannya, termasuk dalam hal pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung. Wujud tertib politik demokratis secara sederhana dapat dirumuskan sebagai pemerintahan yang dibentuk oleh, dari dan untuk rakyat (Putra, 1999).
Pilkada dapat dianggap merupakan suatu momentum besar dalam tata aturan dan sistem pemerintahan negeri ini pasca reformasi. Sampai Agustus 2008, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) telah melaksanakan 414 Pilkada langsung yang meliputi pemilihan gubernur, bupati dan walikota di seluruh Indonesia. Dan akhir tahun 2008, seluruh kepala daerah telah dipilih secara langsung oleh konstituennya. Persoalan yang muncul boleh dikatakan relatif kurang berarti. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengungkapkan, sampai akhir tahun 2011, perkara sengketa Pilkada yang masuk MK berjumlah 392 perkara dan yang tergolong pelanggaran berat hanya 45 perkara.
Memang di awal tahun 2012 sempat muncul wacana agar Pilkada (terutama pemilihan gubernur) dikembalikan ke tangan wakil rakyat di DPRD. Menurut peneliti di Lembaga Fokus Parlemen, Marthen Luther, Pilkada harus tetap di tangan rakyat. Dia mengakui memang ada beberapa hal yang harus dievaluasi agar Pilkada di tangan rakyat semakin berkualitas. “Hak rakyat jangan dikorbankan dengan mengembalikan pemilihan lewat DPRD. Perilaku politisi mesti dibenahi lantaran pemimpin yang terpilih karena uang hanya akan memperkaya diri dan kroninya setelah berkuasa sehingga banyak kepala daerah yang masuk penjara. Dan libatkan peran aktif tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk meredam konflik sebelum, selama dan setelah berlangsung Pilkada,” terang Marthen Luther.
Kabupaten Barito Utara pun merespon Pilkada langsung sebagaimana diamanatkan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tahun 2008, tatkala masa bakti Bupati Achmad Yuliansyah usai, KPUD Kabupaten Barito Utara menggelar Pilkada pada pertengahan tahun 2008. Sebagai incumbent dan masih memiliki peluang untuk kembali bertarung di arena pemilihan kepala daerah, Achmad Yuliansyah tidak menyia-nyiakan kesempatan yang membentang.
Dengan menggandeng calon Wakil Bupati Omar Zaki Hebanoedin, pada tanggal 1 Maret 2008, Achmad Yuliansyah mendeklarasikan tekad untuk maju kembali pada Pilkada langsung 10 Juli 2008 guna menentukan siapa yang layak menjadi Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara periode 2008-2013 pilihan rakyat. Kedua calon kepala daerah yang diusung tiga partai politik (Partai Golkar, PKB dan PBB) ini merupakan pasangan incumbent yang saat itu menjabat Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara.
Pasangan Achmad Yuliansyah – Omar Zaki secara serius mempersiapkan diri menghadapi Pilkada yang diikuti oleh empat pasangan calon bupati – wakil bupati tersebut. Ada keuntungan lebih yang dimiliki Achmad Yuliansyah dalam berkompetisi merebut hati rakyat agar memilih dirinya kali ini. Minimal, dia telah memberikan banyak kemajuan bagi warga masyarakat Barito Utara, antara lain angka kemiskinan menurun, pencetakan sawah baru, bantuan pupuk buat petani, bantuan bibit gratis kepada pekebun karet, dan jalan-jalan beraspal mulus semakin banyak. Selain itu, dia juga secara intensif memberikan bantuan kepada kalangan agama, seperti membantu pembangunan masjid dan menyekolahkan (sejak 2004) anak-anak Barito Utara yang nyantri di luar wilayah, terutama di Pulau Jawa.
Bermodal prestasi selama memimpin Kabupaten Barito Utara periode 2003-2008 tanpa banyak janji-janji, pasangan Achmad Yuliansyah – Omar Zaki berhasil meraup suara rakyat yang cukup signifikan (sekitar 54 persen) untuk memenangi Pilkada yang berlangsung tanggal 23 Juli 2008 dalam satu putaran saja. Lalu, tanggal 21 September 2008 pasangan ini dilantik oleh Menteri Dalam Negeri yang diwakili Gubernur Kalimantan Tengah dalam sidang paripurna DPRD Barito Utara di Balai Antang, Muarateweh.

