Saturday, August 31, 2013

Tapak Karir Akademis Kursi Rektor Universitas PGRI NTT





Banyak orang mencapai sukses hanya bermodalkan keyakinan bahwa mereka bisa mewujudkannya.
John C. Maxwell, Pakar dan Konsultan Kepemimpinan

Kupang, September 2012. Sebuah gedung empat lantai cukup mentereng berdiri di Jalan Frans Seda di jantung Kota Kupang. Sebuah gedung yang ternyata merupakan Gedung Rektorat Universitas PGRI NTT. Di sampingnya, ikut mendampingi, tampak pula dua gedung berlantai dua yang lumayan representatif kokoh berdiri. Ketiga gedung itu kini menjadi penanda kawasan Kota Kupang yang semakin menggeliat dalam membangun menuju kota besar. Dan, berkat kekuatan penanda kawasan itu, kini mahasiswa dan civitas akademika Perguruan Tinggi Swasta (PTS) nomor satu di NTT itu boleh berbangga diri karena telah memiliki gedung sendiri –baik untuk administrasi maupun perkuliahan mahasiswa.
Bukan sesuatu yang datang tiba-tiba bila kini Universitas PGRI  NTT mampu tampil elegan di Kota Kupang. Perjalanan ke arah itu telah ditempuh penuh liku dan perjuangan kerja keras. Secara historis, Universitas PGRI sudah ada di tengah-tengah masyarakat NTT, khususnya Kota Kupang, sejak tahun akademik 1996-1997. PTS ini didirikan berdasarkan Keputusan Konferensi Daerah PGRI NTT pada tanggal 4 Juli 1995.
Keputusan Konferensi Daerah PGRI NTT itu sebagai tindak lanjut dari permintaan Prof. Dr. Wardiman Djojonegoro selaku Penasihat PGRI yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, dalam Kongres PGRI yang ke-17 tahun 1993, agar di setiap ibukota provinsi didirikan Perguruan Tinggi atas prakarsa Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Berdasarkan Keputusan Konferensi Daerah PGRI NTT tersebut lalu dibentuklah Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan (YPLP) Perguruan Tinggi PGRI NTT dengan Akta Notaris Nomor 24 tanggal 18 Juli 1995 yang diketuai oleh Drs. Sulaiman Radja SH, MH untuk memproses berdirinya lembaga pendidikan bernama Universitas PGRI NTT.
Selanjutnya lembaga pendidikan tinggi Universitas PGRI NTT ini dilegitimasi oleh Pemerintah Republik Indonesia --melalui Surat Keputusan Mendikbud RI nomor 89/D/O/1999 tanggal 10 Mei 1999-- dengan lima Fakultas yang menaungi 11 Program Studi (Prodi) yang menyelenggarakan program Pendidikan Jenjang  Strata 1 (S-1).
Dengan penuh keyakinan diri, segenap civitas akademika Universitas PGRI NTT berjalan setapak demi setapak mengusung visi “Mewujudkan Universitas PGRI NTT menjadi perguruan tinggi yang berkualitas, unggul dan kompetitif dalam penyelenggaraan secara profesional Tridharma Perguruan Tinggi sehingga menjadi kebanggaan warga PGRI dan menjadi pilihan utama masyarakat –baik masyarakat NTT maupun masyarakat Indonesia pada umumnya”.
Selain itu, PTS yang berkampus di belakang Markas Polres Kota Kupang ini mengemban misi “Mengembangkan atau membentuk kemampuan, watak dan kepribadian manusia melalui pelaksanaan: Dharma Pendidikan, untuk menguasai, menerapkan dan menyebar-luaskan nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan olahraga; Dharma penelitian, untuk menemukan, mengembangkan, mengadopsi, dan/atau mengadaptasi nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan olahraga; dan Dharma pengabdian kepada masyarakat, untuk menerapkan nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan olahraga dalam rangka pemberdayaan masyarakat”.

A.   Menapak Puncak Rektor Universitas PGRI NTT
Dunia kampus menjadi air sumur kehidupan yang baru bagi Semuel Haning setamat dari Fakultas Hukum (FH) Universitas PGRI NTT di tahun 2002. Lulus sebagai alumni angkatan pertama perguruan tinggi swasta yang kini menempati urutan kedua di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dari segi jumlah mahasiswa itu, Sam lantas memilih jalan hidup mengabdikan diri di almamaternya sebagai calon dosen di Fakultas Hukum.
