Tuesday, January 22, 2013

JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT




A. LATAR BELAKANG
Kesehatan adalah hak dan investasi, setiap warga negara berhak atas kesehatannya termasuk masyarakat miskin, untuk itu diperlukan suatu sistem yang mengatur pelaksanaan bagi upaya pemenuhan hak warga negara untuk tetap hidup sehat. Kualitas kesehatan masyarakat Indonesia selama ini tergolong rendah, selama ini masyarakat terutama masyarakat miskin cenderung kurang memperhatikan kesehatan mereka. Hal ini dapat disebabkan karena rendahnya tingkat pemahaman mereka akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan, padahal kesadaran rakyat tentang pemeliharaan dan perlindungan kesehatan sangatlah penting untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Di sisi lain, rendahnya derajat kesehatan masyarakat dapat pula disebabkan oleh ketidakmampuan mereka untuk mendapatkan pelayanan kesehatan karena mahalnya biaya pelayanan yang harus dibayar.
Tingkat kemiskinan menyebabkan masyarakat miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang tergolong mahal. Jika tidak segera diatasi, kondisi tersebut akan memperparah kondisi kesehatan masyarakat Indonesia, karena krisis ekonomi telah meningkatkan jumlah masyarakat miskin dan mengakibatkan naiknya biaya pelayanan kesehatan, sehingga semakin menekan akses mereka karena biaya yang semakin tak terjangkau.
Mengingat kesehatan merupakan aspek penting dalam kehidupan masyarakat, maka pemerintah harus menciptakan suatu pembangunan kesehatan yang memadai sebagai upaya perbaikan terhadap buruknya tingkat kesehatan selama ini. Dalam Undang-Undang Dasar Negara  Republik Indonesia  Tahun 1945  (UUD 1945)  pada Pasal 28H, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga negara berhak Tulisan hukum/Infokum/Tematik Page 2 mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin, dalam implementasinya dilaksanakan secara bertahap sesuai kemampuan keuangan  pemerintah dan pemerintah daerah.
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan  UUD 1945, setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara, dan upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua pihak baik Pemerintah maupun masyarakat.
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 28H dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tersebut mengisyaratkan bahwa setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Upaya mewujudkan hak tersebut pemerintah harus  menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang merata, adil dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Untuk itu pemerintah  perlu melakukan upaya-upaya untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan.
Kemudian  sesuai amanat pada perubahan  UUD 1945 Pasal 34 ayat 2 yang menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan dimasukkannya Sistem Jaminan Sosial dalam perubahan UUD 1945, dan terbitnya UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN),
menjadi suatu bukti yang kuat bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan terkait harus memiliki komitmen yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya. Karena melalui SJSN sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial pada hakekatnya bertujuan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Berdasarkan konstitusi dan undang-undang tersebut, pemerintah melakukan upayaupaya untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan, di antaranya adalah Program Jaringan Pengaman Sosial Kesehatan (JPS-BK) tahun 1998-2000, Program Dampak Pengurangan Subsidi Energi (PDSE) tahun 2001, dan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) tahun 2002-2004. Pada awal tahun 2005, melalui Keputusan Menteri Kesehatan 1241/Menkes/XI/04 pemerintah menetapkan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) melalui pihak ketiga, yaitu, PT Askes (persero) Program ini lebih dikenal sebagai program Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin). Program Askeskin merupakan kelanjutan dari PKPS-BBM yang telah dilaksanakan sebelumnya, dimana pembiayaannya didanai dari subsidi BBM yang telah dikurangi pemerintah untuk dialihkan menjadi subsidi di bidang kesehatan. Program Askeskin (2005-2007) kemudian berubah nama menjadi program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) sejak tahun 2008 sampai dengan sekarang. JPKMM/Askeskin, maupun Jamkesmas kesemuanya memiliki tujuan yang sama yaitu melaksanakan penjaminan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin dan tidak mampu dengan menggunakan prinsip asuransi kesehatan sosial.
Pelaksanaan program Jamkesmas mengikuti prinsip-prinsip penyelenggaraan sebagaimana yang diatur dalam UU SJSN, yaitu dikelola secara nasional, nirlaba, portabilitas, transparan,  efisien dan efektif. Pelaksanaan program Jamkesmas tersebut merupakan upaya untuk menjaga kesinambungan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang merupakan masa transisi sampai dengan diserahkannya kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sesuai UU SJSN.
B. PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian diatas terdapat beberapa hal yang perlu disampaikan untuk memberikan gambaran mengenai pelaksanaan Jamkesmas, yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan kemiskinan?
