Wednesday, December 31, 2014

Menkes: JKN Bukan Cuma Kartu Berobat

 Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bertujuan untuk meningkatkan akses, keadilan sosial, dan sekaligus mereformasi Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Oleh sebab itu, sistem ini bukan hanya sebagai kartu berobat melainkan perlindungan bagi mereka yang sakit.
Begitu disampaikan Menteri Kesehatan Nila Moeloek melalui keterangan pers yang diterima Selasa (30/12/2014). Menurutnya, sampai saat ini cakupan jaminan kesehatan di Indonesia telah mencapai 163.547.921 jiwa yang meliputi kepesertaan: Jamkesmas 78.803.760 jiwa (33,16%); Askes PNS 16.548.283 jiwa (6,69%); JPK Jamsostek 7.026.440 jiwa (2,96%); TNI/POLRI/PNS Kemhan 1.412.647 jiwa (0,59%); Asuransi Perusahaan 16.923.644 jiwa (7,12%); Asuransi Swasta 2.937.627 jiwa  dan Jamkesda 39.895.520 jiwa (16,79%).

"Walaupun cakupan kepesertaan meningkat, namun masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa JKN ini seperti kartu berobat. Padahal ini merupakan asuransi sosial yang menjadi payung yang akan melindungi mereka saat sakit. Kenyataannya, peserta mandiri yang saat ini mendaftar lebih banyak yang sudah dalam kondisi sakit," jelas Menkes.

Pada kurun waktu 2014-2018, secara bertahap akan terus dilakukan pengalihan dan integrasi kepesertaan jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) dan Asuransi Kesehatan Komersial, serta perluasan peserta pada usaha besar, sedang, kecil dan mikro. Dengan demikian diharapkan agar seluruh Jamkesda telah terintegrasi ke dalam JKN pada 2019. (http://health.liputan6.com)

Tuesday, December 30, 2014

2014-2029, Pensiunan PNS Dapat Jaminan Kematian




Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) akan kembali mendapatkan pelayanan program jaminan kecelakaan dan kematian yang akan dikembangkan PT Taspen untuk periode 2014-2029.

Meski mirip dengan program yang dikeluarkan BPJS ketenagakerjaan, PT Taspen tetap memandang segmentasi sasaran yang berbeda.

Dirut PT Taspen, Iqbal Latanro, menjelaskan perusahannya harus mengembangkan program jangka panjang untuk menjadi strategi bisnis ke depan.

Dengan pengelolaan aset dana yang mencapai Rp 150 triliun, PT Taspen berencana mengembangkan berbagai layanan yang akan memberi benefit pada 6 juta peserta aktif dan pensiunan PNS.‬ (http://video.sindonews.com)


Gubsu Janjikan 50 Ha eks HGU untuk Perkuburan Kristen


Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Gatot Pujo Nugroho menjanjikan lahan seluas 50 ha eks HGU PTPN II menjadi lahan perkuburan Kristen. Namun, hal itu harus diperjuangkan bersama agar mendapat persetujuan dari kementerian BUMN.
Hal itu disampaikan Gatot dalam perayaan Natal Oikumene Sumut 2014 di Lapangan Soewondo,- eks Bandara Polonia Medan, Minggu (28/12). Pernyataan itu menyahuti keresahaan masyarakat Kristiani yang saat ini kesulitan mendapatkan lahan perkuburan.

Disampaikanya, tahun 2002 melalui SK BPN Pusat No, 42, 43, dan 44 / HGU/ BPN/2002, pemerintah pusat mengeluarkan tanah seluas 5.873,068 ha dari HGU PTPN II. Sedangkan kewenangan membagi peruntukan ada di tangan gubernur. Namun, dalam perjalanyanya Pemerintah pusat dalam hal ini Menteri BUMN mengkaji kembali pelepasan lahan.

"Jika lahan ini tuntas, 50 hektar akan menjadi lahan perkuburan. Ini untuk menjawab curhat (curahan hati, red) panitia tadi," kata Gatot Pujo Nugroho saat memberi sambutan. (http://www.medanbisnisdaily.com/)

Sebelumya, Ketua Panitia Natal Oikumene Sumut 2014, Budiman Nadapdap menyampaikan bahwa saat ini masyarakat beragama Kristen kesulitan mendapatkan lahan kuburan. Sedangkan panitia natal sudah membentuk panitia pengadaan lahan perkuburan. Sedangkan lahan eks HGU PTPN yang 'disenter' untuk lahan perkuburan.

"Umat kristen bergumul karena sulitnya lahan kuburan. Di sini kami sampaikan kepada bapak Gubernur dan Menteri PAN, agar ini menjadi perhatian," kata Budiman. ( edward f bangun)

Lira Agara Pertanyakan Penyaluran Dana JKN


Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (LSM Lira) dan Lembaga Pemberantasan Korupsi (LPK) Aceh Tenggara (Agara) mempertanyakan penyaluran program dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tahun 2014 di masing-masing Puskesmas di kabupaten setempat. Dana itu diduga tidak transparansi dan terindikasi adanya penyimpangan.Aktivis Lira Agara, M Saleh Selian kepada Serambi kemarin menyebutkan dana JKN 2014 senilai Rp 10 miliar untuk 18 Puskesmas di Agara. Menurutnya, berdasarkan hasil investigasi pihaknya, penyaluran dana program JKN di sejumlah puskesmas di kabupaten tersebut tidak transparansi dan rawan penyimpangan pada pola kapitasi JKN.
“Kita menduga dana JKN itu ada indikasi penyimpangan. LSM Lira dan LPK akan melaporkan kasus itu kepada aparat penegak hukum,” timpal Ketua LSM LPK Agara, Datuk Raja Mat Dewa. Sementara itu, Sekretaris Dinas Kesehatan Aceh Tenggara, Alfansyah, mengatakan, penyaluran dana program JKN itu sistem remunerasi untuk jasa medis dan dana penyaluran dana itu sudah sesuai prosedur. (http://aceh.tribunnews.com/)

Monday, December 29, 2014

BSM Masih Mendominasi Tabungan Haji

BSM Masih Mendominasi Tabungan Haji
SERAMBI INDONESIA/M ANSHAR
 
 
 



Bank Syariah Mandiri (BSM) sementara ini masih mengukuhkan diri menjadi jawara dalam penghimpunan tabungan haji di industri perbankan syariah. Saat ini market share tabungan haji milik BSM mencapai 28%.
"BSM menguasai pangsa pasar tabungan haji reguler," kata Edwin Dwidjajanto, Senior Executive Vice President BSM, saat dihubungi KONTAN, Rabu, (10/9). Hingga akhir semester I 2014, tabungan Haji BSM telah mencapai Rp 2,85 triliun. Tumbuh Rp 142 miliar atau sekitar 5,26% secara year on year (yoy). Realisasi tabungan haji BSM di semester I tahun lalu mencapai Rp 2,71 triliun.
Untuk meningkatkan kinerja perseroan, anak perusahaan milik Bank Mandiri ini terus mengembangkan bisnis haji dan umrah. Salah satunya melalui diversifikasi produk dengan meluncurkan Tabungan Haji (Mabrur) Junior. "Tabungan Mabrur Junior adalah produk tabungan khusus untuk biaya haji dan umrah yang diperuntukkan bagi nasabah berusia di bawah 17 tahun," ujar Edwin.
Bagi BSM walapun masa tunggu jamaah haji semakin lama untuk bisa berangkat ke tanah suci, prospek tabungan haji kedepan akan tetap bagus. Kehadiran produk Tabungan Mabrur Junior, selain untuk memacu bisnis, juga merupakan program edukasi kepada masyarakat bahwa ibadah haji dan umrah membutuhkan alokasi biaya dan waktu tunggu. "Sehingga perlu direncanakan sejak dini dari sekarang," pungkas Edwin. (www.tribunnews.com)

Setumpuk ‘Cacat’ BPJS Dibongkar


Setumpuk ‘Cacat’ BPJS Dibongkar
Istimewa

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan hampir satu tahun berjalan. Masalah dan keluhan marak terjadi dan diungkapkan masyarakat. Hal ini juga diakui oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sebagai dewan pengawas pelaksanaan BPJS.

Bahkan, DJSN mengaku memiliki setumpuk catatan terkait ‘cacat’ atau permasalahan dalam pelaksanaan BPJS yang berjalan sejak 1 Januari 2014 ini. DJSN berharap adanya perbaikan agar program JKN yang bertujuan mulia ini bisa berjalan optimal.

Anggota DJSN, Bambang Purwoko, mengungkapkan, sejumlah masalah itu diantaranya terkait aspek obat, kerja sama antara rumah sakit dengan BPJS, sistem kepesertaan, kerja sama pemerintah daerah dengan pusat terkait jaminan kesehatan, sistem rujukan, dan revisi peraturan Direksi BPJS No. 4/2014 BPJS tentang Kepesertaan.

“Dari hasil pleno, masih perlu perbaikan dalam BPJS Kesehatan. Program ini (JKN) bagus untuk menjamin kesehatan masyarakat, tapi harus terus ada perbaikan," ungkapnya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (17/12/2014).

Bambang mengatakan, daftar obat-obatan yang disediakan BPJS  belum mencukupi kebutuhan pasien. Karenanya, perlu ada penambahan dan sosialisasi obat yang disediakan. Hal ini dimaksudkan agar obat para pengguna layanan BPJS Kesehatan tidak lagi mengeluarkan uang untuk obat-obat tertentu.

"Banyak yang belum memahami mengenai daftar obat ini," ungkapnya.

Subiyanto, anggota DJSN lainnya menambahkan, terdapat kecenderungan rumah sakit (RS) yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan belum mematuhi kontrak dengan baik. Mereka masih saja membebankan biaya deposit kepada peserta. Padahal, hal itu tidak boleh dilakukan.

Sedangkan bagi puskesmas, ditemukan masih banyak yang kerap merujuk pasiennya ke rumah sakit. "Hampir 20-40 persen dirujuk. Nah, kenapa jadi dirujuk semuanya? Kan sama saja. Tugas rumah sakit jadi banyak," jelasnya.

Masalah lainnya, terkait dengan iuran peserta. Subiyanto menuturkan, banyak dari masyarakat pedesaan yang kesulitan membayar iuaran. Hal ini dampak dari sistem pembayaran yang hanya bisa dilakukan di tiga bank besar, yakni Bank BNI, BRI dan Mandiri.

"Untuk mereka yang jauh dari akses (bank) harus diberikan solusi," katanya.

Sementara itu, anggota DJSN, Soeprayitno, menyarankan agar BPJS Kesehatan membereskan sejumlah kecemasan masyarakat, khususnya terkait status bayi baru lahir dalam kepesertaan BPJS Kesehatan yang tertuang dalam Peraturan Direksi BPJS Kesehatan No4/2014.

Ia menyarankan, agar bayi yang baru dilahirkan akan masuk pada kepesertaan BPJS Kesehatan orang tuanya. Untuk mereka penerima bantuan iuran (PBI), maka biaya akan segera ditanggung ketika lahir.

"Namun untuk yang selain itu (PBI), tunggu tiga hari kemudian masa aktivasi. Peraturan itu sudah direvisi, karena beberapa komplain yang sampai," tuturnya.

Bambang Purwoko menambahkan, banyak ditemukan kasus-kasus baru yang harus dipertimbangkan lagi oleh pihak BPJS Kesehatan. Misalnya, seorang bayi terlahir kritis dari pasangan peserta mandiri BPJS yang kondisinya membutuhkan biaya besar. Atau, seorang bayi yang lahir dari keluarga yang tiba-tiba miskin dan belum terdaftar BPJS. "Ini termasuk kasus, orang tuanya bisa kontak lagi ke BPJS," tandas dia.

