Saturday, February 28, 2015

Buruh Tuntut Santunan Kematian Dan Kartu BPJS


Buruh Tuntut Santunan Kematian Dan Kartu BPJS
 Arus lalu lintas di jalan raya Pabean Sedati-Sidoarjo yang menjadi salah satu akses utama jalan dari Surabaya menuju Bandara Juanda Surabaya, senin siang (16/2) macet panjang akibat akibat aksi demo puluhan buruh sebuah pabrik plastik milik PT.KKI di jalan raya Pabean Sedati-Sidoarjo.

Meski aksi tidak dilakukan di badan jalan, namun karena lokasi aksi tepat berada di tepi jalan raya Pabean menyebabkan arus lalin menuju bandara mengalami kemacetan.

Dalam aksinya, buruh menutup paksa pintu masuk utama pabrik dan meminta manajemen pabrik untuk menemui karyawan didepan pabrik.

Buruh menuntut, agar pihak manajemen segera memberikan santunan kepada buruh yang meninggal akibat kecelakaan kerja dilingkungan pabrik. Selain itu, buruh juga meminta manajemen pabrik untuk segera menyerahkan kartu BPJS yang selama ini sudah menjadi hak buruh setelah dipotong upahnya setiap bulannya.

“Kita menuntut agar manajemen pabrik menghapus kebijakan yang merugikan buruh, diantaranya dengan memotong upah buruh jika terjadi kerusakan pada mesin produksi yang dioperasikan buruh,” kata perwakilan buruh, Eko Yulianto.
                 
Sayangnya, aksi demo puluhan buruh ini tidak ditanggapi serius oleh pihak manajemen pabrik. Meski pihak perwakilan buruh maupun kepolisian telah berusaha untuk melobby manajemen pabrik agar mau menemui buruh. Namun, tidak ada satupun perwakilan manajemen pabrik yang menemui buruh. (http://surabayanews.co.id)

BPJS Kesehatan Terapkan IMAPS Pengadaan Barang/Jasa


BPJS Kesehatan aplikasikan sistem online integrated management asset and procurement sistem (IMAPS) dalam hal pengadaan barang dan jasa. Sistem ini untuk menghindari pertemuan langsung antara user, pelaksana pengadaan dan vendor sehingga bisa mencegah terjadinya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
“Kita ingin semua pengadaan barang dan jasa di BPJS Kesehatan berjalan transparan,” kata Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris disela penandatanganan Pakta Integritas oleh Vendor.
Menurut Fachmi, untuk urusan pengadaan barang dan jasa akan diserahkan kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa. Sedang BPJS Kesehatan akan lebih fokus melayani masyarakat dan pekerjaan yang bersifat tehnis.
Diakui Fachmi, budaya good governance sudah ditanamkan BPJS Kesehatan sejak masih menjadi PT Askes. Hingga 2013 lalu, PT Askes bahkan sudah 23 kali memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam penilaian audit.
“Tentu kami ingin mempertahankan predikat WTP di era BPJS Kesehatan, salah satunya dengan menolak tegas gratifikasi yang rawan terjadi dalam pelaksanaan barang dan jasa,” kata Fachmi.
Adapun penandatanganan pakta integritas tersebut diikuti sekitar 154 perusahaan barang dan jasa. Perusahaan tersebut bergerak di bidang asuransi, konstruksi, kendaraan,percetakan, teknologi informasi, dan sebagainya.
Dalam kesempatan ini juga dilakukan peresmian ruangan khusus untuk menerima vendor perusahaan yang dilengkapi dengan CCTV, sehingga segala aktivitas yang berhubungan dengan pengadaan barang dan jasa dapat selalu terpantau untuk mencegah kemungkinan terjadinya praktek KKN.
Fachmi mengatakan, BPJS Kesehatan juga mengundang rekan-rekan vendor untuk dapat mendaftarkan perusahaannya dalam E-Procurement System, hingga untuk selanjutnya perusahaan yang didaftarkan tersebut sudah tercantum di database BPJS Kesehatan serta dapat mengikuti proses pengadaan barang dan jasa di BPJS Kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (http://poskotanews.com)

Friday, February 27, 2015

Setahun Defisit Rp 2,7 Triliun, BPJS Terancam Bangkrut

Setahun Defisit Rp 2,7 Triliun, BPJS Terancam Bangkrut
surya/mujib anwar
Rapat koordinasi Kanwil BPJS Jawa Timur dengan Wakil Gubernur Syaifullah Yusuf di Kantor Wakil Gubernur, Rabu (25/2/2015). 

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Jatim terancam bangkrut.
Ini menyusul tingginya pembiayaan yang dikeluarkan dibandingkan premi yang diterima dari peserta. Akibatnya, dalam setahun saja, terjadi defisit pengeluaran hingga triliunan rupiah.
Koordinator BPJS Watch Jatim, Jamaludin, mengatakan, tanda-tanda kebangkrutan BPJS Kesehatan bisa dilihat dari kinerja keuangan yang mengalami defisit luar biasa pada tahun 2014 lalu.
Dana iuran yang dihimpun dari peserta hanya Rp 3 triliun, sedangkan jumlah klaim tagihan yang dibayarkan ke Puskesmas atau rumah sakit mencapai Rp 5,7 triliun.
"Defisit antara iuran dengan klaim yang mencapai Rp 2,7 triliun inilah yang mengacam kebangkrutan BPJS Kesehatan," ujarnya dalam rapat tentang BPJS di Kantor Wakil Gubernur, Rabu (25/2/2015).
Menurut Jamal, tingginya defisit tersebut disebabkan, antara lain, rendahnya kepesertaan dari pekerja/buruh. Lalu program Jamkesda masih diselenggarakan sendiri oleh Pemprov dan Kabupaten/Kota sehingga daerah tidak menyetor ke BPJS Kesehatan. Kemudian peserta BPJS yang baru daftar ketika sakit dan setelah selesai berobat iurannya nunggak.
"Selain itu, indikasi Fraud, yakni kecurangan yang dilakukan oknum di fasilitas kesehatan dengan me-mark up biaya layanan kesehatan terhadap peserta juga jadi penyebab kebangkrutan," tegas Jamal.
Kepala BPJS Kesehatan Kanwil Jatim Andi Afdal membenarkan tingginya defisit antara pengeluaran pembiayaan dengan premi yang diterima. Penyebabnya, karena rumah sakit di Surabaya, seperti RSUD dr Soetomo menjadi rujukan pasien dari provinsi lain, terutama wilayah Indonesia Timur dan masih rendahnya tingkat kepesertaan dari pekerja/buruh.
"Membludaknya pasien itulah yang menyebabkan klaim membengkak," katanya.
Untuk menalangi defisit pengeluaran di Jatim tersebut, dananya, kata Andi diambilkan dari kas BPJS pusat.
Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf menjelaskan, untuk menekan tingginya defisit, Pemprov akan meningkatkan pengawasan pelaksanaan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
"Selain itu, kepesertaan juga akan terus kita pacu dan tingkatkan agar premi dan klaim seimbang," tegas Gus Ipul. (http://surabaya.tribunnews.com)

