Thursday, February 28, 2013

Membangun Kalimantan Timur untuk Semua


Keberanian seorang pemimpin besar untuk memenuhi visinya berasal dari tekad dan bukan posisi kekuasaan.
John C. Maxwell, pakar kepemimpinan

Boleh jadi, saat ini masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim) tak ubahnya ayam mati di lumbung padi. Betapa tidak, kendati wilayah ini menjadi salah satu penyumbang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terbesar di negeri ini ditambah kelimpahan kekayaan alamnya, toh masih banyak warga masyarakatnya hidup di bawah garis kemiskinan. Maklum saja, selama ini hasil-hasil sumber daya alam (SDA) provinsi terkaya kedua setelah Papua ini ibarat kata cuma butiran gerimis yang menetes kembali ke Bumi Etam Kalimantan Timur. Ke mana sebagian besar lainnya? Terbang ke luar negeri ataukah ‘menggumpal’ di Ibukota Jakarta? Memiliki luas satu-setengah kali Pulau Jawa dan Madura, Kalimantan Timur termasuk 10 besar daerah kontributor devisa negara.
Kawasan terluas kedua setelah Papua ini memiliki hutan nan luas, 59 persen dari total luas wilayahnya berupa hutan. Tak kurang dari 17 sungai membelah buminya, antara lain Sungai Mahakam, Sungai Kayan, dan Sungai Bahauy, yang selain menjadi jalur perhubungan dan angkutan, dimanfaatkan pula sebagai tempat budidaya dan reservat ikan air tawar.
Di dalam perut bumi Kalimantan Timur pun tersimpan “harta karun” berlimpah-ruah berupa bahan tambang dan galian dengan deposit yang luar biasa besar, antara lain minyak bumi, gas, batubara, timah hitam, besi dan nikel. Pada tahun 1997 saja, misalkan, produksi minyak mentah dan kondensat mencapai 78,2 juta barel per tahun. Dari jumlah itu bisa diproduksi jenis bahan bakar seperti avtur (bahan bakar pesawat terbang), minyak tanah, solar dan minyak bakar yang jumlahnya mencapai 74,9 juta barel per tahun.
Sementara itu produksi Liquefied Natural Gas (LNG) yang ada di wilayah Bontang mencapai 20,8 juta ton per tahun. Jumlah itu masih meningkat lagi setiap tahun. Sedangkan produksi Liquefied Petroleum Gas (LPG) mencapai 1,1 juta ton per tahun. Untuk batubara, tahun 1997, produksinya mencapai 28,9 juta ton per tahun. Diperkirakan, emas hitam di wilayah Kalimantan Timur ini dapat diproduksi hingga 41 juta ton per tahun.
Sebagian besar batubara tersebut berasal dari perut bumi Kabupaten Kutai Timur yang merupakan penyedia deposit bahan tambang dan galian paling menonjol di daerah ini. Batubara dapat dijumpai pada formasi lapisan perut bumi di seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Kutai Timur, khususnya di Kecamatan Sangatta, Bengalon, Kaliorang, Sangkulirang, Busang dan Long Lees. Di wilayah Sangatta misalkan, kandungan batubara paling banyak dihasilkan dan merupakan salah satu lokasi pertambangan batubara terbesar dan terbaik di dunia saat ini. Di kecamatan ini, cadangan batubara yang terukur mencapai 570 juta ton dan belum terukur 2,45 miliar ton. Dan pihak yang beruntung memperoleh hak untuk mengeruk hasil kekayaan alam daerah ini adalah PT Kaltim Prima Coal (KPC).
Sekitar 30.000 hektar lahan konsesi sudah dieksploitasi dengan produksi sekitar 15 juta ton per tahun atau sekitar 30 persen dari total ekspor batubara nasional. Sejak pertama beroperasi, pada 1992 sampai 2001, total batubara yang sudah digali dari perut bumi Sangatta mencapai 114,7 juta ton. Jelas, keuntungan yang diraih KPC sangat besar. Pada tahun 2001 sekadar contoh, nilai ekspor batubara perusahaan milik pemain global di bidang pertambangan itu mencapai 500 juta dolar AS. Laba sebelum pajak pada tahun yang sama sekitar 150 juta dolar AS atau sekitar Rp1,5 triliun. Dengan sumber daya alam dan cadangan batubara yang sangat besar serta tingkat harga komoditas yang relatif bagus di pasar internasional, wajar saja, siapapun akan tergiur. KPC jadi bagai sosok gadis cantik nan penuh pesona. Akibatnya, divestasi 51 persen saham KPC yang semestinya rampung pada tahun 2001, sempat berlarut-larut karena banyak kepentingan yang bermain di sana.
Bayangkan, dari sekitar 50,6 miliar ton sumber daya batubara yang ada di Indonesia, sekitar 14,6 persen terdapat di wilayah Kalimantan Timur. Tidak mengherankan bila saat ini terdapat 116 perusahaan yang menambang batubara di Kaltim. Rinciannya, 69 perusahaan pemegang kuasa pertambangan (KP) untuk areal 625.440 hektar dan 47 perusahaan terikat Perjanjian Kerjasama Pengembangan Pertambangan Batubara (PKP2B) untuk areal seluas 1.820.362 hektar.
Melihat “harta karun” yang berlimpah itu, tidaklah mengherankan bila banyak investasi (asing dan domestik) mengalir deras ke Kalimantan Timur. Sampai tahun 2008 misalkan, tercatat 13 perusahaan bagi hasil atau Kontraktor Production Sharing (KPS) Pertamina yang terlibat dalam eksplorasi minyak dan gas (migas). Di antaranya Unocal, Total Indonesia, Inpe, Shell, dan Virginia Company (Vico) Indonesia. Untuk batubara, kini konsorsium perusahaan yang sahamnya dikuasai dua raksasa bisnis dunia, yakni British Petroleum Amoco (BP Amoco) dari Inggris dan Rio Tinto dari Australia, masing-masing 50%. Mereka mengeksploitasi emas hitam itu lewat bendera PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang berpusat di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur.
Jadi, tidaklah mengherankan jika dari hasil minyak mentah, LNG, LPG dan batubara saja, perolehan devisa yang dapat diraup mencapai sekitar 6,6 miliar dolas AS per tahun. Sedangkan dari sumber daya non-migas atau dari hasil hutan (kayu dan non-kayu), emas, perikanan dan lan-lain, mencapai 5,4 miliar dolar AS per tahun.
Namun, ternyata semua anugerah kekayaan alam itu tak banyak membuat perubahan berarti bagi kehidupan rakyat Kalimantan Timur. Dengan kata lain, kekayaan sumber daya alam itu seakan berbanding terbalik dengan tingkat kesejahteraan rakyatnya. Coba bayangkan, selama lima tahun terakhir, jatah dana pembangunan yang mereka terima dari pusat hanya Rp1,2 triliun. Padahal, sampai 1999 saja, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi ini mencapai Rp55,39 triliun. Jadi, sungguh luar biasa, yang kembali ke daerah ini rupanya cuma setetes.
Begitu pula dana dari pusat untuk mendukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang berasal dari pos bagi hasil, pajak dan bukan pajak. Pada tahun anggaran 1998/1999, hanya sebesar Rp173,73 miliar ditambah sumbangan dan bantuan lain jumlahnya mencapai Rp104 miliar. Padahal, menurut data dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, selama lima tahun terakhir kontribusi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bumi dan bangunan (PBB) serta pajak lainnya dari Kalimantan Timur ke pusat mencapai Rp900 miliar.
Sementara itu Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari sektor pajak daerah, retribusi daerah dan laba usaha daerah juga sangat tidak memadai. Bahkan sempat melorot tajam. Dari Rp84,71 miliar di tahun anggaran 1998/1999 menurun menjadi Rp61,53 miliar di tahun 1999/2000. Itu terjadi gara-gara krisis ekonomi dan beberapa pungutan yang hilang akibat berlakunya UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Lantaran kesulitan keuangan itulah, 16,7 persen rakyat Kalimantan Timur tidak hanya hidup di bawah garis kemiskinan, kualitas pendidikan mereka pun tampak mengenaskan: sekitar 70,9 persen penduduk usia kerja masih berpendidikan sekolah dasar (SD). Tak mengherankan jika 25 persen dari total penduduk yang pada tahun 2010 mencapai angka 3.550.586 jiwa itu masih berstatus pengangguran. Sementara itu 915 desa atau 73,3 persen dari desa yang ada di Kalimantan Timur termasuk kategori desa tertinggal.
Kecilnya tetesan dana dari pusat dan PAD tadi membuat pembangunan wilayah ini tersendat-sendat. Termasuk, dan terutama, pembangunan infrastruktur yang pada giliran berikutnya kerap mendongkrak kualitas ekonomi sosial di wilayah bersangkutan. Bagi Kalimantan Timur, otonomi daerah yang kini tengah berjalan  memang tidak bisa dielakkan. Siap tidak siap, Pemerintah Daerah mesti mengimplementasikan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004 secara luas, nyata dan bertanggung-jawab. Diakui, memang, realitas daerah kaya dan miskin itu tak bisa dihindari. Daerah miskin dan minus sumber daya alam bisa dijumpai seperti di Samarinda (ibukota Provinsi Kalimantan Timur). Sedangkan Bontang, Kutai Kartanegara, Kutai Timur dan Balikpapan merupakan daerah dengan SDA berlimpah.