2. Apakah yang dimaksud dengan Jamkesmas?
3. Aspek-aspek apakah yang mendapat perhatian pemerintah (dhi. Departemen Kesehatan) untuk Program Jamkesmas Tahun 2011?
4. Bagaimanakah pengembangan jaminan kesehatan di daerah?
C. PEMBAHASAN
Pemerintah menyadari bahwa masyarakat, terutama masyarakat miskin, sulit untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Kondisi tersebut semakin memburuk karena mahalnya biaya kesehatan, akibatnya pada kelompok masyarakat tertentu sulit mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Untuk memenuhi hak rakyat atas kesehatan, pemerintah mengalokasikan dana bantuan sosial sektor kesehatan yang digunakan sebagai pembiayaan bagi masyarakat, khususnya masyarakat miskin, bantuan sosial tersebut direalisasikan dalam bentuk  Jamkesmas yang penyelengaraannya dalam skema asuransi sosial.
1. Kemiskinan
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbiumbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama Maret 2008 s.d. Maret 2009, Garis Kemiskinan naik sebesar 9,65 persen, yaitu dari Rp182.636,00 per kapita per bulan pada Maret 2008 menjadi Rp200.262,00 per kapita per bulan pada Maret 2009.
Dalam penanggulangan masalah kemiskinan melalui program bantuan langsung tunai (BLT) BPS pun telah menetapkan 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin, seperti yang telah  disosialisasikan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika (2005), rumah tangga yang memiliki ciri rumah tangga miskin, yaitu:
a) Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
b) Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
c) Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
d) Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama dengan rumah tangga lain.
e) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
f) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
g) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
h) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
i) Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
j) Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
k) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
l) Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0,5 ha,buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000 per bulan.
m)Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
n) Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp. 500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka rumah tangga yang tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan tunai langsung adalah rumah tangga yang tidak memenuhi kriteria tersebut di atas, PNS, TNI, Polri/pensiunan, pengungsi yang diurus oleh pemerintah, dan penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal.
Kemiskinan dapat pula dikatakan sebagai rendahnya kualitas hidup masyarakat karena tidak terpenuhinya kebutuhan sosial, artinya kesempatan mereka untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang disediakan oleh pemerintah sangat kecil, termasuk akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Padahal kesehatan adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat yang harus mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah. Biaya kesehatan yang mahal menjadi kendala bagi masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai.
Dalam rangka memenuhi hak masyarakat miskin sebagaimana diamanatkan konstitusi dan undang-undang, pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan mengeluarkan kebijakan yang lebih memfokuskan pada pelayanan kesehatan masyarakat miskin. Masyarakat miskin di sini adalah masyarakat yang berdasarkan kriteria pemerintah ditetapkan dalam kategori miskin. Dasar pemikirannya adalah selain memenuhi kewajiban pemerintah juga berdasarkan kajian bahwa indikator-indikator kesehatan akan lebih baik apabila lebih memperhatikan pelayanan kesehatan yang terkait dengan kemiskinan dan kesehatan. Melalui  Jamkesmas diharapkan segenap lapisan masyarakat miskin dapat merasakan dan menikmati fasilitas kesehatan sehingga kedepannya dapat menurunkan angka kematian ibu melahirkan, menurunkan angka kematian bayi, dan balita serta penurunan angka kelahiran dengan tetap mengedepankan pelayanan akan kasus-kasus kesehatan masyarakat miskin umumnya.
2. Tentang Jaminan Kesehatan Masyarakat
Jamkesmas adalah bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang iurannya dibayar oleh Pemerintah, diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan sejak tahun 2008 dan merupakan perubahan dari Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin/JPKMM atau lebih dikenal dengan program Askeskin yang diselenggarakan pada tahun 2005 s.d. 2007. Program Jamkesmas diselenggarakan untuk memberikan kemudahan dan akses pelayanan kesehatan kepada peserta di seluruh jaringan fasilitas kesehatan yang melaksanakan program Jamkesmas, mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang terstandar dan terkendali mutu dan biayanya, dan terselenggaranya pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel.
Pelaksanaan program Jamkesmas dilaksanakan sebagai amanat UUD 1945 Pasal 28H ayat (1), yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selain itu berdasarkan  UUD 1945 Pasal 34 ayat (3) dinyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Pada  UUD 1945  Pasal 34 ayat (2) mengamanatkan negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan dimasukkannya Sistem Jaminan Sosial dalam perubahan UUD 1945, dan terbitnya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), menjadi suatu bukti yang kuat bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan terkait memiliki komitmen yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya. Karena melalui SJSN sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial pada hakekatnya bertujuan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Pelaksanaan program Jamkesmas tersebut merupakan upaya untuk menjaga kesinambungan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang merupakan masa transisi sampai dengan diserahkannya kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sesuai UU SJSN.
Pelaksanaan program Jamkesmas mengikuti prinsip-prinsip penyelenggaraan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 903/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat, yaitu:
a. dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan untuk semata-mata peningkatan derajat kesehatan masyarakat miskin;
b. menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang  cost effective dan rasional;
c. pelayanan terstruktur, berjenjang dengan portabilitas dan ekuitas; dan d. efisien, transparan dan akuntabel.
Sasaran jamkesmas diperuntukan bagi seluruh masyarakat miskin, pelaksanaan program Jamkesmas diharapkan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat, dengan memberikan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan, sasaran program Jamkesmas berjumlah 19,1 juta rumah tangga miskin (RTM) yang setara dengan 76,4 juta jiwa masyarakat yang terdiri dari masyarakat miskin dan masyarakat tidak mampu.
