Tuesday, April 30, 2013

Jamsostek Geber Sosialisasi di Delapan Kota

 PT Jamsostek (Persero) terus melakukan sosialisasi tentang manfaat pasti yang bisa dinikmati peserta. Sosialisasi itu dilakukan secara estafet di delapan kota di Indonesia meliputi Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Palembang, Balikpapan dan Makassar.
"Strategi yang ditetapkan untuk mewujudkan visi sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berkelas dunia, PT Jamsostek akan memberikan total benefit kepada pesertanya," kata Direktur Perencanaan Pengembangan dan Informasi PT Jamsostek Agus Supriyadi, di sela acara Jamsostek Go to Society di halaman Lotte Mart, Bandung.
Dikatakan, Jamsostek yang kini tengah bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014, akan meningkatkan dan menambah manfaat-manfaat dari program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JKM), dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
Jamsostek yang sudah 36 tahun mengelola jaminan sosial telah mendesain berbagai program benefit lanjutan yang mesti diketahui khalayak luas, seperti penambahan fasilitas layanan kesehatan berupa cuci darah gratis, pengobatan kanker dan operasi jantung.
Saat ini telah juga diberikan Pinjaman Uang Muka Perumahan (housing benefit), beasiswa dan kemitraan dengan UKM-UKM. Manfaat-manfaat tambahan lainnya juga akan terus diberikan.
Diakui Agus, masih ada masyarakat yang belum tahu tentang manfaat-manfaat program Jamsostek. "Oleh karena itu, melalui kegiatan seperti ini diharapkan masyarakat dapat lebih mengenal Jamsostek," ujarnya.
Di Bandung, sosialisasi itu menyasar komunitas pemuda dan ibu rumah tangga. "Dalam marketing modern, siapa yang berkomunikasi intensif dengan anak muda, wanita dan anak-anak akan menentukan jalannya arus pasar," kata Agus.
Disebutkan, rangkaian "Jamsostek go to society" tersebut diisi lomba mewarnai gambar bagi anak-anak yang bertujuan memberi pengenalan lebih lanjut bukan hanya pasar utama, kalangan pekerja. Tapi, memperkenalkan program Jamsostek secara lebih luas ke berbagai segmen masyarakat.
Apalagi, lanjut Agus, secara pemetaan terdapat lebih 51 persen pekerja tergolong angkatan muda berusia 18-40 tahun. "Nah, dengan program ini, mereka yang lebih muda pun nantinya memiliki pengetahuan tentang Jamsostek. Karena nantinya mereka pun jadi pasar utama tenaga kerja," ujarnya.
Dijelaskan, dalam rangka transformasi PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan, pihaknya pun telah melakukan sejumlah upaya di antaranya mengawal regulasi BPJS, implementasi program desain yang disusun sesuai bidang masing-masing serta meningkatkan kepesertaan dan mengejar pertumbuhan investasi dan layanan prima.
Sedangkan, program baru yang dijalankan terkait kerja sama dengan perusahaan mitra adalah pembukaan outlet Jamsostek di sejumlah kantor bank, layanan internet buat pekerja ataupun pengelolaan investasi yang aman bagi pekerja yang menarik dana Jaminan Hari Tua (JHT) oleh Danareksa.
Dengan demikian, penghasilan pekerja akan tetap terjaga setelah tidak bekerja secara formal. "Secara umum, kita harapkan program sosialisasi jaminan sosial bukan sekedar membangkitkan kesadaran masyarakat saja, tapi menjadi suatu gerakan nasional yang tumbuh dari bawah," katanya.(www.pikiran-rakyat.com)

Bantuan untuk Rakyat Miskin Tak Tepat Sasaran



Badan Pusat Statistik (BPS) mengklaim program bantuan sosial pemerintah yang ditujukan terhadap masyarakat miskin banyak tidak tepat sasaran.

"Memang program bantuan sosial terhadap orang miskin tidak bisa dipungkiri banyak yang tidak tepat sasaran karena menilai siapa orang miskin yang sebenarnya, ini yang menjadi permasalahan," Ungkap Direktorat Statistik Ketahanan Sosial BPS M Sairi Hasbullah di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (29/4/13).