3.000 Karyawan di Kubar sudah Terdaftar BPJS

3.000 Karyawan di Kubar sudah Terdaftar BPJS
Tribunkaltim/Amanda Liony
Seseorang peserta BPJS memperlihatkan kartu BPJS.
 
Sebanyak 58 perusahaan swasta yang beroperasi di Kabupaten Kutai Barat (Kubar) dengan jumlah 3.890 karyawan, telah bergabung dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Namun, dari total jumlah perusahaan yang ada di Kubar, belum semuanya bergabung sebagai peserta BPJS, melainkan masih banyak perusahaan yang belum mendaftar sebagai perserta BPJS.
Kelapa Kantor Cabang Perintis BPJS Ketenagakerjaan Kubar, Rusdiansyah mengungkapkan, bahwa sebenarnya target mereka adalah semua perusahaan di Kubar mendaftarkan karyawannya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, namun hingga saat ini masih ada perusahaan di Kubar belum menjadi peserta BPJS.
"Jumlah karyawan perusahaan swasta di Kubar yang telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan saat ini telah mencapai 3.890 orang. Dari angka tersebut, sebagian perusahaan di Kubar masih ada yang belum mendaftarkan keryawannya," tegas Rusdiansyah.
Untuk itu pihaknya mengajak seluruh perusahaan yang ada di Kubar, baik itu yang bergerak di bidang pertambangan, perkebunan, migas dan industri lainnya, dapat bergabung dengan BPJS ketenagakerjaan, sebagai mana itu telah menjadi hak karyawannya.
Hal itu mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86 yang mengharuskan semua perusahaan mendaftarkan karyawannya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Selain itu Rusdiansyah mengatakan, bahwa terdapat beberapa macam sanksi di Undang-undang Nomor 24 tahun 2011. Bahkan, sanksi dalam Undang-undang tersebut lebih berat bila dibandingkan dengan Undang-undang Jamsostek. "Jadi, supaya jangan dihukum cepat-cepatlah bergabung dengan BPJS Ketenagakerjaan, karena kasihan karyawannya," tegasnya.
Ia menuturkan di tahun 2015 ini pihaknya menargetkan jumlah perserta BPJS Ketenagakerjaan di Kubar naik dua kali lipat dibandingkan dengan jumlah yang ada saat ini. Guna mencapai target tersebut pihak akan gencar melakukan sosialisasi kepada perusahaan-perusahaan yang ada di Kubar, terkait pentingnya BPJS. "Target kami tahun ini semua perusahaan yang belum ikut BPJS Ketenagakerjaan, menjadi perserta,"tandasnya.(tribunkaltim)

Thursday, February 26, 2015

4,6 Juta Pekerja di Sumut Belum Masuk Jamsostek

4,6 Juta Pekerja di Sumut Belum Masuk Jamsostek
Net
Ilustrasi Kartu Jamsostek 
 

Setidaknya 4,6 juta orang pekerja di Sumatera Utara belum terdaftar sebagai anggota Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Pernyataan ini disampaikan Direktur Utama Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Ketenaga Kerjaan Elvyn G Masassya kepada Gubernur Gatot Pujo Nugroho di Kantor Gubernur Sumut, Jumat (20/2/2015).
“Peserta di Provinsi Sumut dari laporan Kanwil BPJS Ketenagakerjaan masih 1,2 juta orang dari jumlah 5,8 juta orang pekerja. Ini baru 20 persen kepesertaan. Yang selebihnya belum melapor. Untuk itu kami mohon kerjasama dari Pak Gubernur," ujar Elvyn.
Ia mengatakan, Gubernur diharapkan mau menyampaikan pentingnya keikutsertaan para pekerja dalam dua program yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKT).
Untuk mendaftarkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK) atau Tenaga Kontrak, kata Elvyn, diperlukan komitmen pimpinan dalam pembayarannya. Pembayaran melalui APBD Pemprov Sumut dan APBD Kabupaten/Kota harus mempedomani Permendagri yang mengatur tentang Penyusunan APBD TA 2015.
"Untuk Sumut baru empat kabupaten/kota yang sudah menyatakan komitmennya," katanya. Gubernur Gatot Pujo Nuhroho mengatakan, sudah menjadi tanggungjawab dan kewajiban pemerintah untuk memberikan jaminan kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan kepada para PNS.
Kedatangan para petinggi BPJS, kata Gatot, sangat dihargai karena membawakan program yang merupakan amanat undang-undang.
"Tolong Pak Asisten ditindaklanjuti kalau perlu bisa dibuat pertemuan tentang mamfaat keikutsertaan BPJS Ketenagakerjaan di kalangan PNS, dan juga kepada pak Kadisnaker juga ditindaklanjuti agar para pekerja di Sumut ikut masuk BPJS dengan mensosialisasikan manfaat ikut BPJS, " kata Gubernur pada para bawahannya.
(tribun-medan.com)