Sam menikmati betul hari-hari pengabdiannya di FH Universitas PGRI NTT. Sedikit demi sedikit, dia merasa telah mampu mengubah citra dirinya yang keras menjadi sosok pendidik yang ramah dan bermanfaat bagi banyak orang –terutama bagi mahasiswa. “Tuhan, saya masih punya citra. Saya masih punya Tuhan,” kenang Sam Haning ketika mengawali kehidupan barunya sebagai calon dosen yang mesti hidup serba sederhana.
Sam berkisah perubahan pola hidup –terutama dari makan serba enak di meja makan yang tiba-tiba berubah menjadi cukup diwarnai tahu-tempe—bukan sesuatu yang mudah. Dia mesti mendidik orang-orang di rumahnya bahwa kehidupan telah berubah dan berputar haluan ke dunia yang mudah-mudahan memberi banyak arti kehidupan.
Sam harus bekerja keras, tidak saja buat mempelajari buku-buku teks perkuliahan yang kerap melelahkan, namun juga melawan label dari sebagian warga Kota Kupang yang terlanjur negatif terhadap citra dirinya. Berkat kerja ekstra-keras, dia berhasil mengubah pandangan terhadap dirinya, walau belum terlalu banyak. “Banyak orang yang tidak percaya ketika saya diwisuda menjadi Sarjana Hukum di FH Universitas PGRI NTT tahun 2002. Sedih sekali rasanya,” ucap Sam dengan mata berkaca-kaca.
Kendati pandangan orang nyaris tidak mengalami banyak perubahan yang berarti, Sam terus berjalan dan berjalan, menceburkan dirinya dalam ladang pengabdian di almamaternya. Kadang perjalanan memang penuh onak dan duri, melewati kerikil-kerikil tajam yang acap membuat kita terpeleset, dan tersandung batu yang teronggok di tengah jalan. Sam tak ingin langkahnya berhenti karena onak dan duri, tak hendak langkahnya terpeleset kerikil-kerikil tajam yang tiba-tiba tercecer, atau mengeluh karena sebongkah batu menghadang di tengah jalan.
Kerja keras Sam membuahkan apresiasi. Wujudnya, sewaktu dirinya meminta izin untuk melanjutkan studi ke program pascasarjana sekitar tahun 2003-2004 ke pimpinan Universitas PGRI NTT, Sam tidak mengalami kesulitan. Dia langsung memperoleh izin dari atasannya untuk mengikuti perkuliahan Program Magister Hukum di Universitas Widyagama, Malang, Jawa Timur. Dia berhasil menamatkan Program Magister Hukum dalam tempo sekitar dua tahun. Tahun 2006, Sam berhak menyandang gelar Magister Hukum (MH) di belakang namanya.
Modal Sam untuk mengembangkan karir pengabdian dan citra diri di dunia akademis semakin bertambah kuat. Setelah tamat dari Program Magister Hukum (2006), dia dipercaya mengemban jabatan Pembantu Dekan I (Bidang Akademik) FH Universitas PGRI NTT. Dalam waktu yang hampir bersamaan, Sam memperoleh amanah diangkat sebagai Pembantu Dekan II (Bidang Administrasi dan Keuangan) di Universitas Nusa Lontar, Kabupaten Rote Ndao, masih di Provinsi NTT.
Karir suami dari Elisabet Waluwanja SH ini terus menanjak. Sekitar tahun 2007, dia diangkat menjadi Pembantu Rektor (Purek) III (Kemahasiswaan) Universitas PGRI NTT. Saat itu Universitas PGRI NTT telah berusia 11 tahun (1996-2008) hadir dan melayani dunia pendidikan tinggi di NTT dan telah meluluskan 1.175 Sarjana (sampai dengan tahun 2007).
Repotnya, Universitas PGRI NTT yang bernaung di bawah YPLP PT PGRI NTT (Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Perguruan Tinggi PGRI NTT) ini belum memiliki kampus sendiri. Saat itu Universitas PGRI NTT masih meminjam atau menyewa kompleks persekolahan Yupenkris-GMIT sebagai kampus (sebagian lagi memakai gedung SMU PGRI Kupang dan gedung SMK Negeri 3 Kupang) serta Gedung Guru milik PD I PGRI NTT sebagai kantor dan rektorat.