Dia mengatakan, data orang miskin di Indonesia ada 11,6 persen dari jumlah penduduk, tapi data siapakah yang benar-benar miskin tidak akurat.

"Banyak masyarakat yang benar-benar miskin ketika diberi pendidikan gratis tapi mereka tidak mau menyekolahkan anak-anaknya. Sehingga mereka yang menerima pendidikan gratis adalah mereka yang masih tergolong mampu," tuturnya.

Dia mengatakan, karena kulifikasi siapa yang benar-benar miskin ini tidak ada maka program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tidak menyentuh orang-orang yang benar miskin.

"Maka di sinilah peran kades sebenarnya, untuk mendata siapa saja orang-orang yang benar miskin yang harus masuk ke dalam program pemerintah, karena dia kades yang lebih tahu keadaan warganya," tambahnya.

Dia menambahkan, peran pemda juga penting ketika data orang miskin sudah ada harus kembai di cek ulang apakah benar mereka pantas mendapatkan program pemerintah.

"Karena menurut saya orang miskin adalah mereka yang the last, the least and the lost," tambahnya.

Peserta Jamsostek Khawatirkan Layanan

* TRANSFORMASI BPJS
Menjelang transformasi Jamsostek menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), kepesertaan dan layanan kesehatan akan beralih kepada PT Askes. Banyak peserta Jamsostek yang bertanya-tanya, bahkan merasa khawatir dengan layanan yang bakal diperolehnya.
Kepala cabang PT Jamsostek Rungkut, Surabaya Muallif, pada acara Love Jamsostek, di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (28/4), mengemukakan, pihaknya banyak menerima kekhawatiran peserta, terkait dengan masalah pelayanan kesehatan pascatransformasi kelak.
Kekhawatiran itu, ujarnya, disampaikan perwakilan pengusaha dan organisasi. Seperti Forum Group Manajemen, Group Diskusi Industri Manajemen SDM, dan banyak lagi. "Saya tidak bisa mempresentasikan jumlah mereka, dari jumlah peserta Jamsostek di cabang Rungkut yang berjumlah 28 ribu atau ratusan ribu peserta dari semua program Jamsostek," kata dia.
Di sisi lain, walaupun peserta Jamsostek program jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) bakal dialihkan ke Askes, Muallif mengaku tetap berkomitmen mendukung BPJS. "Goncangan pasti ada. Itu wajar. Makanya, kami sosialisasi bahkan sambil terus berusaha untuk dapat merekrut peserta baru," tutunya.
Kendati dalam perekrutan peserta baru terkesan menguntungkan Askes, namun perekrutan itu juga termasuk kepesertaan pada program jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JK), serta jaminan hari tua (JHT)
"Karena itu, kami tetap melakukan sosialisasi Jamsostek menjadi BPJS dan meyakinkan mereka tidak perlu khawatir, apalagi kekhawatiran itu belum tentu terjadi," jelas dia.
Pada kesempatan yang sama, Kepala cabang PT Jamsostek Tanjung Perak, Surabaya, Ainul Kholid juga mengungkapkan, adanya rasa kekhawatiran peserta Jamsostek pada program JPK. Sedikitnya 10-18 persen dari jumlah total 36 ribu, tercatat mengajukan kekhawatirannnya.
Karena itu, pihaknya berusaha terus melakukan edukasi. Karena Jamsostek harus tunduk dan patuh saat bertransformasi menjadi BPJS, sebagaimana diamanatkan UU BPJS. Pada UU disebutkan pelaksana program kesehatan dialihkan pada Askes. Karenanya, program JPK yang merupakan satu dari tiga program pemanfaatan peserta Jamsostek harus diserahkan kepada Askes.
"Pemanfaatan seluruh kegiatan di program JPK Jamsostek selama ini, meliputi medical chek up, berobat, dan pemeriksaan sampai biaya operasi jantung," ujarnya menyebutkan. Layanan JPK Jamsostek selama ini masuk rumah sakit akreditasi A, yang setiap tahun dilakukan penilaian.
Muallif dan Ainul sama-sama menyatakan, kalau tiap tiga bulan bisa merekrut peserta baru sebanyak 4 hingga 5 ribu. Ini, kata Ainul, tidak terlepas karena pelayanan kesehatan yang selama ini telah dilakukan. Program Love Jamsostek, yang berlangsung berbarengan dengan car free day di Kota Surabaya ini merupa-kan upaya Jamsostek, dalam mendekatkan diri dengan masyarakat. Acara ini diselenggarakan empat kantor cabang yakni kantor cabang Rungkut, Tanjung Perak, Karimun Jawa, dan Darmo. 
www.suarakarya-online.com

