Monday, November 30, 2015

Jaminan Pensiun, Penyelenggara Untung, Peserta Bingung


Jaminan Pensiun, Penyelenggara Untung, Peserta Bingung
Ilustrasi BPJS Ketenagakerjaan
bpjsketenagakerjaan.go.id 
 
  Tampaknya terlalu gampang bagi BPJS Ketenagakerjaan untuk menggaet peserta program Jaminan Pensiun. Dari target 2,5 juta peserta hingga akhir 2015, ternyata per Oktober sudah ada 5,1 juta peserta.

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G. Masassya mengatakan, progam Jaminan Pensiun (JP) yang  dimulai 1 Juli 2015 sudah diikuti 5,1 juta tenaga kerja yang menjadi peserta dengan jumlah iuran Rp1,2 triliun.

"Program pensiun memberikan kepastian dan memberikan ketenangan. Prinsipnya adalah menghindarkan dari risiko finansial," kata Elvyn di sela acara Fun Run di Semarang, Minggu (23/11).

Jika sudah terpenuhi, apalagi melebihi harapan awal, tampaknya segalanya terasa begitu mudah.

Namun, benarkah capaian kepesertaan program JP yang lebih dari 200% dari target yang ditetapkan itu buah hasil kerja keras dari BPJS Ketenagakerjaan? Ataukah itu berarti sosialisasi program JP sudah efektif?

Keberhasilan BPJS Ketenagakerjaan menjaring lebih dari 5 juta peserta program JP itu, bukan karena kerja yang sudah maksimal ataupun bukti sudah optimalnya sosialisasi program.

Boleh jadi, keberhasilan BPJS Ketenagakerjaan itu karena faktor 'keberuntungan' semata. Beruntung karena program JP mendapatkan 'limpahan' dari peserta program Jaminan Hari Tua (JHT). Benarkah demikian?

Banyak perusahaan sudah pasti menyambut dengan antusias program JP. Dengan iuran yang ditanggung perusahaan 'hanya' 2%, bisa jadi biaya yang dialokasikan untuk program kesejahteraan karyawannya berkurang. Padahal, sebelumnya perusahaan menanggung iuran 3,7% untuk program JHT.

Dalam program JP, iuran yang ditetapkan sebesar 3% dari upah, yakni 2% ditanggung perusahaan dan 1% ditanggung tenaga kerja. Adapun dalam program JHT ditetapkan iuran 5,7%, sebesar 3,7% ditutup oleh perusahaan dan 2% dibayar oleh pekerja.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun ditetapkan bahwa iuran jaminan pensiun wajib dibayarkan setiap bulan sebesar 3% dari upah per bulan.  Iuran sebesar 3% wajib ditanggung bersama oleh pemberi kerja selain penyelenggara negara sebesar 2% dari upah, dan 1% dari upah ditanggung oleh peserta.

Besaran iuran sebagaimana dimaksud dilakukan evaluasi paling singkat tiga tahun dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional, yang akan digunakan sebagai dasar untuk penyesuaian kenaikan besaran iuran secara bertahap menuju 8%.

Adapun upah setiap bulan yang dijadikan dasar perhitungan iuran terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap pada bulan yang bersangkutan, dengan batas paling tinggi yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran Jaminan Pensiun untuk tahun 2015 sebesar Rp7 juta.

Sebagai pekerja, kalau kita mau sedikit meluangkan waktu untuk mencermati salinan slip gaji, ternyata dalam kolom tunjangan sudah tidak ada lagi keterangan Jaminan Hari Tua (dahulu Jamsostek/JHT). Kini, pekerja yang sudah diikutkan program JP tidak lagi menerima tunjangan JHT.

Pekerja Masih Bingung

Apa beda jaminan pensiun dan jaminan hari tua? Pertanyaan mendasar ini masih sering terdengar di sejumlah tempat dan kesempatan ketika pekerja membicarakan dua program milik BPJS Ketenagakerjaan itu.

Senin malam (16/11) di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat tiga orang pekerja berbincang serius di depan lobi kantor soal program Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua.

 "Kita ini sudah diikutkan program Jaminan Pensiun belum bang? Terus bagaimana kelanjutan iuran JHT selama ini?" ujar Badri.

Pertanyaan si Badri itu terlontar setelah sekilas membaca aturan soal Peraturan Pemerintah No. 45/2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun.

"Semestinya kita sudah diikutkan program Jaminan Pensiun. Saya tidak mau kalau sudah pensiun digaji setiap bulan tapi iuran JHT saya terus hilang," jawab Martono.

Dia pun menegaskan lebih baik iuran JHT diambil dahulu semuanya, baru diikutkan program Jaminan Pensiun meskipun memasuki pensiun sekitar lima tahun lagi.