Wednesday, February 25, 2015

BPJS Ketenagakerjaan Incar 220.530 Peserta Baru



Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Makassar menargetkan mengincar 1.982 perusahaan baru, baik skala besar maupun kecil dan mikro 2015, khusus pekerja, BPJS Ketenagakerjaan berharap dapat merangkul 220.530 tenaga kerja terdiri atas perusahaan besar sebanyak 13.252 orang, perusahaan menengah 30.162, perusahaan kecil 11.455, UMKM sebanyak 4.671, serta unsur Polri/TNI dan PNS sebanyak 160.990 orang.
Dari jumlah peserta baru itu, BPJS Ketenagakerjaan menargetkan bisa meraup dana baru atau iuran sebesar Rp301 miliar. Nilai itu naik 41 persen dari realisasi tahun lalu sebesar Rp282 miliar.
Target itu didukung Peraturan Presiden RI Nomor 109 tahun 2013 yang mewajibkan penyelenggara negara baik TNI/Polri, PNS hingga pemberi upah harus wajib masuk BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 1 Juli 2015.
Selain itu, potensi di Sulsel terbilang besar. Pekerja mencapai 3.527.036 orang, dan pengangguran (188.765 orang). Sementara pekerja penerima upah sebanyak 994.347 orang dan pekerja bukan penerima upah mencapai 2.374.753 orang.
Data tersebut masih sangat besar jika dibandingkan dengan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan sampai saat ini. Dimana pekerja penerima upah yang sudah mendaftar baru 163.072 dan pekerja bukan penerima upah adalah 318.838.
Kepala Bidang Pemasaran BPJS Ketenagakerjaan Makassar, Zulkarnain Mahading mengatakan pada 2014, pihaknya sudah menyalurkan total lebih dari Rp131 miliar. Dengan rincian untuk membayar klaim Jaminan Kecelakaan Kerja sebesar Rp4,8 miliar dengan 383 kasus. “Angka kecelakaan kerja mengalami penurunan dari 2013 sebanyak 443 kasus menjadi 383 tahun 2014. Itu berarti bahwa sudah ada kesadaran perusahana menerapkan sistem Keselamatan Kerja dan Kesehatan (k3),” ujarnya.
Sementara Jaminan Kematian yang sudah dibayarkan tahun ini mencapai Rp10,3 miliar dengan 670 kasus. Tren pembayaran yang mengalami meningkatan terlihat pada Jaminan Hari Tua (JHT). Tahun 2013 yang dibayarkan mencapai Rp 103,7 miliar (11.962 kasus), tahun 2014 naik menjadi Rp 115,97 miliar dengan 11.940 kasus. “JHT meningkat karena banyak yang pensiun dini, di-PHK, dan lainnya,” demikian Zulkarnain.
- See more at: http://fajar.co.id/fajaronline-sulsel/2015/02/24/bpjs-ketenagakerjaan-incar-220-530-peserta-baru.html#sthash.leTz7IoD.dpuf

Anggaran BPJS Tambah 5 Triliun, Biaya Kesehatan Rakyat Terjamin?


Anggaran BPJS Tambah 5 Triliun, Biaya Kesehatan Rakyat Terjamin?
Foto : Ilustrasi

Anggota komisi IX DPR Rieke Pitaloka menginterupsi rapat parpurna DPR yang digelar hari Rabu (18/04/2015) kemaren, merupakan kelanjutan dari agenda pengesahan APBNP 2015, di paripurna DPR, yang  berlangsung pada 13 februari 2015, beberapa anggotan komisi IX juga melakukan interupsi menyampaikan keberatan tambahan anggaran sebesar 5T bagi BPJS kesehatan.


Keberatan tersebut disampaikan karena belum ada pembahasan di Komisi IX DPR RI komisi yang menangani bidang kesehatan. Keberatan ini diikuti dengan surat resmi dari pimpinan Komisi IX.

"Tanggal 13 Februari malam hari dana tambahan bagi BPJS kesehatan tetap menjadi bagian dari pengesahan apbnp 2015. Hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari BPJS kesehatan dialokasikan untuk apa saja dana sebesar 5T tersebut. Dari beberapa berita yang saya himpun, pemerintah meminta tambahan sebesar 5T tersebut dengan asumsi defisit yang akan terjadi pada BPJS kesehatan selama tahun 2015." Ucap Rieke Dyah Pitaloka, saat interupsi dalam rapat paripurna di gedung DPR.

Lebih jauh Rieke Anggota Komisi IX DPR RI memaparkan, menurut  menkeu dana tersebut diperuntukan dengan rincian :

a. Sebesar 3.5T untuk optimalisasi pelayanan kepada 135 juta peserta bpjs kesehatan yang sudah mengiur (peserta PBI,  peserta mandiri, peserta eks jpk jamsostek, eks peserta askes).
b. Sebesar 1.5T untuk dana cadangan jaminan sosial kesehatan.


"Dengan disepakatinya dana 5T tersebut tidak ada lagi alasan ketidakmampuan keuangan BPJS  Kesehatan untuk membaya klaim jaminan kesehatan, termasuk bagi bayi Ryuji dan pasien penderita  penyakit langka lainnya, baik pengobatan didalam maupun diluar negeri." Tegas Rieke.

Selain penegasan soal bayi Ryuji dan Pasien penyakit langka Rieke melanjutkan interupsinya dengan sejumlah Rekomendasi politik:

Meskipun komisi 9 memberikan catatan keberatan karena tambahan 5T tersebut komisi sebagai komisi teknis tidak dilibatkan dalam pembahasannya, namun karena dana tersebut sudah disepakati dalam APBNP 2015, maka saya merekomendasikan.

Mendesak untuk segera dilakukan audit manajemen dan keuangan BPJS kesehatan, hasilnya harus disampaikan kepada DPR dan publik. Audit tersebut harus dilakukan sebelum dana 5T dari APBNP 2015 bisa digunakan.