Monday, April 29, 2013

Sistem Jaminan Sosial untuk Dongkrak Pelayanan Kesehatan





Anggota Komisi IX DPR RI Surya Chandra mengungkapkan pemberlakuan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diharapkan mampu meningkatkan pelayanan kesehatan bagi seluruh warga negara Indonesia (WNI).

"Seluruh warga negara sudah dijamin dengan Undang-Undang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama di setiap unit kesehatan, tidak dibeda-bedakan kelasnya. Dengan SJSN ini nantinya akan ke arah itu," kata Surya di sela-sela Kunjungan Kerja ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung di Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Sabtu (27/4).

Ia menjelaskan, ke depan tidak ada lagi kelas-kelas dalam rumah sakit seperti kelas III, VIP dan VVIP, namun yang ada adalah bagian-bagian seperti bagian kebidanan, perawatan, penyakit dalam dan lainnya.

Menurutnya, adanya kelas-kelas perawatan di rumah sakit karena subsidi silangnya ada di rumah sakit. Namun dengan diberlakukannya SJSN subsidi langsung ke BPJS, sehingga semua warga negara akan mendapatkan perlakuan pelayanan kesehatan yang sama.

"Kaya, miskin, setengah miskin asalkan dia warga negara Indonesia, termasuk mereka yang berada di luar negeri akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama, ini akan lebih efektif meningkatkan derajad kesehatan masyarakat, minimal semua pasien yang masuk ke rumah sakit mendapatkan senyum yang sama dari petugas kesehatan," katanya menjelaskan.

Dalam upaya menuju ke arah itu, ia meminta Pemerintah Kabupaten Bangka Barat mengalihkan anggaran Jaminan Kesehatan Rakyat (Jamkesra) untuk meningkatkan fasilitas kesehatan untuk menyukseskan pelaksanaan SJSN.

"Jamkesra yang sudah digulirkan beberapa tahun di Kabupaten Bangka Barat dan menghabiskan anggaran miliaran rupiah akan lebih bermanfaat jika dialihkan untuk meningkatkan fasilitas kesehatan di setiap unit pelayanan kesehatan masyarakat," kata Surya.

Dengan diberlakukannya SJSN, ia menambahkan, nantinya tidak ada lagi jaminan kesehatan seperti jamkesmas, jamkesra dan berbagai jaminan sosial lain seperti Askes, Jamsostek, Taspen dan Asabri, semuanya sudah masuk dalam SJSN dan dibiayai sepenuhnya oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Jadi, katanya, anggaran Jamkesra Kabupaten Bangka Barat yang nilainya mencapai belasan miliar rupiah setiap tahunnya yang dianggarkan melalui APBD kabupaten akan lebih bermanfaat untuk meningkatkan fasilitas kesehatan, seperti memperbanyak ruang kelas III dan alat-alat kesehatan pendukung.

Untuk saat ini, ia mengungkapkan, memperbanyak ruang kelas III meryupakan solusi tepat untuk menyukseskan SJSN dan pelan-pelan ke depan semua kelas disamakan, tidak ada lagi kelas-kelas dalam pelayanan kesehatan.

"Peningkatan jumlah ruang kelas III di RSUD dan Puskesmas serta fasilitas kesehatan pendukungnya akan lebih bermanfaat, agar pelaksanaan SJSN yang akan diberakukan pada 1 Januari 2014 berhasil seperti yang sudah direncanakan," katanya.

PT Jamsostek Dianggap Langgar UU Jamsostek



Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch menyatakan PT Jamsostek melanggar Undang-undang (UU) Nomor 3 tahun 1992 tentang Jamsostek jo Peraturan Pemerintah (PP) No 53 tahun 2012.

