Tuesday, January 22, 2013

Kekuatan Si Buta, Si Bisu dan Si Tuli


Alkisah. Seorang ayah memiliki tiga orang anak. Anak pertama dalam kondisi tuna netra atau buta; anak kedua tuna wicara atau bisu; dan anak ketiga dalam keadaan tuna rungu atau tuli. Meskipun memiliki kekurangan, hidup mereka cukup bahagia dan ketiga anaknya juga tumbuh dewasa serta saling mengisi.

Suatu ketika sang ayah gundah-gulana memikirkan masa depan ketiga anaknya. Pada saat berdoa, sang ayah memohon bimbingan dari Tuhan. Sang ayah bertanya kepada Tuhan, mengapa dirinya diberikan tiga anak dengan kondisi berbeda dengan kekurangan yang berbeda pula? Saat makan malam tiba, di atas meja tersedia sendok, garpu dan pisau guna menikmati berbagai macam hidangan yang berbeda seperti mie, daging bakar dan nasi putih. Sang ayah menggunakan sendok, garpu dan pisau secara bergantian. Saat menyantap mie, garpulah yang punya banyak peran. Tapi, saat makan daging bakar, pisau dan garpu mengambil peran itu. Sedangkan saat mengambil nasi, sendok yang lebih tepat untuk digunakan.

Ketika sedang asyik menyantap hidangan dengan menggunakan ketiga alat makan tadi silih berganti, tiba-tiba sang ayah terusik hatinya. Karena Tuhan ternyata telah menunjukkan kepadanya akan makna tiga alat yang mempunyai fungsi berbeda, namun ketiganya mempunyai peran penting dalam aktivitas makan. Kontan, sang ayah teringat pada ketiga anaknya yang memiliki kondisi berbeda-beda dan dia membandingkan satu dengan lainnya. Seketika sang ayah tersentak dan mendapat pencerahan. Dia kemudian bersujud dan bersyukur, ”Ya Tuhan, terima kasih Engkau telah memberikan aku anak-anak yang luar biasa dalam kehidupan ini.”

Sang ayah mengibaratkan ketiga anaknya dengan sendok, garpu dan pisau, yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Anak pertama diibaratkan sebagai sendok, garpu (anak kedua) dan pisau (anak ketiga). Tanpa garpu kita akan sangat sulit menikmati mie, tanpa pisau kita tidak bisa menikmati daging bakar dan tanpa sendok kita kesulitan mengambil nasi. Kondisi itu mambuat sang ayah menyadari dan mensyukuri, alangkah indahnya mempunyai sesuatu yang berbeda ketimbang hanya mempunyai tiga buah garpu. Perbedaan itu terasa membuat sesuatu terasa menjadi lebih lengkap.

Kisah tadi pun mengingatkan kita pada sebuah pepatah leluhur Minangkabau, Sumatera Barat: "Nan buto pahambuih lasuang, nan pakak palapeh badie, nan lumpuah paunyi rumah, nan kuek pambaok baban, nan binguang kadisuruah-suruah, nan cadiak lawan barundiang.” (Si buta sebagai peniup lesung, si tuli bertugas menembakkan meriam dan si lumpuh tukang jaga rumah. Yang kuat sebagai pembawa beban, si bingung untuk disuruh-suruh dan si pintar lawan berunding). Sebuah kearifan lokal yang memberikan sebuah pelajaran berharga agar kita menempatkan orang sesuai dengan kelebihannya, kompetensinya. Orang buta memiliki kelemahan pada indra penglihatan, maka ia harus ditempatkan sebagai peniup lesung atau tungku api (nan buto pahambuih lasuang). Kinerja dan performa si buta pasti optimal sebab ia tidak akan pernah merasa perih di matanya bila dekat dengan tungku api.

Sementara itu, orang yang memiliki kelemahan pada indra pendengaran atau tuli dapat diberdayakan dengan tugas menembakkan meriam (nan pakak palapeh badie). Si tuli akan bekerja optimal karena memiliki kekebalan pada telinganya yang tidak akan merasa kesakitan oleh dentuman keras dari ledakan meriam. Sedangkan orang lumpuh (si lumpuh) dapat diberdayakan untuk menjaga rumah (nan lumpuah paunyi rumah) lantaran pekerjaan menjaga rumah memang tidak perlu ke mana-mana. Untuk orang berotot atau kuat bisa diberdayakan sebagai pembawa beban berat (nan kuek pambaok baban). Dan, seorang yang berotak cemerlang (si pintar) dapat diberikan tugas sebagai juru runding atau pemrasaran dalam suatu diskusi.

Kisah tadi telah menggambarkan betapa arif para leluhur Nusantara kita. Mereka berusaha meletakkan atau menanamkan dasar-dasar kehidupan guna melahirkan masyarakat yang kuat, makmur dan sejahtera. Makna kisah ini tak lain adalah: ”Put your right man on the right place”. Bila kita bisa menilai dan memahami makna kompetensi (sekumpulan sifat, pengetahuan dan keterampilan yang berbeda dengan yang lain) secara lebih baik, kemudian menempatkan pada posisi yang tepat, tentu kita telah bertindak benar dengan memberdayakan segenap kekuatan untuk mencapai keberhasilan.

(Dinukil dari buku Win The War BREAK THE SILO BOOST THE HiLo yang diterbitkan Gibon Books, Jakarta, Agustus 2010)

No comments:

Post a Comment