Mendesak pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan untuk merevisi peraturan tentang jamninan kesehatan dan INA CBGs. Sehingga, tidak ada lagi alasan "terbentur aturan dari Kemenkes" saat harus membayar jaminan kesehatan. Salah satunya memberikan pengecualian bagi yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan (Permenkes no 59 tahun 2014 tentang standar tarif pelayanan kesehatan dan Perpres no 111/2013 tentang jaminan kesehatan pasal 25 ayat 1 tentang pelayanan kesehatan yang tidak menjamin pelayanan kesehatan diluar negeri).
Pertanyannya sekarang dengan penambahan ini apakah biaya kesehatan rakyat terjamin?(http://utama.seruu.com)

Tuesday, February 24, 2015

Pemko Padang Hentikan Bantuan Kematian




Peme­rintah Kota Padang harus meng­hentikan bantuan kema­tian yang jadi janji Wako Mah­yeldi Ansharullah dalam kam­panye Pilwako tahun lalu. Peng­hen­tian ini dipicu belum adanya kejelasan anggaran yang ren­cananya akan masuk dalam pos hibah bansos yang dila­rang Menteri Dalam Negeri.
“Sepanjang tahun 2015 ini, sudah 20 proposal yang kami terima. Tapi karena tak ada kejelasan soal anggaran hibah bansos di APBD Padang tahun 2015, kami belum memproses proposal permohonan bantuan kematian itu, kata Kabag Kesra Setdako Padang, Al Amin.
Untuk memberikan kepas­tian soal nasib permohonan itu, Al Amin tak sungkan untuk bicara apadanya. Ketika ma­syarakat yang akan menga­jukan proposal datang ke kan­tor­nya, maka dibe­ritahukan bahwa Bansos belum jelas atau anggaran belum ada. Al Amin beralasan tidak mau mem­berikan harapan hampa kepa­da masyarakat yang meng­harapkan santunan kematian tersebut.
Ia berharap kepada ma­syarakat untuk bersabar sam­pai kejelasan Bansos itu ditu­runkan oleh pusat. Karena, program santunan kematian itu tidak mungkin dipaksakan dalam kalau tidak ada anggaran yang bisa dia berikan kepada masyarakat. “Kita stop dengan alasan menunggu kejelasan Bansos,” urai­nya.
Hanya saja, kondisi pasrah Pem­ko Padang itu tak sejalan dengan pan­dangan anggota DPRD Padang, Faisal Nasir. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai program santunan kematian tersebut harus diper­tang­gungjawabkan oleh Pem­ko. Anggota Komisi I DPRD Padang itu menam­bahkan, Pemko harus mencarikan solusinya jika Bansos tak kunjung jelas.
Wakil Ketua DPRD Kota Pa­dang, Wahyu Iramana Putra menga­takan, pengganggaran santunan kematian belum pernah dibicarakan dengan DPRD. Bahkan, DPRD Padang telah mengajukan hak ang­ket pada Pemko Padang terkait santunan ke­ma­ti­an tersebut.
“Jika wali kota bersikeras me­ngu­curkan santunan kematian, bisa berha­dapan dengan hukum. Ka­mi belum mengetahui dari mana pos anggaran santunan kema­tian itu. Kalau tetap dicairkan, aparat dapat mengejarnya,” kata Wahyu.
Menurut Wahyu, jika pos angga­rannya dari hibah langsung, harus by name, by address, dan tidak bisa ditebak-tebak. Sebagai kontrol, politisi Partai Golkar ini mengaku sudah konsultasi dengan kejaksaan, dan orang-orang hukum, bahwa dana santunan kematian tidak dapat dite­rapkan.
Menurutnya, ada cara lain untuk memberikan kemudahan dan ban­tuan bagi warga miskin tanpa harus bermain dengan aturan. Di antara­nya, menga­suransikan warga miskin. (http://www.harianhaluan.com)

10 Social Security rules that are insane


Kotlikoff’s state-of-the-art retirement software is available here, for free, in its “basic” version. His new book, “Get What’s Yours — the Secrets to Maxing Out Your Social Security,” (co-authored with Paul Solman and Making Sen$e Medicare columnist Phil Moeller) was published in February by Simon & Schuster.

As some of you know, I just published a book with Paul Solman and Phil Moeller (a long-time personal finance columnist) called “Get What’s Yours — the Secrets to Maxing Out Your Social Security.”
We’ve been delighted by the interest in the book. But, in retrospect, we should have called it “Fifty Shades of Green” because there are now four different editions of “Fifty Shades of Grey” atop Amazon’s best-seller list — where we aren’t. Clearly, sex is sexier than money.
Social Security book cover
Anyway, we tried to make “Get What’s Yours” a fun and easy read, as last week’s column hopefully demonstrates.
One of the funny, as well as deeply troubling, things in the book is this list of 10 quotes from Social Security’s main rulebook, the Program Operating Manual System.
Each is preceded, in bold, by a header written by Phil, with finishing flourishes from Paul.
Albert Einstein came up with the best-ever definition of human insanity: “Doing the same thing over and over again and expecting different results.” The rules below offer, at least in my view (I don’t want to implicate Paul or Phil), a good definition of institutional insanity.
Anyway, here’s the list.
The Deck May Seem Slightly Stacked
“Even if we caused the (benefits) overpayment, you must show that you are without fault.”
You Can Actually Die Twice
Cash benefits for disabled workers end “the month before the month you die.”
Department of Circular Definition
“What does ‘actually paid’ mean? Actual payment occurs when you are actually paid.”
Catch the Address on That Coffin?
“The lump-sum payment cannot be paid on the earnings record of a worker who dies in or after the month we receive notice of deportation or removal.”
And Social Security Would Know This How?
“Third parties may assist a claimant when completing the (online) application, but the claimant must be present to select the ‘Submit Now’ button.”
We’ll Report That Income Right Away
“The illegality of an activity does not prevent it from being a trade or business. For example, professional gamblers, bookies, etc. may be engaged in a trade or business. If you’re in this category, you are considered self-employed and are required to report your income and pay self-employment taxes.”
The Fat Lady Never Sings I
“We may always make a new initial determination whenever a change occurs in the factual situation despite how much time elapses from the date of that change.”
The Fat Lady Never Sings II
“The fact that we determine that a claimant meets the requirements for entitlement does not preclude us from making another determination that the claimant no longer meets those requirements at some subsequent date.”
The Case of the Missing Corpse
“In a disappearance case where the body is not recovered, you must clearly prove the death of the missing person. Submit all available evidence, including: statements of persons having knowledge of the situation; (or) letters or notes left by the missing person that have a bearing on the case.”
The Department of Really, Really Helpful
Social Security representatives are instructed: “Do not attempt to explain the rationale for any particular operational guidelines, nor go to any great lengths to justify them.” (http://www.pbs.org)