Kini, terbukti kehadiran otonomi daerah mulai membawa berkah. Kucuran dana perimbangan setidaknya mulai dirasakan, kendati tidak berimbas secara langsung pada kehidupan masyarakatnya. Sayang memang, era otonomi daerah yang mestinya menjadi momentum dan starting point penting dalam upaya melakukan percepatan pembangunan dan mengejar kemajuan bagi suatu daerah, geliatnya hanya dirasakan beberapa wilayah saja, sebutlah Kutai Timur, Kutai Kartanegara, Bontang, Berau, dan Balikpapan. Hal ini sangat beralasan karena selain titik berat otonomi ada di kabupaten/kota juga ditopang oleh dana perimbangan yang cukup memadai. Dengan kata lain, pemberlakuan otonomi pada daerah-daerah tersebut tampaknya sudah berjalan secara nyata, luas, dan bertanggung-jawab dengan tetap mengacu pada tiga domain faktor, yaitu: (1). Memberdayakan masyarakat, (2). Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, serta (3). Meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif dan meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah.
Sementara secara umum pada tingkat Provinsi Kalimantan Timur kini tidak banyak perubahan yang berarti, bahkan laju pembangunan terkesan mandek atau stagnan. Apa persoalan? “Saya melihat Kalimantan Timur saat ini belum dikelola secara profesional. Artinya, tidak banyak melibatkan tenaga-tenaga profesional. Padahal, untuk membangun Kalimantan Timur ke depan dibutuhkan tenaga-tenaga profesional,” kata Awang Faroek. Sebab itulah, Awang Faroek menghendaki agar daerah yang kaya potensi SDA itu seharusnya diisi oleh SDM yang berkualitas dan profesional.
“Seperti apa yang saya lakukan di Kutai Timur, semuanya dilakukan secara terencana dengan baik. Mulai dari pembangunan yang diawali dengan penyusunan properda, rencana strategis infrastruktur, rencana strategis peningkatan kualitas SDM, dan rencana strategis Gerdabangagri. Itu semua dilakukan dengan melibatkan tenaga-tenaga ahli dan tidak satu pun yang dilakukan dengan tidak menggunakan tenaga-tenaga ahli,” Awang Faroek memberikan sekadar contoh.

A.    Membangun Kalimantan Timur Masa Depan
Bagi rakyat atau masyarakat Kalimantan Timur, sosok Awang Faroek Ishak sudah tidak asing lagi. Terlebih setelah terpilih sebagai Gubernur Kaltim periode 2008-2013 pada April 2008 silam. Banyak kalangan menilai kepemimpinan Awang Faroek akan mampu membangun Kalimantan Timur yang lebih berpengharapan. Mantan Sekjen Dewan Ketahanan Nasional Letjen TNI Arifin Tarigan menilai Awang Faroek akan banyak memberikan harapan bagi rakyat Kaltim. “Dia itu putra asli Kalimantan Timur yang memang sangat mengetahui kondisi daerahnya, baik itu kondisi alam, lingkungan, maupun sosial budaya. Dengan begitu program dan kebijakan yang dibuat menjadi membumi dan selalu didasarkan pada pengetahuan yang cukup sehingga akan langsung dirasakan oleh rakyat,” ujar Arifin Tarigan.
Tokoh elit Partai Golkar Fahmi Idris menilai Awang Faroek memiliki potensi sebagai pemimpin Kalimantan Timur masa depan. “Saya melihat Pak Awang Faroek memiliki potensi cukup baik untuk menjadi pemimpin di masa depan. Selain bekal ilmu yang dia miliki, kedekatannya pada masyarakat kecil, terutama di daerah asalnya, menjadikan dia mampu mendapat tempat khusus pada masyarakat di daerah asalnya,” tutur Fahmi Idris.
Pribadi Awang Faroek yang populis, humanis, dan karismatis memang memiliki perpaduan multikompleks. Publik mengenalnya sebagai sosok intelektual yang bernas dan cerdas, birokrat bervisi CEO dengan track record yang relatif bersih, politisi yang memiliki integritas, sekaligus entrepreneur yang andal dalam membangun dan mengelola daerahnya.
Berbekal pengalamannya yang penuh warna itulah, Awang Faroek memang pantas memimpin dan membawa masa depan Kalimantan Timur yang prospektif. “Untuk orang dengan kualitas dan bakat sebesar Pak Awang Faroek, jabatan yang paling pas adalah jabatan gubernur. Pak Awang Faroek akan dapat bekerja lebih maksimal di posisi gubernur dibandingkan saat menjadi bupati,” kata mantan Kapolri Jenderal (Pur) KPH Rusdihardjo.
Tidak hanya merakyat ke bawah, Awang Faroek pun dikenal cukup piawai melakukan lobi-lobi ke pusat. Karena, menurut mantan Pangdam VI/Tanjungpura Letjen TNI (Pur) ZA Maulani, lobi ke pusat merupakan cara cukup efektif untuk memberi tekanan kepada pusat agar lebih memperhatikan daerah.
Masih segar dalam ingatan kita tentang gagasan brilian Awang Faroek saat dipercaya sebagai anggota DPR/MPR RI untuk membuat apa yang dinamakan “Poros Kalimantan-Jakarta”. Waktu itu, baru dua tahun menjabat wakil rakyat, tepatnya tahun 1989, Awang Faroek berhasil menyatukan empat gubernur di wilayah Kalimantan (Gubernur Kaltim, Gubernur Kalsel, Gubernur Kalteng dan Gubernur Kalbar) untuk kemudian bersama-sama melobi Pemerintah Pusat agar mengalokasikan anggaran pembangunan yang memadai bagi Provinsi Kaltim, Kalsel, Kalteng dan Kalbar.
Setahun sebelumnya, tahun 1988, Awang Faroek pernah menghadap Pangdam VI/Tanjungpura yang ketika itu masih dijabat Letjen (Pur) ZA Maulani. Dia mengutarakan keluhan tentang lemahnya kemampuan lobi-lobi Kalimantan di tingkat pusat dalam memperjuangkan anggaran “kue” pembangunan yang proporsional.
Kepada ZA Maulani, Awang Faroek yang saat itu di DPR RI Senayan sangat aktif dan terbilang vokal memperjuangkan aspirasi daerahnya, menyampaikan langsung gagasannya untuk menggelar pertemuan antara Pangdam VI/Tanjungpura, empat gubernur di Kalimantan, Danrem seluruh Kalimantan, serta seluruh anggota DPR RI asal Kalimantan.
Gagasan yang sama juga disampaikan Awang Faroek kepada Gubernur Kaltim saat itu HM Ardans SH dan tiga gubernur lainnya di wilayah Kalimantan. Seluruhnya mendukung gagasan tersebut. “Awang Faroek datang kepada saya dengan gagasannya yang sangat cemerlang itu. Tentu saya mendukungnya, karena lobi-lobi memang sangat penting demi kemajuan Kalimantan ke depan,” tandas ZA Maulani.
Gagasan cemerlang Awang Faroek saat itu terbukti mencatat sejarah fenomenal bagi kemajuan Kalimantan. Follow up dari gagasannya itu terbukti berlangsung pertemuan empat gubernur seluruh Kalimantan yang sempat terlaksana sembilan kali sejak 1988 sampai 1994. Manfaat dari pertemuan itu terbukti sangat efektif dalam memperjuangkan usulan empat provinsi se-Kalimantan kepada Pemerintah Pusat.
Sekadat catatan, hasil-hasil yang telah dicapai berkat gagasan “Poros Kalimantan-Jakarta” tersebut antara lain pembangunan Bandara Internasional Sepinggan (Balikpapan), Embarkasi Haji Balikpapan, pembangunan jalan trans Kalimantan, pendirian Fakultas Kedokteran di Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin (Kalsel), pembangunan lahan gambut sejuta hektar di Kapuas (Kalteng), dan pembangunan perkebunan kelapa sawit berskala besar di Kalbar.
Sayangnya, setelah Awang Faroek kembali ke Kaltim, karena masa tugasnya sebagai anggota DPR/MPR RI berakhir, pertemuan empat gubernur se-Kalimantan itu pun terhenti. “Setelah menjadi Gubernur Kaltim kini, saya terus berusaha menghidupkan kembali Poros Kalimantan-Jakarta karena terbukti efektif buat memperjuangkan anggaran pembangunan empat provinsi di Kalimantan,” ujar Awang Faroek suatu ketika penuh optimisme.
Menurut alumnus terbaik Sespanas 1990 dan KRA ke-XXV Lemhanas 1992 ini, memperjuangkan kepentingan daerah kepada Pemerintah Pusat yang paling efektif dilakukan dengan cara melakukan lobi-lobi, bukan dengan pressure, apalagi pemaksaan kehendak dengan cara menekan lewat unjuk rasa dan demonstrasi. “Cara lobi mampu mencegah terjadinya gesekan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan lebih banyak memberikan hasil,” kata Doktor Bidang Ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, ini.
Pergaulannya yang amat luas nyaris tanpa batas, khususnya selama 10 tahun dia bertugas sebagai anggota DPR/MPR RI (1987-1997), membuat Awang Faroek merasa yakin bahwa dia bakal mampu membawa masa depan Kalimantan Timur penuh harapan melalui lobi-lobi yang efektif dan efisien ke Pemerintah Pusat. “Sesuai komitmen saya, saya akan berbuat yang terbaik untuk Kaltim. Saya cinta provinsi ini dan saya akan mengerahkan segenap energi dan kemampuan yang saya miliki demi kemajuan Kaltim dalam arti yang sesungguhnya,” tandas Awang Faroek penuh optimisme dan spirit yang kuat.
Selain mengusung kekuatan lobi, Awang Faroek juga bertekad membawa Kalimantan Timur sebagai masyarakat madani yang merupakan satu kesatuan (entity) di mana proses pemberdayaan masyarakat tidak dilakukan secara imperatif melainkan dialogis. Sebuah masyarakat yang menjunjung tinggi pluralisme, karena Awang Faroek menyadari wilayah Kaltim dihuni beragam etnis, agama dan ras. Dia ingin semua itu hidup berdampingan secara rukun dan damai.