Keterangan tersebut disampaikan Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, di Jakarta, Sabtu (27/4). Menurutnya, pelanggaran tersebut ditemukan setelah pihaknya melakukan investigasi soal penegakan hukum di internal dan eksternal PT Jamsostek dalam rangka transformasi PT Jamsostek dan PT Askes menjadai BPJS.

Berdasarkan investigasi tersebut, BPJS Watch menemukan bahwa tindakan ilegal dan melanggar hukum oleh staf dan HRD PT Jamsostek, karena telah bekerja sama mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT) pekerja.

Menurutnya, BPJS Watch mendapat laporan bahwa ada beberapa HRD perusahaan di KBN Cakung yang berinisiatif mencairkan dana JHT secara kolektif bagi pekerja yang masih bekerja dengan memberikan surat keterangan PHK kepada para pekerja yang sudah 5 tahun bekerja untuk mencairkan JHT-nya.

"Proses ini didukung oleh pihak Jamsostek yang membiarkan hal ini terjadi dan tidak melakukan pengecekan terlebih dahulu," ungkapnya.

Inisiatif HRD perusahaan diikuti saja oleh para pekerja, walaupun para pekerja tersebut masih bekerja. Sesuai ketentuan UU 3 tahun 1992 tentang Jamsostek jo PP No 53 tahun 2012, JHT tidak bisa dicairkan selagi pekerja masih bekerja.

"Para pekerja menjadi korban dan mengalami kerugian walaupun mendapatkan uang JHT yang dicairkan," tegas Timboel.

Tindakan HRD dibiarkan oleh staf Jamsostek tersebut, telah melanggar ketentuan yang ada. Pihak perusahaan akan untung karena tidak lagi membayar 3,7 persen untuk iuran JHT. Selain itu, adanya surat PHK tersebut, maka masa kerja pekerja akan menjadi nol tahun lagi.

Tingkatkan Kesehatan Umat, DMI Gandeng Askes


Jusuf Kalla (JK)
Jusuf Kalla (JK)
 
 
Dewan Masjid Indonesia (DMI) menggandeng PT Askes (Persero) untuk meningkatkan kesehatan umat Islam. Kerja sama ini diwujudkan lewat program Pos Kesehatan Masjid (Poskesmas).

Diharapkan dalam lima tahun ke depan dapat terwujud 10 ribu puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum DMI, Jusuf Kalla, pada launching program DMI di Masjid Al Amaliyah, Ciawi, Bogor, Sabtu (27/4/2013).

Dalam kesempatan tersebut, Direktur Utama PT Askes (Persero), Fachmi Idris, membubuhkan tanda tangannya sebagai bentuk kesepakatan kerja sama dengan DMI.

"Sekarang ini bagaimana bisa membuat masjid itu bisa membuat masyarakat menjadi sehat. Karena itulah kita melibatkan Askes untuk dapat menjamin kesehatan secara nasional," kata JK saat berpidato di hadapan ribuan anggota DMI.

JK mengatakan program ini diharapkan dalam setiap tahunnya bisa melahirkan dua ribu poskesmas di seluruh Indonesia. Dengan proyeksi tersebut, ia cukup yakin di tahun kelima akan bisa lahir 10 ribu poskesmas yang akan dikelola para pengurus masjid.

Di dalam puskesmas ini, JK berharap akan bisa membantu mengatasi masalah kesehatan yang ada di masyarakat. Misalnya saja mengatasi masalah kesehatan ibu dan anak dan hal-hal kesehatan lainnya. "Kita berharap program ini bisa hadir di tengah-tengah masyarakat," ujarnya.

www.republika.co.id

Benahi Segera Kepesertaan Jamkesmas/Jamkesda



Anggota Komisi IX DPR RI Zuber Safawi mendesak segera pembenahan kepesertaan Jamkesmas dan Jamkesda yang masih semrawut. "Sebelum akhir tahun 2013, manajemen datanya harus sudah rapi, penanggung jawabnya jelas siapa, dan bisa diakses online," ujar Zuber, Sabtu (27/04/2013).

Zuber mengkritik ketidakjelasan data penerima Jamkesmas secara nasional oleh pemerintah pusat maupun Jamkesda yang diselenggarakan pemerintah daerah Kabupaten/Kota.