D. Menjawab Amanah Rakyat
Pasangan Bupati Achmad Yuliansyah dan Wakil Bupati Omar Zaki segera menjawab amanah rakyat dengan unjuk kerja. Keduanya berusaha akomodatif, responsif dan sensitif terhadap setiap hal yang menjadi aspirasi dan kebutuhan rakyat biasa. Keduanya ingin menjadi pemimpin dalam koridor kepemimpinan yang demokratis.
Menurut pakar otonomi daerah Ryaas Rasyid (2000), karakter sistem kepemimpinan yang demokratis adalah mewujud dalam sikap akomodatif, sensitif dan responsif. Transformational leader adalah pemimpin yang bukan saja sensitif, tapi juga responsif. Sikap kepemimpinan akomodatif kepala daerah sangat diperlukan oleh bangsa ini dalam membangun masa depan yang lebih berpengharapan. Akomodatif terhadap berbagai kelompok kepentingan dan kelompok strategis yang hidup dan berkembang dalam masyarakat dibutuhkan untuk menunjukkan bahwa asas kekeluargaan dan kegotong-royongan dalam demokrasi Pancasila dapat terlaksana tanpa beban. Termasuk dalam sikap akomodatif adalah kelapangan dada untuk menerima berbagai saran dan kritik.
Sikap sensitif kepala daerah ditandai oleh kemampuannya untuk secara dini memahami dinamika perkembangan masyarakat, mengerti apa yang mereka butuhkan, dan mengusahakan agar menjadi pihak pertama yang memberi perhatian terhadap kebutuhan itu. Dengan tingkat kepekaannya yang tinggi, pemerintah daerah akan mampu tampil sebagai pihak yang menyelesaikan masalah (part of solution), bukan menjadi sumber masalah (source of problem). Komunikasi timbal-balik dan transparan biasa digunakan oleh kepala daerah yang sensitif. Karena kemampuan berkomunikasi dari kepala daerah yang disertai penerapan pola transparansi dalam proses pengambilan keputusan merupakan prasyarat bagi keberhasilannya dalam mengemban tugas-tugasnya.
Karakter kepala daerah yang responsif adalah lebih banyak berperan menjawab aspirasi dan tuntutan masyarakat yang disalurkan melalui berbagai media komunikasi. Dengan kata lain, dia menghayati suatu sikap dasar untuk mendengar suara rakyat, persis seperti kepemimpinan yang dikembangkan oleh Bupati Barito Utara (2008-2013) Achmad Yuliansyah. Dia pun bersedia mengeluarkan energi dan menggunakan waktunya secara tepat dan cepat untuk menjawab setiap pertanyaan, menampung setiap keluhan, memperhatikan setiap tuntutan dan memanfaatkan setiap dukungan masyarakat tentang suatu hal yang menyangkut kepentingan umum. Sigap dalam mengambil keputusan, sehingga mampu mencegah berbagai ekses yang tidak diharapkan. Karakter kepemimpinan responsif hakikatnya adalah mewakili asas “pemerintahan oleh rakyat” (government by the people), karenanya dalam praktik dia menjadikan pemerintah daerah sebagai abdi rakyat dan pelayan masyarakat. Dengan demikian terjadi orientasi dari suka mengatur rakyat menjadi suka melayani masyarakat.
Dengan mengusung sikap akomodatif dan responsif, di era kedua kepemimpinannya ini, Achmad Yuliansyah betul-betul berusaha keras memenuhi apa yang menjadi kebutuhan aspirasi rakyat. Pada prinsipnya dia tetap meneruskan apa yang telah dilakukan pada periode kepemimpinannya yang pertama. Dia tetap berusaha fokus pada pembangunan pertanian tanaman pangan, peternakan, perkebunan, perikanan, pertambangan dan bahan galian.
Kemudian di sektor infrastruktur, dia berusaha memperbanyak jalan beraspal di wilayah Barito Utara, membangun bandar udara (Bandara) baru untuk menggantikan bandara lama yang sudah tidak bisa dikembangkan lagi, memindahkan atau mengganti jembatan KH Hasan Basri dengan jembatan yang lebih kuat dan representatif, dan membangun kota baru Muarateweh.