Awang Faroek benar-benar ingin mentransformasi secara komprehensif wujud tatanan masyarakat madani di Kalimantan Timur. Yakni, suatu wujud masyarakat di Kalimantan Timur yang menjunjung tinggi pluralisme, berperadaban, agamis, demokratis dan taat pada hukum, sebagaimana pernah dirintis oleh Nabi Muhammad SAW di Kota Yatshrib yang kemudian berganti nama menjadi Kota Madinah.
Tentunya, sebagai tokoh yang dikenal bersih, obsesi besar dari seorang Awang Faroek tersebut perlu didukung semua pihak, terutama mereka yang concern terhadap tuntutan reformasi saat ini. Dengan kata lain, jika mengharapkan terciptanya suatu wujud masyarakat madani, maka pemerintahan dan kelembagaan birokrasi di Kalimantan Timur, sebagai lembaga yang akan mewujudkan masyarakat madani, seyogianya juga dikelola oleh orang-orang yang bersih, bebas dari KKN, dan yang terpenting mereka memiliki sifat-sifat terpuji (ber-akhlakul karimah).

B.     Visi Baru untuk Kalimantan Timur
Sejatinya, apa yang kini dilihat, dipikirkan, hingga kemudian dikerjakan sepenuh hati oleh Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak buat daerahnya, itulah  yang sesungguhnya merupakan hakikat, roh dan tujuan akhir yang hendak dicapai oleh kebijakan otonomi daerah, sesuai dengan arahan UU Nomor 22 Tahun 1999 juncto UU Nomor 32 Tahun 2004 juncto UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Yakni, mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Kalimantan Timur sesuai jati diri, karakteristik dan nilai-nilai budaya lokal. Karena itu, Awang Faroek sangat peduli dalam melibatkan partisipasi aktif warga masyarakat setempat, birokrasi yang bersih, akuntabel dan profesional, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Itulah hakikat pembangunan yang berbasis pada masyarakat lokal dan berpusat pada manusia seutuhnya.
Sebuah kerangka pemikiran Gubernur Awang Faroek yang akurat, sistematis, holistik dan integratif. Tapi, untuk menggapainya sungguh merupakan pekerjaan yang tidak ringan. Arti kata, untuk mencapai semua itu diperlukan sebuah visi dan misi pembangunan jangka pendek dan jangka menengah (2008-2013) yang fokus, jelas dan akurat, disertai program dan strategi yang implementatif dengan tolok ukur yang jelas pula. Dalam konteks ini, Burt Nanus dalam sebuah bukunya yang berjudul Visionary Leadership (2002) mengatakan, “Visi adalah potret masa depan organisasi yang realistis, kredibel dan atraktif.” Jadi, visi adalah artikulasi dari arah yang dituju, yaitu sebuah masa depan yang secara hakiki lebih baik, lebih hebat dan lebih memikat dibandingkan sekarang.
Masa depan dan keberhasilan suatu organisasi Pemerintah Daerah, tidak terkecuali Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, terutama ditentukan oleh faktor kepemimpinan. Saat ini, Kaltim membutuhkan pemimpin yang kuat (strong leadership). Yakni, pemimpin yang cerdas, amanah, disiplin, jujur dan berani melakukan perubahan, inovatif dan kreatif. Juga pemimpin yang memahami akar persoalan serta solusinya, disegani, didukung penuh (legitimate) dan sekaligus sebagai figur rujukan. Dalam pengertian sederhana, pemimpin yang kuat (strong leadership) adalah pemimpin dengan visi yang jelas. Pemimpin yang memiliki pola pikir visioner, sistematik, holistik dan integratif, yang mencerminkan persoalan mendasar, kristalisasi nilai-nilai yang berkembang serta idealisme dan harapan ke depan. Meminjam istilah John C. Maxwell, seorang pemimpin yang visioner adalah pemimpin yang tahu jalannya, menjalankan dan menunjukkan jalan. Bahkan, pemimpin besar seperi Sir Winston Churchill, Perdana Menteri Inggris yang sangat legendaris pada masa Perang Dunia II, pernah menegaskan, “Kekuatan pemimpin itu sepenuhnya terletak pada visinya.”
Singkat kata, sebuah visi yang baik itu harus menggambarkan akar persoalan, kondisi riil masyarakatnya berkenaan dengan nilai-nilai, idealisme, dan harapan bagaimana kondisi Kalimantan Timur ke depan. Tentu saja, semua itu membutuhkan dukungan luas dari multistakeholder pembangunan di Kalimantan Timur, meliputi warga masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, birokrasi, penegak hukum, TNI dan Polri serta pemangku kepentingan lainnya. Termasuk dibutuhkan SDM birokrasi yang bersih, profesional dan akuntabel, yang berprinsip pada good public service dan bekerja berdasarkan kaidah good governance. Tidak lupa, dalam konteks ini dibutuhkan pula pemimpin yang kuat (strong leader) serta memiliki kemampuan membangun spirit entrpreneurial government guna mengoptimalkan segenap potensi SDA dan SDM yang tersedia bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat di Kalimantan Timur.
Selain itu juga dibutuhkan keyakinan diri dan energi positif yang besar, kerja keras dan kerja cerdas pantang menyerah serta konsisten dalam bersikap dan bertindak dalam kebersamaan tim kerja (team work) yang solid. Tentu dibutuhkan komitmen, integritas dan dedikasi yang tinggi. Perlu ketenangan dan kematangan dalam berpikir dan bertindak, penuh tanggung jawab, keuletan dan kesabaran serta keteladanan dari sang pemimpin. Singkat kata, dalam memimpin wilayah Kalimantan Timur, diperlukan prinsip-prinsip kepemimpinan modern dan sejati disertai langkah-langkah aksi yang kongkret.
Sungguh sebuah tujuan mulia namun tidaklah gampang buat menggapainya. Tapi, bagi “sang visioner” Awang Faroek, sejak awal dia telah berkomitmen dan berusaha konsisten dalam membangun Kalimantan Timur agar memiliki masa depan yang gemilang bagi generasi berikutnya. The dream of East Kalimantan. Sebagai pemimpin dengan legitimasi yang kuat –karena dipilih langsung oleh rakyatnya—demi mewujudkan cita-cita dan obsesi besarnya itu, Awang Faroek telah mempersiapkan segala sesuatunya secara terukur, terencana, dan mendetail. Dia pun menggandeng staf ahli dan para pakar yang kompeten di bidangnya dimulai dengan mencanangkan visi dan misi pembangunan Kalimantan Timur. Visi dan misi tersebut kemudian diimplementasikan dalam berbagai program, strategi dan kebijakan serta memiliki tolok ukur (sasaran dan tujuan) yang jelas. (lihat gambar di halaman 434 buku MENITI DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI)
Sebagai gubernur pilihan rakyat, dalam mencanangkan visi dan misinya, Awang Faroek berupaya untuk selalu menyimak dan mendengarkan aspirasi dan masukan dari masyarakat. Hal ini dia lakukan sebagai upaya pelibatan komponen masyarakat (public engagement) ke dalam proses perencanaan pembangunan, sehingga memantik tumbuhnya rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab (sense of responsibility). Dengan begitu, diharapkan masyarakat akan memberikan dukungan penuh dalam bentuk legitimasi sosial (social legitimate), serta turut bersama Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pembangunan bagi kepentingan daerah dan masyarakat di Kalimantan Timur.
Lalu, setelah melalui kajian mendalam terhadap potensi daerah dan permasalahan mendasar, isu-isu strategis di Kalimantan Timur, diformulasikan public consultation (konsultasi publik) serta masukan dari multistakeholder, lahirlah visi pembangunan daerahnya yang cerdas dan futuristik “Kaltim Bangkit 2013”, yakni “Mewujudkan Kalimantan Timur sebagai Pusat Agroindustri dan Energi Terkemuka Menuju Masyarakat Adil dan Sejahtera”.
Upaya mewujudkan visi pembangunan Kaltim 2008-2013 dilakukan melalui sinergi tiga modal bangsa, yaitu (1) Modal manusia, dilakukan dengan mewujudkan kehidupan masyarakat yang berkualitas dan bebas dari kemiskinan; (2) Modal alam dan fisik, dengan memanfaatkan kekayaan alam secara optimal dan berkelanjutan; dan (3) Modal sosial, dengan mewujudkan sinergi kelompok birokrasi, wirausaha dan pekerja menuju daya saing global. (lihat skema di halaman 435 buku MENITI DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI).
Pada hakikatnya, tugas pokok pemerintahan mencakup empat fungsi penting, yaitu fungsi pelayanan (services), fungsi pemberdayaan (empowerment), fungsi pembangunan (development), dan fungsi pembina jaringan bisnis (business networking). Pelayanan akan menumbuhkan keadilan dalam masyarakat, pemberdayaan akan mendorong kemandirian masyarakat, pembangunan akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat, dan jaringan bisnis dimaksudkan untuk mendorong pengembangan dunia usaha.
Pada konteks ini, maka konsep pengembangan agroindustri dan energi di Kalimantan Timur (Kaltim) tersebut diintegrasikan ke dalam program pendidikan Kaltim Cemerlang (Cerdas, Merata dan Berprestasi Gemilang). Program ini merupakan reinkarnasi dari program Kutai Timur Cemerlang, program pendidikan yang menjadi benchmark. Dengan demikian program-program pendidikan di Kaltim senantiasa diarahkan dan berorientasi pada pengembangan pembangunan daerah ini sebagai sentra agroindustri dan energi dalam arti luas tanpa melupakan sektor-sektor lain, baik yang terkait secara langsung maupun secara tidak langsung.