Monday, February 23, 2015

Asuransi Sosial Dongkrak Perolehan Premi Industri Asuransi

 Industri asuransi selama 2014 mencatatkan kenaikan premi hingga 47,1% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (year-on-year/y-o-y) akibat peningkatan premi asuransi sosial.Berdasarkan data yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), industri asuransi berhasil meraup premi mencapai Rp270,719 triliun sepanjang Januari-Desember 2014.
Asuransi sosial menorehkan kenaikan fantastis yakni 570,1% menjadi Rp69,33 triliun, diikuti oleh jumlah premi reasuransi yang terdongkrak 32,5% menjadi Rp54,824 triliun, asuransi jiwa dengan kenaikan 22,6%, dan asuransi umum yang naik 17,6%.
Sebaliknya, asuransi wajib justru meluncur turun 37,2% menjadi Rp10,24 triliun dari capaian 2013 yaitu Rp16,308 triliun.  Tetapi, secara nominal, premi yang dijaring oleh perusahaan asuransi jiwa masih menempati peringkat pertama dibandingkan dengan kategori asuransi lainnya pada tahun ini.
Jika dirunut ke belakang, pertumbuhan premi pada tahun ini tergolong mencolok selama tiga tahun terakhir. Per 2013, premi asuransi hanya mampu tumbuh 9%, sedangkan pada 2012, dan 2011, premi asuransi tercatat tumbuh masing-masing12,2%, dan 20,3%.
“Hal itu patut dimaklumi karena beberapa komponen perusahaan seperti PT Askes dan PT Jamsostek yang dulunya tergolong asuransi wajib, pada tahun ini bertransformasi menjadi Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Kesehatan dan Ketenagakerjaan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani di Jakarta, seperti dikutip Bisnis.com, Minggu (22/2).
Sebelumnya, asuransi wajib terdiri dari PT Askes, PT Asabri, dan PT Taspen. Dengan adanya BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan yang merapat ke asuransi sosial sehingga saat ini, praktis hanya ada Asabri, dan Taspen di kategori asuransi sosial. Akibatnya, asuransi sosial sekarang terdiri dari BPJS Kesehatan, Ketenagakerjaan, dan PT Jasa Raharja.  (http://finansial.bisnis.com)

Overload, Jangan Semua Pasien BPJS Dirujuk ke RSU dr Soetomo

Sunday, February 22, 2015

Pengurus KORPRI Kab Nias Adakan Sosialisasi Bapertarum PNS 2015

Dewan pengurus KORPRI (DPK) Kabupaten Nias melaksanakan sosialisasi Bapertarum-PNS kepada seluruh PNS di lingkup Pemkab Nias pada hari Kamis tanggal (29/1) di Kantor Bupati Nias. Kegiatan ini di hadiri oleh BupatiNias Drs. Sokhiatulo Laoli, MM, Wakil Bupati Nias, Dirut Bapertarum Bapak Heru Sulistiawan) dan Rombongan, Pimpinan Perumnas, Kepala Bank Sumut Cabang Gunungsitoli, Kepala BTN Gunungsitoli, Ketua Dewan Pengurus KORPRI Kab. Nias, Staf Ahli, Asisten Sekda Kab. Nias Kepala SKPD Lingkup Pemkab Nias, Camat Se-Kab. Nias dan Kabag Lingkup Pemkab Nias

Ketua Dewan pengurus KORPRI Kabupaten Nias O'ozatulo Ndraha, BE,ST,M.AP  menyambut baik kegiatan sosialisasi ini dan mengharapkan para PNS untuk mengikuti sosialisasi ini agar persepsi kita tentang pemberian bantuan uang muka membangun dan bantuan membangun yang selama ini informasinya kurang jelas dapat bermanfaat bagi kita semua.

Rencana pembangunan perumahan PNS tahap pertama ini difokuskan di lokasi Desa Sogaeadu dengan jumlah rumah yang akan dibangun berjumlah 148 unit rumah. Oleh karena itu, tim seleksi calon penerima rumah PNS yang telah dibentuk pada tahun 2014 masih melaksanakan seleksi bagi calon PNS yang telah mengajukan permohonan untuk memperoleh rumah tersebut. Kami yakin hasil seleksi dari tim untuk tahap awal ini, sesuai dengan formulir yang diisi oleh pegawai pada tahun 2013 yang  lalu.

Bupati Nias Drs. Sokhiatulo Laoli, MM menyampaikan bahwa KEGIATAN SOSIALISASI PROGRAM BAPERTARUM-PNS di Kabupaten Nias. Secara pribadi dan atas nama Pemerintah Daerah Kabupaten Nias saya mengucapkan selamat datang kepada saudara narasumber dari pelaksana secretariat tetap Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil Heroe Soelistiawan Direktur Utama pelaksana sekretariat tetap  Bapertarum-PNS yang telah berkenan hadir untuk memberikan sosialisasi program layanan Bapertarum bagi PNS di lingkungan pemerintah kabupaten nias. Dan kiranya sosialisasi ini, dapat memberikan informasi tentang kemudahan memiliki rumah bagi PNS yang belum memilikinya maupun berbagai fasilitas yang disediakan oleh Bapertarum.