Program Jamkesmas memberikan perlindungan sosial di bidang kesehatan untuk menjamin masyarakat miskin dan tidak mampu yang iurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya yang layak dapat terpenuhi. Iuran bagi masyarakat miskin dan tidak mampu dalam Program  Jamkesmas bersumber dari Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) dari mata anggaran kegiatan belanja bantuan sosial. Pada hakikatnya pelayanan kesehatan terhadap peserta menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan bersama oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota berkewajiban memberikan kontribusi sehingga menghasilkan pelayanan yang optimal.
Program Jamkesmas diselenggarakan berdasarkan konsep asuransi sosial.
Program ini diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk mewujudkan portabilitas pelayanan sehingga pelayanan rujukan tertinggi yang disediakan Jamkesmas dapat diakses oleh seluruh peserta dari berbagai wilayah, dan agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.
Penyelenggaraan Program Jamkesmas dibedakan dalam dua kelompok berdasarkan tingkat pelayanannya yaitu:
a. Jamkesmas untuk pelayanan dasar di puskesmas termasuk jaringannya.
b. Jamkesmas untuk pelayanan kesehatan lanjutan di rumah sakit dan balai kesehatan.
Program Jamkesmas 2011 dikembangkan dengan memberikan Jaminan Persalinan bagi semua kehamilan/persalinan (yg belum memiliki Jaminan Persalinan), Jaminan Persalinan yang memberikan pelayanan kepada seluruh ibu hamil yang melahirkan di mana persalinannya ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta. Selain  Jaminan Persalinan diselenggarakan pula Jaminan Pelayanan Pengobatan pada penderita Thalassaemia Mayor. Pemberian pelayanan bagi penderita Thalassaemia Mayor diberikan kepada pasien yang telah ditegakkan diagnosis secara pasti sebagai penderita Thalassaemia Mayor.
3. Pelaksanaan Program Jamkesmas
Program Jamkesmas  Tahun 2011  lebih difokuskan pada penyelenggaraan pelayanan kesehatan lanjutan di rumah sakit dan balai kesehatan yang terdiri dari penyelenggaraan kepesertaan, penyelenggaraan pelayanan, penyelenggaraan pendanaan beserta manajemen dan pengorganisasiannya, sehingga mekanisme pelaksanaan Program Jamkesmas tahun 2011 sebagai berikut:
a) Kepesertaan
Peserta Program Jamkesmas adalah masyarakat miskin dan orang yang tidak mampu dan peserta lainnya yang iurannya dibayar oleh Pemerintah sejumlah 76,4 juta jiwa.  Kepesertaan Jamkesmas 2011 mengacu kepada data BPS 2008 yang berjumlah 60,4 juta jiwa, namun jumlah sasaran (kuota) peserta Jamkesmas tahun 2011 ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan sama dengan tahun 2010 yaitu 76,4 juta jiwa. Baseline data kepesertaan tahun 2011 menggunakan data BPS ditambah dengan data daerah sesuai dengan  updating sampai memenuhi kuota 2011 yang ditetapkan.
Peserta yang dijamin dalam program Jamkesmas tersebut meliputi:
1) Masyarakat miskin dan tidak mampu yang telah ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota mengacu pada:
(a) data masyarakat miskin sesuai dengan data BPS 2008 dari Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) yang telah lengkap dengan nama dan alamat yang jelas (by name by address).
(b) sisa kuota: total kuota dikurangi data BPS 2008 untuk kabupaten/kota setempat yang ditetapkan sendiri oleh kabupaten/kota setempat lengkap dengan nama dan alamat (by name by address) yang jelas.
2) Gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar, masyarakat miskin yang tidak memiliki identitas.
3) Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) yang tidak memiliki kartu Jamkesmas.
4) Masyarakat miskin yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1185/Menkes/SK/XII/2009 tentang Peningkatan Kepesertaan Jamkesmas bagi Panti Sosial, Penghuni Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara serta Korban Bencana Pasca Tanggap Darurat. Tata laksana pelayanan diatur dengan petunjuk teknis (juknis) tersendiri sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1259/Menkes/SK/XII/2009 tentang
Petunjuk Teknis Pelayanan Jamkesmas Bagi Masyarakat Miskin Akibat Bencana, Masyarakat Miskin Penghuni Panti Sosial, dan Masyarakat Miskin Penghuni Lembaga Pemasyarakatan serta Rumah Tahanan Negara.
5) Ibu hamil dan melahirkan serta bayi yang dilahirkan (sampai umur 28Hari) yang tidak memiliki jaminan kesehatan.
6) Penderita Thalassaemia Mayor yang sudah terdaftar pada Yayasan Thalassaemia Indonesia (YTI) atau yang belum terdaftar namun telah mendapat surat keterangan direktur rumah sakit.