"Lebih baik saya memilih diikutkan program JP hanya lima tahun, setelah pensiun ambil sekaligus dana iuran yang terkumpul plus iuran JHT," tegas Martono.

Seorang teman yang baru datang pun menimbrung. "Kalau dihitung setelah 15 tahun ikut program JP baru dapat pension setiap bulan buat apa? Lebih baik saya menabung di bank, saya ambil bunganya setiap bulan," ungkap Ruslan.

Dengan mimik serius dan menahan rasa jengkel, tidak paham soal Jaminan Pensiun, Ruslan pun menegaskan, " Apa bedanya dengan PNS. Kalau pegawai negeri jelas, dibiayai APBN. Terima uang pensiun setiap bulan tanpa membayar iuran."

Perbincangan serius ketiga karyawan itu sebenarnya lebih karena mereka belum memahami dan mengerti soal program JP. Entah mereka belum mempelajari program JP dan JHT, ataukah itu merupakan sedikit gambaran kemungkinan sosialisasi program  JP yang diluncurkan per 1 Juli 2015 itu masih kurang?

Berikut sekilas penjelasan dari perbedaan dan fokus dari program JHT dan program JP:

JHT adalah program jaminan sosial merupakan program perlindungan yang bersifat dasar bagi tenaga kerja yang bertujuan menjamin keamanan dan kepastian terhadap risiko-risiko sosial ekonomi, dan merupakan sarana penjamin arus penerimaan penghasilan bagi tenaga kerja, dan keluarganya akibat dari terjadinya risiko-risiko sosial dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.

Adapun JP adalah jaminan sosial yang bertujuan mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, ,atau meninggal dunia.

Pendek kata, JP yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan sebagai hak dasar layak untuk hari tua pekerja, sedangkan JHT memberikan manfaat dalam perencanaan masa tua pekerja.  JHT dan JP merupakan program yang bersifat kesejahteraan.

Dengan program JP, para pekerja swasta memperoleh uang pensiun setelah usia 56 tahun, dan merupakan pendapatan bulanan untuk memastikan dasar yang layak untuk memasuki hari tua.

Pekerja informal dan profesi dapat mengikuti program JP.

Sebaliknya, JHT merupakan tabungan dari bagian pendapatan selama aktif bekerja dan disisihkan untuk bekal memasuki hari tua.

Bagaimana jika saat didaftarkan program JP karyawan sudah berusia 55 tahun? Dengan kata lain, pekerja yang bersangkutan hanya mengikuti program JP sekitar 5 tahun alias tidak mencukupi ketentuan masa iuran selama 15 tahun.

Dalam hal ini BPJS Ketenagakerjaan menegaskan, bagi pekerja yang masa kerjanya di bawah 15 tahun, diberikan kesempatan secara mandiri mengiur sampai 15 tahun.

Namun, jika pilihan itu tidak diambil, maka pekerja bersangkutan bisa mengambil pensiunnya sekaligus alias lumpsum.

BPJS Ketenagakerjaan tidak membatasi pekerja yang berusia 40 tahun yang memiliki masa kerja 15 tahun, karena ini berkaitan dengan hak-hak pensiun seorang pekerja. Jika sudah terdaftar sebagai peserta program pensiun, baik bagi pekerja yang berusia 40 tahun maupun yang berusia lebih dari 40 tahun. Sekali pun baru satu bulan terdaftar kemudian meninggal dunia, pekerja bersangkutan terutama ahli warisnya berhak mendapatkan pensiun.

Bolehkah pekerja yang sudah ikut program JHT selama 15 tahun tetapi hanya mengikuti JHT sekitar 5 tahun memilih untuk mengambil semua haknya sekaligus setelah pensiun, atau memilih tidak mendapatkan gaji setiap bulan seperti halnya PNS?

Pertanyaan ini yang barangkali belum ditetapkan dalam aturan PP No.45/2015?

Masih banyaknya pertanyaan sekaligus kebingungan kalangan pekerja, BPJS Ketenagakerjaan wajib dan harus secara terus menerus melakukan sosialisasi, baik melalui perusahaan maupun sosialisasi lewat media-media informasi, seperti media massa ataupun media sosial.
Padahal, jika mengacu pada jumlah peserta program JHT BPJS Ketenagakerjaan yang sekitar 15 juta, semestinya capaian peserta program JP yang sudah mencapai lebih dari 5 juta peserta itu bisa dipacu lagi. Terlebih, perusahaan yang belum menyertakan pekerjanya dalam program JP ditenggat hingga 30 November 2015.
sumber: http://industri.bisnis.com/

No comments:

Post a Comment