Pembangunan perumahan PNS di Kabupaten Nias dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan khususnya pns dan upaya meningkatkan kinerja sebagai abdi negara. Selain itu, sebagai hak dasar yang fundamental dan sekaligus menjadi prasyarat bagi setiap orang untuk hidup dan menikmati kehidupan yang layak, damai, aman, dan nyaman (http://www.kabarindonesia.com)

Program Pensiun Karyawan Swasta Tunggu PP

Program pensiun bagi karyawan swasta peserta BPJS Ketenagakerjaan (dulunya Jamsostek--red) ‎ rencananya akan digulirkan pada tahun 2015 ini.
Namun untuk program tersebut pihak BPJS Ketenagakerjaan masih menunggu Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur program tersebut.
Kabid Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Pangkalpinang M Fauzi mengungkapkan program pensiun bagi pekerja peserta BPJS Ketenagakerjaan merupakan program tambahan BPJS Ketenagakerjaan selain JKM, JHT dan JKK.
"Per Juli 2015 ada program Pensiun. Untuk program ini kita masih menunggu PPnya dan kita belum tahu besaran, sistem iurannya nanti apakah sama dengan JHT prosentase iurannya," ungkap M Fauzi kepada Bangkapos.com, Selasa (17/2/2015).
(http://bangka.tribunnews.com)

Saturday, February 21, 2015

Deposito BPJS-Taspen-Asabri Dialokasikan untuk Infrastruktur

Deposito BPJS-Taspen-Asabri Dialokasikan untuk Infrastruktur


Pemerintah mengharapkan dana besar yang dikelola dari sejumlah lembaga milik pemerintah yang mayoritas ditaruh di deposito bisa dialihkan untuk membiayai proyek infrastruktur. Adapun sejumlah lembaga milik pemerintah tersebut, seperti dana pensiun di PT Taspen, Asuransi ABRI (Asabri), dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan maupun Ketenagakerjaan.
Menurut Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan, dana yang dikelola lembaga tersebut mayoritas ditaruh di deposito, sehingga returnnya sangat rendah. Dirinya berharap manajemen lebih berpikir untuk dapat melakukan investasi yang memberikan return yang lebih tinggi.
“Sehingga kalau mereka nanti harus membayar klaim, dana mereka lebih dari cukup,” kata ujarnya mengutip laman setkab, Jakarta, Senin (16/2/2015).
Menurut Rini, pemerintah melihat potensi yang sangat besar jika dana-dana besar itu dialihkan ke infrastruktur. Meski diakui Rini, tentunya pemerintah harus membuat aturan-aturan sehingga prudensi atau kehati-hatian harus tetap lebih diutamakan.
Saat ditanya wartawan aturan yang dimaksud, Menteri BUMN Rini Soemarno menyebutkan sehubungan dengan investasi.
“Investasinya bisa kemana saja. Bahwa bukan hanya di deposito, tapi juga bisa melakukan investasi langsung,” jelas Rini.
(rzy)

Friday, February 20, 2015

BII Gandeng PT Ace Jaya Proteksi

 BII Gandeng PT Ace Jaya Proteksi
 PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) menjalin kemitraan strategis dengan PT ACE Jaya Proteksi dalam penyediaan produk asuransi. Penandatanganan kemitraan strategis dilakukan secara simbolis oleh Kepala Bisnis Kartu BII Laksono dan Direktur Bancassurance ACE Jaya Proteksi, Adi Darmaputra, Selasa, 17 Februari 2015.



Dalam kemitraan strategis ini, BII menyediakan produk Asuransi Dental Insurance Plan dari ACE Jaya Proteksi kepada nasabah BII. Produk asuransi kesehatan dengan nilai pertanggungan hingga Rp 10 juta per tahun tahun ini disediakan dalam tiga plan pilihan yaitu premi Rp 148 ribu (Plan A), Rp 166 ribu (Plan B) dan Rp 191 ribu (Plan C), yang dibayar setiap bulan.



Produk ini memberikan biaya pemeliharaan kesehatan gigi dan manfaat penting seperti santunan layanan darurat gigi, santunan pencegahan (pemeriksaan mulut, pembersihan gigi, pemberian flouride), rontgen gigi, penambalan, pencabutan, dan perawatan saluran akar gigi. “BII mendukung kemudahan penyediaan, pembayaran dengan premi bulanan yang terjangkau dan penagihan melalui kartu kredit setiap bulan," kata Laksono.



Kerja sama dengan BII ini merupakan bagian dari strategi ACE Jaya di 2015 untuk meningkatkan lini bisnis bancassurance. Saat kalangan menengah terus berkembang, kebutuhan untuk produk asuransi yang lebih mutakhir turut meningkat. "ACE Jaya telah siap untuk menawarkan produk asuransi yang inovatif dan unik untuk mitranya seperti BII,“ kata Adi Darmaputra.



Produk asuransi Dental Insurance Plan yang dikembangkan oleh ACE Jaya Proteksi memungkinkan nasabah BII untuk memanfaatkan lebih dari 100 penyedia jasa layanan asuransi kesehatan gigi yang tersebar di seluruh Indonesia. Nasabah pun dimudahkan dengan manfaat layanan nontunai dan perlindungan darurat asuransi kesehatan gigi 24 jam. (www.tempo.co)

Thursday, February 19, 2015

Besaran Iuran Jaminan Pensiun Diusulkan Lebih “Luwes”



Dilihat dari kondisi perusahaan, bila perlu besaran iuran perusahaan besar dan kecil berbeda.
Besaran Iuran Jaminan Pensiun Diusulkan Lebih “Luwes”
Anggota Komisi IX DPR Amelia Anggraini. Foto: ameliaanggraini.com

Pemerintah masih menggodok aturan pelaksana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Setidaknya, terdapat empat program yang akan dilakukan BPJS Ketenagakerjaan. Keempatnya adalah program jaminan pensiun (JP), jaminan hari tua (JHT), jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM) yang mulai berlaku tanggal 1 Juli 2015.