Apabila masih terdapat masyarakat miskin dan tidak mampu yang tidak termasuk dalam keputusan Bupati/Walikota maka jaminan kesehatannya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah (Pemda) setempat, cara penyelenggaraan jaminan kesehatan daerah mengikuti kaidah-kaidah pelaksanaan Jamkesmas.
Peserta Jamkesmas ada yang memiliki kartu sebagai identitas peserta dan ada yang tidak memiliki kartu.
1) Peserta yang memiliki kartu adalah peserta sesuai Surat Keputusan Bupati/Walikota.
2) Peserta yang tidak memiliki kartu terdiri dari:
(a) gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar serta penghuni panti sosial pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan surat rekomendasi dari Dinas Sosial setempat.
(c)  penghuni Lapas dan Rutan pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan rekomendasi dari Kepala Lapas/Rutan.
(d) peserta Program Keluarga Harapan (PKH)  yang tidak memiliki kartu Jamkesmas pada saat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan kartu PKH.
(e) bayi dan anak yang lahir dari pasangan (suami dan istri) peserta Jamkesmas setelah terbitnya SK Bupati/Walikota, dapat mengakses pelayanan kesehatan dengan menunjukkan akte kelahiran/surat kenal lahir/surat keterangan lahir/pernyataan dari tenaga kesehatan, kartu Jamkesmas orang tua dan Kartu Keluarga orangtuanya.
Bayi yang lahir dari pasangan yang hanya salah satunya memiliki kartu jamkesmas tidak dijamin dalam program ini.
(f) korban bencana pasca tanggap darurat, kepesertaannya berdasarkan keputusan Bupati/Walikota setempat sejak tanggap darurat dinyatakan selesai dan berlaku selama satu tahun.
(g) sasaran yang dijamin oleh Jaminan Persalinan yaitu: ibu hamil, ibu bersalin/ibu nifas dan bayi baru lahir.
(h) penderita Thalassaemia Mayor.
Terhadap peserta yang memiliki kartu maupun yang tidak memiliki kartu sebagaimana tersebut di atas, PT Askes (Persero) wajib menerbitkan Surat Keabsahan Peserta (SKP) dan membuat pencatatan atas kunjungan pelayanan kesehatan. Khusus untuk peserta Jaminan Persalinan dan penderita Thalassaemia
Mayor non peserta Jamkesmas diterbitkan Surat Jaminan Pelayanan (SJP) oleh Rumah Sakit, tidak perlu diterbitkan SKP oleh PT Askes (Persero).
Bagi peserta yang telah meninggal dunia maka haknya hilang dengan pertimbangan akan digantikan oleh bayi yang lahir dari pasangan peserta Jamkesmas sehingga hak peserta yang meninggal tidak dapat dialihkan kepada orang lain. Penyalahgunaan terhadap hak kepesertaan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b) Pelayanan Kesehatan
Setiap peserta mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan meliputi: pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) kelas III dan pelayanan gawat darurat. Manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta dalam bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan medik sesuai dengan Standar Pelayanan Medik.
Pada keadaan gawat darurat (emergency), seluruh Fasilitas Kesehatan (Faskes) baik jaringan Jamkesmas atau bukan wajib memberikan pelayanan penanganan pertama kepada peserta Jamkesmas. Bagi Faskes yang bukan jaringan Jamkesmas pelayanan tersebut merupakan bagian dari fungsi sosial Faskes, selanjutnya  Faskes tersebut dapat merujuk ke  Faskes jaringan  Faskes  Jamkesmas untuk penanganan lebih lanjut.
Pemberian pelayanan kepada peserta oleh Faskes lanjutan harus dilakukan secara efisien dan efektif, dengan menerapkan prinsip kendali biaya dan kendali mutu, untuk mewujudkannya maka dianjurkan manajemen Faskes lanjutan melakukan analisis pelayanan dan memberi umpan balik secara internal kepada instalasi pemberi layanan. Pelayanan kesehatan dalam program ini menerapkan pelayanan terstruktur dan pelayanan berjenjang berdasarkan rujukan. Faskes lanjutan penerima rujukan wajib merujuk kembali peserta Jamkesmas disertai jawaban dan tindak lanjut yang harus dilakukan jika secara medis peserta sudah dapat dilayani di Faskes yang merujuk.
Bagi pengguna jaminan persalinan manfaat yang diberikan meliputi pelayanan pemeriksaan kehamilan, persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan bayi baru lahir serta pelayanan KB paska persalinan. Tata laksana mengenai jaminan persalinan secara rinci diatur dengan juknis tersendiri. Bagi penderita Thalassaemia Mayor mendapatkan manfaat pelayanan sesuai standar terapi Thalassaemia. Tata laksana mengenai hal ini diatur dengan juknis tersendiri.
Pemberlakuan INA-CBGs di Faskes lanjutan meliputi berbagai aspek sebagai satu kesatuan  yaitu penyiapan software dan aktivasinya, administrasi klaim  dan proses verifikasi. Agar dapat berjalan dengan baik, dokter harus menuliskan diagnosis dan tindakan dengan lengkap menurut ICD-10 dan/atau ICD-9 CM. Koder menerjemahkan diagnosis dan tindakan ke dalam ICD-10 dan ICD-9 CM.