Dalam upaya membangun daerahnya, Gubernur Awang Faroek mencanangkan grand strategy yang fokus pada pengembangan agroindustri. Tujuan utamanya adalah untuk menjadikan Kaltim sebagai kawasan terkemuka agroindustri, tidak hanya di Indonesia tapi juga di Asia Pasifik. Salah satu jalannya adalah membuat kawasan industri Maloy (Kutai Timur). Semuanya berbasis agribisnis mulai dari hulu sampai hilir. Selama ini, agribisnis masih terbatas pada perkebunan dan pertanian pangan. Di masa depan, keterkaitan agroindustri hulu dan hilir perlu ditingkatkan dalam skala yang lebih luas. Agroindustri hilir perlu diperbanyak, seperti industri minyak goreng, deterjen, margarin dan lain-lain.       
Sungguh ironis. Daerah yang merupakan lumbung energi dan tambang di Kalimantan Timur justru kondisi rakyatnya masih tertinggal. Daerah-daerah dengan SDA melimpah dan telah dieksploitasi hampir-hampir tidak merasakan manfaat langsung dari kekayaan yang ada. Hingga kini, infrastrukturnya amat minim, warga masyarakatnya banyak yang jatuh miskin, dan beban pengangguran tersebar di mana-mana. Kendati daerah tersebut memperoleh kompensasi, jumlahnya relatif sangat kecil. Sekadar contoh adalah daerah Muara Badak. Daerah ini merupakan lokasi penghasil gas terbesar di Indonesia. Namun, fakta yang muncul, kondisi daerah Muara Badak saat ini tetap saja kumuh dan ditumbuhi kantong-kantong kemiskinan. Daerah ini tidak dapat menikmati secara langsung kekayaan SDA yang dimilikinya. Beberapa daerah lain pun nyaris sama, antara lain Marang Kayu, Anggana, Sanga-Sanga, Muara Jawa, dan Samboja. Kelima daerah ini masih sangat tertinggal dibandingkan daerah-daerah lain di wilayah Kalimantan Timur.
Sebab itulah, proyeksi pada tahun 2025, sasaran kebijakan energi nasional adalah mengurangi konsumsi minyak bumi dan mendorong pengembangan sumber-sumber energi alternatif. Biofuel, tenaga surya, tenaga angin, nuklir dan biomassa, diharapkan akan menjadi sumber energi alternatif yang mulai digunakan. Pada tahun 2003, penggunaan energi nasional masih didominasi oleh minyak bumi (mencapai 54,4 persen dari total energi) diikuti gas bumi dan batubara. Pengurangan penggunaan energi minyak bumi sampai 50 persen ini tentunya harus diimbangi dengan peningkatan produksi gas bumi dan batubara serta energi alternatif lainnya. Potensi energi yang dimiliki Kalimantan Timur sangat besar. Selain gas alam, wilayah ini pun memiliki cadangan batubara yang berkelimpahan, yaitu sebanyak 19,5 miliar metrik ton. Potensi ini dapat dikatakan mengindikasikan bahwa Kalimantan Timur sebetulnya mampu menjadi basis energi Indonesia di masa depan.
Dengan mempertimbangkan potensi dan kondisi Kalimantan Timur saat ini dan juga untuk memenuhi aspirasi yang berkembang di masyarakat mengenai tantangan lima tahun (2008-2013) serta memperhatikan amanat konstitusional, serta untuk mewujudkan motto, “Kaltim Bangkit 2013”, sekali lagi, kepemimpinan Awang Faroek Ishak merentang visi pembangunan Kalimantan Timur: “Mewujudkan Kalimantan Timur sebagai Pusat Agroindustri dan Energi Terkemuka Menuju Masyarakat Adil dan Sejahtera”.
Adapun makna yang dimaksud dalam Visi Kalimantan Timur tersebut adalah diuraikan seperti berikut: pertama, Pusat Agroindustri Terkemuka adalah menjadikan Kalimantan Timur sebagai kawasan terkemuka di bidang agroindustri tidak hanya di Indonesia tetapi juga di Asia Pasifik, ditandai dengan berkembangnya kawasan sentra produksi pertanian dengan pendekatan sistem agribisnis, industri pengolahan yang menghasilkan input maupun yang memanfaatkan produk hasil pertanian (industri hulu dan hilir) seperti terbangunnya kawasan industri Kariangau, Maloy dan lainnya.
Kedua, Pusat  Energi Terkemuka adalah menjadikan Kalimantan Timur sebagai pusat energi terkemuka di Indonesia yang ditandai dengan tersedianya kebutuhan energi dengan memanfaatkan secara optimal pada sumber energi yang tidak terbarukan seperti gas alam, batubara;  terbangunnya sumber energi alternatif dengan  memanfaatkan sumber energi terbarukan tenaga surya, tenaga angin dan bioenergi serta tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk melakukan penghematan energi.
Ketiga, Masyarakat Adil adalah  masyarakat Kalimantan Timur yang menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak sipil dan politik, dan hak-hak sosial, ekonomi dan budaya rakyat, serta mengutamakan kepentingan rakyat dalam seluruh penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan tanpa membedakan ras, suku, agama dan latar belakang dengan berlandaskan prinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Keempat, Masyarakat Sejahtera  adalah  masyarakat Kalimantan Timur yang terpenuhi hak-hak sipil dan politik, dan hak-hak sosial, ekonomi dan budaya sehingga rakyat dapat menikmati kehidupan yang lebih bermutu dan maju; serta memilliki pilihan yang luas dalam seluruh kehidupannya.
Secara keseluruhan, visi tersebut berarti bahwa pembangunan daerah Kalimantan Timur dimuarakan kepada kepentingan masyarakat. Dengan demikian ditetapkan slogan pembangunan daerah Kalimantan Timur adalah “Membangun Kaltim untuk Semua”.

C.    Misi Pembangunan Kaltim untuk Semua
Dari visi yang masih terasa mengawang-awang, Gubernur Awang Faroek berusaha menurunkan ke dalam konsepsi misi yang diharapkan dapat dijadikan landasan aplikatif dalam membangun masyarakat Kalimantan Timur. Terdapat tujuh misi yang mesti diemban oleh Awang Faroek bersama jajaran aparatur Pemerintah Provinsi Kaliamantan Timur, yaitu:
Pertama, Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa untuk mewujudkan Kaltim sebagai “Island of Integrity”, yakni melalui upaya  meningkatkan kinerja dan koordinasi pemerintahan serta pengembangan dan pembinaan penyelenggaraan pemerintah daerah, reformasi birokrasi, penataan dan penegakan hukum; meningkatkan kerjasama dalam negeri dan luar negeri serta antara pemerintah dengan lembaga; mengembangkan dan meningkatkan penataan wilayah administrasi pemerintahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta meningkatkan peran serta masyarakat luas dalam pemberantasan korupsi.
Kedua, Mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat serta  sistem  demokrasi yang kondusif, yang diwujudkan dalam langkah membangun interaksi infrastruktur dan suprastruktur politik yang demokratis di daerah; peningkatan wawasan kebangsaan; terbangunnya sarana dan prasarana keamanan; mewujudkan komponen-komponen cadangan dan pendukung Hankam. 
Ketiga, Mewujudkan kawasan perbatasan menjadi beranda depan negara dan percepatan pembangunan di wilayah pedalaman dan terpencil dengan mempercepat pembangunan infrastruktur; pemenuhan kebutuhan dasar; tersedianya kebutuhan pokok dengan harga yang layak; melakukan kerjasama pembangunan antara Negara, Provinsi dan Kabupaten; membentuk Badan Pengelola Perbatasan, Pedalaman dan Daerah Terpencil; mengembangkan perekonomian melalui berbagai sektor unggulan; serta mengembangkan dan meningkatkan sistem pengamanan perbatasan, pedalaman dan daerah terpencil.
Keempat, Mewujudkan struktur ekonomi yang berdaya  saing dan pro kerakyatan dengan konsep pembangunan berkelanjutan berupa langkah-langkah melaksanakan revitalisasi pertanian dalam arti luas melalui pemanfaatan pengelolaan sumberdaya alam secara optimal dan berkelanjutan dengan melaksanakan regulasi pemanfaatan sumberdaya alam, rehabilitasi dan reboisasi lahan kritis; meningkatkan investasi melalui regulasi yang menjamin kemudahan berusaha dan meningkatkan promosi investasi; melakukan identifikasi peluang usaha berbasis sumberdaya alam; meningkatkan ekspor migas dan non-migas serta menurunkan impor migas dan non-migas; meningkatkan dan memberdayakan ekonomi masyarakat; mengelola kekayaan budaya, sejarah serta potensi pariwisata lainnya sebagai sumber devisa; dan memantapkan pemanfaatan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur.
Kelima, Mewujudkan pemenuhan infrastruktur dasar untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang layak dan sejahtera dengan langkah-langkah memenuhi kebutuhan pelayanan air minum/air bersih; pemenuhan kebutuhan listrik 600 MW dengan membangun PLTU, PLTG, PLTMG, PLTD dan PLTH; penyediaan perumahan sederhana dan sehat bagi masyarakat berpenghasilan rendah sebanyak 5.000 unit; penuntasan dan pembangunan jalan, jembatan, bandar udara, pelabuhan dan dermaga penyeberangan.
Keenam, Mewujudkan masyarakat yang sehat, cerdas, terampil dan berakhlak mulia melalui langkah-langkah meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang andal dan berdaya saing tinggi; meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran agama; merealisasikan anggaran pendidikan 20%; membangun sekolah unggulan berstandar internasional di setiap kabupaten/kota; meningkatkan kualitas guru berkualifikasi S1; meningkatkan pelayanan kesehatan melalui pelayanan puskesmas 24 jam lengkap rawat inap dan UGD minimal satu buah di setiap kecamatan; mendorong kegiatan olahraga, peran pemuda dan perempuan dalam pembangunan; menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya dan mendorong usaha-usaha produktif; serta mengembangkan ketransmigrasian melalui pembangunan Kawasan Terpadu Mandiri (KTM) dan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi peringkat 3.