Untuk bayi dari orang tua peserta mandiri BPJS, Soeprayitno mengatakan orang tua harus mendaftarkan bayinya setelah tiga hari. "Sayangnya, banyak orang tua yang tidak segera mendaftarkan anaknya setelah tiga hari," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan bayi-bayi yang baru lahir juga dapat masuk dalam perluasan peserta dari Kartu Indonesia Sehat (KIS). "Intinya, negara menjamin orang yang tidak mampu untuk berobat," ungkap dia.

(http://harianterbit.com)

PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia Targetkan Kenaikan Premi 85 Persen

PT Asuransi Jiwa Inhealth.

Entitas anak usaha PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia (Mandiri Inhealth) menargetkan perolehan premi sebesar Rp 2,6 triliun tahun depan atau naik 85,7 persen dari target akhir tahun sebesar Rp 1,4 triliun. Hal itu seiring mulai berjalannya program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Direktur Utama Mandiri Inhealth Roy Ibrohim mengaku optimistis target tersebut dapat terlaksana dengan adanya mandatory (kewajiban) keikutsertaan perusahaan asuransi dalam program BPJS Kesehatan hingga 20 persen.
"Ini merupakan trigger bagi industri asuransi, trader-nya akan semakin banyak dan masyarakat akan semakin memiliki banyak pilihan, saya kira BPJS akan top up industri asuransi," katanya baru-baru ini.
Meski saat ini baru dua perusahaan asuransi yang telah menandatangi Coordination of Benefit (CoB) Program Kesehatan BPJS Kesehatan, Roy meyakini perusahaan asuransi lain akan segera menyusul.
"Perusahaan asuransi yang terdaftar baru dua, tapi masih akan bertambah. Kami sendiri telah menyiapkan chanel dari Mandiri untuk mengantisipasi program BPJS Kesehatan," katanya.
Tahun ini, perusahaan menargetkan laba bersih Rp 200 miliar atau naik 66,7 persen dari Rp 119,92 miliar setahun lalu.
"Kami yakin pertumbuhan premi nasional akan di atas 17 persen tahun depan, prospek perusahaan ke depan masih akan cerah," katanya. (www.beritasatu.com)

Sunday, December 28, 2014

Aturan Masa Berlaku Kartu BPJS Dinilai Merampas Hak Rakyat

ANGGA BHAGYA NUGRAHA
Warga antre menunggu dibukanya loket pendaftaran BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Tarakan, Jakarta Pusat, Senin (7/7/2014).

 Masa berlaku kartu BPJS Kesehatan yang baru aktif dalam waktu 7 hari setelah daftar menuai protes banyak pihak. Ketua Pusat Kajian Ekonomi  dan Kebijakan Kesehatan  Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (PKEKK FKM UI) Hasbullah Tabrany menilai, peraturan tersebut justru merampas hak rakyat untuk mendapat jaminan sosial dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) itu.

“Menurut saya, aktivasi selama 7 hari telah merampas hak rakyat. Kalau dia sakit baru daftar BPJS, sejak nyusun peraturan juga telah diantisipasi masalah itu. Kita asuransi sosial, bukan komersial,” kata Hasbullah dalam diskusi “Evaluasi JKN di Tahun 2014 dan Prospeknya Tahun 2015” di Jakarta, Kamis (18/12/2014).
Hal senada dikatakan, Sekjen Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Wasista Budi Waluyo. Ia menyadari peraturan aktivasi kartu BPJS dalam waktu tujuh hari bertujuan agar masyarakat tidak mendaftar hanya saat sakit. Namun, lemahnya sosialisasi peraturan baru tersebut menimbulkan masalah di lapangan.
“Waktu tujuh hari itu untuk menakut-nakuti tujuannya, tapi jangan mendadak. Sosialisasi dulu,” ujar Wasista.
Sebagai contoh, seseorang yang baru daftar BPJS, keesokan harinya mengalami kecelakaan lalu lintas. Biaya pengobatan pasien tersebut tidak dapat langsung ditanggung oleh rumah sakit. Padahal, sejak daftar BPJS, pasien tersebut dinilai sudah berhak mendapat jaminan sosial kesehatan.
Peraturan yang diberlakukan sejak 1 November 2014 lalu itu sebelumnya juga menuai protes dari Menteri Kesehatan Nila F Moeloek. Menurut Nila, aturan itu dapat mempersulit masyarakat mendapat jaminan sosial.
Hal ini menimbulkan masalah bagi warga tidak mampu yang belum terdaftar sebagai penerima bantuan iuran (PBI).
Sementara itu, Direktur Hukum, Komunikasi, dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Purnawan Basundoro sebelumnya mengatakan, pihaknya kini memberlakukan aturan tersebut hanya untuk warga mampu.
Dengan demikian, warga tidak mampu tetap bisa langsung memanfaatkan kartu BPJS setelah daftar. Bayi baru lahir yang berasal dari orang tua penerima bantuan iuran juga tetap dijamin tanpa harus menunggu waktu tujuh hari.

Namun, Purnawan mengatakan, mereka harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Sosial terlebih dahulu dengan keterangan sebagai warga tidak mampu. Purnawan menjelaskan, peraturan ini dibuat agar peserta BPJS mandiri tidak mendaftar hanya ketika jatuh sakit saja.
“Ini agar masyarakat yang mampu memang daftar BPJS sebelum sakit. Jangan pas sakit daftar, nikmati pembiayaannya, nanti pas sembuh dia tidak bayar lagi. Ini gotong royong,” terang dia. (http://www.antaranews.com/)

Manulife Bidik Unit Dana Pensiun New York Life

Manulife Financial. Manulife Corp. bidik unit dana pensiun New York Life/Bisnis

Manulife Financial. Manulife Corp. bidik unit dana pensiun New York Life
Bisnis

Manulife Financial Corp. (MFC), asuransi jiwa terbesar di Kanada, akan membeli unit dana pensiun milik New York Life Insurance Co. Pembelian tersebut akan meningkatkan aset Manulife sekitar US$50 miliar.
CEO Manulife Donald Guloien telah memperluas bisnis dana pensiun perseroan dengan mengelola sekitar US$135 miliar aset yang meliputi 2,5 juta peserta pada semester pertama tahun depan. September lalu, ia membuat kesepakatan untuk membeli bisnis Standard Life Plc Kanada seharga US$3,4 miliar.
"Manulife adalah pemain utama dalam bisnis dana pensiun di Kanada, Amerika Serikat, Hong Kong dan Indonesia," kata Guloien dalam pernyataannya kepada Bloomberg, Rabu (24/12/2014).
Menurutnya, transaksi tersebut mirip dengan akuisisi Standard Life yang baru-baru ini dilakukan. Pembelian Unit Dana Pensiun New York Life tersebut dinilai akan secara meningkatkan bisnis dana pensiun perusahaan.
New York Life melihat transaksi tersebut sebagai cara untuk menambah kualitas dari polis asuransi jiwa perusahaan. CEO New York Life Ted Mathas mengatakan operasi bisnis dana pensiun pensiun tidak "mengalir secara alami" dari bisnis asuransi jiwa dan aset manajemen. (http://finansial.bisnis.com)

Saturday, December 27, 2014

1.135 Perusahaan Sudah Terdaftar di BPJS


1.135 Perusahaan Sudah Terdaftar di BPJS
TERIMA PENGHARGAAN: BPJS Kesehatan Pekanbaru memberikan reward kepada perusahaan yang mendaftarkan karyawannya ke BPJS pada sebuah acara gathering, baru-baru ini.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan Cabang Pekanbaru sepanjang 2014 mencatat, sudah 1.135 perusahaan di Pekanbaru mendaftarkan karyawannya. Kendati angka yang cukup fantastis, namun ternyata tidak semua perusahaan terdaftar. Karena catatan BPJS, total perusahaan eks Jamsostek saja ada sekitar 1.807 perusahaan.

‘’Dari yang sudah terdaftar ada 500 perusahaan baru yang sudah terdaftar, sementara selama Desember 2014 ada 153 perusahaan yang mendaftar dan kartu BPJS-nya akan aktif pada Januari 2015. Kami mengimbau perusahaan jangan menunda lagi, karena sesuai peraturan ada sanksinya seperti diatur pada UU No 24 2011. Kami bekerja sama dengan Disnaker soal ini,’’ sebut Mairiyanto, Kepala Cabang BPJS Kesehatan Pekanbaru, Rabu (24/12) sore.

Ketika ditanya apa dan bagaimana sanksi ini akan diterapkan, Mairiyanto tidak mau membahasnya. Dirinya hanya berharap perusahaan segera mendaftarkan karyawannya. Sekedar informasi, BPJS Kesehatan sudah tutup hari ini, sementara Desember tinggal beberapa hari lagi. Dia mendesak karena program ini sangat membantu mereka yang memerlukan.

‘’Perusahaan yang terdaftar akan membantu dan turut berkontribusi bagi program kesehatan nasional, maka imbauan perusahaan cepatlah. Ini program azasnya gotong-royong, bersifat kemanusiaan dan keadilan sosial. Maka semua perusahaan wajib ambil bagian,’’ sebutnya.

Dia juga mengimbauan agar masyarakat yang mendaftarkan diri secara mandiri dapat melakukan pendaftaran secepatnya, begitu layanan BPJS Kesehatan Pekanbaru buka pada Senin (29/12). Ini agar tidak terjadi hal-hal yang mendesak, misalnya ketika sakit barulah akan mengurus. Bila sudah sakit baru akan mengurus, maka dijamin biaya berobat akan ditanggung sendiri.

‘’Karena kartu baru itu perlu tujuh hari setelah pendaftaran baru bisa aktif dipakai. Jadi jangan tunggu sakit, segeralah mendaftar, bila pada Januari 2015 mendatang, berkas pendaftaran bisa didapatkan di kantor kelurahan masing-masing,’’ ungkap Mairiyanto.

Mairiyanto menepis isu bila ada yang mengatakan bahwa pada Januari pendaftaran BPJS Kesehatan akan tidak akan tutup. Malah bagi perusahaan kini lebih mudah karena bisa input data karyawan secara online, hingga tidak susah-susah datang antre ke BPJS.

Untuk lebih mendekatkan hubungan dengan pemberi kerja, dalam hal ini badan usaha, BPJS Kesehatan Pekanbaru menggelar gathering di Hotel Pangeran Pekanbaru. Acara yang digelar baru-baru ini tersebut diikuti tidak kurang dari 500 badan usaha. Pada kesempatan itu, BPJS Kesehatan memanfaatkannya untuk menyosialisasukan E-Dabu.

‘’E-Dabu ini untuk mempercepat akses, mempermudah pelaporan dan perubahan data. Jadi lewat E-Dabu akses data, penambahan dan pengurangan bisa lewat internet saja dari kantor masing-masing perusahaan. Jadi perusahaan tidak perlu lagi sulit-sulit ke BPJS, tidak perlu antre. Ini semua untuk mempermudah, namun perlu sosialisasi,’’ terang Mairiyanto.

(http://www.riaupos.co)

BPJS Ketenagakerjaan Kendari Rekrut 224 Perusahaan Baru

ilustrasi -
ilustrasi
 
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Cabang Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) tahun 2014 merekrut 224 perusahaan baru menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.

"Dengan masuknya 224 perusahaan baru itu, maka jumlah perusahaan yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan di daerah ini sudah mencapai 1.248 perusahaan," kata Kepala BPJS Cabang Sultra La Uno di Kendari, Kamis.

Menurut dia, 224 perusahaan yang direkrut menjadi peserta BPJS dalam tahun 2014 tersebut memiliki tenaga kerja sebanyak 1.800 orang.

Dengan tambahan tenaga kerja tersebut kata dia, maka jumlah tenaga kerja di daerah ini yang menjadi peserta BPJS aktif sudah mencapai 25.418 orang.