Selanjutnya petugas administrasi klaim Faskes lanjutan memasukkan data klaim dengan lengkap dan menggunakan software INA-CBGs. Pada kasus severity level 3 harus dilengkapi dengan pengesahan dari Komite Medik atau Direktur Pelayanan atau Supervisor.
Status kepesertaan harus ditetapkan sejak awal untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, peserta Jamkesmas tidak boleh dikenakan urun biaya dengan alasan apapun.
Fasilitas Kesehatan (Faskes)
Fasilitas kesehatan dalam program Jamkesmas meliputi puskesmas dan jaringannya serta Fasilitas Kesehatan lanjutan (Rumah Sakit dan balkesmas), yang telah bekerja sama dalam program Jamkesmas. Perjanjian Kerja Sama (PKS) dibuat antara Faskes dengan Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota setempat yang diketahui oleh Tim Pengelola Provinsi meliputi berbagai aspek pengaturannya dan diperbaharui setiap tahunnya apabila  Faskes lanjutan tersebut masih berkeinginan menjadi Faskes lanjutan program Jamkesmas.
Faskes lanjutan dikembangkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat berdasarkan kebutuhan dengan mempertimbangkan berjalannya proses pengabsahan peserta oleh petugas PT Askes (Persero) serta verifikasi oleh Verifikator Independen.
Upaya perbaikan peningkatan pelayanan kesehatan khususnya hal-hal yang terkait dengan perizinan RS, kualifikasi RS dan akreditasi RS terus dilakukan dalam rangka peningkatan pelayanan. dan peningkatan efisiensi baik di puskesmas maupun di rumah sakit dan  Faskes lainnya terus dilakukan. Telaah pemanfaatan pelayanan (utilisation review) dilakukan untuk menilai kewajaran pelayanan kesehatan yang dilakukan. Selanjutnya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan  Faskes yang telah melakukan kerja sama kepada Tim Pengelola Jamkesmas Pusat bersama nomor rekening  Faskes lanjutan yang bersangkutan, untuk didaftarkan sebagai  Faskes  Jamkesmas dengan keputusan Ketua Tim Pengelola Jamkesmas Pusat.
c) Pendanaan
Pendanaan Jamkesmas merupakan jenis belanja bantuan sosial bersumber dari APBN Kementerian Kesehatan. Dana belanja bantuan sosial adalah dana yang dimaksudkan untuk mendorong pencapaian program dan  peningkatan kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta Jamkesmas serta bukan bagian dari dana yang ditransfer ke Pemerintah Kabupaten/Kota sehingga pengaturannya tidak melalui mekanisme APBD, dan dengan demikian tidak langsung menjadi pendapatan daerah. Dana Jamkesmas dan Jampersal terintegrasi secara utuh menjadi satu kesatuan. Dana Jamkesmas dan Jampersal untuk pelayanan kesehatan dasar disalurkan langsung dari rekening kas negara ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melalui bank. Dana Jamkesmas dan Jampersal untuk pelayanan kesehatan lanjutan disalurkan langsung dari rekening kas negara ke rumah sakit/balkesmas melalui bank.
Pembayaran biaya pelayanan kesehatan dasar dan jaminan persalinan di Faskes tingkat pertama dibayar dengan pola klaim. Pertanggungjawaban untuk seluruh Faskes lanjutan menggunakan pola pembayaran dengan INA-CBGs. Peserta tidak boleh dikenakan urun biaya dengan alasan apapun.
Sumber dan Alokasi Dana
Dana Pelayanan Jamkesmas bersumber dari APBN sektor Kesehatan dan APBD. Pemerintah daerah melalui APBD berkontribusi dalam menunjang dan melengkapi pembiayaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu di daerah masing- masing meliputi antara lain:
1) masyarakat miskin dan tidak mampu yang tidak masuk dalam pertanggungan kepesertaan Jamkesmas.
2) biaya transportasi rujukan dari rumah sakit yang merujuk ke pelayanan kesehatan lanjutan serta biaya pemulangan pasien menjadi tanggung jawab Pemda asal pasien.
3) biaya transportasi petugas pendamping pasien yang dirujuk.
4) dukungan biaya operasional manajemen Tim Koordinasi dan Tim Pengelola Jamkesmas Provinsi/Kabupaten/Kota.
5) biaya lain-lain di luar pelayanan kesehatan, sesuai dengan spesifik daerah dapat dilakukan oleh daerahnya.
Adapun dana Operasional Manajemen Tim Pengelola di Provinsi bersumber dari APBN melalui dana dekonsentrasi, sedangkan untuk Tim Pengelola Kabupaten/Kota bersumber dari APBN melalui dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Besaran alokasi dana pelayanan Jamkesmas di pelayanan dasar untuk setiap kabupaten/kota dan pelayanan rujukan untuk rumah sakit/balkesmas ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan.