Saat itu sekitar 7.000 mahasiswa tercatat belajar di Universitas PGRI NTT pada lima Fakultas dan 11 Program Studi (Prodi). Yakni Fakultas Ekonomi (Prodi Ekonomi Pembangunan, Prodi Akuntansi dan Prodi Manajemen), Fakultas Pertanian (Prodi Agroteknologi), Fakultas MIPA (Prodi Biologi), Fakultas Hukum (Prodi Ilmu Hukum) dan FKIP (Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia, Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, Prodi Pendidikan Sejarah, Prodi Pendidikan Jasmani, Prodi Kesehatan dan Rekreasi serta Prodi Bimbingan dan Konseling). Jumlah mahasiswa Universitas PGRI NTT menempati urutan ke-2 di Provinsi NTT setelah Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang. Boleh jadi karena SPP-nya yang termurah di NTT (Rp600.000/Semester) dan tidak ada uang Sistem Kredit Semester (SKS). Uang Pembangunan hanya sekali dibayar selama menjadi mahasiswa sebesar Rp750.000.
Dari sisi tenaga pengajar, Universitas PGRI NTT didukung oleh 72 Dosen Tetap dan 127 Dosen Tidak Tetap bergelar Sarjana, Magister dan Doktor. Yang sedikit merepotkan, pucuk pimpinan pada aras Fakultas maupun Universitas dijabat oleh Dosen-Dosen PNS dari Undana Kupang (dengan kata lain, pensiunan Dosen PNS Undana). Seluruh Dekan adalah Dosen PNS Undana.
Sam Haning ingin mereformasi kondisi Universitas PGRI NTT tersebut agar tenaga-tenaga yang ada benar-benar segar dan kompetitif. Namun posisinya belum terlalu kuat untuk dapat mempengaruhi garis kebijakan universitas. Dia ingin rektor yang minimal bergelar Magister, para Pembantu Rektor, Dekan, para Pembantu Dekan, Ketua Jurusan, Ketua Lembaga, Ketua Pusat, Ketua Unit, Kepala Bagian adalah Pegawai Tetap YPLP PT PGRI NTT. Sedangkan Dosen-Dosen PNS cukup menjadi Dosen Tidak Tetap atau Dosen Luar Biasa.
Bahkan Sam bertekad, suatu waktu nanti, Universitas PGRI NTT harus memiliki ciri khas atau trend tersendiri. Kalau tak mampu membangun gedung sendiri, tunjukkanlah prestasi lewat dunia akademik (pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat).
Impian Sam untuk membaktikan diri lebih luas lagi di Universitas PGRI NTT semakin mendekati kenyataan. Lelaki yang kini tercatat sebagai mahasiswa Program Doktoral di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini tidak butuh waktu lama untuk menapak karir puncak di Universitas PGRI NTT.
Setelah melalui pemilihan Rektor Universitas PGRI NTT periode 2010-2014 yang cukup demokratis, Sam berhasil memenangi pemilihan. Tahun 2010, tepatnya tanggal 11 Januari 2010 Semuel Haning diangkat dan dilantik menjadi Rektor Universitas PGRI NTT.
Suara-suara sumbang terhadap sosok Semuel Haning tetap saja terdengar sinis. “Sam Haning jadi Rektor? Mau dibawa ke mana Universitas PGRI?” ujar Sam mengutip sebagian suara yang muncul ke permukaan. Sam tak ingin menegasi suara itu. Dia menyadari benar bahwa sebagian besar warga masyarakat Kota Kupang mengetahui masa silam Sam yang teramat kelam.
Sam merasa optimis bahwa banyak preman yang di kemudian hari dalam perjalanan hidupnya memberikan arti dan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Sekadar contoh, pada zaman revolusi, di Jakarta muncul nama Iman Syafei yang akrab dipanggil Bang Pi-ie menguasai kawasan Pasar Senen, Jakarta Pusat. Bos kelompok Oesaha Pemuda Indonesia itu kemudian berhasil masuk militer dan berdinas di Divisi Siliwangi. Banyak orang yang percaya bahwa dia mampu mengalirkan massa ke jalanan di Jakarta untuk menggelar unjuk rasa politik. Dalam peristiwa 17 Oktober 1952, disinyalir dia berperan dalam menggerakkan demonstran yang menentang parlemen.