"Di tahun 2015 nanti, kita menargetkan tambahan peserta BPJS Ketenagakerjaan sebesar 25 persen dari pencapaian jumlah kepesertaan perusahaan di tahun 2014 ini, atau 25 persen dari 224 perusahaan," katanya.

Menurut dia, tenaga kerja peserta BPJS Ketenagakerjaan yang mengalami kecelakaan di tempat kerja, diberikan klaim biaya pengobatan di rumah sakit sebesar Rp20 juta.

Sedangkan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan di jalan raya, biaya pengobatan sebesar Rp10 juta ditanggung oleh Jasa Raharja, selebihnya ditanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan.

"Jadi, kalau biaya pengobatan korban kecelakaan kurang atau hanya Rp10 juta, BPJS tidak menanggung biaya pengobatan pasien korban kecelakaan," katanya.

Sedangkan jika korban kecelakaan meninggal dunia, maka BPJS membayarkan santuan kepada ahli waris sesuai dengan nilai pertanggungan yang diikuti tenaga kerja bersangkutan. (http://skalanews.com/)

Asuransi Harta Targetkan Premi Rp350 Miliar


PT Asuransi Harta Aman Pratama Tbk. menargetkan perolehan premi bruto senilai Rp350 miliar sampai akhir tahun 2014.
Sunyata Wangsadarma, Direktur Utama Asuransi Harta, mengatakan sampai akhir tahun ini, pihaknya optimis mampu mengumpulkan premi senilai Rp350 miliar. “Tahun depan, kami menargetkan premi bruto mencapai Rp400 miliar,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (23/12/2014). 
Dia menyebutkan sepanjang Januari hingga November tahun ini, perseroan membukukan premi bruto senilai Rp250,1 miliar. Angka tersebut naik 15% dari periode yang sama tahun lalu.
Adapun perolehan laba berada di angka Rp14,1 miliar, tumbuh tipis sebesar 5% dibandingkan tahun lalu senilai Rp13,4 miliar. Risk based capital (RBC) perseroan juga masih berada di atas ketentuan minimal dari OJK, yakni 223%. Seperti diketahui, ketentuan RBC minimal adalah 120%.
Asuransi Harta merupakan perusahaan asuransi umum yang berdiri sejak 1982. Ruang lingkup kegiatan perusahaan adalah menjalankan usaha asuransi kerugian termasuk usaha reasuransi kerugian.
Sunyata menyebutkan, pihaknya juga berencana menelurkan kembali produk asuransi kesehatan. Produk tersebut diprediksi mampu memberikan kontribusi 10% terhadap keseluruhan premi.
“Saya kira, target tersebut logis jika melihat pertumbuhan asuransi kesehatan baru-baru ini. Itu juga merupakan strategi kami untuk memperluas sektor bisnis asuransi perusahaan,” katanya. Hingga akhir tahun ini, porsi terbesar bisnis Asuransi Harta masih didominasi asuransi kebakaran, kendaraan bermotor, pengangkutan, dan aneka. (http://finansial.bisnis.com)

BPJS Kesehatan Masih Menyulitkan Warga


Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih menyulitkan masyarakat. Kartu kepsertaan tidak bisa langsung digunakan, sehingga masyarakat merasa sulit untuk berobat.
"Kenapa harus menunggu 7 hari, seharusnya kan bisa langsung melayani setiap peserta yang telah mendaftar," kata Anggota DPRD Sumut Meilizar Latif saat rapat dengar pendapat (RDP) Komisi E (Bidang Kesejahteraan Sosial) DPRD Sumut dengan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan di gedung Dewan, Selasa (23/22).

Kebijakan BPJS menerapkan kartu baru akan berlaku tujuh hari kerja setelah pendaftaran bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Seharusnya setiap peserta yang sudah terdaftar bisa langsung dilayani.

BPJS juga dianggap belum mensosialisasikan secara aktif kepada masyarakat mengenai sistem kepesertaan BPJS dan rumah sakit provider. "Karena kurang paham, banyak warga yang dipersulit ketika berobat," sebutnya.

Kesempatan itu, Anggota Komisi E Richard Pandapotan Sidabutar pesimis BPJS mampu melaksanakan program dengan sistem yang kini berjalan. "Tahun 2019 semua warga negara sudah ter-cover jaminan kesehatanya. Apakah bisa terlaksana sedangkan sekarang belum tersosialisasikan secara maksimal," katanya.

Dia juga mengaku heran dengan sistem kerja BPJS yang merupakan satu-satunya asuransi tunggal yang mewajibkan setiap warga negara untuk terdaftar di dalamnya. Meski setiap peserta mendapatkan kartu tanda telah terdaftar menjadi peserta, namun masih juga harus meminta atau mengurus surat rujukan untuk dirawat di rumah sakit.

Ketua Komisi E DPRD Sumut Effendi Panjaitan mengatakan BPJS seharusnya memberikan pelayanan terbaik. Karena tugas utama BPJS (kesehatan) adalah memberikan layanan dasar kesehatan warga. BPJS tidak dibebankan untuk mencari nasabah seperti perusahaan asuransi lainya.

"BPJS ibaratnya tinggal menangguk saja. Tinggal menunggu karena kepesertaan sudah diwajibkan oleh undang-undang. Seharusnya punya layanan yang lebih baik dibanding asuransi swasta lainnya," ungkapnya.

Masalah kesehatan menurutnya sudah menjadi hak seluruh masyarakat untuk dilayani oleh pemerintah melalui BPJS. Dan penyakit tidak pernah memilih mana warga yang punya kartu keluarga atau memiliki KTP.

Kepala Divisi Regional I BPJS Kesehatan Sumbagut Feri Aulia menjelaskan, pada awalnya setiap peserta yang telah mendaftar langsung bisa dilayani asuransi kesehatannya.

Namun setelah berjalan dan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ternyata banyak data invalid dan terdaftar ganda di jaminan kesehatan lain. Karena itu dikeluarkan regulasi setelah pendaftaran harus menunggu 7 hari untuk memverifikasi kembali apakah data kepesertaan tersebut valid.

Namun kebijakan waiting period selama 7 hari tidak berlaku untuk peserta di kelas tiga dan bayi yang baru lahir. Kedua kelompok ini bisa langsung dilayani begitu didaftarkan. (www.medanbisnisdaily)

Friday, December 26, 2014

PT Taspen Desak Pemerintah Ubah Skema Pengelolaan Dana Pensiun



PT Taspen (Persero) terus mendorong pemerintah untuk segera mengubah skema pengelolaan dana pensiun dari manfaat pasti menjadi iuran pasti.
“Kami inginnya tidak membebani pemerintah. Nah, skema manfaat pasti yang selama ini dianut justru membebani APBN,” kata kata  Iqbal Latanro, Direktur Utama Taspen kepada Bisnis.com, Jumat (26/12).
Sebagai gambaran, skema manfaat pasti memungkinkan pekerja mendapatkan uang pensiun dan hasil investasi sesuai dengan formula yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Namun, pembayaran tersebut tidak memperhitungkan kondisi perusahaan dana pensiun terkait dan situasi pasar keuangan.
Sebaliknya dalam skema iuran pasti, pembayaran uang pensiun didasarkan iuran yang dibayarkan pegawai dan hasil investasinya.
Untuk itu, Taspen mulai mempersiapkan sejumlah payung hukum dan sumber daya manusia (SDM) guna mempecepat persiapan perubahan skema menjadi iuran pasti itu. (http://finansial.bisnis.com/)

INDUSTRI ASURANSI 2015: Ini Dia Tantangan Industri Asuransi Tahun Depan

Ilustrasi asuransi/bisnis.com

Ilustrasi asuransi
bisnis.com

Tahun 2015, industri asuransi akan menghadapi masa yang berbeda. Tantangan akan terus ada, namun peluang juga terbuka di depan mata. Tinggal bagaimana para pelaku industri memanfaatkan perannya.
Perubahan besar yang akan terjadi pada 2015 adalah dibukanya pasar bebas ASEAN atau yang biasa disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA adalah peluang sekaligus tantangan bagi industri asuransi di Indonesia.
Jika mengacu pada analisis Swiss Re, secara umum integrasi ekonomi dan keuangan dapat mengarah ke penetrasi asuransi yang lebih tinggi di pasar-pasar yang belum berkembang seperti Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam.
Namun, peningkatan penetrasi tersebut membutuhkan jangka waktu yang panjang dan bertahap. “Sekitar 5 sampai 10 tahun,” ujar Benny Waworuntu, Head of Indonesia, Asia, dan Direktur Swiss Re.
Dia memaparkan, beberapa hal positif akan menjadi implikasi pada perusahaan asuransi, terutama bagi perusahaan asuransi yang sudah besar. Mereka akan memperoleh keuntungan dari akses yang lebih mudah ke negara lain di ASEAN dan dari economies of scale-nya.
Akan tetapi, bagi perusahaan asuransi kecil, tekanan dan persaingan yang meningkat akan menjadi keniscayaan yang harus dihadapi.
Tantangan lain adalah terkait keberadaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Peraturan Presiden (Perpres) sudah mengamanatkan bahwa setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada 2015 nanti. Namun, skema CoB masih menjadi persoalan antara BPJS dan perusahaan asuransi. (http://finansial.bisnis.com)

Unit Investasi Taspen Beroperasi Pertengahan 2015

Logo Taspen
Logo Taspen (sumber: Istimewa)

 Perusahaan asuransi aparatur negara, PT Taspen (Persero) menyatakan unit aset manajemennya akan mulai beroperasional pertengahan tahun depan.
"Kami sudah tunjuk konsultan dan sedang sempurnakan SOP dari unit investasinya. Diharapkan paling lambat pertengahan tahun depan sudah siap," ujar Direktur Utama PT Taspen (Persero) Iqbal Latanro di kantor pusat Taspen, Jakarta, Rabu (10/12).
Menurutnya, ada beberapa peluang bisnis, yang secara regulasi tidak bisa dilakukan oleh Taspen, tetapi bisa dilakukan oleh unit investasi.
"Pemerintah menerapkan iuran, maka kami harus ada imbal hasil dalam nilai tertentu. Sekarang bunga deposito dan SUN sedang menarik, tapi bagaimana ke depannya. Karenanya, kami merancang untuk buat investasi langsung lewat aset manajemen kita," katanya.
Sepanjang Januari hingga September tahun ini, total dana investasi Taspen tercatat senilai Rp 119,92 triliun atau tumbuh 22,7 persen dari periode yang sama tahun lalu, yakni Rp 97,73 triliun. Sebanyak Rp 80,76 triliun ditempatkan pada instrumen obligasi, sukuk dan KIK-EBA, Rp 34,58 triliun di deposito, dan sisanya, Rp 4,58 triliun di saham dan lain-lain.
"Investasi langsung kami baru 20 persen, sedangkan 80 persen masih di SUN, deposito, dan KIK EBA," ujarnya. (www.beritasatu.com)

Thursday, December 25, 2014

Kepesertaan Masih Jauh Dari Target

* BPJS KETENAGAKERJAAN




Penjaringan perusahaan dan tenaga kerja di Kota Bekasi untuk mengikuti program jaminan sosial ketenagakerjaan hingga akhir 2014 masih jauh target yang ditetapkan.

Oki Widya Gandha, Kepala Bidang Pemasaran Formal,  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Kota Bekasi, menuturkan belum terjadi penambahan yang signifikan pada keanggotaan perusahaan dan tenaga kerja pada program nasional tersebut.

Menurutnya, peningkatan keanggotaan tidak banyak dibandingkan pencapaian hingga kuartal III/2014.

"Memang ada penambahan tetapi masih kecil. Bergeser namun masih lambat, jadi masih jauh," jelasnya kepada Bisnis, Selasa (23/12).