"Masih bolong di sana-sini, banyak salah sasaran, dan saya yakin tidak update," imbuh politisi Partai Keadilan Sejahtera ini.

Dia mencontohkan, hingga awal 2013 pemerintah mengklaim sudah memegang data 96,4 juta jiwa penduduk by name-by address (berikut nama dan alamat) yang tercatat sebagai penerima Jaminan Kesehatan Masyarakat. Data tersebut tersedia dalam format Basis Data Terpadu (BDT) yang bisa diakses di http://bdt.tnp2k.go.id.

Namun, hingga detik ini, data tersebut menyediakan hanya 75.487.167 jiwa data individu miskin. "Dua puluh juta jiwa lebih sisanya kemana?" tanya Zuber.

Dirinya juga mempertanyakan metode pengumpulan data BDT yang katanya dibangun dari hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial tahun 2011 (PPLS 2011) oleh Badan Pusat Statistik (BPS). PPLS 2011 mendata sekitar 40 persen rumah tangga di seluruh Indonesia yang paling rendah status sosial ekonominya.

"Kami meragukan datanya hanya angka-angka statistik, bukan data real berdasarkan nama dan alamat seperti yang digemborkan," ujarnya.
www.kompas.com

Sunday, April 28, 2013

Menggenjot Rumah Buat Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Salah Satu Rumah Sederhana yang dibangun Pengembang
Salah Satu Rumah Sederhana yang dibangun Pengembang (sumber: beritasatu/FAH)

Awal pekan ini mencuat kembali perhatian menyediakan rumah sejahtera tapak bagi kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Salah satu pernyataan yang menjadi perhatian adalah soal perlunya sinergi antara pemangku kepentingan, pemerintah, dan para pengembang.
Target pemerintah untuk menyediakan sekitar 121.000 rumah bagi MBR mustahil terwujud tanpa sinergi kesemua pihak.
Hingga triwulan pertama 2013, kata Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz, pemerintah sudah menyalurkan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) bagi 12.000 rumah.
“Selama ini masyarakat memang belum banyak yang tahu mengenai program kredit pemilikan rumah (KPR) FLPP dari Kemenpera yang bekerjasama dengan bank penyalur,” kata Menpera di Bekasi, baru-baru ini.
Karena itu, lanjut Djan Faridz, para pengembang harus rajin mempromosikan program tersebut. Salah satu jurus yang dipakai, kata dia, adalah dengan menggelar pameran perumahan untuk memberi kesempatan masyarakat melihat lebih dekat program para pengembang.
Salah satu pameran yang dimaksud adalah Pameran Pekan Rumah Sejahtera (PPRS) 2013 di Bekasi, Jawa Barat, baru-baru ini.
Pameran itu ditaksir merengkuh transaksi sekitar Rp 50 miliar. Nilai transaksi itu berasal dari pemesanan 550 unit rumah sejahtera bagi MBR.
Deputi Bidang Pembiayaan Perumahan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) Sri Hartoyo mengatakan, pameran rumah untuk MBR ini kerjasama Kemenpera dengan Bank Tabungan Negara (BTN).
"Ini upaya pemerintah untuk memenuhi penyediaan rumah sejahtera dan terjangkau MBR," kata dia.
Pameran selama 13-21 April 2013 menghasilkan pesanan 550 rumah dengan transaksi Rp 50 miliar.
Sedangkan potensi kredit pemilikan rumah (KPR) sekitar 88 unit atau senilai Rp 7,3 miliar.
"Potensi KPR ini akan terus bertambah, mengingat tidak semua calon nasabah melakukan transaksi dengan BTN pada PPRS," kata dia.
Menurut Sri Hartoyo, konsep pameran dengan mendekatkan MBR melalui pesta rakyat diharapkan menjadi media interaksi dengan pemangku kepentingan (stakeholder) pembiayaan perumahan sejahtera.
"Ini Merupakan pameran pertama kali dilaksanakan oleh pemerintah dengan program FLPP, diharapkan kedepan ini akan lebih baik lagi," jelas Sri Hartoyo. 