Lingkup Pendanaan
Pendanaan Jamkesmas terdiri dari:
1) Dana Pelayanan Kesehatan, adalah dana yang langsung diperuntukkan untuk pelayanan kesehatan di  Faskes Tingkat Pertama dan  Faskes Tingkat Lanjutan.
Dana Pelayanan Kesehatan bagi peserta Jamkesmas meliputi seluruh pelayanan kesehatan di:
(a) puskesmas dan jaringannya untuk pelayanan kesehatan dasar.
(b) rumah sakit pemerintah/swasta termasuk RS khusus, TNI/POLRI, balkesmas untuk pelayanan kesehatan rujukan.
2) Dana Operasional Manajemen, adalah dana yang diperuntukkan untuk operasional manajemen Tim Pengelola dan Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota dalam menunjang program Jamkesmas.
d) Pengorganisasian
Pengorganisasian kegiatan Jamkesmas dimaksudkan agar pelaksanaan manajemen kegiatan Jamkesmas dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Pengelolaan kegiatan Jamkesmas dilaksanakan secara bersama-sama antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Dalam pengelolaan Jamkesmas dibentuk Tim Pengelola di tingkat pusat, tingkat provinsi, dan tingkat kabupaten/kota. Pengelolaan kegiatan Jamkesmas terintegrasi dengan kegiatan BOK. Pengorganisasian manajemen Jamkesmas dan BOK terdiri dari:
1) Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK (bersifat lintas sektor), sampai tingkat kabupaten/kota.
2) Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK (bersifat lintas program), sampai tingkat kabupaten/kota.
Tim Koordinasi
1) Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat
Menteri Kesehatan membentuk Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat, yang terdiri dari Pelindung, Ketua, Sekretaris dan Anggota. Tim Koordinasi bersifat lintas sektor terkait, diketuai oleh Sekretaris Utama Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dengan anggota terdiri dari Pejabat Eselon I Kementerian terkait dan unsur lainnya.
Tugas Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat:
(a) menentukan  strategi dan kebijakan nasional pelaksanaan Jamkesmas dan BOK.
(b) melakukan pengendalian dan penilaian pelaksanaan kegiatan Jamkesmas dan BOK secara nasional.
(c)  memberikan arahan untuk efisiensi dan efektivitas pelaksanaan Jamkesmas dan BOK.
(d) menjadi fasilitator lintas sektor tingkat pusat dan daerah.
2) Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi
Gubernur membentuk Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi, yang terdiri dari Pelindung, Ketua, Sekretaris dan Anggota. Tim Koordinasi bersifat lintas sektor terkait dalam pelaksanaan Jamkesmas dan BOK, diketuai oleh Sekretaris Daerah Provinsi dengan anggota terdiri dari pejabat terkait.
Tugas Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi:
(a) menjabarkan strategi dan kebijakan pelaksanaan Jamkesmas  dan BOK tingkat provinsi.
(b) mengarahkan pelaksanaan kebijakan Jamkesmas dan BOK sesuai kebijakan nasional.
(c) melakukan pengendalian dan penilaian pelaksanaan kegiatan Jamkesmas dan BOK di tingkat provinsi.
3) Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota Bupati/Walikota  membentuk Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota, yang terdiri dari Pelindung, Ketua, Sekretaris dan Anggota. Tim Koordinasi bersifat lintas sektor terkait dalam pelaksanaan Jamkesmas dan BOK,diketuai oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota dengan anggota terdiri dari pejabat terkait.
Tugas Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota:
(a) menjabarkan strategi dan kebijakan pelaksanaan Jamkesmas dan BOK.
(b) mengarahkan pelaksanaan kebijakan Jamkesmas dan BOK sesuai kebijakan nasional.
(c) melakukan pengendalian dan penilaian pelaksanaan kegiatan Jamkesmas dan BOK.
(d) menjadi fasilitator lintas sektor tingkat kabupaten/kota dan Puskesmas.
Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK
Dalam pengelolaan kegiatan Jamkesmas dan BOK dibentuk Tim Pengelola Tingkat Pusat, Tim Pengelola Tingkat Provinsi, dan Tim Pengelola Tingkat Kabupaten/Kota.
Tim Pengelola bersifat lintas program di Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
1) Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat
Menteri Kesehatan membentuk Tim Pengelola Jamkesmas terintegrasi dengan BOK. Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat terdiri dari Penanggung Jawab, Pengarah, Pelaksana dan Sekretariat yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
Penanggung jawab adalah Menteri Kesehatan, sedangkan Pengarah terdiri dari pejabat eselon I di lingkungan Kemenkes, dengan Ketua adalah Sekretaris Jenderal dan Wakil Ketua adalah Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA.
Pelaksana terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan Anggota yang merupakan Pejabat Eselon I dan Pejabat Eselon II di lingkungan Kemenkes.
Sekretariat terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota yang merupakan pejabat eselon II, pejabat eselon III dan pejabat eselon IV di lingkungan Kemenkes.
Tugas Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat:
(a) merumuskan dan menetapkan kebijakan operasional dan teknis, pelaksanaan Jamkesmas dan BOK agar sejalan dengan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014.