Bang Pi-ie merupakan salah satu pentolan preman yang mencapai kedudukan tertinggi di pemerintahan. Jagoan yang meninggal pada tahun 1982 itu sempat diangkat menjadi Menteri Negara Urusan Keamanan Rakyat dalam Kabinet 100 Menteri yang dibentuk Bung Karno pada 21 Februari 1966.
Masih berbau Siliwangi, di tahun 1970-an sampai 1980-an, ada Geng 234 Siliwangi Boys Complex (SBC) yang bermarkas di Komplek Siliwangi, Jakarta Pusat. Dari geng ini, sebagaimana disampaikan pengajar pada Universitas Michigan, Loren Ryter, dalam tulisan yang berjudul Geng dan Negara Orde Baru (2011) seperti dirilis oleh www.etnohistori.org,  muncul nama beken Yapto Soerjosoemarno yang di kemudian hari dikenal sebagai Ketua Pemuda Pancasila. Yapto sempat memegang posisi pemimpin Pemuda Pancasila lebih dari satu periode. Selanjutnya dia banyak berkiprah di jalur politik.  
Ya, preman tidak selamanya akan menekuni dunia keras jalanan dan dunia gemerlap malam yang kelam. Banyak preman yang kemudian insyaf dan secara perlahan membentuk citra diri penuh keramahan, kecerdasan dan penyerahan diri pada Tuhan Yang Maha Kasih. Sam Haning percaya betul, selama seseorang punya tekad mengubah diri menjadi lebih baik, Tuhan tidak akan tinggal diam.   
Biarlah suara-suara sumbang itu terus berdengung. Sam berusaha menjawab dengan aksi nyata, dengan langkah-langkah berkiprah yang lebih total pada kampus terkasih Universitas PGRI NTT, pada pengembangan dunia pendidikan, dan pada pengembangan kualitas sumber daya manusia NTT yang masih relatif tertinggal.

B.    Membumikan Mimpi-mimpi Universitas
Dulu ketika masih menjadi mahasiswa FH Universitas PGRI NTT, Sam Haning acap tampil di depan menyuarakan berbagai ketidak-puasan terhadap pelayanan dan fasilitas yang ada di perguruan tinggi swasta terbesar di NTT itu. Kini dia berada di kursi puncak Rektor Universitas PGRI NTT, di kursi pengambil kebijakan skala universitas, di kursi yang sangat menentukan hitam-putihnya perjalanan sebuah lembaga perguruan tinggi.
Sebagai Rektor, langkah pertama yang dilakukan Sam Haning adalah meningkatkan mutu pendidikan agar masyarakat dapat mengikuti secara jelas, menilai dengan transparan perkembangan pendidikan di Universitas PGRI NTT. Ketika mengawali tugas sebagai Rektor, baru sembilan program studi yang ada di universitas ini yang telah terakreditasi. Masih dua program studi yang dalam proses akreditasi Badan Akredirasi Nasional (BAN) Perguruan Tinggi. Kedua program studi yang belum diakreditasi ketika itu, masing-masing Prodi Ekonomi Akuntansi dan Prodi Bahasa Inggris. Kini kedua Prodi ini sudah memperoleh status akreditasi dari BAN Perguruan Tinggi.
Kendati semua Prodi telah terakreditasi, Sam tetap tidak tinggal diam. Dia terus melakukan pembenahan terhadap 105 orang staf administrasi dan tujuh orang tenaga laboratorium, terutama dari segi pelayanan. Selain itu, Sam pun mendorong Dosen agar lebih fokus pada kompetensi kegiatan perkuliahan tatap muka dan kompetensi yang dimiliki dosen itu sendiri. “Perlahan-lahan kami juga memperbaiki satu kurikulum yang namanya kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi ini harus dimiliki semua institusi. Apalagi Universitas PGRI ini semakin dikenal luas,” jelas Sam yang sampai kini masih tercatat sebagai mahasiswa S-3 Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini.