Data BPJS Kota Bekasi menyebutkan hingga September 2014 sebanyak 290 perusahaan telah bergabung dalam program jaminan sosial. Dari jumlah tersebut terdata 62.000 tenaga kerja yang sudah bergabung.

Realisasi tersebut masih cukup jauh dari target yang dibebankan kepada BPJS Kota Bekasi hingga akhir 2014, yakni sebanyak 446 perusahaan dengan 130.593 tenaga kerja yang mendapat jaminan perlindungan dalam bekerja.

Dengan sisa waktu yang tersisa, Oki mengatakan hingga saat ini pihaknya tengah membidik sekitar 40 perusahaan untuk mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan.

Menurutnya, penjaringan perusahaan-perusahan berskala besar dan menengah tersebut akan meningkatkan jumlah keanggotaan tenaga kerja secara cukup signifikan.

Selain itu, dia berharap penambahan tersebut akan memberikan pengaruh bagi perusahaan lain yang berskala lebih kecil untuk segera bergabung dalam program pemerintah tersebut.
Apalagi, jelasnya, sanksi tegas akan dibebankan pada perusahaan yang tidak mendaftarkan badan usahanya hingga 1 Januari 2015.

"Pada Januari 2015 nanti tidak ada toleransi lagi, termasuk bagi mereka yang punya tenaga kerja asing," ujarnya.

Oki mengatakan masih banyak perusahaan yang belum mau bergabung karena menganggap belum memerlukan jaminan ketenagakerjaan.

Ada pula pihak yang yang beranggapan program tersebut sama saja dengan BPJS Kesehatan.
Padahal, sebutnya, perusahaan akan sulit melakukan pengurusan administratif di jajaran pemerintahan Kota Bekasi bila belum mendaftarkan tenagakerjanya di BPJS Ketenagakerjaan.

"Padahal kami sudah menyurati perusahaan yang potensial, tapi tidak menjawab," tegasnya.

Adapun, hingga September 2014 BPJS Kota Bekasi telah  membayar klaim jaminan sebesar Rp230,29 miliar kepada peserta yang terdaftar.

Pembayaran klaim terbesar untuk program jaminan hari tua (JHT) sebanyak 18.325 kasus dengan nominal  Rp197,93 miliar. Selanjutnya untuk program jaminan kematian sebanyak 290 kasus dengan santunan  Rp19,29 miliar.

Menyusul klaim terkecil untuk jaminan kecelakaan kerja sebanyak 2.508 kasus dengan nilai 13,07 miliar.

Dalam kurun waktu yang sama pembayaran iuran pada tiga program tersebut mencapai Rp462,3 miliar atau mencapai kisaran 59% dari target 2014.

Sementara itu, BPJS Ketenagakerjaan Kota Bekasi ditargetkan dapat menjaring 1.840 tenaga kerja di sektor informal pada 2014.

Dessy Sriningsih, Kepala Bidang Pemasaran Informal Khusus BPJS Ketenagakerjaan Kota Bekasi menuturkan hingga September 2014 tercatat 1.044 pekerja informal menjadi peserta jaminan sosial. Menurutnya, para peserta didominasi oleh pekerja dengan profesi guru honorer, pengemudi dan pekerja magang.

Dia menuturkan salah satu kendala bagi peningkatan kepesertaan bagi pekerja informal adalah tidak adanya program jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) yang ditawarkan.

Kendati begitu, Dessy mengatakan saat ini pihaknya terus mensosialisasikan program jaminan sosial dengan menargetkan para pekerja magang, pengemudi dan guru honorer. (http://finansial.bisnis.com)

Jelang Tutup Tahun Serapan Santunan Kematian Rendah

Penyerapan anggaran santunan kematian di Kota Kediri, hingga akhir tahun ini masih rendah. Selain progamnya belum tersosialisasi, tidak banyak warga miskin yang mencairkan.
Kalangan dewan mengusulkan, progam ini dipermudah prosedurnya sehingga tidak hanya warga kurang mampu saja yang mendapatkan santunan Rp 500 ribu tapi seluruh masyarakat Kota Kediri.
"Hingga akhir tahun, ini penyerapan anggaran santunan kematian memang masih rendah. Masalahnya progamnya belum banyak tersosialisasi ke masyarakat," ungkap Drs Djawadi, Kabag Humas Pemkot Kediri kepada Surya Online, Senin (15/12/2014).
Dijelaskan Djawadi, hingga akhir tahun penyerapan anggarannya hanya sekitar 5 persen.
Progam santunan kematian ini, diperuntukkan bagi warga Kota Kediri yang kurang mampu.
Bagi warga yang meninggal dunia dapat mengurus santunan kematian di Kantor Dinas Sosial, dimana keluarga atau ahli waris membawa surat keterangan dari kelurahan.
Progam ini memang untuk membantu masyarakat kurang mampu, sekaligus menjadi uang duka cita keluarganya yang meninggal.
Namun sayangnya, progam yang dimulai dari anggaran PAK Kota Kediri 2014, masih kurang tersosialisasi.
Sedangkan kategori kurang mampu, indikatornya penerima merupakan pemegang kartu Jamkesmas, mendapatkan bantuan raskin. (http://surabaya.tribunnews.com/)

1 Januari 2015 Batas Akhir Pendaftaran Peserta BPJS Kesehatan


Aktifasi Keanggotaan Paling Lambat 30 Juni
DPN Apindo dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) bersama BPJS Kesehatan sepakat menetapkan beberapa poin terkait dengan pendaftaran peserta BPJS Kesehatan dari Badan Usaha, baik swasta maupun pelat merah.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suharyadi Sukamdani mengatakan batasan waktu pendaftaran kepesertaan BPJS Kesehatan untuk Badan Usaha baik swasta maupun pelat merah masih belum menuai hasil yang baik, meskipun batasan waktu pendaftaran sudah ditentukan paling lambat 1 Januari 2015.
"Ini penting karena tanpa ada fleksibilitas pemahaman antara Apindo dengan BPJS Kesehatan bisa dibayangkan bahwa 1 Januari akan terjadi kehebohan, karena sampai saat ini koordinasi manfaat belum selesai dan belum ditentukan pengaturannya," kata Sukamdani di Kantor Kementerian Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Jakarta, sebagaimana dilansir Indopos (Grup JPNN) Senin (22/12).
Dijelaskan oleh Sukamdani, saat ini masih ada dua jenis kelompok penggunaan asuransi yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia, yang pertama adalah dipercayakan kepada asuransi swasta dan yang kedua adalah melalui swakelola.
Oleh karenanya, Sukamdani menuturkan bahwa hal tersebut harus dibicarakan lebih lanjut lagi terlebih mayoritas pelaku usaha di Indonesia sangat mendukung program pemerintah tersebut. Namun, dukungan tersebut jangan sampai menjadi beban baru bagi pelaku usaha lantaran dikenakan biaya yang lebih tinggi.
"Swakelola ini ada dua tipe juga, pertama melakukan pola berapapun menjalani kesehatan digantikan perusahaan, lalu ada yang punya fasilitas sendiri. Penting juga bahwa sinergi ini akan menurunkan keseluruhan biaya secara keseluruhan, sehabis pertemuan ini akan membentuk tim gabungan antara Apindo dan BPJS kesehatan," tambahnya.
Sementara itu, Kepala DJSN Gazali Situmorang mengatakan, poin yang didapat adalah mengenai kesepakatan yang sudah ditetapkan adalah pendaftaran kepesertaan yang paling lambat 1 Januari 2015.Gazali menambahkan bahwa Apindo juga akan mendorong perusahaan mendaftar kepesertaan dengan menggunakan format registrasi badan usaha dan data pekerja dan keluarganya melalui aplikasi e-DABU.
"Kita sudah dapat menyusun dan menyepakati kesepakatan yang sudah dirintis dua minggu lalu dan hari ini selesai menjelang 1 Januari 2015. Aktifasi keanggotaan paling lambat 30 Juni, jadi yang bisa langsung aktif, ini mekanisme berjalan, jadi tidak ada yang terhenti by proses," kata Gazali
Sebagai informasi, Apindo dan BPJS Kesehatan juga akan berkoordinasi mengenai kesiapan kesehatan tingkat I dengan mekanisme koordinasi manfaat atau coordination of benefit (COB), serta hal-hal yang diperlukan untuk menjamin tingkat pelayanan yang baik bagi peserta BPJS Kesehatan.(www.jpnn.com)

Bayi di Kandungan Dapat Didaftarkan Jadi Peserta BPJS


Didaftarkan melalui mekanisme peserta mandiri atau peserta bukan penerima upah (PBPU).

Bayi di Kandungan Dapat Didaftarkan Jadi Peserta BPJS
Loket BPJS Kesehatan. Foto: RES
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menerbitkan aturan yang membolehkan bayi dalam kandungan didaftarkan jadi peserta. Lewat aturan itu berarti seorang ibu hamil dapat mendaftarkan calon bayinya sebagai peserta kategori Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU).

Menurut Kepala Grup Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga, Ikhsan, peraturan itu berbentuk surat edaran direksi yang merupakan aturan teknis Peraturan Direksi Nomor 211 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran dan Penjaminan Peserta Perorangan BPJS Kesehatan.

“Sekarang bayi dalam kandungan dapat didaftarkan menjadi peserta BPJS Kesehatan,” kata Ikhsan di Jakarta, Rabu (24/12).

Ada sejumlah ketentuan yang harus diperhatikan sebelum mendaftar yakni bayi dalam kandungan yang didaftarkan harus terdeteksi keberadaannya dan harus dibuktikan secara medis dengan melampirkan surat keterangan dokter. Ketika mendaftar, data yang diisi harus sesuai identitas ibu dari bayi tersebut.

Pengisian nomor induk kependudukan (NIK) untuk bayi dalam kandungan sebagai peserta kelompok PBPU itu diisi berdasarkan nomor kartu keluarga (KK) orang tua calon peserta. Tanggal lahir bayi dalam kandungan sebagai calon peserta mengikuti tanggal pada saat didaftarkan.

Jenis Kelamin calon bayi yang didaftarkan menggunakan perkiraan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan USG atau perkiraan sementara. Kelas rawat bayi dalam kandungan sebagai calon peserta PBPU wajib sama untuk satu keluarga.

Perubahan identitas bayi dalam kandungan sebagai peserta PBPU seperti nama, tanggal Iahir dan NIK dilakukan paling Iambat tiga bulan setelah bayi tersebut dilahirkan. Jika perubahan dilakukan tidak sesuai dengan tenggat waktu, maka bayi tersebut tidak dapat memperoleh pelayanan kesehatan dan status kepesertaannya menjadi tidak aktif.

Namun, tata cara pendaftaran peserta itu tidak berlaku bagi peserta yang masuk pasal pengecualian yang diatur dalam Peraturan Direksi Nomor 211 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran dan Penjaminan Peserta Perorangan BPJS Kesehatan.

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menilai aturan BPJS Kesehatan tentang bayi dalam kandungan tidak memecahkan masalah. Yang diperlukan sekarang adalah mencabut Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pembayaran Peserta Perorangan BPJS Kesehatan. Karena regulasi itu menghambat masyarakat yang ingin mendaftar jadi peserta.

Menurut Timboel, aturan tentang bayi dalam kandungan itu menunjukan BPJS Kesehatan masih fokus pada bisnis yang mengharapkan iuran. Bukan fokus pada prinsip jaminan sosial yang menjunjung tinggi prinsip kemanusiaan. Menurutnya, bayi dalam kandungan ataupun baru lahir menjadi satu kesatuan dengan ibunya sehingga tidak perlu didaftarkan jadi peserta BPJS Kesehatan.

