Pasien di ruang tunggu poli kesehatan fasilitas rawat jalan RS Fatmawati, Jakarta, 18 Maret 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
"Interupsi pimpinan..."Sebuah suara
dengan tenang memecah penjelasan agenda sidang paripurna yang tengah
dibacakan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, 18 Februari lalu. Fahri menjawab
singkat meminta pemilik suara menunda interupsi hingga dia selesai
membacakan agenda sidang.
Hanya semenit berselang, suara itu kembali menggema di ruang sidang paripurna.
"Interupsi pimpinan..."Suara
itu milik politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Rieke
Diah Pitaloka. Dalam sidang dengan agenda laporan badan legislasi,
laporan mahkamah kehormatan dewan, dan pembacaan pidato Ketua DPR itu,
Rieke menginterupsi soal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan.
Ada tiga hal yang didesak Rieke untuk dilakukan
terhadap BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program jaminan kesehatan
nasional (JKN). "Mendesak audit manajemen dan keuangan BPJS Kesehatan
sebelum dana Rp 5 triliun digunakan, sehingga kita bisa mengetahui bahwa
asumsi defisit yang dialami BPJS Kesehatan tahun 2015 memang bisa
dipertanggungjawabkan kepada publik," kata Rieke dengan suara lantang.
Dua hal lain yaitu BPJS Kesehatan diminta tidak lagi beralasan tidak
punya dana untuk menanggung klaim JKN setelah duit Rp 5 triliun
diberikan. Dia juga meminta pemerintah merevisi Paal 25 ayat 1 Peraturan
Presiden Nomor 11 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang menyatakan,
pelayanan kesehatan tidak dijamin untuk pengobatan di luar negeri.
Interupsi
Rieke memang juga menjadi pertanyaan publik selama ini mengenai kinerja
BPJS Kesehatan yang telah mulai beroperasi per 1 Januari 2014.
Bagaimana BPJS Kesehatan menanggapi pertanyaan skeptis dari publik
mengenai kinerja lembaga pimpinan Fahmi Idris tersebut? Benarkah BPJS
Kesehatan mengalami defisit?
Berikut petikan wawancara wartawan CNN Indonesia Yohannie Linggasari dengan Kepala Humas BPJS Kesehatan Irfan Humaidi:
Bagaimana
pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
diselenggarakan BPJS Kesehatan setelah berlangsung 1 Januari 2014?Ada
survei awal tahun tentang BPJS Kesehatan. Survei menunjukan 81 persen
peserta puas. Pasti ada yang enggak puas. Tapi saya mau kasih gambaran,
berapa banyak orang yang terkena penyakit? Kalau mereka bayar sendiri
bisa habis Rp 20 juta hingga Rp 40 juta. Berapa banyak operasi jantung
yang nilainya RP 150 juta? Termasuk yang cuci darah setiap dua kali
seminggu, kemoterapi, penyakit ginjal, paru-paru.
Kami sudah
menangani 35 juta kasus di FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama)
dari yang murah hingga paling mahal. Data kami paling banyak caesar, ada
ratusan ribu yang kami tanggung biaya persalinannya.
Untuk
penyakit jantung, dalam hal pembiayaan sekali membayar Rp 150 juta. RSCM
(Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) hampir Rp 100 miliar kami bayar setiap
bulan. Asuransi swasta mungkin enggak ada yang segitu banyaknya. Kalau
kasus di FKTL (Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan) sekitar 5 juta
kasus, sudah termasuk operasi.
Berapa pemasukan dan pengeluaran BPJS Kesehatan untuk membiayai semua itu selama tahun 2014?Pemasukan
Rp 41,06 triliun per Des 2014, pengeluaran Rp 42,6 triliun dengan klaim
rasio berarti 103,88 persen karena insurance effect. Untuk tahun 2015,
kami targetkan klaim rasio 98,25 persen, target pendapatan Rp 55
triliun, dengan target peserta 168,6 juta peserta. Berarti ada tambahan
35 juta orang tahun ini.