Dari sisi pelayanan, Sam mendorong para staf administrasi untuk mengutamakan pelayanan publik. “Itu yang kami utamakan. Misalkan staf adiministrasi tidak boleh menunda pekerjaan sampai esok hari berikutnya. Dengan demikian diharapkan ketika memasuki masa wisuda, para lulusan atau wisudawan bisa langsung menerima ijazah dan transkrip nilai. Jadi terobosan pertama yang saya lakukan adalah sisi pelayanan. Sekarang tidak ada lagi yang mengeluh soal pelayanan. Jadi, saya sudah merapatkan barisan dengan para dekan, ketua program studi, untuk sama-sama menberikan pelayanan perkuliahan dengan baik agar mampu menciptakan SDM yang berkualitas untuk NTT dan Indonesia umumnya,” papar lelaki yang menghabiskan masa kanak-kanak dan remaja di jalanan Kota Kupang ini.        
Kemudian untuk meningkatkan kompetensi dosen, terang Sam Haning, pihak Universitas PGRI NTT akan terus mendorong mereka untuk menempuh pendidikan lanjutan hingga jenjang S-2 (Master/Magister) sampai S-3 (Doktor). Bahkan, lanjutnya,  Universitas PGRI NTT akan memberikan kesempatan para dosen untuk mencapai level guru besar (profesor).
Mulai saat ini dan ke depan nanti, Universitas PGRI NTT mensyaratkan dan merekrut dosen-dosen dengan kualifikasi pendidikan S-2 dan S-3. Menurut Sam Haning, beberapa tahun ke depan, para dosen di Universitas PGRI NTT harus berijazah S-2 dan S-3 agar memenuhi standar yang telah ditetapkan pihak universitas dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. "Kami akan terus mendorong dan memberi kesempatan para dosen untuk meningkatkan kualifikasi pendidikan ke jenjang S-2 dan S-3," paparnya.
Bukan itu saja, pihak Universitas PGRI NTT juga menantang para dosen untuk berkemampuan mencapai gelar level guru besar. Dengan demikian, di masa depan, eksistensi Universitas PGRI NTT secara nasional dalam dunia pendidikan dapat semakin menguat. "Para dosen kalau bisa sampai gelar guru besar. Kami berharap suatu saat Universitas PGRI mampu melahirkan guru besar atau profesor," jelasnya.
Lebih lanjut Sam Haning menjelaskan, di masa awal dirinya menjabat Rektor Universitas PGRI NTT periode 2010-2014, selain meningkatkan kualitas SDM, dengan dukungan penuh Pengurus PGRI dan YPLP PT PGRI NTT, Universitas PGRI NTT mencanangkan pembangunan tiga gedung baru, yaitu dua gedung kampus masing-masing berlantai dua dan satu gedung rektorat berlantai empat. Gedung baru ini akan melengkapi satu gedung yang sudah ada di Kampus Universitas PGRI yang ada waktu itu.
Peningkatan antusiasme dan jumlah mahasiswa baru yang cukup signifikan sejak tahun 2010, menurut Semuel Haning, memberikan dorongan tersendiri dan spirit bagi YPLP PT PGRI NTT dan Universitas PGRI NTT untuk secepatnya membangun fasilitas perkuliahan tersebut. "Jumlah mahasiswa yang banyak ini memberikan kami tanggung jawab dan spirit untuk bisa membangun fasilitas. Dengan begitu, ke depan, Universitas PGRI akan menjadi lembaga yang lebih maju dan disegani," ujar Sam.
Tatkala Sam Haning mulai memangku jabatan Rektor Universitas PGRI NTT, lembaga pendidikan tinggi swasta ini telah memiliki Laboratorium Bahasa, Laboratorium MIPA dan Perpustakaan. Sam bertekad terus membenahi dan meningkatkan fasilitas laboratorium dan perpustakaan agar menjadi lebih baik dan memenuhi standar perguruan tinggi yang telah terakreditasi.
Kini di tahun 2012, Universitas PGRI NTT telah memiliki sebuah Gedung Rektorat empat lantai dan dua gedung perkuliahan untuk lima fakultas. Di samping itu, telah pula siap tanah kaveling untuk dibangun sarana pelengkap kampus dan menambah gedung perkuliahan agar benar-benar mampu serta nyaman menampung jumlah dan aktivitas mahasiswa yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Saat ini terdapat sekitar 13.000 anak muda berstatus sebagai mahasiswa Universitas PGRI NTT.