“Harusnya peraturan BPJS Kesehatan itu mengatur agar bayi dibawah satu tahun masih menjadi satu kesatuan dengan ibunya,” ujar Timboel.

Timboel menjelaskan, keberadaan manusia sebagai subjek hukum dimulai saat dilahirkan dan berakhir ketika meninggal. Tapi, Pasal 2 Burgerlijk Wetboek (KUH Perdata) menentukan bahwa “anak yang berada dalam kandungan seorang wanita dianggap sebagai telah dilahirkan, bila kepentingan anak itu menuntutnya.”

Itu berarti keberadaan seseorang sebagai subjek hukum dapat berlaku surut bagi anak yang belum dilahirkan apabila kepentingan si anak menuntutnya. Pelaksanaan Pasal 2 KUH Perdata itu menurut Timboel harus memenuhi beberapa syarat yaitu anak itu lahir dan hidup serta kepentingannya itu membawa serta tuntutan akan hak-haknya.

Atas dasar itu Timboel menilai aturan BPJS Kesehatan yang menyatakan anak dalam kandungan dapat didaftarkan berarti ada kewajiban si anak untuk membayar iuran. Sekalipun pada Pasal 2 KUH Perdata itu ada pengecualian maka hal tersebut terkait dengan “membawa serta tuntutan akan hak-haknya” bukan kewajiban anak dalam kandungan. “Jadi regulasi BPJS tentang Anak Dalam Kandungan Sudah bisa Didaftarkan itu menyalahi aturan KUH Perdata,” pungkasnya. (www.hukumonline.com)

Wednesday, December 24, 2014

Tanpa Uang Muka PNS Bisa Dapat Rumah

Tanpa Uang Muka PNS Bisa Dapat Rumah
PNS dimungkinkan bisa mendapatkan rumah sederhana tanpa uang muka. Foto: Istimewa
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dimungkinkan bisa mendapatkan rumah sederhana tanpa uang muka. Hal ini menyusul, dinaikannya subsidi untuk rumah dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) bagi PNS dari Rp15 Juta menjadi Rp20 juta. Aturan tersebut menurut rencana akan mulai berlaku pada Januari 2015 mendatang.

Aturan tersebut, menjadi momentum bagi para developer pengembang perumahan bersubsidi untuk meningkatkan capaian pembangunan rumah FLPP, dan menjadi kesempatan bagi PNS untuk mendapatkan rumah dengan mudah.

Wakil ketua DPD REI Jateng Bidang Rumah Sederhana, Andi Kurniawan mengatakan, berdasarkan hasil rapat koordinasi bersama dengan Direktur Bapertarum Heroe Soelistiawan, bahwa pinjaman uang muka untuk subsidi rumah FLPP bagi PNS dinaikan menjadi Rp20 juta dari Rp15juta.

Dijelaskan Andi, berdasarkan peraturan Menteri Perumahan Rakyat dan BI, uang muka FLPP adalah 10 persen. Maka jika harga rumah adalah Rp 105 juta, maka uang mukanya sekitar 10 juta.

Bapertarum menaikan subsidi menjadi Rp20 juta, asumsinya adalah Rp5 juta untuk biaya proses,asuransi baik kebakaran dan Profisi, dan masih menyisakan Rp15 juta yang bisa digunakan sebagai uang muka.” Jadi dengan begitu dianggap uang muka 15 persen sudah tercover Bapertarum, sehingga PNS tidak perlu memikir uang muka tunai,” jelasnya, disela-sela penutupan REI Expo ke 10 kemarin.

Tanpa uang muka, maka PNS langsung bisa mengajukan KPR, dengan catatan selama memenuhi kriteria BI Cek, dan administrasi yang lain.

Namun, lanjut Andi, yang menjadi kendala aturan tersebut hanya untuk PNS yang sudah bekerja minimal lima tahun. Padahal, kata Andi, PNS yang sangat membutuhkan rumah dan relatif memiliki BI Cek yang baik adalah PNS yang baru bekerja di bawah dua tahun.

Sebab itu, REI mengusulkan aturan masa kerja, tidak lima tahun tetapi minimal satu tahun. “Karena pada praktiknya PNS yang baru-baru justru lebih membutuhkan rumah,. Selain itu, PNS baru juga memang belum potongan macam-macam sehingga BI Ceknya masih bagus, diobandingkan orang yang sudah kerja lebih dari lima tahun,” tutur direktur PT Petraco ini.

REI berharap, dengan aturan tersebut, Pemerintah dalam hal ini Kemenpera dan pemerintah daerah turut serta memberikan sosialisasi sehingga benar-benar mengena. “Kalau sosialisasinya hanya ditingkat perbankan atau kita (Pengembang) tidak akan maksimal. Karena itu perlu campur tangan dari pemerintah,bisa dimulai dengan pendataan siapa saja pNS yang membutuhkan  rumah,”ucapnya.

Sementara itu terkait dengan penutupan REI Expo ke 10, Wakil Ketua REI Jateng Bidang Promosi, Humas dan Publikasi, Dibya K Hidayat mengatakan ,selama pemeran yang berlangsung mulai 4 -15 Desmeber, berhasil menjual 77 rumah. Dari total penjualan rumah menengah masih mendominasi penjualan.

“Dari laporan sementara yang terjual ada 77 unit, tapi masih ada tujuh pengembang yang belum laporan,” ujarnya.


(http://ekbis.sindonews.com)

Kemenkumham Dorong Revisi Peraturan BPJS Kesehatan


Peraturan Direksi Nomor 211 Tahun 2014 seharusnya tidak bisa merevisi Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 4 Tahun 2014.

Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mendorong perbaikan regulasi yang diterbitkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Hal ini disampaikan oleh Direktur Litigasi Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham, Nasrudin, dalam diskusi yang digelar Lembaga Analisis Kebijakan dan Advokasi Perburuhan (Elkape) di Jakarta, Senin (22/12).

Menurut Nasrudin, salah satu aturan yang perlu diperbaiki yakni Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pembayaran Peserta Perorangan BPJS Kesehatan yang telah direvisi Peraturan Direksi BPJS Kesehatan Nomor 211 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran dan Penjaminan Peserta Perorangan BPJS Kesehatan.

Nasrudin berpendapat Peraturan Direksi Nomor 211 Tahun 2014 itu seharusnya tidak bisa merevisi Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 4 Tahun 2014. Peraturan Direksi itu harusnya berisi ketentuan yang mengatur pelaksanaan Peraturan BPJS Kesehatan. “Peraturan Direksi tidak diakui dalam lembaran negara,” ujarnya.

Mengingat regulasi itu dikritik banyak pihak, Nasrudin berjanji akan mengakomodasi masukan masyarakat kemudian disampaikan kepada BPJS Kesehatan untuk memperbaiki peraturan tersebut. Menurut dia, proses pembentukan Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 4 Tahun 2014 dan Peraturan Direksi Nomor 211 Tahun 2014 tidak melibatkan Kemenkumham.

“Kami hanya berwenang mencatatkan Peraturan BPJS Kesehatan dalam lembaran negara. Tapi kami menerima masukan masyarakat dan akan disampaikan kepada BPJS Kesehatan untuk merevisi peraturan itu,” kata Nasrudin.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Asih Eka Putri, menilai Peraturan BPJS Kesehatan itu patut direvisi. Misalnya, terkait masa aktivasi kartu BPJS Kesehatan selama tujuh hari. Kemudian, bayi baru lahir dari peserta BPJS Kesehatan yang harusnya otomatis terdaftar sebagai peserta.

Untuk bayi baru lahir, Asih mengingatkan harus ditentukan berapa lama jangka waktu berlakunya. Misalnya, bayi baru lahir otomatis jadi peserta BPJS Kesehatan selama tujuh hari kedepan. Dalam waktu tujuh hari itu orang tua harus mendaftarkan bayinya menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Kepesertaan otomatis bagi bayi baru lahir itu, menurut Asih, juga harus dibatasi jangka waktu berlakunya. Sebab, bayi baru lahir yang membutuhkan tindakan medis seperti perawatan di ruang inkubator membutuhkan biaya besar. Semakin lama tindakan medis itu diberikan maka berpotensi mempengaruhi sistem asuransi sosial yang berjalan.

Dalam rangka memenuhi hak konstitusi rakyat Indonesia atas kesehatan, Asih berpendapat mestinya pemerintah memberikan suntikan dana kepada BPJS Kesehatan. Sehingga membantu BPJS Kesehatan menangani klaim peserta, khususnya kategori peserta bukan penerima upah atau mandiri termasuk bayi baru lahir.

Untungnya, pemerintah berupaya menyiapkan dana bantuan itu. Asih menyebut dana itu tahun depan akan diberikan kepada BPJS Kesehatan. Dana itu juga ditujukan untuk mengatasi data kemiskinan yang statis yang akibatnya sebagian masyarakat tidak tercakup sebagai peserta penerima bantuan iuran (PBI). “Tahun depan akan ada dana buffer,” urainya.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya, Danel Yusmik, berpendapat BPJS Kesehatan punya diskresi untuk menerbitkan peraturan. Namun, ia melihat ada berbagai hal yang belum terbayangkan bakal terjadi untuk diatur dalam peraturan BPJS Kesehatan itu. Untuk itu dalam melaksanakan wewenangnya membentuk peraturan, BPJS Kesehatan tidak boleh menerbitkan regulasi yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

Daniel juga menekankan dalam membentuk peraturan, BPJS Kesehatan jangan berprasangka buruk terhadap peserta khususnya kategori mandiri. Yang harus diutamakan adalah pemenuhan hak konstitusional masyarakat atas kesehatan. Selaras hal tersebut pemerintah harus membantu BPJS Kesehatan melaksanakan tugasnya itu. Diantaranya terkait pendanaan untuk BPJS Kesehatan. (www.hukumonline.com)

Dinkes Bekasi Targetkan Seluruh Warga Terdaftar BPJS Kesehatan pada 2017

Ilustrasi Peserta BPJS
Ilustrasi Peserta BPJS (sumber: Istimewa)

Data catatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi, Jawa Barat, menyebutan warga yang mendaftar program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melonjak hingga 3 kali lipat. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi menargetkan seluruh warga Kota Bekasi telah memiliki kartu JKN BPJS Kesehatan pada 2017.
"Peminat program JKN BPJS Kesehatan bukan hanya masyarakat miskin saja tapi sudah merambah masyarakat kalangan menengah ke atas. Pendaftar JKN tahun ini meningkat, terdata di Kantor BPJS cabang Bekasi melayani sebanyak 250 KK (kepala keluarga) per hari," kata Sekretaris Dinkes Kota Bekasi Yasni Rustanti, Jumat (19/12).
Dia mengatakan, pemerintah Kota Bekasi telah mengalokasikan dana Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) sebesar Rp 4,5 miliar pada 2014. Dari dana tersebut, sebanyak 80 persen dialokasikan untuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bekasi.
Dana Jamkesda ini untuk dana talangan bagi warga pemegang BPJS Kesehatan dengan membuat Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). "Sebab kasus yang sering ditemui, warga membuat kartu BPJS Kesehatan setelah sakit. Setelah masuk ke rumah sakit, baru membuat kartu BPJS Kesehatan," katanya.
"Padahal, masa aktif kepesertaan kartu JKN tersebut, seminggu setelah mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan. Jadi, selama masa kartu JKN belum aktif, warga dapat mengajukan SKTM," dia menambahkan.
Dana SKTM yang disediakan Pemerintah Kota Bekasi Rp 39 miliar per tahun. Namun dengan ada kartu BPJS Kesehatan, dana SKTM yang terserap hanya Rp 20 miliar per tahun.
"Pada 2015, SKTM masih berlaku kami menyediakan dana SKTM sekitar Rp 10 miliar sebagai alternatif pengguna kartu BPJS Kesehatan yang baru mendaftar, namun belum masa aktif belum bisa digunakan," katanya.
Saat ini tercatat sebanyak 500.000 warga Kota Bekasi memegang kartu BPJS Kesehatan. Jumlah ini dihimpun dari semua kelas baik kelas III sampai dengan kelas I. Sedangkan jumlah penduduk Kota Bekasi mencapai 2,5 juta jiwa.
Pemerintah Kota Bekasi segera menambah rumah sakit penerima pasien kartu BPJS Kesehatan. Saat ini, tercatat ada 12 rumah sakit swasta dan RSUD Kota Bekasi menjadi mitra BPJS Kesehatan. Di antaranya Rumah Sakit Kartini, Rumah Sakit Juanda, Rumah Sakit Abdul Kadir, Rumah Sakit Bella, Rumah Sakit Budi Lestari, Rumah Sakit Rawalumbu, Rumah Sakit Taman Harapan Baru, Rumah Sakit Jatisampurna, Rumah Sakit Anna, Rumah Sakit Hosana Medika, dan Rumah Sakit Hermina.
Selain itu, terdapat 35 klinik di Kota Bekasi yang turut menjadi relasi BPJS Kesehatan serta 31 puskesmas yang tersebar di 12 kecamatan se-Kota Bekasi. (www.beritasatu.com)