Ketujuh, Mewujudkan perbaikan sistem subsidi, perlindungan sosial dan penanggulangan/pengentasan masyarakat miskin, melalui upaya-upaya meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat  dengan pemberian beasiswa dan pelayanan kesehatan gratis bagi keluarga tidak mampu, meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat untuk berusaha.
Lalu, sebagai penjabaran visi dan misi, Awang Faroek menetapkan 3 agenda pembangunan menuju Kaltim Bangkit 2013 sebagai berikut: pertama, Menciptakan Kaltim yang aman, demokratis dan damai didukung pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Kedua,             Mewujudkan perekonomian daerah yang berdaya saing dan pro rakyat. Dan ketiga, Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan kesejahteraan rakyat. Ketiga agenda pembangunan tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya dan merupakan pilar pokok untuk mencapai visi Kaltim Bangkit 2013.
Pembangunan daerah Kalimantan Timur tahun 2009–2014 masih tetap memberikan prioritas pada tiga sektor strategis, yaitu: pembangunan infrastruktur, pembangunan pertanian dalam arti luas, dan pembangunan sumberdaya manusia.
Berangkat dari tujuh misi dan tiga prioritas pembangunan tadi, Awang Faroek ingin membawa masyarakat Kalimantan Timur umumnya dan aparatur Pemerintah Provinsi Kalimantan khususnya ke dalam lang-langkah: 
Pertama, Meningkatkan kinerja dan mutu aparatur pemerintah sebagai pelayan masyarakat yang mampu mengatasi permasalahan dan mengelola potensi secara profesional serta  menciptakan aparatur yang bersih dan berwibawa melalui prinsip good governance dan pelaksanaan  e–government.
Kedua, Meningkatkan ketertiban dan keamanan untuk menciptakan suasana yang kondusif dengan membangun sarana dan prasarana keamanan, penyempurnaan kelembagaan keamanan baik pemerintah maupun masyarakat serta mendukung kelancaran proses demokrasi, khususnya pelaksanaan pemilu dengan peningkatan interaksi infrastruktur dan suprastruktur politik yang demokratis disertai dengan kewaspadaan terhadap ancaman dari luar negeri.
Ketiga, Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan, pedalaman dan daerah terpencil.
Keempat, Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan ekonomi yang andal berbasis agribisnis dan ekowisata serta menciptakan alam yang lestari melalui penegakan aturan pemanfatan lahan dan sumberdaya alam dan koordinasi rencana tata ruang wilayah.
Kelima, Meningkatkan pemenuhan infrastruktur dasar untuk membuka akses bagi setiap kegiatan, sebagai stimulan bagi masyarakat agar mampu mandiri dalam meningkatan taraf hidup.
Keenam, Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Kalimantan Timur, sehingga memiliki ketahanan mental, spiritual dan fisik agar mampu berperan dan mempunyai daya saing yang tinggi di segala bidang, baik di tataran nasional, regional maupun internasional.
Ketujuh, Meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat, sehingga menurunkan tingkat kemiskinan.

D.    Prioritas Pembangunan yang Tepat
Dalam upaya mendukung dan mencapai grand strategy Kaltim Bangkit 2013, Awang Faroek berusaha menerapkan strategi dan prioritas yang tepat. Awang Faroek memprioritaskan pembangunan Kalimantan Timur pada tiga bidang, yaitu infrastruktur, SDM dan sektor unggulan. (masukkan  gambar 9.6 halaman 446 buku MENITI DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI)
Infrastruktur yang dikembangkan di Kaltim sebagai sarana penopang pembangunan dan pelayanan publik. Daerah yang memiliki infrastruktur yang memadai cenderung lebih menarik bagi investor untuk menanamkan modalnya. Sehingga, diharapkan dengan pengembangan infrastruktur yang semakin baik, semakin banyak pula investor asing dan domestik yang menanamkan modalnya di wilayah Kaltim. Pada akhirnya roda pembangunan pun dapat berputar sesuai dengan neraca yang telah ditetapkan.
Pembangunan infrastruktur dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) infrastruktur fisik yang mencakup pembangunan jalan-jalan, jembatan, telekomunikasi, bandar udara, pelabuhan laut, instalasi air minum dan listrik; (2) infrastruktur ekonomi yang meliputi perbankan, asuransi, Lembaga Penjaminan Kredit (LPK), dan lembaga keuangan non-bank lainnya. Kedua bagian dalam pembangunan infrastruktur ini merupakan jawaban atas persoalan mendasar dan isu-isu strategis Kaltim ke depan.
Pembangunan infrastruktur fisik dapat dilakukan dengan cara membangun jalan-jalan dan jembatan yang bagus. Hal penting lainnya adalah pembangunan infrastruktur listrik. Sungguh ironis, bahwa Kaltim yang merupakan daerah penghasil batubara terbesar di dunia melalui investasi KPC dengan produksi 44 juta metrik ton dan juga penghasil gas terbesar setelah Arun, tidak memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) atau Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sendiri. Kemudian pembangunan pelabuhan laut dan bandar udara juga penting untuk dilakukan. Saat ini Kaltim belum memiliki pelabuhan laut dan bandar udara yang representatif. Sebab itu, Awang Faroek bercita-cita membangun wilayah Maloy menjadi pelabuhan berskala internasional. Berikutnya, membangun dan memperluas Bandar Udara Sepinggan menjadi bandar udara bertaraf internasional.
Pembangunan infrastruktur ekonomi dilakukan untuk mengatasi akses masyarakat Kaltim terhadap akses jasa keuangan dan permodalan yang masih amat terbatas (bank milik pemerintah/swasta) untuk menjangkau seluruh wilayah atau pusat-pusat pertumbuhan baru, pengembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang mampu menjangkau semua desa, pembentukan lembaga penjamin kredit untuk pengembangan ekonomi kerakyatan, merupakan beberapa cara yang dapat dilakukan dalam membangun infrastruktur perekonomian (Mudrajat Kuncoro, 2008).
Untuk pembangunan SDM dilakukan pada lima sektor, yaitu pendidikan, kesehatan, agama, ketenaga-kerjaan dan aparatur pemerintah, serta kependudukan. Pembangunan SDM lebih ditekankan pada pembangunan ketenaga-kerjaan dan aparatur pemerintah. Di samping itu, pengembangan dari sisi agama dilakukan dengan peningkatan kualitas keimanan dan ketaqwaan. Karena dengan moral dan akhlak mulia, karakter bangsa dapat diciptakan. Pengembangan dalam bidang agama mutlak dilakukan mengingat prestasi Kaltim sebagai juara dalam dugaan kasus korupsi yang dilakukan pejabat setempat. Agama sebagai sebuah instrumen pembentukan karakter harus mampu mengurangi munculnya karakter masyarakat yang negatif.
Dari aspek pendidikan, hal utama yang dilakukan adalah memerangi kebodohan. Awang Faroek memiliki konsep “Kaltim Cemerlang” (CErdas, MERata, dan prestasi gemiLANG). Penerapan konsep ini adalah dengan cara merealisasikan anggaran pendidikan 20% dan Wajib Belajar 12 Tahun. Setelah itu dilakukan upaya meningkatkan kualitas guru berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Yakni, dengan cara menetapkan syarat bahwa semua guru harus berkualifikasi sarjana (S-1). Kualitas guru harus ditingkatkan, karena pendidikan di Kaltim bisa meningkat apabila kualitas gurunya juga bagus. Begitu pun peningkatan kesejahteraan guru. Peningkatan kesejahteraan guru dilakukan dengan cara memberikan insentif kepada para guru. Guru yang paling bagus memperoleh insentif sebesar Rp1,2 juta. Itu di luar gaji. Jadi, apabila gajinya Rp1,5 juta, ditambah insentif sebesar Rp1,2 juta, maka guru-guru di Kaltim mendapatkan penghasilan Rp2,7 juta per bulan. Berikutnya, peningkatan kualitas infrastruktur pendidikan juga penting dilakukan, yaitu dengan cara membangun fasilitas sekolah baru dan unggulan. Selain itu, membantu kepala sekolah memperoleh fasilitas mobil. Jadi, secara bertahap, semua kepala sekolah di Kaltim memperoleh bantuan kendaraan roda empat.  
Program-program pendidikan harus diracik dan diramu sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan SDM yang berkualitas dan berkompeten, baik secara akademik maupun keterampilan teknis. Strategi ini tidak dapat berdiri sendiri. Pembangunan sektor pendidikan pun harus ditali-temalikan dengan sektor-sektor unggulan di Kaltim, terutama pengembangan agroindustri. Konsep pengembangan agroindustri sendiri tidaklah semata-mata terfokus pada bidang pertanian, tapi lebih luas lagi, termasuk bidang-bidang terkait lainnya juga harus menjadi perhatian Pemerintah Daerah, antara lain perikanan, kelautan, kehutanan, teknik, informatika, sains, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain yang lebih spesifik.
Pemerintah Provinsi Kaltim akan terus melakukan revitalisasi di bidang pertanian dalam arti luas. Pengertian revitalisasi adalah bagaimana sektor pertanian dalam arti luas di Kaltim yang terdiri dari tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, kelautan dan budidaya hutan. Apalagi Kaltim memiliki potensi yang sangat besar untuk kelima sektor ini. Upaya revitalisasi pertanian itu merupakan komitmen dan juga pemihakan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur kepada petani. Selama ini, revitalisasi pertanian cuma menjadi slogan dan janji politis belaka. Pembangunan pertanian juga untuk meningkatkan profesionalitas petani. Salah satu cara pengembangan agroindustri adalah dengan membangun irigasi. Dengan adanya pembangunan irigasi diharapkan lahan pertanian dan perkebunan tidak lagi mengalami kegagalan panen karena kekeringan. Intinya, memprioritaskan revitalisasi pertanian dalam luas.