Universitas PGRI NTT akan terus melakukan terobosan-terobosan dalam rangka perubahan dengan melakukan hal-hal, antara lain pengembangan sarana dan prasarana yang layak; peningkatan kualitas dan kuantitas SDM; peningkatan literatur di perpustakaan sebagai jantung dari pengembangan SDM; peningkatan sistem informasi dan pengelolaan data; peningkatan penelitian dan pengabdian masyarakat yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek); peningkatan mutu pendidikan dan pengajaran; dan peningkatan hubungan kerjasama antar-perguruan tinggi (baik dalam maupun luar negeri).
Berkat langkah-langkahnya membenahi pelayanan dan kompetensi tenaga pengajar, cukup banyak pengguna lulusan perguruan tinggi menilai bahwa lulusan Universitas PGRI NTT ini cukup berkualitas. “Saya ambil contoh, dalam acara wisuda PGRI belum lama ini, dalam sambutannya, Gubernur NTT yang disampaikan Wakil Gubernur NTT, Ir. Esthon L Foenay, menyatakan bahwa lulusan terbanyak dalam semua tes CPNS di Provinsi NTT dan kabupaten/kota adalah lulusan Universitas PGRI. Itu hal yang luar biasa. Artinya, dari segi kualitas kami sudah siap melakukan hal-hal seperti itu. Kami juga masih melakukan perbaikan dan pembenahan infrastuktur. Pembangunan gedung yang sementara untuk menampung seluruh aktivitas kegiatan mahasiswa,” papar Sam Haning.

C.   Kampus Murah untuk Rakyat
Sarana fisik kampus telah terbangun dan peningkatan pelayanan administratif sudah pula terpenuhi. Sam Haning masih ingin mewujudkan mimpi Universitas PGRI NTT menjadi kawah candradimuka pencitraan dan penguat kualitas sumber daya manusia (SDM) orang-orang NTT. Arti kata, Sam ingin mendorong peran Universitas PGRI NTT sebagai lembaga pendidikan tinggi yang terjangkau di mata kebanyakan warga masyarakat NTT yang dari sisi pendidikan masih relatif teringgal dibandingkan saudara-saudara  sebangsa –utamanya saudara-saudara dari Tanah Jawa.
Sebab itulah, Sam tetap mempertahankan besaran Sumbangan Pembinaan Pendidik (SPP) atau Biaya Operasional Pendidikan (BOP) pada angka relatif murah. Bila ketika Sam mulai memangku jabatan Rektor, SPP yang harus dibayar mahasiswa Universitas PGRI NTT sebesar Rp750 ribu per semester, maka kini di tahun 2012 besaran SPP berada pada angka Rp1 juta untuk satu semester.
“Bayangkan, uang kuliah sebesar Rp1 juta per semester itu rasanya kurang layak untuk zaman sekarang. Ini kan hampir sama dengan nilai SPP anak-anak Taman Kanak-kanak (TK). Kalau di Jawa, jelas uang sebesar itu tidak akan cukup. Mengapa saya pertahankan? Karena saya pikir, ketika saya dulu kuliah, masih susah, bayar uang kuliah saja setengah mati untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Sekarang ini, jangan sampai kita menyusahkan orang untuk melanjutkan kuliah hanya karena tidak ada biaya atau biaya tidak terjangkau. Jadi saya ambil kebijakan di tengah-tengah. Arti kata, orang susah yang betul-betul tidak punya uang diupayakan bisa kuliah di Universitas PGRI NTT. Inilah tujuan saya, membantu masyarakat untuk mencerdaskan kehidupan,” papar Sam Haning.
Kebijakan SPP murah itu pun berdampak pada peningkatan penerimaan mahasiswa baru Universitas PGRI NTT. Tahun 2000 menerima sebanyak 1.022 mahasiswa, tahun 2007 sebanyak 1.399, tahun 2008 menurun ke jumlah 603, naik kembali pada tahun 2009 menjadi 1.663 mahasiswa, lalu ke jumlah 2.555 dan 2.648 pada tahun 2010 dan 2011. Dan sampai penghujung tahun akademik 2011-2012 tercatat mahasiswa aktif sebanyak 11.015 orang. Sementara dari segi jumlah lulusan pun mengalami peningkatan yang cukup berarti. Tahun 2006 Universitas PGRI NTT meluluskan 310 orang sarjana, tahun 2007 sebanyak 330 sarjana, tahun 2009 sebanyak 628 sarjana, meningkat lagi di tahun 2010 menjadi 1.165 orang sarjana dan 1.214 orang sarjana diwisuda pada tahun 2011. Dan pada wisuda pertama tahun ajaran 2012-2013, Universitas PGRI NTT mewisuda 774 orang sarjana, terbanyak dari Fakukltas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang mencapai 649 orang.