Tuesday, December 23, 2014

Aktivasi Kepesertaan JKN BUMN dan Perusahaan Swasta Diundur

Tiap hari, Kantor BPJS Kesehatan Cabang Bekasi dipenuhi antrean warga yang mengurus keanggotaan JKN.
Tiap hari, Kantor BPJS Kesehatan Cabang Bekasi dipenuhi antrean warga yang mengurus keanggotaan JKN. (sumber: Suara Pembaruan/Mikael Niman)

Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan) bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sepakat aktivasi kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk badan usaha milik negara (BUMN), usaha besar, usaha menengah, dan usaha kecil diundur sampai 1 Juli 2015. Namun, perusahaan diharapkan tetap mendaftar pada 1 Januari tahun depan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, pihaknya bersama Apindo telah sepakat kalau prinsip manage care yang berupa rujukan untuk BPJS Kesehatan tetap akan berlaku. Pasalnya, pola manage care itu adalah keputusan pemerintah. Namun, ungkap dia, aktivasi untuk kepersertaan diputuskan untuk diperpanjang sampai 30 Juni 2015.
“Perusahaan harus mendaftar pada 1 Januari tahun depan, tetapi untuk proses pembayaran (aktivasi kepersertaan) itu batasnya sampai 30 Juni 2015. Kalau sampai 1 Juli itu, perusahaan sudah membayar namun belum membayar akan mendapat teguran, dan secara bertahap akan diikuti penghentian pelayanan publik dan bahkan denda,” ujar dia dalam acara Kesepahaman Antara BPJS Kesehatan bersama Apindo di Jakarta, Senin (22/12).
Dalam waktu enam bulan ini, jelas Fachmi, BPJS Kesehatan akan membentuk tim supervisi untuk mengurus coordination of benefit (CoB), peserta JKN, dan fasilitas kesehatan (faskes). Ia berharap, keberadaan CoB dengan asuransi swasta tidak akan membuat pelayanan kepada peserta JKN akan menurun ataupun membuat double cost.
“Nanti akan dibicarakan lagi mengenai koordinasi pembayaran, kepersertaan, dan pembayaran faskes. Jadi nanti bisa saja peserta didaftarkan oleh asuransi komersial (swasta) untuk masuk ke BPJS Kesehatan,” ungkap dia.
Dengan penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) antara BPJS Kesehatan dan Apindo ini, surat permintaan Apindo yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo sebelumnya diurungkan. Apindo, BPJS Kesehatan, dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), serta Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) akan rutin berkomunikasi bersama-sama untuk menyelesaikan masalah CoB.
Dalam waktu enam bulan ke depan, jelas Deputy Chairman Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani, mereka akan mencoba menemukan koordinasi untuk melanjutkan pembahasan CoB yang sebelumnya terhenti. “Seharusnya dengan CoB itu ada pembagian beban. Karena perusahaan selama ini kan sudah memberikan yang lebih baik kepada karyawannya. Masalah fasilitas rumah sakit (provider) untuk CoB juga harus ditambah. Jadi harus ada win-win solution terkait CoB,” tegas dia.
Saat ini rumah sakit yang menjadi provider CoB ada sebanyak 16 rumah sakit. Mengenai itu, Heriyadi menilai, jumlah rumah sakit seharusnya bertambah dan tidak hanya berpusat di kota-kota besar.”Kota besar sangat over supply. Permintaan (demand) besar, tetapi jumlah rumah sakitnya sedikit,” jelas dia.
Kendati demikian, Heriyadi memprediksikan, jika masalah skema CoB berhasil dibicarakan dengan baik nanti secara tidak langsung akan banyak rumah sakit yang berpartisipasi. Selain itu, menurut dia, insentif dari pemerintah untuk rumah sakit yang menjadi provider CoB juga diperlukan. Misalnya itu, menyangkut obat.
“Kami akan coba cari formulanya yang tepat. Program ini kan untuk seluruh rakyat, jadi memang harus terkendali dan efisien, kalau tidak repot. Terus terang kalau program ini berjalan akan sangat baik,” jelas dia. (www.beritasatu.com)

Penyebab Pasien Peserta BPJS Ditolak Rumah Sakit



Selama
setahun program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) berjalan, banyak masalah pelayanan kesehatan yang sering dikeluhkan oleh masyarakat. Seperti, penolakan pasien rujukan dan penipuan dari penyedia layanan kesehatan.
dr Wasista Budiwaluyo, MHA, dari Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), melihat bahwa penolakan pasien peserta BPJS umumnya terjadi pada pasien yang membutuhkan perawatan kesehatan yang lama.
"Salah satu jenis kasus karena length of stay, di mana kondisi pasien yang harus dirawat lama sering kali ditolak oleh rumah sakit rujukan. Hal ini karena biaya perawatan yang didapat rumah sakit dari iuran BPJS tidak berbeda antara yang dirawat empat hari dengan yang sepuluh hari," bebernya kepada Okezone di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (18/12/2014).
Iuran BPJS yang terbatas, dengan nominal tertentu bergantung kelas, sering membuat rumah sakit merugi akibat biaya yang harus ditanggung rumah sakit setelah iuran BPJS tidak lagi dapat menutup biaya yang dibutuhkan pasien.
"Misalnya, pasien dengan penyakit tertentu efektifnya dirawat selama empat hari. Kalau iuran BPJS pasien tersebut hanya dapat mengakomodasi perawatan selama empat hari, namun kondisi pasien mengharuskan mereka dirawat lebih lama, maka rumah sakit yang harus menanggung biaya pasien," katanya.
Selain itu, kebiasaan pasien yang suka mengulur waktu rawat inap juga dapat merugikan rumah sakit. Menurut Wasista, kondisi-kondisi seperti tersebut membuat banyak rumah sakit tidak mau mengambil risiko merugi jika mengetahui pasien yang dirujuk membutuhkan perawatan lebih dari iuran BPJS yang ditanggung pasien.
"Oleh karena itu, kami sedang mengusahakan agar tenaga kesehatan dari berbagai spesialis untuk merumuskan clinical pathway masing-masing untuk mencegah penipuan semacam itu dan meningkatkan kualitas perawatan untuk pasien peserta JKN," ungkap dr Wasista, MHA.
Clinical pathway adalah sebuah alur yang menggambarkan proses mulai saat penerimaan pasien hingga pemulangan pasien. Clinical pathway menyediakan standar pelayanan minimal dan memastikan bahwa pelayanan tersebut tidak terlupakan dan dilaksanakan tepat waktu. (http://portal.cbn.net.id)

Monday, December 22, 2014

Pihak RS Dibuat Bingung Aturan Aktivasi Kartu BPJS 7 Hari

Aturan yang dikeluarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tentang aktivasi kartu peserta membutuhkan waktu tujuh hari menuai kritik dari Perhimpunan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi).  Ini tercantum dalam aturan BPJS Kesehatan nomor 4/2014 dan Peraturan Direksi BPJS Pusat nomor 211/2014 yang memuat secara teknis tata cara pendaftaran peserta.
Sekjen Persi, Dr. Wasista budi waluyo, MHA mengatakan, aturan 7 hari pemberlakuan kartu mestinya perlu sosialisasi. Sebab dia masih menemukan beberapa kasus di RS yang merugikan masyarakat.

"Dulu datang, pasien langsung dilayani. Sekarang keluar peraturan aktif kartu 7 hari.  Kami (Rumah Sakit) jadi bingung. Pernah ada kasus orang kecelakaan, dia jatuh dari genteng. Karena aturan ini, dia harus menunggu operasi. Sayang, beberapa hari sebelum operasi dia meninggal," kata Wasista saat temu media Evaluasi JKN 2014, ditulis Jumat (19/12/2014).

Wasista mengakui, aturan ini dibuat untuk menarik masyarakat sehat untuk mendaftar di BPJS, tapi jangan diberlakukan mendadak. Sebab RS butuh waktu untuk sosialisasi ke pegawai khususnya kepada front liner. (http://health.liputan6.com)

PT Jasa Raharja Bekasi Bayar Rp 19 Miliar untuk Korban Kecelakaan

Serah terima santunan PT Jasa Raharja Cikarang kepada ahli waris.
Serah terima santunan PT Jasa Raharja Cikarang kepada ahli waris. (sumber: Suara Pembaruan/Mikael Niman)

PT Jasa Raharja Perwakilan Bekasi, Jawa Barat, mengeluarkan hingga Rp 19 miliar untuk biaya klaim korban kecelakaan di Kota Bekasi sejak Januari hingga November 2014.
"Klaim tersebut untuk biaya korban kecelakaan yang menjalani perawatan di rumah sakit, pembayaran santunan korban yang menderita cacat tetap, serta untuk korban yang meninggal dunia," kata Kepala Perwakilan PT Jasa Raharja Bekasi, Dedy Sofyan, Jumat (5/12).
Dia mengatakan, dibandingkan periode sebelumnya 2013, angka klaim yang dibayarkan PT Jasa Raharja Perwakilan Bekasi, mengalami penurunan.
"Januari hingga November 2013, klaim bagi korban kecelakaan mencapai Rp 21 miliar," katanya.
Hingga Desember 2013, kata dia, total klaim yang dibayarkan mencapai Rp 22 miliar.
Menurut Dedy, saat ini masyarakat semakin diberi kemudahan adanya kerja sama PT Jasa Raharja dengan delapan rumah sakit baik milik pemerintah maupun swasta, untuk menangani korban kecelakaan di wilayah hukum Kota Bekasi.
‪Delapan rumah sakit tersebut di antaranya RSUD Kota Bekasi, RS Elizabeth, RS Global Awal Bros, RS Hosana Medika, RS Budi Lestari, RS Islam Pondok Kopi, dan RS Bella.‬
"Kerja sama itu kita buat supaya memudahkan korban masuk rumah sakit, karena sudah ada yang menjamin dari PT Jasa Raharja," ujarnya.
PT Jasa Raharja akan menanggung biaya pengobatan di rumah sakit maksimal Rp 10 juta.
"Bila biaya melebihi Rp 10 juta maka korban kecelakaan bisa menggunakan asuransi lainnya, seperti Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan," imbuhnya. (www.beritasatu.com)

Mensos: Program Bantuan Sosial Tidak Boleh Overlapping

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa--MI/Bary Fathahilah
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa--MI/Bary Fathahilah
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa memaparkan beragam program bantuan sosial pemerintah. Dalam paparannya, Khofifah menjelaskan bantuan yang disiapkan oleh Kementerian Sosial melalui program kartu 'sakti' tidak tumpang tindih.