(b) melakukan pengawasan dan pembinaan atas kebijakan yang telah ditetapkan.
(c) melakukan sinkronisasi dan koordinasi terkait pengembangan kebijakan.
(d) memberikan masukan dan laporan kepada Menteri Kesehatan terkait pelaksanaan Jamkesmas dan BOK.
(e) menyusun pedoman teknis pelaksanaan, penataan sasaran, penataan fasilitas pelayanan kesehatan (pemberi pelayanan kesehatan) dalam rangka penyelenggaraan Jamkesmas.
(f) menyusun dan mengusulkan norma, standar, prosedur dan kriteria dalam penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK.
(g) melaksanakan pertemuan berkala dengan pihak terkait dalam rangka koordinasi, sinkronisasi dan evaluasi penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK.
(h) melaksanakan advokasi, sosialisasi, sinkronisasi penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK.
(i) menyusun perencanaan, evaluasi, monitoring dan pengawasan seluruh kegiatan sesuai dengan kebijakan teknis dan operasional yang telah ditetapkan.
(j) melakukan telaah hasil verifikasi, otorisasi dan realisasi pembayaran klaim dan mengusulkan kebutuhan anggaran pelayanan kesehatan.
2) Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi
Tim Pengelola Jamkesmas sekaligus sebagai Tim Pengelola BOK. Kegiatan Jamkesmas (termasuk Jampersal) terintegrasi dalam pengelolaan dengan kegiatan-kegiatan BOK, karena itu semua bidang yang ada pada Dinas Kesehatan Provinsi harus masuk dalam struktur organisasi pengelola ini.
Kegiatan manajemen Jamkemas dan BOK di provinsi dibiayai melalui dana Dekonsentrasi Pengelolaan Jamkesmas dari Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (P2JK) Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan.
Tugas Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Provinsi adalah:
(a) melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Pusat.
(b) mempertanggungjawabkan manajemen penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK secara keseluruhan di wilayah kerjanya.
(c)  mengoordinasikan manajemen kepesertaan, pelayanan dan administrasi keuangan dalam penyelenggaraan Jamkesmas.
(d) melakukan pembinaan (koordinasi dan evaluasi) terhadap pelaksanaan kegiatan Jamkesmas dan BOK di kabupaten/kota.
(e) melatih tim pengelola Jamkesmas dan BOK tingkat kabupaten/kota.
(f)  menyampaikan laporan dari hasil penyelenggaraan kegiatan Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota ke Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat.
(g) mengupayakan peningkatan dana untuk operasional Puskesmas dan manajemen Jamkesmas dan BOK dari sumber APBD.
(h) mengoordinasikan manajemen administrasi keuangan Jamkesmas dan BOK.
(i)  melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap unit-unit kerja yang terkait dalam penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK di wilayah kerjanya.
(j)  memfasilitasi pertemuan secara berkala dengan Tim Koordinasi sesuai kebutuhan dalam rangka sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan penyelesaian masalah lintas sektor yang terkait dengan penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK di provinsi.
(k) membuat laporan secara berkala atas pelaksanaan Jamkesmas dan BOK di wilayah kerjanya kepada Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Pusat.
(l)  menangani penyelesaian keluhan dari para pihak.
(m) memonitor pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang menyelenggarakan Jamkesmas di wilayah kerjanya.
(n) meneruskan hasil rekruitmen PPK dari Dinkes Kabupaten/Kota ke Pusat.
(o) menyusun dan menyampaikan laporan atas semua hasil pelaksanaan tugas penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK kepada Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Pusat.
3) Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota
Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugas dan fungsinya terintegrasi menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Tim pengelola Jamkesmas sekaligus menjadi Tim Pengelola BOK.
Dalam melaksanakan kegiatan manajamen Jamkesmas dan BOK, Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK mendapat dukungan pembiayaan yang berasal dari dana manajemen BOK (bersumber dari dana Tugas Pembantuan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kemenkes).
Sedangkan honor Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK, disediakan dari dana Dekonsentrasi Jamkesmas (untuk 5 orang dari Tim Pengelola) dan dari dana Tugas Pembantuan BOK (untuk 7 orang dari Tim Pengelola). Besaran dana disesuaikan dengan Standar Biaya Umum yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK secara serasi, harmoni, dan terintegrasi, maka pengorganisasian Jamkesmas dan BOK melibatkan seluruh struktur yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan demikian pengelolaannya tidak dilakukan oleh satu bidang saja di Dinas Kesehatan.
Susunan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota, yaitu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai penanggung jawab pengelolaan Jamkesmas dan BOK membentuk Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota. Tugas Tim Pengelola Kabupaten/Kota terintegrasi meliputi seluruh kegiatan pengelolaan Jamkesmas (termasuk Jampersal) dan BOK.
Tugas Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota, yaitu:
(a) melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Tingkat Pusat.
(b) mempertanggungjawabkan manajemen penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK secara keseluruhan di wilayah kerjanya.