Dengan revitalisasi diharapkan muncul petani Kaltim yang modern, tidak jorok, tidak bau, penghasilan besar, serta anak-anaknya berpendidikan tinggi. Ke depan diharapkan pula petani Indonesia akan sama sederajat dengan petani-petani dari negara lain seperti Thailand, Taiwan, China dan Korea Selatan. Untuk potensi tanaman pangan, 14 kabupaten dan kota di Kaltim memiliki potensi lahan basah dan kering untuk mencapai swasembada pangan. Untuk potensi perkebunan, Kaltim memiliki satu juta hektar program kelapa sawit yang potensial ditingkatkan menjadi 1,5 juta hektar. Pun tidak ketinggalan revitalisasi perikanan, Kaltim mempunyai tambak udang sekitar 1.200 hektar dan sudah berhasil mengekspor rumput laut ke Eropa. Selain itu, potensi peternakan di Kaltim juga besar dan tidak kalah menjanjikan. Pemeritah Provinsi Kaltim menetapkan Kabupaten Kutai Timur sebagai sentra peternakan babi (Kuncoro, 2008).
Untuk meningkatkan kinerja institusi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur periode 2008-2013 menuju grand strategy Kaltim Bangkit 2013 perlu kiranya dijabarkan ke dalam rencana aksi (action plan). Rencana aksi yang direkomendasikan pada dasarnya memasukkan tiga strategi, masing-masing pendekatan sektoral, pendekatan spasial dan pendekatan manusia. (masukkan gambar halaman 450 buku MENITI DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI)
1.      Pendekatan Sektoral.
Pada intinya, pendekatan sektoral adalah memperhatikan dan memprioritaskan subsektor kunci yang telah ditelaah sebelumnya. Hingga saat ini dan beberapa tahun ke depan, struktur ekonomi Kaltim masih berbasis pada tambang, minyak dan gas, serta sektor industri yang terkait tambang dan migas. Kontribusi sektor tambang, minyak bumi dan gas beserta industri dan jasa terkait hingga saat ini masih mencapai 80% dari PDRB Kaltim. Sebagai sumberdaya tak terbarukan (unrenewable resources), suatu saat kelak tambang, minyak dan gas tersebut akan menipis dan akhirnya habis.
Sebab itu, wilayah Kaltim harus sedini mungkin mempersiapkan ‘lokomotif ekonomi’ baru yang berbasis pada sumberdaya alam yang terbarukan (renewable resources) yang potensial, yaitu agribisnis, meliputi pertanian dalam arti luas. Agar transformasi dari lokomotif ekonomi lama ke lokomotif ekonomi baru berjalan mulus sebagaimana direncanakan, maka diperlukan upaya percepatan pembangunan agribisnis sedini mungkin dan terencana secara baik, sehingga lokomotif ekonomi baru di sektor agribisnis tersebut dapat menjadi andalan (leading sector) bagi ekonomi Kaltim.
Program revitalisasi pertanian yang telah dicanangkan harus menjadi basis penguatan sektor pertanian. Revitalisasi pertanian sebagai bagian dari pengembangan agribisnis dapat mengandung arti sebagai kesadaran untuk menempatkan kembali dan membangun komitmen tentang arti penting sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual, dalam arti menyegarkan kembali vitalitas, memberdayakan kemampuan, serta meningkatkan kinerja pertanian dalam pembangunan daerah (Kuncoro, 2008). Revitalisasi ini dilakukan dengan tiga pendekatan, yakni pro-growth, pro-poor dan pro-employment sebagaimana digambarkan pada gambar 9.8 (halaman 453 buku MENITI DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI).
Pada program revitalisasi pertanian perlu dikembangkan suatu sistem dan usaha agribisnis yang terintegrasi dari hulu sampai hilir. Subsistem agribisnis hulu, subsistem usaha tani dan subsistem agribisnis hilir perlu ditopang oleh suatu sistem penunjang. Sistem penunjang ini terdiri dari perkreditan dan asuransi, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan penyuluhan, transportasi dan pergudangan, serta kebijakan pemerintah. Dengan sistem yang terintegrasi tersebut diharapkan lebih mendukung perkembangan agribisnis yang menjadi andalan ekonomi Kaltim di masa depan (gambar 9.9 halaman 453 buku MENITI DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI).
Setelah suatu sistem disusun, pendekatan pembangunan pertanian harus ditingkatkan dari pendekatan produksi ke pendekatan bisnis, sehingga aspek usaha dan pendapatan menjadi dasar pertimbangan utama. Pembangunan pertanian bukan semata pembangunan sektoral namun juga terkait dengan sektor lain (lintas sektoral). Pembangunan pertanian bukan pengembangan komoditas secara parsial, melainkan terkait erat dengan pembangunan wilayah, khususnya pedesaan yang berkaitan erat dengan upaya peningkatan pendapatan petani. Sebab itu, pemerataan melalui percepatan pembangunan ekonomi, terutama sektor agribisnis, diharapkan mampu mengurangi urbanisasi dan mengentaskan kemiskinan. Pendekatan aksi dalam pengembangan agribisnis dapat dilihat pada gambar 9.10 halaman 454 buku MENITI DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI.       
Kemudian revitalisasi perkebunan harus menjadi bagian integral dari pengembangan agribisnis di Kaltim. Perkebunan juga akan menjadi basis sebagai industri unggulan di masa depan, khususnya komoditi kelapa sawit.
Produksi kelapa sawit Indonesia dan Malaysia mendapai 85% dari produksi dunia. Pembangunan perkebunan di Indonesia pada 2003 telah mencapai 5,2 juta hektar yang terdiri dari Perkebunan Rakyat seluas 1,8 juta hektar (34,9%), Perkebunan Besar Negara seluas 0,65 juta hektar (12,3%), dan Perkebunan Besar Swasta seluas 2,8 juta hektar (52,8%).
Sasaran pembangunan perkebunan kelapa sawit secara nasional sampai tahun 2025 adalah: produktivitas kelapa sawit 20 ton TBS per hektar; pendapatan petani mencapai US$2.500 per KK per tahun dan petani mempunyai saham di unit pengolahan; tertatanya sistem distribusi dan transportasi produk CPO yang efisien; diterapkan secara konsisten dan kontinyu zero waste product/green product; tersedianya dana khusus pengembangan kelapa sawit; dan berkembangnya industri hilir CPO.
Strategi pengembangan kelapa sawit, yaitu pemberdayaan di hulu dan memperkuat di hilir. Untuk itu, dibutuhkan dukungan organisasi sawit board. Peranan Pemerintah Daerah sebagai pendorong terjadinya integrasi kegiatan on farm dan off farm serta mengembangkan sistem mekanisme risiko dan ketidak-pastian. Untuk jangka pendek, pengembangan industri hilir kelapa sawit diarahkan kepada produk CPO, PKO, abu TKKS, pulp kertas, pakan ternak, MDF, jok mobil/kasur, arang aktif, olein, stearin, pupuk cair, asam lemak, sabun dan deterjen, minyak goreng, margarin, shortenning, vanaspati dan minyak pelumas. Dalam jangka menengah dan panjang, pengembangan industri hilir diarahkan pada pengembangan produk biodiesel, vitamin A, vitamin E, alkohol sulfat, alkohol etoksilat, aditif plastik dan karet, alkanolamida (kosmetika), polihidroksobutirat (bio-plastik), emulsi pangan grade tinggi, tinta, agrosida dan lain-lain (Kuncoro, 2008).
2.      Pendekatan Spasial.
Pendekatan sektor unggulan perlu dikombinasikan dengan identifikasi di mana lokasi yang memiliki sektor unggulan. Strategi berdimensi spasial di Kaltim perlu menitik-beratkan pada strategi pengembangan perkotaan, pengembangan pedesaan, dan pengembangan wilayah. Pada gilirannya, ketiga strategi ini bermuara pada strategi pengembangan kawasan berbasis kluster sebagaimana diilustrasikan pada gambar 9.11 halaman 460 buku MENITI DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI.
Jadi, pengembangan ekonomi wilayah secara spasial melalui sentra maupun kawasan sangat tergantung kepada inisiatif yang menggerakkannya. Pengembangan kawasan juga sebaiknya berbasis komunitas, mengingat di masa yang akan datang masyarakat harus dapat diberdayakan sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan dalam mengembangkan kawasan bisnis. Daerah yang memiliki potensi untuk dikembangkan harus dapat menguatkan posisinya sebagai daerah sentra suatu produk dan dapat menarik banyak investasi maupun pendapatan bagi daerah. Pengembangan ekonomi wilayah harus melihat beberapa aspek, sehingga revitalisasi pengembangan dapat berkesinambungan. Aspek-aspek tersebut diformulasikan seperti gambar 9.12 halaman 460 buku MENITI DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI.
Minimal, ada dua langkah strategis yang dapat dilakukan, yaitu demand pull strategy dan supply push strategy, sebagaimana tertera di gambar 9.13 halaman 461 buku MENITI DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI. Langkah strategis tersebut harus didukung kebijakan terpadu, sehingga diperlukan langkah sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan dari tingkat nasional, provinsi hingga kabupaten/kota. Ada beberapa solusi yang dapat diajukan dalam strategi pengembangan ekonomi lokal, misalkan: (a) Ada bantuan subsidi untuk menurunkan harga, (b) Membantu proses pengadaan bahan baku, (c) Memperbaiki akses sumber-sumber bahan baku, (d) Membantu permodalan untuk pembelian bahan baku, dan (e) Membuat gudang penyimpanan.
Secara umum, upaya pengembangan industri, baik yang bersifat pengembangan ke depan (development oriented) maupun dalam konteks pemecahan permasalahan yang dihadapi sektor industri (problem solving), maka strategi pengembangan yang dapat ditempuh harus didasarkan pada pola pendekatan yang logis dan komprehensif melalui dua langkah yang simultan. Kedua langkah tersebut: (a) Memperkuat daya tarik faktor-faktor penarik pada sisi permintaan terhadap produk-produk industri (pull demand strategy) melalui berbagai bentuk kebijakan yang sesuai dengan kondisi riil dan kebutuhannya, (b) Memperkuat daya dukung faktor-faktor pendorong pada sisi kemampuan daya pasok (supply push strategy) untuk memperlancar kegiatan produksi yang sesuai dengan kondisi riil dan kebutuhannya.