Kami sudah bekerja keras untuk
mengolektif iuran. Jangan salah, PBPU (pekerja bukan penerima upah)
banyak juga yang enggak bayar iuran. Saat sakit, mereka bayar, begitu
sembuh enggak bayar lagi.
Pemerintah
menyiapkan dana triliunan rupiah untuk membayari ongkos kesehatan
masyarakat di seluruh Indonesia. (CNN Indonesia/Laudy Gracivia)
|
Dari mana saja sumber dana BPJS Kesehatan?Dana
cadangan yang ada sekitar RP 5 triliun. Kalau masih terjadi biaya
manfaat lebih tinggi dibanding iuran, ada dana talangan maksimal 10
persen dari aset BPJS Kesehatan. Aset kami kurang lebih Rp 11 triliun,
berarti ada Rp 1,1 triliun dana talangan. Selain itu ada suntikan dana
dari Kementerian Keuangan, ini anggaran yang berbeda, sebesar Rp 5
triliun.
Dana cadangan, kami bentuk dan tidak dipakai untuk
likuiditas. Kalau dana talangan dan suntikan dana akan dipakai kalau ada
defisit. Pemerintah sudah berkomitmen. Tahun ini kami prediksi masih
akan ada insurance effect sehingga defisit, maka itu pemerintah turun
tangan.
Jadi kalau BPJS Kesehatan dibilang defisit, enggak benar.
Duitnya ada banyak. Aset kami ada dua yaitu aset dari rekening BPJS
Kesehatan dan aset dari rekening DJS (dana jaminan sosial). Kalau untuk
klaim RS dan dana kapitasi, pakai DJS, lalu untuk membayar AC dan biaya
operasional pakai anggaran di rekening BPJS Kesehatan.
Berdasarkan informasi yang kami terima, BPJS Kesehatan defisit Rp 4 triliun?Enggak
sampai sebesar itu. Tadi saya sudah sampaikan, iuran RP 41,06 triliun
dan biaya manfaat yang kami keluarkan Rp 42,6 triliun. Jadi 103,88
persen klaim rasio. Itu belum diaudit. Nanti ada yang sudah diaudit per
Maret 2015. Kami ada anggarannya. Jadi untuk RS, puskesmas, FKTP, enggak
perlu khawatir. Jangan terbawa isu bahwa BPJS Kesehatan defisit dan
tidak bisa membayar klaim.
KPK menemukan potensi fraud dalam penggunaan dana kapitasi. Bagaimana BPJS Kesehatan menanggapi temuan tersebut?Kami
punya aplikasi pcare sebagai monitoring untuk mengetahui berapa jumlah
kunjungan, berapa rujukan, dan akan dievaluasi. Artinya, apakah rujukan
terlalu besar atau tidak. Apakah yang dirujuk itu adalah salah satu dari
155 diagnosa? Tingkat rujukan, tingkat kontak, program rujuk balik, dan
program promotif preventif, semua akan berakibat pada pembayaran ke
puskesmas. Kapitasinya ada with hold. Artinya, mungkin akan ditahan
sebagian kalau tingkat rujukan tinggi.
Puskesmas juga harus
memprediksi biaya tahun depan, termasuk jasa medis yang didapat dari
BPJS Kesehatan. Harus dianggarkan, sehingga pada 2016 bisa klaim ke
keuangan daerah. Kalau enggak dianggarkan, enggak akan turun meskipun
BPJS Kesehatan sudah bayar.
BPJS sudah berjalan setahun, hasil pemeriksaan dan verifikasi selama ini bagaimana? Kami
melakukan tindakan persuasif. Kalau RS akhirnya mengaku salah, kami
berhenti di situ. Kami melakukan pencegahan, enggak mau langsung
penindakan. Selama ini masalah selesai di pencegahan dan itu memang
banyak.
Bagaimana bentuk pertanggungjawaban penggunaan dana kapitasi di puskesmas?Duit
enggak langsung ditransfer ke puskesmas. Pertanggungjawabannya kalau
jasa medis sudah diterima. Sisanya untuk dukungan operasional puskesmas
bergantung mekanisme daerah masing-masing. Apakah dikelola langsung oleh
puskesmas atau di-blended duit itu ke keuangan daerah. Kalau begitu
tentu pertanggungjawabannya ke mekanisme keuangan daerah.