Dari keempat program ini, hanya JP yang baru. Sedangkan ketiga program lainnya sudah berjalan pada saat BPJS Ketenagakerjaan masih bernama Jamsostek. Terkait program JP, Anggota Komisi IX DPR Amelia Anggraini mengusulkan agar iurannya bisa bersifat “luwes” dengan artian iuran dipertimbangkan dengan kondisi masing-masing perusahaan. Hal ini dilakukan untuk mencari jalan keluar bagi alotnya pembahasan RPP terkait program JP tersebut.

Amelia berharap kondisi perusahaan besar dan perusahaan kecil bisa menjadi dasar dalam menerapkan iuran. “Kondisi perusahaan harus jadi pertimbangan, perusahaan skala sedang harus beda dengan perusahaan skala kecil. Pemerintah jangan pukul rata ke seluruh pemberi kerja,” kata politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) ini, saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan BPJS Ketenagakerjaan di Komplek Parlemen, di Jakarta, Senin (26/1).

Bukan hanya itu, Amelia berharap manfaat dari program JP ini harus bisa dirasakan oleh seluruh kalangan, termasuk buruh. Menurutnya, semakin meningkatnya pekerja yang ikut dalam program JP, maka dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan juga akan semakin besar.

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Elvyn G Masassya, berharap pada kuartal I tahun 2015, RPP mengenai program JP sudah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). “Paling lambat itu bulan Juni. Tapi kami berharap kuartal I ini bisa tuntas dan sudah bisa dinaikkan ke presiden,” katanya.

Menurutnya, RPP mengenai program JP masih dalam tahap harmonisasi yang melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga di Kementerian Hukum dan HAM. Salah satu substansi yang masih dibahas adalah mengenai angka iuran. Untuk sementara, usulan iuran dalam RPP masih sebesar delapan persen, dengan pembagian lima persen dibayarkan pemberi kerja dan tiga persen dibayar pekerja.

Terkait usulan anggota dewan agar besaran iuran sesuai dengan kondisi perusahaan, Evlyn tak bisa memastikan apakah bisa masuk dalam RPP atau tidak. Alasannya, BPJS Ketenagakerjaan tidak memiliki hak untuk menentukan besaran iuran di dalam PP. Hak tersebut sepenuhnya berada di tangan pemerintah.

“Kami dalam kapasitas sebagai penyelenggara, tidak bisa menaikkan atau menurunkan iuran begitu saja, itu harus diatur dalam PP,” kata Evlyn.

Meski begitu, lanjut Elvyn, semakin besar iuran yang diberikan, maka semakin besar pula manfaat yang akan didapat oleh pekerja. Selain masalah iuran, substansi lain yang masih dibahas dalam RPP adalah mengenai manfaat dari program JP. Substansi ini termasuk penentuan siapa yang bisa menjadi peserta program JP.

“Kan tidak bisa sekaligus semua, harus pekerja formal dulu. Baru kemudian pekerja yang informal,” kata Elvyn.

Meski begitu, ia mempersilahkan jika ada masyarakat yang ingin mengajukan program JP dengan cara informal atau volunteery. Namun, pengajuan tersebut harus sesuai ketentuan, yakni setelah tahun 2016. “Volunteery silahkan kalau sudah ada yang berminat. Tapi menjadi mandatori itu ada tahapan-tahapannya, setelah 2016,” katanya.

Apabila ada pekerja yang akan pensiun dalam waktu dekat, Elvyn mengatakan, tak akan bisa memperoleh manfaat program JP jika belum masuk sebagai peserta. Meski sudah menjadi peserta pada saat program JP berjalan, hak pensiun pekerja akan diberikan setelah memberikan iuran selama 15 tahun. (www.hukumonline.com)
 

7 Things to Know About the Social Security Trust Fund


Source: Social Security Administration.

If you've heard of the Social Security trust fund at all, it's probably because you read somewhere that it's going to run out of money soon, threatening our future Social Security benefit checks. There's a lot more to the trust fund than that, though, and the news isn't all bad, either.
Here are some key things to know about the Social Security trust fund:
There are actually two funds. There is the Old-Age and Survivors Insurance, or OASI, Trust Fund, which dates back to 1937, and the Disability Insurance, or DI, Trust Fund, started in 1957, and both are managed by the Department of the Treasury.
They have two key purposes. The Social Security Administration explains:
(1) [T]hey provide an accounting mechanism for tracking all income to and disbursements from the trust funds, and (2) they hold the accumulated assets. These accumulated assets provide automatic spending authority to pay benefits. The Social Security Act limits trust fund expenditures to benefits and administrative costs.