Optimisme Sri Hartoyo juga ditopang oleh suku bunga perbankan yang dianggap rendah, yakni sekitar 7,25% fix selama 20 tahun.
PPRS di Bekasi yang diikuti sekitar 70 pengembang ini merupakan rangkaian pameran yang rencananya di lakukan di 10 kota besar lainnya. PPRS hasil bekerjasama Kemenpera, Perum Perumnas, PT Jamsostek, Bapertarum, BTN, Apersi, Apernas, dan pengembang.
"Jumlah pengunjung yang hadir dalam pameran ini sekitar 30.000 orang," jelas Sri Hartoyo.
Menurut dia, Kemenpera terus mengevaluasi pelaksanaan pameran. Jika dianggap sukses akan diadakan di kota lainnya seperti Tangerang, Bogor, Bandung, Jakarta, Palembang, Banjarmasin, Mataram, Semarang, dan Malang. 


Kemenpera menargetkan penyerapan FLPP di kawasan Bekasi ini bisa mencapai 30% dari total rencana program subsidi rumah secara nasional. Kawasan Bekasi memiliki pangsa pasar rumah bersubsidi yang cukup besar yaitu mencapai 30%-40% dari total pangsa pasar nasional.
Sejak diterapkan Oktober 2010, program FLPP membangun sebanyak 200 ribu rumah dan saat ini serapannya telah mencapai 90%.
“Tingginya penyerapan atas kebutuhan rumah bersubsidi di kawasan ini cukup besar sekali,” ungkapnya.
Sri Hartoyo mengatakan, banyak masyarakat terutama di kawasan Bekasi yang belum memiliki rumah layak dan harga terjangkau. Karena itu, kata dia, sasaran FLPP di Bekasi cukup besar mengingat kawasan ini berpenduduk padat dan banyak kawasan industri. 


“Masyarakat di sekitar kawasan industri butuh hunian tapak sejahtera,” ujar dia. 
 

Dia menjelaskan, rumah dengan harga terjangkau adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah berharap para pengembang bisa mendorong masyarakat untuk memperoleh rumah. 
 

Harga rumah yang terjangkau bagi masyarakat, lanjutnya, harus didukung dengan regulasi dan kebijakan, seperti FLPP dan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) khusus bagi MBR.
“Sasaran FLPP ini adalah masyarakat yang berpengahsilan maksimal Rp 3,5 juta per bulan,” ujarnya.
Sektor Informal
Sementara itu, KPR bagi masyarakat berpenghasilan tidak tetap (non fixed income) bakal diluncurkan pada pertengahan 2013. KPR ini diberikan untuk kalangan informal dengan penghasilan berkisar Rp 3,5- Rp 5 juta per bulan.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Maryono mengatakan, program KPR ini diberikan setelah BTN melakukan kajian yang mendalam.
“Kami ingin membantu masyarakat non fixed income yang ingin memiliki rumah. Karena pada dasarnya mereka memang mampu mencicil,” ujar dia di Batam, beberapa waktu lalu.
Maryono menjelaskan, pemberian kredit bagi kalangan informal memang rawan sehingga berpotensi memperbesar kredit bermasalah (non performing loan/NPL) bagi perusahaan.
“Namun, kami tetap peduli pada mereka. Karena itu, kami memberikan sejumlah syarat agar masyarakat informal bisa mendapatkan kredit tersebut,” tegas dia.
Syarat mendapatkan kredit informal ini antara lain batas penghasilan masyarakat non fix income antara Rp 3,5- Rp 5 juta per bulan, dan harus bergabung dalam sebuah kelompok atau koperasi.
“Kredit informal ini sudah diberikan kepada pedagang bakso di Yogyakarta,” ungkap Maryono.
Hingga kuartal I-2013, BTN masih menjadi penyalur terbesar KPR bersubsidi dengan skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Realisasi hingga Maret tahun ini sebesar Rp 1,2 triliun dari 16.737 rumah dari KPR konvensional dan syariah.
“Realisasi ini hanya sebesar 12% dari target tahun 2013. Rendahnya penyerapan KPR FLPP karena stok rumah bersubsidi juga minim. Kami harapkan kuartal II dan III bisa lebih cepat,” kata dia.

www.beritasatu.com