(c)   melakukan pembinaan (koordinasi dan evaluasi) terhadap pelaksanaan kegiatan Jamkesmas dan BOK.
(d) melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap unit-unit kerja yang terkait dalam penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK di wilayah kerjanya (termasuk pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya serta fasilitas pelayanan lanjutan).
(e) memfasilitasi pertemuan secara berkala dengan tim koordinasi sesuai kebutuhan dalam rangka evaluasi, monitoring, pembinaan dan penyelesaian masalah lintas sektor yang terkait dengan penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK.
(f)  mengoordinasikan manajemen pelayanan dan administrasi keuangan dalam penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK.
(g) melakukan sosialisasi dan advokasi penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK.
(h) melakukan  monitoring, evaluasi,  pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK.
(i)  melakukan telaah atas rencana kegiatan (POA) Jamkesmas dan BOK yang diusulkan Puskesmas.
4. Pengembangan Jaminan Kesehatan Di Daerah
Pengembangan program jaminan kesehatan di daerah (Jamkesda) dapat dilakukan dalam upaya menuju pencapaian kepesertaan semesta (universal coverage) sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Dalam rangka memperluas cakupan kepesertaan di luar kuota sasaran yang sudah tercakup dalam program Jamkesmas (Nasional), Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang memiliki kemampuan sumber daya memadai dapat mengelola dan mengembangkan program Jamkesda di daerahnya masing-masing.
Untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan di daerah, agar terjadi harmonisasi dan sinkronisasi maka mekanisme penyelenggaraannya seyogyanya mengikuti pula prinsipprinsip asuransi sosial seperti:
a. tidak bersifat komersial (nirlaba).
b. pelayanan bersifat komprehensif.
c. portabilitas.
d. kendali mutu dan kendali biaya.
e. efisien dan efektif, transparan, akuntabel.
Selain memenuhi prinsip tersebut di atas, agar pelaksanaanya di lapangan dapat berjalan dengan baik, berkesinambungan (sustainable) serta tidak menimbulkan duplikasi (anggaran, sasaran dan  benefit yang diterima) maka beberapa hal penting perlu diperhatikan sebelum menyelenggarakan Jamkesda, adalah sebagai berikut:
a. kemampuan sumber daya yang cukup dan berkualitas.
b. keterjangkauan Sarana dan Prasarana Pelayanan (accessible).
c. rujukan yang terstruktur dan berjenjang.
d. Sistem Pencatatan dan Pelaporan yang terintegrasi dengan Jamkesmas.
e. harmonisasi dan sinkronisasi dengan program Jamkesmas.
D. Penutup
Kemiskinan  menyebabkan masyarakat miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan yang tergolong mahal, hal tersebut akan mempersempit akses mereka untuk memperoleh pelayanan Kesehatan. Sebagaimana  diamanatkan konstitusi dan undang-undang, pemerintah  berkewajiban mengeluarkan kebijakan untuk memberikan penjaminan  pelayanan kesehatan masyarakat miskin. Penjaminan pelayanan kesehatan akan memberikan sumbangan yang sangat besar bagi terwujudnya percepatan pencapaian indikator kesehatan yang lebih baik dan kehidupan yang lebih layak.
Pengelolaan dana pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin bersumber dari Pemerintah yang merupakan dana bantuan sosial, harus dikelola secara efektif dan efisien dan dilaksanakan secara terkoordinasi dan terpadu dari berbagai pihak terkait baik pusat maupun daerah.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memberikan penjaminan pelayanan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, sejak Tahun 2008 pemerintah telah membentuk program Jamkesmas yang merupakan perubahan dari penjaminan sosial yang yang sebelumnya telah dilakukan. Program  Jamkesmas diharapkan dapat  memberikan kemudahan dan akses pelayanan kesehatan kepada peserta di seluruh jaringan fasilitas kesehatan, mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang terstandar dan terkendali mutu dan biayanya, dan terselenggaranya pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel.
E. Sumber Tulisan:
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 903/Menkes/Per/V/2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1097/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar Jamkesmas;
4. Tesis, Analisis Kualitas Pelayanan Bagi Peserta Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin) di Puskesmas Candilama Semarang, Abner Herry Bajari;
5. Berita Resmi Statistik  No. 43/07/Th. XII, 1 Juli 2009,  Profil Kemiskinan Di Indonesia Maret 2009;
6. Tinjauan Yuridis Penyelenggaraan Jamkesmas 2008, Sundoyo, SH, Mkes, MHum dan Siti Maimunah Siregar, SH, pada situs dinkesbanggai.wordpress.com;
7. Regulasi Jamkesmas, pada situs www.jamsosindonesia.com;
8. Studi Implementasi Strategi Promosi Kesehatan Terhadap Program Jaminan Kesehatan Masyarakat di Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2011;
9. Jaminan Kesehatan Masyarakat Salah Satu Cara Mensejahtekaran Rakyat,  pada situs http://sanglahhospitalbali.com.

No comments:

Post a Comment