"Program bantuan semestinya tidak overlapping," ujar Khofifah dalam rapat kerja bersama Komite III Dewan Perwakilan Daerah, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/11/2014).

Sebagai contoh, Kartu Keluarga Sejahtara (KKS) berfungsi untuk menggantikan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) yang dikeluarkan pemerintah terdahulu.

Ia mengatakan, petugas Kantor Pos akan mengambil KPS lama milik warga, saat ingin mendapat KKS. "Jadi langsung diambil," kata Khofifah.

KKS memiliki cakupan yang lebih luas karena juga menjadi penanda keluarga kurang mampu yang berhak untuk mendapatkan berbagai bantuan sosial. Salah satunya Program Simpanan Keluarga Sejahtera.

Program berikutnya adalah Kartu Indonesia Pintar yang merupakan transformasi dari Bantuan Siswa Miskin. Khofifah menyebutkan bahwa bantuan ini juga telah disesuaikan dengan program pendidikan yang dikeluarkan pemerintah daerah.

Program yang ketiga adalah Kartu Indonesia Sehat yang banyak dipermasalahkan oleh banyak pihak. Namun Mensos mengatakan bahwa tidak ada perbedaan antara KIS dan program Jaminan Kesehatan Nasional era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Pelayanan KIS dengan JKN tidak berbeda, karena yang menyelenggarakan tetap BPJS," tegas Khofifah. (news.metrotvnews.com)

Sunday, December 21, 2014

Sudah Puaskah Masyarakat dengan Program JKN?

Tribun Jabar/Gani Kurniawan
Pendaftaran program BPJS.
 



Pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tepat satu tahun pada 1 Januari 2015 mendatang. Sejumlah masyarakat telah memanfaatkan program yang digelar oleh Badan Penyelenggara Janminan Sosial (BPJS) Kesehatan itu.
Untuk melihat tingkat kepuasan masyarakat terhadap program JKN, Pusat Kajian Ekonomi  dan Kebijakan Kesehatan  Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (PKEKK FKM UI) melakukan jajak pendapat terhadap 681 responden dari 20 provinsi di Indonesia.
Hasilnya, sebanyak 43 masyarakat mengaku telah menggunakan kartu JKN. Mereka yang merasa puas dengan layanan dokter kurang dari 50 persen, yaitu hanya 44 persen. Sedangkan yang merasa puas dengan layanan rumah sakit sebanyak 54 persen.
Ketua PKEKK FKM UI Hasbullah Thabrany menilai hasil tersebut menunjukkan belum puasnya masyarakat terhadap pelayanan BPJS.
“Hal ini mungkin disebabkan  oleh layanan rumah sakit ketika masih dikelola askes dinilai lebih baik dibanding ketika dikelola BPJS,” kata Hasbullah dalam diskusi “Evaluasi JKN di Tahun 2014 dan Prospeknya Tahun 2015” di Jakarta, Kamis (18/12/2014).
Meski demikian, tingkat partisipasi masyarakat yang mengikuti program JKN cukup tinggi. Peserta JKN saat ini mencapai 132 penduduk. Namun, sebanyak 35 persen masyarakat mengaku mengalami kesulitan mendaftar BPJS.
PKEKK FKM UI menilai sosialisasi BPJS masih kurang, terutama pada peraturan baru. BPJS juga dinilai kurang transparan atau terbuka. Pemberian informasi mengenai hak dan kewajiban peserta atau calon peserta belum maksimal dilakukan BPJS. Akibatnya, sering terjadi kesimpangsiuran informasi antara penduduk, pemberi layanan kesehatan dengan pelaksanannya di lapangan.
Sekjen Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Wasista Budi Waluyo menambahkan, masalah pada program JKN di antaranya antrian panjang masyarakat yang ingin berobat di rumah sakit. Sosialisasi BPJS kepada rumah sakit dan pasien juga dinilai belum maksimal. (http://health.kompas.com/)

OB dan Cleaning Service di Kantor Walkot Jakbar Harus Miliki Kartu BPJS


OB dan Cleaning Service di Kantor Walkot Jakbar Harus Miliki Kartu BPJS
Kantor Pemkot Administrasi Jakarta Barat. (ist)
  Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Barat menegaskan kepada seluruh perusahaan penyalur tenaga kerja di lingkungan Kantor Walikota Jakarta Barat untuk mendaftarkan karyawan mereka ke Badan Penjaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Asisten Perekonomian dan Administrasi Jakarta Barat Jupan Royter menjelaskan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan Bagian Umum Jakarta Barat untuk mewajibkan Perusahan penyalur tenaga kerja di lingkungan kantor Walikota mendaftarkan karyawannya tersebut ke BPJS Ketenagakerjaan.

"Ini dilakukan sebagai antisipasi terjadinya kecelakaan kerja," kata Jupan kepada wartawan di Jakbar, Rabu (17/12). Jupan juga mengaku pernah mengalami kesulitan lantaran ada salah satu karyawan di tempatnya bekerja tersebut sakit namun tidak memiliki jaminan kesehatan maupun jaminan keselamatan kerja.

"Sebelumnya pernah terjadi, dan kami tetap membantu dan itu prosesnya sangat lama sekali. Ternyata dia tidak memiliki asuransi sama sekali, hingga akhirnya beliau tutup usia karena sakit strokenya," beber Jupan ketika membuka acara Sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan di Kantor Walikota Jakarta Barat.

Dalam acara yang diikuti 175 peserta yang terdiri dari Cleaning Service (CS) dan Office Boy (OB) di lingkungan Walikota, Para Pedagang Lokasi Binaan Pasar Meruya Ilir dan para pelaku usaha tahu tempe Primkopti Semanan, Kalideres Jupan menjelaskan bahwa Pemkot Jakarta Barat akan lebih selektif dalam memilih Perusahaan penyalur tenaga kerja. Salah satu syarat yang harus dimiliki perusahaan tersebut adalah memiliki asuransi kesehatan dan jaminan keselamatan kerja karyawan mereka.

Sementara itu Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Grogol, Jakarta Barat Aris Priantoro menjelaskan bahwa BPJS Ketenagakerjaan memiliki tiga program utama untuk para peserta antara lain Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK) dan Jaminan Hari Tua (JHT). Namun demikian, tambah Aris para peserta dibolehkan memilih dua program saja yaitu JKK dan JK. "JKK itu meliputi kecelakaan saat kerja dan penyakit yang diakibatkan saat kerja, nominalnya Rp24 ribu perbulan, perorang. Sementara untuk JK besaran iurannya Rp7.200," ujarnya.

Gaji Tak Sesuai UMP

Untuk diketahui sebelumnya, Office Boy dan Cleaning Service seluruh kantor yang ada di Pemprov DKI Jakarta, seperti di kantor-kantor walikota, rata-rata tidak menerima gaji sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP).

"Sudah biasa dari dulu ya begini. Saya bertahun-tahun kerja bersih-bersih, buang sampah atau disuruh belanja, ya gaji dibawah Rp2 juta," ujar seorang Cleaning Service yang tidak ingin disebutkan namanya.

Sedikit diceritakannya, pihak yayasan sebagai penyalur sudah sejak dulu menerapkan seperti yang ada sekarang. "Di semua kantor pemerintahan rata-rata ya sama saja, nanti alasannya dari pada menganggur, ya begitulah," ucapnya polos.

Namun beruntung ada saja pejabat, PNS atau wartawan yang mengerti dengan kondisi mereka, sehingga kadang dapat uang tambahan. "Iya itu ada, lumayan buat menambah penghasilan kami," jelasnya.
 

(http://harianterbit.com)

Bersama Bank Riaukepri, Pemkab Kampar Luncurkan Kartu PNS Elektronik



Peringatan Hari Ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember mendatang berbeda dengan tahun-tahun lalu, karena Bank Riau Kepri Perwakilan Cabang Bangkinang akan meluncurkan Kartu Pegawai Negeri Sipil Electronil (KPE) untuk seluruh Aparatur Pegawa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kampar.

Hal tersebut dijelaskan langsung oleh Pimpinan Bank Riau Kepri Perwakilan Cabang Bangkinang H Fajar Restu Febriansyah Rabu, (17/12/14).

“Kita terus lakukan inovasi-inovasi yang mampu mempermudah para nasabah terutama para PNS yang juga sekaligus membantu pemerintah dalam melaksanakan percepatan pembangunan saat ini dan kita merencanakan launching KPE ini akan dibuka oleh Bupati Kampar usai upacara peringatan Hari Ibu tanggal 22 Desember mendatang,"terangnya.

Dijelaskannya, Launching KPE ini merupakan kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Kampar, Badan Kepegawaian Nasional, Pemerintah Provinsi Riau dan Bank Riau Kepri.

“Kartu KPE ini bertujuan agar mempermudah pelayanan gaji, dan PNS akan mendapatkan kepastian pelayanan Askes, selian itu juga PNS juga akan mendapatkan kepastian tentang Tunjangan Hari Tua (THT) dari Taspen serta PNS akan mendapatkan profil updating data dan mengetahui fasilitas bantuan Tabungan Perumahan (TAPERUM), yang jelas PNS juga akan mendapatkan atau mempermudah pelayanan dalam transaksi per Bank-an,”ujar Restu.

Restu juga mengatakan bahwa didalam kartu KPE tersebut berisikan ruang data pension, ruang data kesehatan, ruang data bantuan perumahan, data kepegawaian baik itu bio data, sidik jari, photo, riwayat jabatan, dan riwaya kepangkatan, selain itu juga ada ruang layanan perbank-an.

Lebih jauh lagi restu menyebutkan bahwa berbagai manfaat diantaranya meningkatkan efektifitas, efesiensi sehingga menghemat APBD dan APBN, digunakan untuk menghitung alokasi DAU sesuai dengan PNS yang memiliki otentifikasi, juga mampu membantu dalam perencanaan alokasi Anggaran Belanja Pegawai baik ditingkat pusat dan daerah, kemudian juga membantu penghitungan potongan gaji PNS untuk Taspen, Askes dan Taperum serta merupakan salah satu sasaran unit mencapai Good Governance atau pemerintah yang baik.

Bank Riau Kepri akan merealisasikan KPE ini sebanyak 65.361 kartu di 13 Kabupaten/kota seluruh provinsi Riau, sedangkan Kabupaten Kampar sendiri mencapai 10.298 kartu KPE.