Selain jumlah yang semakin banyak, calon mahasiswa yang mendaftar pun tidak hanya berasal dari NTT. Misalkan pada 1.602 calon mahasiswa Universitas PGRI NTT yang mengikuti seleksi tertulis, wawancara dan tes kesehatan gelombang dua yang dilaksanakan 9-10 Juli 2012. Dan Universitas PGRI NTT juga menjadi pilihan utama.
"Ini merupakan pilihan utama karena mereka sudah mendaftar sejak bulan Juni lalu. Dan jumlah ini mengalami peningkatan signifikan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (2011)," terang Sam. Saat berdialog dengan para calon mahasiswa baru itu, Sam menanyakan langsung mengenai pilihan tersebut dan dijawab pilihan tersebut merupakan pilihan utama.
Sam juga sempat berbincang dengan calon mahasiswa yang berasal dari luar NTT seperti dari Ambon dan Bali. Yulinda Yacob, asal Ambon, yang mengikuti tes gelombang dua mengaku memilih Universitas PGRI NTT karena memiliki visi dan misi yang jelas. "Kenapa saya tidak memilih perguruan tinggi yang lain, karena Universitas PGRI memiliki visi dan misi yang jelas," kata Yulinda.
Ketika mendengar pengakuan Yulinda Yacob, Semuel Haning mengatakan, Universitas PGRI NTT tetap mengutamakan kualitas daripada kuantitas. "Seleksi dilaksanakan ketat bahkan ada yang pada tes gelombang pertama tidak lulus masih mau bertahan untuk mengikuti tes pada gelombang dua. Universitas PGRI NTT akan terus berupaya berbuat nyata bagi kemajuan dunia pendidikan di NTT. Dengan demikian maka universitas ini akan semakin mendapat tempat di hati masayarakat," papar Sam Haning.
Pada seleksi gelombang pertama, jumlah yang lolos seleksi sebanyak 416 orang. Melihat animo yang ada, jumlah mahasiswa baru yang diterima tahun 2012 melebihi jumlah tahun 2011. Bahkan, Universitas PGRI NTT membuka pendaftaran gelombang tiga.
Selain SPP murah meriah, Sam menjelaskan bahwa pihak universitas tidak segan-segan membuka diri bagi calon-calon mahasiswa yang berprestasi di bidang olahraga. Di internal universitas sendiri, katanya, telah dibentuk Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) lima cabang olahraga utama –masing-masing kempo, silat, bola voli, tinju, dan atletik.
“Kami membina UKM-UKM itu secara profesional. Kenapa demikian? Karena minat dan bakat mahasiswa itu harus sesuai dengan sasarannya. Contoh, Juni tahun 2008, ada mahasiwa kami, Muhamad Ledo, ikut kejuaraan kempo di Nanggroe Aceh Darussalam. Dan, saat itu Ledo mendapat medali perak. Kemudian pada kejuaraan tinju di Bali, ikut mahasiswa kami bernama Atris Neolaka. Dia mendapat medali emas. Di Surabaya, mahasiswa Adrianus Dae ikut silat juga sukses. Itu namanya pembinaan secara profesional sehingga prestasi mahasiwa ini bisa mengharumkan NTT, bukan Universitas PGRI saja. Saya pikir begitu. Jadi membantu pemerintah untuk melaksanakan program kerja di bidang keolahragaan,” ujar Sam penuh kebanggaan.
Ke depan, tentu saja tidak semata-mata mempertahankan SPP murah dan fokus pada pembinaan olahraga. Sam akan terus berusaha meningkatkan kualitas dan prestasi akademik mahasiswa agar mampu berbicara di level lokal, nasional, regional sampai internasional. Sam yakin semua itu bakal terwujud. ***

  

No comments:

Post a Comment