Lingkup yang menjadi fokus pada strategi pengembangan industri dari sisi penguatan daya tarik faktor-faktor penarik produksi industri, secara umum dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: (1) Penciptaan iklim usaha yang kondusif, (2) Penerapan HAKI, (3) Peningkatan kemitraan, (4) Perluasan informasi pasar, dan (5) Peningkatan promosi/pemasaran.
Sementara itu yang menjadi fokus pada strategi pengembangan industri dari sisi penguatan daya dukung faktor-faktor pendorong kemampuan daya pasok pada kegiatan produksi, secara umum dibagi menjadi beberapa bagian, masing-masing (1) Menjaga ketersediaan bahan baku, (2) Meningkatkan dukungan pada aspek permodalan, (3) Pengembangan dan bantuan teknologi, dan (4) Peningkatan kemampuan SDM.
Strategi-strategi yang telah disusun dan dikedepankan paling tidak dapat menjadi strategi dalam pengelolaan perekonomian secara optimal, berkelanjutan dan integral. Dalam implementasinya diperlukan koordinator pelaksana (leading sector) di mana dibutuhkan pembagian tanggung jawab di antara stakeholder (institusi terkait) yang tersusun. Penunjukan institusi, baik pemerintah maupun non-pemerintah, dalam setiap strategi didasarkan pada pertimbangan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) instansi yang paling relevan. Selain itu, juga perlu dilakukan prioritas dalam implementasi strategi. Penentuan prioritas perlu mempertimbangkan kepentingan untuk dilaksanakannya suatu program.
Pembangunan ekonomi lokal dengan pendekatan spasial harus menitik-beratkan pada peningkatan kerjasama antardaerah berdasarkan keunggulan komparatif daerah. Gambar 9.14 (halaman 466 buku MENITI DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI) merangkum beberapa rencana pembangunan secara spasial berdasarkan keunggulan daerah. Kota Balikpapan misalkan, daerah yang memang sudah memiliki bandar udara internasional akan menjadi daerah yang difokuskan sebagai kota perdagangan atau jasa dengan optimalisasi infrastruktur perhubungan udara. Sementara itu Samarinda sebagai ibukota provinsi akan menjadi pusat pemerintahan dan pusat pendidikan dengan Universitas Mulawarman (Unmul) dikembangkan menjadi international university. Kabupaten Paser, Penajam Paser Utara dan Tanah Tidung akan difokuskan sebagai pusat agribisnis. Kabupaten Kutai Timur akan menjadi gateway to north Indonesia dengan pembangunan pelabuhan regional dan internasional Maloy. Kabupaten Kutai Kartanegara akan dibangun infrastruktur pariwisata serta rumah sakit berstandar internasional. Kota Bontang akan difokuskan pada permbangunan infrastruktur industri dengan pemanfaatan potensi gas. Sedangkan di Kabupaten Kutai Barat, ada pembangunan pusat pengembangan komoditas karet dan infrastruktur industrinya. Kabupaten Berau akan dikembangkan infrastruktur pariwisata kelautan lewat Pulau Derawan dan Pulau Sanglaki. Lalu Kabupaten Bulungan difokuskan pada pembangunan agribisnis perkebunan. Kota Tarakan akan dijadikan kota transito dan kota pendidikan. Adapun Kabupaten Malinau akan dikembangkan sebagai pusat agribisnis wilayah utara/perbatasan dan juga kabupaten konservasi. Dan Kabupaten Nunukan akan dijadikan pusat perdagangan antarnegara.
Khusus wilayah Maloy, diharapkan kelak menjadi pintu gerbang (gate) investasi dan akan ditransformasi menjadi sebuah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). KEK merupakan suatu kawasan yang menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintah yang bersifat khusus, tujuannya mengintegrasikan pembangunan buat menarik investasi dan menciptakan lapangan pekerjaan.
Pemilihan Maloy sebagai KEK didasarkan pada beberapa potensi, yaitu: (1) Letaknya berada di jalur jalan Trans-Kalimantan; (2) Lokasinya berada di antara kawasan industri dan kota pertanian SANGSAKA (Sangkulirang, Sandaran dan Kaliorang) dan area segitiga emas (golden triangle) pembangunan Sangatta (ibukota Kabupaten Kutai Timur), Sangkulirang, dan Muara Wahau; (3) Berada di posisi ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia)  dan berhadapan dengan Selat Makassar yang memiliki keunggulan komparatif karena berada di jalur pelayaran internasional; (4) Akses yang mudah menuju Australia, Malaysia, China, Korea, Jepang dan Filipina. Rencana letak KEK Maloy dapat dlihat gambar 9.15 halaman 468 buku MENITI DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI. KEK Maloy ini akan didukung fasilitas pelabuhan internasional dan kawasan industri dengan luas minimum 10.000 hektar dan kawasan penunjang 30.000 hektar.
KEK Maloy ini diharapkan menjadi outlet ekspor Kalimantan menuju pasar nasional dan global. Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPSKI) telah bersepakat mendukung KEK Maloy sebagai pintu ekspor CPO. KEK Maloy akan bekerjasama dengan mitra manajemen dari Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Jepang, China, Taiwan, Amerika Serikat, dan Uni Eropa, untuk mengembangkan fasilitas dan prosedur pengembangan kawasan. Industri-industri yang akan dibangun sebagai penarik investasi adalah: (1) Industri agribisnis (margarin, sabun, glycerin & speciality fat plant); (2) Pengolahan minyak dan kelapa sawit; (3) Terminal batubara; (4) Industri petrokimia dan oleokimia; (5) Aromatic complex industry; (6) Engineering workshop; (7) Palm oil mills & crushing plants; (8) Grain terminal, transportation fleets; (9) Bulking station, fasilitas pelabuhan Maloy (cargo terminal, pelabuhan penumpang, Ro-ro terminal).
Demikian strategisnya masa depan KEK Maloy ini, sehingga tenaga kerja yang akan diserap diperkirakan mencapai 250.000 orang dengan tambahan 5.000 orang ekspatriat. Kavling industri akan dibagi ke dalam delapan kluster kawasan industri dengan total mencapai 4.500 unit. Sebagai kavling pendukung, akan disiapkan 1.000 unit gedung perkantoran, perbankan, dan instansi pelayanan lainnya, serta 250.000 unit kawasan hunian.
3.      Pendekatan Manusia.
Penekanan investasi pada manusia diyakini merupakan basis dalam meningkatkan produktivitas faktor produksi secara total. Tanah, tenaga kerja dan modal fisik bisa saja mengalami diminishing return, namun tidak demikian dengan pengetahuan. Kualitas manusia yang meningkat merupakan prasyarat utama dalam proses produksi dan memenuhi tuntutan masyarakat industrial.
Alternatif lain dari strategi pembangunan adalah apa yang disebut sebagai people-centered development atau putting people first (Korten, 1981). Artinya, manusia (rakyat) merupakan tujuan utama dari pembangunan, dan kehendak serta kapasitas manusia merupakan sumberdaya yang paling penting. Dimensi pembangunan semacam ini jelas lebih luas daripada sekadar membentuk manusia profesional dan terampil, sehingga bermanfaat dalam proses produksi. Penempatan manusia sebagai subyek pembangunan menekankan pada pentingnya pemberdayaan (empowerment) manusia, yaitu kemampuan manusia mengaktualisasikan segala potensinya (Kuncoro, 2008).
Bila dilihat dari areal Kaltim yang relatif luas dan kepadatan penduduk yang relatif jarang, hanya 15 jiwa per kilometer persegi, ketersediaan tenaga kerja di Kaltim sangat langka. Selain kelangkaan tenaga kerja, kelangkaan SDM yang bermutu juga menjadi salah satu isu yang penting diperhatikan dalam pembangunan. Dengan lain kata, upaya mengatasi kelangkaan tenaga kerja seperti mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah, penerapan teknologi perlu ditempatkan sebagai bagian dari pembangunan Kaltim. Demikian pula untuk meningkatkan mutu SDM di pedesaan melalui penyuluhan, traning, magang dan lain-lain, perlu dijadikan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan Kaltim.
Peningkatan mutu SDM Kaltim mencakup lima aspek, masing-masing peningkatan mutu pendidikan, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, peningkatan akhlak dan agama, peningkatan kualitas ketenaga-kerjaan dan aparatur pemerintah, dan kependudukan. Kelima aspek ini harus dilakukan secara simultan sebagai syarat peningkatan kualitas SDM Kaltim yang sesuai dengan arah pembangunan SDM Kaltim ke depan.
Arah pembangunan SDM Kaltim dilatar-belakangi oleh gambaran masa depan yang akan dihadapi Kaltim seperti persaingan yang ketat, perubahan yang cepat, makin tingginya ketidak-pastian, era globalisasi dengan kualitas dan informasi yang makin mutakhir, dan munculnya tatanan dunia baru dengan pasar bebasnya (lihar gambar 9.16 halaman 470 buku MENITI DEMOKRASI MEMIMPIN KALTIM DENGAN HATI. Arah pembangunan SDM Kaltim harus mampu menyiapkan dan menjawab gambaran masa depan ini, sehingga pembangunan SDM adalah syarat utama menuju “Kaltim Bangkit 2013” sebagai keunggulan kompetitif. Kaltim masa depan adalah Kaltim yang mampu mewujudkan masyarakat berdaya saing, sejahtera dan berkeadilan, ditunjang oleh pemerintahan yang amanah dengan memanfaatkan sumber daya alam (SDA) lestari serta jaringan berbasis teknologi.        