Selain itu, di sektor pendidikan, Achmad Yuliansyah berusaha mewujudkan pembangunan lembaga pendidikan tinggi Politeknik yang diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja wilayah Barito Utara. Politeknik Muarateweh ini difokuskan mendidik tenaga-tenaga yang terampil di bidang pertambangan, informatika, keperawatan, kebidanan, dan agroindustri. Di sektor kesehatan, dia bertekad meningkatkan status RSUD Muarateweh dari kelas C ke kelas B dan memperbanyak jumlah Puskesmas serta Puskesmas Pembantu (Pustu) agar rakyat Barito Utara semakin mudah mengakses pelayanan kesehatan.
Berkat konsentrasinya yang penuh pada pembangunan sektor kesehatan dan kependudukan, Achmad Yuliansyah memperoleh apresiasi Kesatria Bhakti Husada Arutala dari Menteri Kesehatan RI (2006) dan Manggala Karya Kencana dari Kepala BKKBN (2006). Tidak hanya sebatas apresiasi dari Menteri, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Barito Utara juga melonjak ke angka 74,21. Capaian ini menempatkan Kabupaten Barito Utara pada posisi kedua (dari 14 kabupaten/kota) se Provinsi Kalimantan Tengah. Posisi pertama masih ditempati oleh Kota Palangkaraya, ibukota provinsi.
Di sektor ekonomi, Bupati Achmad Yuliansyah fokus mengembangkan usaha kecil menengah dan koperasi yang melibatkan semakin banyak warga masyarakat, terutama warga yang kesulitan mencari lapangan pekerjaan. Menteri UKM pun mengapresiasi langkah Achmad Yuliansyah dengan penghargaan Bhakti Koperasi (2007). Geliat perekonomian serta merta ikut meningkat, salah satunya ditandai dengan semakin banyaknya bank yang membuka kantor cabang di wilayah Kabupaten Barito Utara. Saat ini terdapat tujuh bank telah membuka cabangnya di sini.
Pada periode kedua kepemimpinannya ini Achmad Yuliansyah merasakan Barito Utara tampil bagai gadis yang tengah bersolek sehingga banyak lelaki muda (investor) yang melirik. Namun, dia tidak lantas demikian mudah membawa investor masuk ke Bumi Iya Mulik Bengkang Turan ini. Dia berusaha selektif.
Achmad Yuliansyah berupaya untuk senantiasa mendengar aspirasi rakyatnya. Termasuk ketika membawa investor masuk ke wilayah Barito Utara, jangan sampai kehadiran investor justru menjadi petaka bagi rakyat. Dia, meminjam pendapat Ryaas Rasyid (2000), mengembangkan perilaku kepemimpinan yang berkualitas demokratis dengan meningkatkan empat kapasitas: Kepekaan terhadap situasi lingkungan; Penjagaan atas moral masyarakat; Keterbukaan pikiran; serta Mendengar, mempelajari, dan menerjemahkan suara orang banyak. Poin penjagaan atas moral masyarakat menyangkut kemampuan sang kepala daerah untuk menahan diri agar tidak terjebak melakukan sesuatu yang dapat menciptakan atau meningkatkan keresahan dalam masyarakat. Kepala daerah bertanggung-jawab menjaga kepercayaan masyarakat atas sistem ketertiban dan keamanan yang berlaku.
Berkaitan dengan moral investor, Bupati Achmad Yuliansyah mencium adanya gelagat kurang baik beberapa investor di Barito Utara. Sekadar contoh investor pertambangan, ada investor sudah memegang Izin Usaha Penambangan (IUP) namun menelantarkan lokasi tambang atau investor memegang IUP di lokasi tertentu kemudian ternyata mereka menggarap di lokasi lain yang belum diizinkan. “Sejauh ini sudah ada dua pengusaha tambang yang ditangkap karena penyalah-gunaan izin. Kami harus selektif memilih investor yang mau menanamkan modalnya. Kami memilih investor yang bertanggung-jawab dan mau menjalin kerja sama dengan masyarakat lokal agar rakyat Barito Utara tidak dikorbankan atau sengsara akibat eksploitasi tambang,” tutur Achmad Yuliansyah suatu waktu. ***