Kalau
pertanggungjawaban ke BPJS Kesehatan adalah soal layanan, sudah ada di
pcare. Asal pasien mendapat pelayanan, puskesmas melakukan promotif
preventif, mengendalikan rujukan ke rumah sakit, dan tetap memeriksa 155
diagnosa penyakit tanpa merujuk. Jadi pertanggungjawaban ada dua, dari
sisi pelayanan dan keuangan daerah.
Berdasar kajian KPK,
jika penerima bantuan iuran (PBI) dibolehkan pindah dari puskesmas ke
FKTP milik swasta, maka ada potensi fraud karena puskesmas dengan FKTP
swasta bisa bekerja sama. Menurut Anda?Silakan merujuk
pasien ke RS swasta atau pemerintah selama sesuai ketentuan. Kalau
terdekat ke RS swasta, memang kenapa? Asal RS swasta itu tipe C atau D
karena kami bayar sama.
Bagaimana pendapat Anda terkait belum ada regulasi yang mengatur kelebihan dana kapitasi di puskesmas?Kelebihan
seperti apa? Puskesmas harus melakukan promotif preventif, jadi pola
pikirnya bukan semakin banyak pasien datang, maka semakin banyak
pendapatan. Sebaliknya, semakin banyak promotif preventif, mencegah
orang sakit, sehingga ada surplus buat mereka. Saya rasa itu bagian dari
jasa medis, tidak ada kelebihan.
Jika puskesmas
menggunakan dana kapitasi, maka bagi rumah sakit diberlakukan sistem
klaim. Bagaimana BPJS Kesehatan memastikan tidak terjadi klaim palsu?Kalau ada klaim caesar, kami cek medical record, untuk menyamakan antara diagnosa dengan tindakan yang diambil.
Ada
kejadian bahwa petugas puskesmas mendapat hadiah dari petugas rumah
sakit karena petugas puskesmas kerap membuat surat rujukan agar pasien
ke RS tertentu. Tanggapan Anda?Saya baru dengar
informasi itu. Tapi prinsipnya, kalau memang seseorang harus dirujuk
karena kompetensi puskesmas itu tidak ada, apalagi di luar 155 penyakit
itu, memang sudah sesuai prosedur untuk dirujuk.
Kecuali kalau
sebenarnya kompetensi di puskesmas bisa melayani tapi tetap dirujuk,
perlu ditelusuri. Kami berterima kasih kalau ada data seperti itu, bisa
kami memperingatkan. Kami juga akan minta ke dinas kesehatan untuk
pembinaan.
Ada informasi bahwa RS memberlakukan kuota
maksimal 20 persen dari seluruh kamar yang tersedia untuk peserta BPJS
Kesehatan. Apakah Anda juga tahu informasi itu?Saya
tidak pernah dengar soal itu. Faktanya, justru semakin lama, semakin
banyak pasien BPJS Kesehatan yang dilayani RS, terutama di RS swasta.
Sekarang malah saya dapat laporan ada banyak RS yang pasien BPJS-nya
mencapai 60 persen dari keseluruhan pasien di RS itu.
Bagaimana
BPJS Kesehatan memastikan agar fasilitas puskesmas bisa layak dan mampu
menangani 155 jenis penyakit tanpa merujuk ke RS?Kami
sudah kerja sama dengan 17 ribu faskes tingkat pertama, 9 ribu di
antaranya puskesmas dan sisanya 8 ribu-an adalah klinik dan dokter
praktik perorangan. Kami juga menyadari pertumbuhan puskesmas enggak
mungkin secepat klinik atau dokter perorangan karena swasta lebih bisa
mengembangkan diri, sementara puskesmas harus menunggu anggaran
pemerintah.
Jadi kami kembangkan klinik swasta dan praktik dokter
perorangan. Misal kerja sama dengan BUMN kalau mereka punya klinik.
Jadi di satu sisi kami menambah FKTP di luar puskesmas, di sisi lain
juga memberdayakan puskesmas.
(http://www.cnnindonesia.com/)