The funding process, as illustrated by Fool contributor Chuck Saletta: (1) You and your employer paid Social Security taxes. (2) Social Security paid its benefits out of the taxes received. (3) The surplus Social Security tax receipts were loaned to the U.S. Treasury. (4) The U.S. Treasury gave Social Security bonds in return for that loan. (5) The U.S. Treasury paid Social Security interest on those bonds.
They're invested in "special" securities. Trust fund assets used to be invested in the same Treasury securities that you or I could buy, but that's no longer the case. Now they're invested in "special issues" from the Treasury, which are always redeemable at face value. That's not so with general marketable Treasury securities, as those will see their values fluctuate along with prevailing interest rates if they're sold before their maturity date. The average nominal interest rate for special issues in 2014 was 2.271%, and in January 2015 it was 2.125%. Note that since Treasury securities are backed by the U.S. government, they're considered about as safe as they can be.
The trust funds have run a surplus for a long time. Between taxes taken in and interest earned on them, and fewer benefit checks written, the trust funds have been running a surplus in every year since 1984.
The Social Security trust funds are indeed headed toward insolvency. Those surpluses that began in 1984 are likely to stop in 2020, at which point the Social Security system can rely on incoming interest payments to make up the deficit -- for a while. According to several government estimates, the funds are likely to become insolvent between 2033 and 2037 -- as early as 18 years from now -- if no changes are made. The reason behind the change is this: whereas there were about 2.8 workers paying into the Social Security system for each recipient in 2013, it's projected that by 2035, there will be just 2.1 workers per beneficiary.
Social Security is a network where one generation helps support another. (Image: Pixabay)
If the Social Security funds run dry, benefit checks won't necessarily stop being issued. If the solvency of the Social Security coffers fails at some point, it won't mean that there's no more money for benefits. It will mean that the fund is no longer taking in enough money to cover all promised benefits. Thus, payment checks are likely to end up shrinking -- by about 25%, according to the Social Security Administration. Thus, even this worst-case scenario isn't utter catastrophe -- though, given that the recent average monthly retiree benefit of $1,328 for individuals and $2,176 for retired couples aren't huge sums, a 25% hit will be quite meaningful, reducing the annual payout for individuals from $15,936 to around $11,952 and for couples from $26,112 to around $19,584.
Trust fund solvency can be restored. The funds' current worrisome trajectory isn't unchangeable, and the system can be shored up in numerous ways. Better still, many people want the system shored up, so that's a reasonably likely eventuality. Some of many shoring-up strategies that are being floated around include removing the Social Security income taxation cap, so that all of each earner's income is taxed for Social Security, increasing the current tax, raising the full retirement age at which retirees are scheduled to start collecting benefits, and changing the formula for the cost-of-living adjustments made annually to benefit checks. It remains to be seen which strategy or strategies will be employed.
The bottom line for the Social Security trust funds is that they're on shaky ground, but it's not so shaky that it can't be fixed. It's likely that future retirees will continue to collect benefits, though there's a chance they may be smaller. Our best defense, therefore, is to be sure we save and invest money for retirement on our own, not relying too much on Social Security.
The $60K Social Security bonus most retirees completely overlook
If you're like most Americans, you're a few years (or more) behind on your retirement savings. But a handful of little-known “Social Security secrets” could ensure a boost in your retirement income of as much as $60,000. In fact, one MarketWatch reporter argues that if more Americans used them, the government would have to shell out an extra $10 billion… every year! And once you learn how to take advantage of these loopholes, you could retire confidently with the peace of mind we're all after. Simply click here to receive your free copy of our new report that details how you can take advantage of these strategies. (http://www.fool.com/)

Wednesday, February 18, 2015

BPJS Ketenagakerjaan Bullish on Capital Markets

State-owned insurance company Jamsostek last year merged with other agencies to form the Social Security Organizing Body, or BPJS. (JG Photo/ Dhana Kencana)

The branch of the Social Security Organizing Body focusing on workers’ welfare, known as BPJS Ketenagakerjaan, expects to book up to 17 percent growth in its investment returns this year, as it foresees higher funds under management and maintains a bullish outlook toward the prospects of the local stock markets.
Elvyn G. Masassya, president director of BPJS Ketenagakerjaan, previously known as Jamsostek, projected the agency to manage a total of Rp 220 trillion ($17.6 billion) in funds this year, up 17.65 percent from last year’s Rp 187 trillion.
The agency was the result of a merger between state-owned insurance company Jamsostek, state pension fund for civil servants Taspen and Asabri (state pension funds specifically for military, defense ministry and the police).
BPJS Ketenagakerjaan manages pension funds of Indonesia’s workers, mostly from the formal sector, and invest the money in the capital markets, from financial instruments to property.
The government has made it compulsory for companies operating in Indonesia to register their employees with the agency, which provides pension funds and life insurance.
The agency was the result of a merger between state-owned insurance company Jamsostek, state pension fund for civil servants Taspen and Asabri (state pension funds specifically for military, defense ministry and the police).
BPJS Ketenagakerjaan plans to invest 20 percent of its funds under management into the equity markets, Elvyn said.
“We have a collection of stocks under our portfolio, which will perform quite well due to the impact of the government’s policy this year,” he said.
Elvyn declined to provide further details, but economic analysts have said the infrastructure and shipping industry will benefit from President Joko Widodo’s policy to siphon billions dollar into both sectors after his administration decided to trim subsidies on fuel.
Elvyn said the agency will also place its funds into deposits, mutual funds, government bonds and the property sector.
The Jakarta Composite Index (JCI) rose 1.35 percent to close at 5,323.885 points on Friday, with foreign investors purchasing Rp 1.6 trillion more in shares than they sold. The index has gained 1.85 percent so far this year.
Joko’s move to cut spending on fuel subsidies received praise from investors, as it is expected to make room in the state budget for more productive industries. (http://thejakartaglobe.beritasatu.com)

Bangun Properti Harus Ada Lokasi Pemakaman

Bangun Properti Harus Ada Lokasi Pemakaman
DOKUMENTASI KOMPAS.COM
Illustrasi taman pemakaman umum (TPU). 

Bisnis properti saat ini menggeliat di Sumedang. Pengembang membangun perumahan bahkan dengan kapling yang terbatas. Namun banyaknya bermunculan perumahan ini dikeluhkan warga.
Pasalnya, pembangunan perumahan itu tak diikuti dengan pembangunan tempat pemakaman umum (TPU). Lokasi TPU perumahan ini kebanyakan menumpang ke pemakaman warga setempat. Padahal, di TPU warga tersebut sudah padat diisi kuburan selama puluhan tahun.
Misalnya di Kelurahan Karapyak saat ini banyak berdiri perumahan baru dan untuk pemakaman umum penghuni perumahan memakai TPU warga setempat.
“Jadi seharusnya pengembang perumahan tersebut harus buat pula kuburannya dengan mempersiapkan soal TPU ini supaya tidak memakai pemakaman warga. Soal TPU ini harus menjadi syarat dikeluarkannya izin perumahan,” kata Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Situ, Ending, Senin (16/2/2015).
Kondisi TPU Situ sudah sesak dan ditambah dengan warga perumahan maka akan menjadi lebih sesak lagi.”Kondisi TPU tersebut kini sudah penuh oleh kuburan yang berusia puluhan tahun sehingga sering terjadi ketika menggali kuburan baru, tulang belulang jasad manusia yang dimakamkan sebelumnya terangkat,” kata Ketua RW di Keluranan Situ, Riki Senjaya.(http://jabar.tribunnews.com)