E.     Kalimantan Timur yang Menjanjikan
Tahun 2010, jumlah penduduk Kalimantan Timur (Kaltim) mencapai angka 3.550.586 jiwa. Perkembangan jumlah penduduk Kaltim hingga tahun 2010 menunjukkan pertumbuhan yang masih dikategorikan tinggi (yaitu 3,81 persen) dan masih lebih tinggi dibandingkan angka rata-rata pertumbuhan nasional. Kondisi ini tidak terlepas pertumbuhan dari penduduk migrasi yang masuk ke daerah ini sebagai konsekuensi dari era otonomi di mana daerah yang masih menjanjikan peluang kerja dan pendapatan akan menjadi tujuan para migran. Hal ini ditunjukkan dari jumlah migrasi dan tujuan dari pendatang tersebut yang sebagian besar karena pekerjaan/mencari pekerjaan yaitu sebesar 46,7 persen (Survei Penduduk Antar Sensus/SUPAS 2005).
Daerah Kaltim dapat dikatakan berpenduduk jarang apabila dilihat dari tingkat kepadatannya yang hanya 15,94 jiwa/km2 yang menempatkannya pada posisi ke-2 setelah Provinsi Papua. Selain itu tingkat penyebaran penduduk termasuk timpang atau tidak merata, di mana penduduknya lebih terkonsentrasi di daerah kota yang mencapai 55,58 persen dengan hanya menempati luas wilayah 1.694,13 km2 dari total luas wilayah 198,441,17 km2 atau sebesar 0,85%. Sementara itu sembilan kabupaten terbebani jumlah penduduk hanya sebesar 44,42 persen dengan menempati luas wilayah 99,15 persen.
Sejalan dengan perkembangan positif ekonomi global, kinerja ekonomi nasional dan regional hingga pertengahan tahun 2011 ini menunjukkan arah yang semakin baik. Dari sisi ekonomi makro, stabilitas berbagai indikator ekonomi relatif terjaga dengan kecenderungan semakin menguat. Selain perekonomian global yang membaik, harga-harga komoditas di pasar internasional juga mengalami peningkatan. Kombinasi kondisi eksternal inilah yang kemudian turut mendorong kinerja ekonomi Kaltim, sebagai daerah yang mengandalkan ekspor primer, mengalami pertumbuhan positif. Pada triwulan IV tahun 2010 indikator makro ekonomi Kaltim, sebagaimana ditunjukkan oleh besaran PDRB Kaltim atas dasar harga berlaku mencatat Rp82,97 triliun dan jika komponen migas dikeluarkan dalam penghitungan, maka PDRB (tanpa migas) sebesar Rp49,43 triliun dan apabila tanpa migas dan batubara maka nilai PDRB mencapai Rp27,11 triliun. Bila dilihat dari PDRB harga konstan 2000 besaran PDRB dengan migas triwulan IV tahun 2010 sebesar Rp27,89 triliun dan tanpa migas mencapai Rp17,06triliun, dan PDRB tanpa migas dan batubara maka bernilai Rp10,31 triliun.
Yang cukup signifikan adalah perkembangan PDRB pertambangan batubara (tanpa migas) yang saat ini sudah melampaui pertambangan minyak dan gas bumi yaitu sebesar Rp22,32 triliun sementara PRDB minyak dan gas bumi sebesar Rp17,26 triliun. Atau, apabila dilihat kontribusinya, pertambangan migas sebesar 20,80 persen sedangkan pertambangan tanpa migas mencapai 22,26 persen. Kondisi ini berkat pertumbuhan pertambangan batubara yang cenderung memberikan peningkatan yang sangat siginifikan sementara minyak dan gas bumi sudah cenderung menurun atau pertumbuhan negatif.
Menurut Lapangan Usaha Perekonomian Kaltim pada triwulan IV tahun 2010 tumbuh positif 0,75 persen dengan migas, tanpa migas 2,05 persen, dan tanpa migas dan batubara 1,06 persen. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya (q-to-q) yang mencapai 0,46 persen, 2,20 persen, dan 1,48 persen. Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, hampir semua sektor mengalami pertumbuhan positif dibanding triwulan sebelumnya, kecuali sektor pertanian dan industri yang mengalami kontraksi penurunan. Khusus untuk sektor industri pengolahan, pada triwulan IV ini, mengalami penurunan 0,97 persen, karena dipengaruhi oleh penurunan industri Gas Alam Cair (LNG) sebesar 1,15 persen setelah pada triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan positif 3,68 persen. Kondisi ini diikuti laju pertumbuhan pada subsektor industri tanpa migas sebesar 1,37 persen. Sektor pertanian juga mengalami penurunan sebesar 1,03 persen, dipengaruhi oleh penurunan yang signifikan pada subsektor tanaman bahan makanan (Tabama) sebesar negatif 5,72 persen. Hal ini disebabkan adanya pola musiman di mana pada triwulan IV ini bukan periode panen raya, selain dipengaruhi pula oleh perubahan iklim. Khusus sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan sebagai leading sector ekonomi Kaltim, pada triwulan IV tahun 2010 yang tumbuh 1,34 persen lebih ditopang oleh peningkatan pada subsektor pertambangan tanpa migas (batubara) sebesar 3,60 persen.
Berdasarkan pengamatan terhadap sumber-sumber pertumbuhan ekonomi Kaltim, sumber pertumbuhan tertinggi pada triwulan IV tahun 2010 berasal dari sektor pertambangan dan penggalian, yakni sebesar 0,55 persen. Sektor yang juga merupakan sumber yang memberikan sumbangan positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kaltim di antaranya perdagangan (0,15 persen), angkutan (0,10 persen), keuangan (0,09 persen), konstruksi/bangunan (0,13 persen), jasa-jasa (0,04 persen), serta listrik dan air minum (0,01 persen).
Selanjutnya sektor yang menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi Kaltim melambat adalah andil dari sektor pertanian (-0,06 persen) dan sektor industri pengolahan -0,26 persen. Pertumbuhan ekonomi Kaltim pada triwulan IV 2010 bilamana mengabaikan faktor migas (q-to-q), tumbuh sebesar 2,05 persen. Jika ditinjau lebih dalam, seandainya pengaruh tambang non-migas (batubara) dihilangkan lagi, maka pertumbuhannya sebesar 1,06 persen.
Apabila pertumbuhan ekonomi Kaltim diamati dari perbandingan terhadap triwulan yang sama pada tahun 2009 (y-on-y), secara total pertumbuhan ekonomi Kaltim mencapai 2,36 persen dengan migas dan 7,78 persen tanpa migas, tanpa migas dan batubara sebesar 5,83 persen. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai pada triwulan IV tahun 2010 dengan migas lebih lambat dibandingkan pertumbuhan triwulan IV tahun 2009 yang tumbuh 5,17 persen. Sama halnya kalau dilihat dari pertumbuhan tanpa migas pada triwulan IV tahun 2010 yang tercatat 7,78 persen lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan IV tahun 2009 sebesar 12,90 persen. Ditinjau dari sisi lapangan usaha (sektor), sektor pertanian dan sektor industri pengolahan mengalami koreksi pada triwulan IV tahun 2010 dibanding triwulan IV tahun 2009, masing-masing sebesar -0,26 persen dan -4,87 persen. Khusus sektor industri pengolahan lebih dipengaruhi oleh kinerja industri pengilangan minyak yang turun -17,94 persen dan industri LNG turun -3,12 persen. Untuk sektor lainnya tumbuh positif, di mana pertumbuhan sektor bangunan mencatat pertumbuhan tertinggi dibanding sektor lain pada triwulan IV tahun 2010 sebesar 10,08 persen, kemudian diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran mencatat pertumbuhan sebesar 8,70 persen, keuangan 7,44 persen, angkutan dan komunikasi 8,15 persen, jasa (6,59 persen), listrik dan air bersih (4,65 persen), dan pertambangan 4,44 persen.
Bila ditelaah lebih lanjut, perkembangan sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan yang menjadi tumpuan ekonomi Kaltim, di triwulan IV tahun 2010 lebih ditopang oleh peningkatan yang cukup signifikan pada subsektor pertambangan tanpa migas (batubara) sebesar 10,91 persen. Upaya pemerintah untuk mengembangkan sektor pertanian sebagai landasan ekonomi Kaltim, hingga akhir tahun 2010 mulai menunjukkan arah yang lebih baik daripada kondisi pertanian tahun 2009, karena produksi hasil tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan dan perikanan cenderung meningkat, terkecuali produksi padi yang walaupun pada tahun 2010 sedikit mengalami peningkatan dibanding tahun 2009 namun masih di bawah target yang diinginkan akibat terjadinya alih fungsi lahan menjadi pertambangan batubara dan perkebunan khususnya kelapa sawit.
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Kaltim pada bulan Maret 2010 sebesar 243.000 jiwa (7,66 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2009 yang berjumlah 239.220 jiwa (7,73 persen), berarti terjadi penurunan persentase walaupun secara absolut jumlah penduduk miskin naik sebesar 3.780 jiwa. Selama periode Maret 2009 - Maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 2.180 jiwa dan di daerah perdesaan naik sebanyak 1.600 jiwa. Pada bulan Maret 2010, sebagian besar penduduk miskin berada di daerah perdesaan, yaitu 13,66 persen.
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan Maret 2010, sumbangan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 71,63 persen. Pada periode Maret 2009 - Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan  menunjukkan kecenderungan menurun. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.
Dengan visi-misi, kebijakan dan strategi pembangunan yang tepat, ditambah kerja keras Awang Faroek bersama segenap jajaran aparatur Pemerintah Provinsi Kaltim, denyut perekonomian Kaltim kini memperlihatkan gelagat perkembangan yang semakin positif. Upaya menggapai Kaltim Bangkit 2013 pun semakin mendekati kenyataan. ***
  

No comments:

Post a Comment