“Ada beberapa keuntungan bagi PNS yang memiliki KPE ini, yakni gratis biaya Administrasi tabungan bulanan, biaya administrasi ATM hanya Rp.500 per bulan, diikut sertakan program undian berhadiah, selain itu juga bunga tabungan bersaing, gratis biaya payroll gaji, serta diberikan layanan e-banking,"tuturnya. (http://www.riauterkini.com)

Premi Asuransi Umum Diprediksi Naik 18 Persen

Premi Asuransi Umum Diprediksi Naik 18 Persen
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Ilustrasi 
 


Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) optimistis perolehan premi industri asuransi umum sampai akhir tahun nanti bakal mencapai Rp 48 triliun atawa tumbuh sekitar 18% ketimbang tahun lalu. Padahal, per kuartal III-2014, total premi masih berkisar Rp 39 triliun atau meningkat 14,8% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
Dadang Sukresna, Kepala Bidang Departemen Komunikasi dan Statistik AAUI, mengatakan, tren penutupan risiko asuransi kerugian banyak terjadi menjelang akhir tahun. "Selain itu banyak renewal oleh nasabah korporasi terjadi di kuartal keempat," imbuhnya, kemarin (10/12/2014). Misalnya, di lini bisnis asuransi harta benda untuk bangunan komersial.
Selain itu, lini bisnis asuransi penjaminan saat ini belum banyak terealisasi. Padahal, lini bisnis ini diperkirakan akan terus tumbuh seiring banyaknya proyek pemerintah yang berlangsung di pengujung tahun. Alhasil, lini bisnis asuransi penjaminan tumbuh 11,3% jadi Rp 835,9 miliar.
Tidak ketinggalan, lini bisnis asuransi aviasi (termasuk satelit) yang hingga kini masih tumbuh negatif 15,6%, yaitu dari Rp 610,5 miliar menjadi Rp 515,1 miliar. "Asuransi aviasi ini disebabkan perolehan premi dari satelit yang turun. Lini bisnis ini bergantung proyek. Tapi, ada peluang untuk tumbuh," terang dia.
Secara keseluruhan, pertumbuhan premi industri asuransi umum masih akan ditopang oleh lini bisnis asuransi kendaraan bermotor dan harta benda. Pendapatan premi kedua lini bisnis ini masing-masing Rp 11,82 triliun dan Rp 10,53 triliun pada kuartal ketiga lalu.
Di sisi lain, Dadang menambahkan, lini asuransi kesehatan masih tetap bertumbuh meski adanya program Jaminan Kesehatan Nasional oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. "Pelaku industri mulai lihai menangkap peluang di kelas menengah dan kelas atas. Tantangannya, bagaimana badan usaha yang wajib menjadi peserta BPJS Kesehatan awal tahun depan," imbuh Dadang.
Meski begitu, AAUI memprediksi, asuransi kendaraan bermotor masih mendominasi perolehan premi industri. Padahal, bisnis penjualan dan pembiayaan otomotif melambat. "Optimisme kami, premi asuransi kendaraan bermotor akan tetap tumbuh karena ada renewal," katanya.
PT Asuransi Bintang Tbk bahkan lebih optimistis bisa mencetak pertumbuhan lebih tinggi ketimbang pertumbuhan industri. Perusahaan asuransi umum ini menargetkan pertumbuhan premi bruto 23,3% hingga tutup tahun ini. "Kami masih bisa tumbuh di atas rata-rata industri," kata Zafar Idham, Presiden Direktur Asuransi Bintang.
Asuransi Bintang menargetkan premi bruto Rp 272,2 miliar pada akhir tahun 2014. Memang, hingga kuartal ketiga lalu, perolehan premi Asuransi Bintang masih Rp 197 miliar, hanya naik 3,9% ketimbang periode sama tahun lalu. Tapi, Zafar mengatakan, lonjakan premi banyak terjadi mendekati akhir tahun.
Saat ini, lini asuransi properti menyumbang porsi terbesar premi Asuransi Bintang yaitu 49%. Disusul asuransi varia sekitar 24%, asuransi kendaraan bermotor 14%, asuransi marine cargo 8% dan engineering 5%. (www.tribunnews.com)

Friday, December 19, 2014

Taspen Belum Siap Sistem Fully Funded

Taspen Belum Siap Sistem Fully Funded
Tribun Timur/Muhammad Abdiwan
 
Dirut Taspen, Iqbal Latanro mengamati proses transaksi pada peluncuran Mobil Layanan Taspen (mobtas) di halaman kantor taspen jalan botolempangan makassar, rabu (19/3/2014). mobil ini melayani layanan mobile Taspen dalam pelayanan pemberkasan SPP Klim THT, pembayaran pensiun hingga pendataan pensiun. (Tribun Timur/Muhammad Abdiwan) 
 
PT Taspen mengaku belum siap bila pemerintah memutuskan untuk mengubah pembayaran pensiun pegawai negeri sipil (PNS) menjadi sistem fully funded pada tahun 2016. Menurut Taspen, secara dana maupun mekanisme, Taspen membutuhkan waktu untuk penyesuaian.
Dari sisi dana misalnya, Direktur Taspen Iman Firmansyah bilang, saat ini Taspen menggenggam dana program pensiun sekitar Rp 70 triliun. Dana ini berasal dari iuran 4,75% dari gaji PNS. Iman mengatakan, Taspen rata-rata meyalurkan uang pensiun sampai Rp 5,5 triliun tiap bulan.
Selama ini, Taspen menggunakan sistem pay as you go yakni tunjangan pensiun yang diterima sebagian besar disumbang melalui APBN dan sebagian kecil dari iuran yang disetor ketika masih aktif bekerja. Taspen kemudian menyalurkan tunjangan dari APBN. Tapi, bila nanti sistem ini diubah menjadi fully funded, Taspen akan kesulitan.
Dengan sistem fully funded, Taspen harus membayar tunjangan pensiun PNS dari dana sendiri. "Bila dengan dana saat ini, kami harus salurkan Rp 5,5 triliun tiap bulan, paling hanya bisa bertahan setahun," kata Iman, awal pekan ini. Belum lagi soal mekanisme iuran dan pembayaran yang juga harus disesuaikan bila ada perubahan sistem.
Iman menambahkan, waktu penyesuaian satu tahun hingga 2016 cukup berat. Namun, Iman tak bisa menentukan berapa jangka waktu yang dibutuhkan Taspen untuk bisa menjalani sistem baru dengan sempurna. Menurut Iman, hal ini sangat bergantung pada kebijakan pemerintah. Contohnya, dana untuk menyalurkan tunjangan pensiun melalui skema fully funded sangat dibutuhkan bantuan suntikan dana awal dari pemerintah.
Soal besaran dan waktunya, tentu tergantung dari keputusan pemerintah. Sampai dana yang dikelola Taspen dinilai mencukupi untuk menjalan sistem fully funded secara berkelanjutan, ia menilai, penggunaan sistem pay as you go perlu tetap diberlakukan seperti saat ini. "Jangan sampai baru beberapa bulan, kembali lagi mengandalkan APBN," kata dia.
Makanya, bila pemerintah memang ingin perubahan sistem, harus ada keputusan secepat mungkin. Dia mengakui, belum ada pembicaraan dengan pemerintah tentang rencana sistem baru ini. (http://www.tribunnews.com)

Aturan BPJS Kesehatan Ruwet, Jokowi Didesak Evaluasi

Aturan BPJS Kesehatan Ruwet, Jokowi Didesak Evaluasi Pasien BPJS Kesehatan antre menunggu panggilan di RSUD Tarakan, Jakarta, Kamis, (30/10). (CNN Indonesia/ Safir Makki)
 
 Lembaga swadaya masyarakat pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, BPJS Watch, melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk merekomendasikan pemecatan jajaran direksi BPJS Kesehatan.

Hal itu dilakukan melihat kecacatan Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 4 Tahun 2014 tentang Kepesertaan dan Tata Cara Pendaftaran. Dalam peraturan tersebut dijelaskan ketentuan aktivasi kartu BPJS mesti menunggu hingga sepekan. Aturan ini, menurut Koordinator BPJS Watch Indra Munaswar, menuai banyak kritik dan telah menelan korban.

BPJS Kesehatan kemudian mengatur petunjuk teknis mengenai peraturan tersebut dengan menerbitkan Peraturan Direksi Nomor 211 Tahun 2014 di mana BPJS memberikan kelonggaran masa aktivasi sepekan yang khusus diwajibkan hanya untuk peserta kelas I dan II. Sementara peserta BPJS Kesehatan golongan Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari kalangan tidak mampu dan kelas III bisa langsung mendapatkan manfaat begitu kartu diaktivasi.

Meski demikian, Indra menilai aturan direksi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 111 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dalam Pasal 43 A ayat 2 JKN dijelaskan pembuatan peraturan oleh direksi harus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait.

"Seharusnya dikonsultasikan dulu ke kementerian terkait, tapi ini serta-merta muncul," kata dia.

BPJS Watch mengaku telah berkomunikasi dengan direksi BPJS Kesehatan, namun tidak mendapat tanggapan.


Oleh karena itu Indra mengirimkan surat berisi desakan kepada Presiden Jokowi untuk bersikap tegas pada jajaran direksi BPJS Kesehatan. "Presiden harus bertanggungjawab sesuai aturan dan memberhentikan direksi," kata dia.

Dihubungi secara terpisah, peneliti kesehatan Pusat Studi Nusantara (Pustara) Zulkarnaen mengatakan kedudukan Peraturan Direksi BPJS Kesehatan berada di bawah Peraturan BPJS Kesehatan sehingga revisi menggunakan peraturan direksi adalah tidak benar.

Lebih jauh lagi, Zulkarnaen menilai pemberlakuan pengecualian masa aktivasi tujuh hari hanya kepada peserta kelas III adalah bentuk diskriminasi di masyarakat.

"Karena menimbulkan banyak masalah di masyarakat maka sudah selayaknya Peraturan BPJS Kesehatan dan Peraturan Direksi BPJS Kesehatan tersebut dicabut," kata dia.

Peneliti Pustara lainnya, Hariyanto, juga mengkritik kualitas direksi BPJS Kesehatan yang ia nilai rendah. Pasalnya, produk peraturan yang dibuat BPJS Kesehatan justru menyulitkan masyarakat.

"Direksi BPJS Kesehatan pola pikirnya mestinya bukan bagaimana memperbanyak jumlah iuran, tapi bagaimana masyarakat yang membutuhkan bisa tertolong dengan segera," kata Hariyanto.

Oleh karena itu Pustara juga mendesak Presiden Jokowi untuk segera mengevaluasi kinerja Direksi yang dinilai gagal menunaikan mandat kesehatan untuk rakyat. "Jokowi harus buktikan bahwa program pelayanan kesehatan itu memang untuk rakyat," ujar Hariyanto.

Makan korban

Selain dikritik pengamat dan aktivis kesehatan, aturan BPJS Kesehatan juga mendapat kritikan pihak pengelola, yakni rumah sakit. Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, Wasista Budi Waluyo, mengatakan aturan aktivasi dan pendaftaran yang ruwet menyebabkan jatuhnya korban.

"Ada pasien trauma kepala, tidak usah saya sebutkan identitasnya," kata Wasista memulai ceritanya. Pasien tersebut mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan di hari dia sakit, yakni tanggal 1.

Berdasarkan ketentuan, dana baru bisa dicairkan pada tanggal 8 atau seminggu sesudahnya. "Dia akhirnya meninggal tanggal 6 karena tidak ada biaya. Peraturan tidak bisa begini," ujar Wasista menyesalkan.

Seorang dokter di RS Bersalin Budi Kemuliaan Jakarta yang tak mau disebutkan namanya juga mengeluhkan aturan BPJS Kesehatan. Aturan direksi tersebut ia anggap belum disosialisasikan dengan baik kepada pasien ataupun instansi terkait.

"Bagi pasien yang melahirkan dan ingin mendapatkan jaminan pembiayaan untuk bayinya, peraturan itu bisa sangat menyulitkan," kata dia.

Dokter tersebut kemudian mencontohkan salah satu pasien perempuan yang baru melahirkan di RS Budi Kemuliaan, pembiayaannya ditolak karena belum mengurus surat keterangan tak mampu ke Dinas Sosial.

Ketika suami perempuan tersebut mengurus surat keterangan tersebut dan kembali ke rumah sakit, ternyata jaminan pembiayaan tetap ditolak dengan dalih sudah melebihi 3 x 24 jam. Alhasil, keluarga tak mampu itu mesti berutang sana-sini untuk menutup biaya bersalin yang mencapai puluhan juta rupiah.

Ketika dikonfimasi oleh CNN Indonesia, Jumat (19/12), Kepala Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Ihsan, mengatakan menerima keluhan dan kritik yang datang dari masyarakat. Pihaknya juga akan terus mengevaluasi kekurangan dari peraturan yang selama ini sudah ditetapkan BPJS Kesehatan.

"BPJS Kesehatan akan mengevaluasi semuanya," kata dia.


(http://www.cnnindonesia.com/)