Saturday, August 31, 2013

Membangun Kepemimpinan Responsif





Jika pengetahuan tidak mengajarimu menghilangkan kelemahan dan penderitaan manusia, dan tidak membimbing para pengikutmu di atas jalan yang benar, kamu sungguh merupakan seorang yang tidak berharga dan akan tetap demikian sampai hari kiamat tiba.
Kahlil Gibran, Penyair Kenamaan

Hotel Pantai Timor, Januari 2010. Dalam hening dan khidmat nuansa sederhana. Wakil Gubernur (Wagub) NTT Esthon Foenay melantik Semuel Haning SH MH menjadi Rektor Universitas PGRI NTT di hadapan sejumlah pejabat pemerintah provinsi, legislatif, pengurus YPLP PT PGRI NTT, dan keluarga besar civitas akademika Universitas PGRI NTT.
Sesaat usai melantik, Wagub Esthon Foenay mengingatkan bahwa peran Universitas PGRI NTT sejak berdirinya tahun 1996 itu sangat strategis dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) masyarakat NTT. "Kehadiran Universitas PGRI NTT sangat membantu pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia masyarakat NTT. Karena itu, diharapkan peran ini terus ditingkatkan ke depan sehingga menjadi lebih baik lagi," Esthon menandaskan.
Serta merta, Semuel Haning menjawab penekanan pesan Wagub Esthon Fenay bahwa dirinya akan membawa PTS terbesar di NTT tersebut menjadi lembaga pendidikan yang responsif dan komunikatif di tengah masyarakat NTT yang haus akan kemajuan. Dia akan berusaha mengajak peran serta aktif segenap civitas akademika Universitas PGRI NTT dalam menjawab tantangan yang disampaikan oleh Wagub NTT tersebut.
Sam berupaya membangun kebersamaan dalam tubuh Universitas PGRI NTT agar lebih mudah bergerak membawa perubahan masyarakat –terutama melalui peran aktif dosen dan mahasiswa di berbagai dharma perguruan tinggi. “Yang pertama-tama kami lakukan adalah sama-sama saling menghargai satu dengan lainnya. Yang senior saya anggap sebagai bapak saya, saya tidak anggap staf atau bawahan saya. Jujur, Pembantu Rektor III adalah senior saya. Di atas 60-an tahun. Tetapi saya anggap mereka itu orangtua saya dan ketika kami melakukan itu adalah keputusan bersama. Saya juga menerima pertimbangan-petimbangan dari mereka ketika saya mengambil keputusan. Supaya kita tidak ada ketersinggungan antara satu dan yang lainnya. Saya katakan itu karena kita juga manusia. Saya katakan saya lebih muda daripada mereka tapi saya tidak boleh dipermudakan. Ketika saya menghormati, menghargai seluruh orang-orang tua yang ada di sini, pasti mereka menghargai dan menghormati saya,” papar Sam Haning mengingat-ingat masa awal seusai dilantik sebagai Rektor Universitas PGRI periode 2010-2014.
Tampaknya Sam sangat ingin merangkul semua pihak yang ada di dalam institusi bernama Universitas PGRI NTT. Dengan begitu dia berharap akan semakin mudah mengajak mereka mengembangkan satu paradigma kepemimpinan responsif dalam mengembangkan salah satu universitas swasta kebanggaan masyarakat NTT itu.

A.   Visi dan Kepemimpinan Transformatif-Responsif
Sebagai Rektor Universitas PGRI NTT, Sam Haning hendak terus mendorong universitas bertanggung-jawab untuk pencapaian visi dan mengejar misinya. Tanpa visi dan misi, sebuah universitas hanya ada tanpa arti dan makna. Universitas itu ada namun merasa puas dengan yang biasa-biasa saja. Kendati tampil sebagai sebuah univeritas dengan uang pangkal dan besaran SPP yang relatif murah, Sam tak ingin universitas yang dipimpinnya itu tampil apa adanya.
Sekali lagi Sam mengingatkan betapa pentingnya Universitas PGRI NTT mengkristalisasikan visinya ke segenap relung-relung nurani civitas akademika. Lalu, mereka mampu membumi dan menjadi pembeda yang tegas dan jelas. Sebuah visi “Mewujudkan Universitas PGRI NTT menjadi perguruan tinggi yang berkualitas, unggul dan kompetitif dalam penyelenggaraan secara profesional Tridharma Perguruan Tinggi sehingga menjadi kebanggaan warga PGRI dan menjadi pilihan utama masyarakat”.
Sebuah visi untuk mengusung misi “Mengembangkan atau membentuk kemampuan, watak dan kepribadian manusia melalui pelaksanaan: Dharma Pendidikan, untuk menguasai, menerapkan dan meyebarluaskan nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan olahraga; Dharma penelitian, untuk menemukan, mengembangkan, mengadopsi, dan/atau mengadaptasi nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan olahraga; Dharma pengabdian kepada masyarakat, untuk menerapkan nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan olahraga dalam rangka pemberdayaan masyarakat”.
Sebuah visi guna menggapai tujuan untuk  “Membentuk insan yang Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan berkepribadian luhur; Sehat, berilmu dan cakap; Kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan berjiwa wirausaha; Toleran, peka sosial dan lingkungan, demokratis, dan bertanggungjawab”. Pun sebuah visi buat mencapai tujuan “Menghasilkan produk-produk ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan olahraga yang memberikan kemaslahantan bagi masyarakat, bangsa, negara, umat manusia, dan lingkungan; serta Pola Ilmiah Pokok Pembangunan Pertanian berbasis ekosistem kepulauan dan kearifan lokal”.
Tentu bukan langkah mudah untuk menyelaraskan visi, misi dan tujuan yang hendak dicita-citakan Universitas PGRI NTT. Butuh kepemimpinan transformatif dan responsif agar semua mampu berjalan bersama menggapai tujuan bersama pula.
Kepemimpinan transformatif kini tidak lagi hanya digunakan secara eksklusif dalam perusahaan-perusahaan bisnis kelas dunia. Kepemimpinan model ini sekarang sedang pula digunakan dalam konteks pendidikan. Dosen dan tenaga-tenaga administrator universitas kini cukup serius dan profesional mencari cara untuk menggunakan jenis kepemimpinan transformatif dalam pengaturan mereka.
Pemimpin transformasional dalam dunia pendidikan terus-menerus mencari cara-cara baru dalam melakukan sesuatu terhadap pencapaian visi universitas. Tujuan utama dari universitas, tentu saja, adalah untuk mendidik orang-orang muda dan mengubahnya menjadi anggota masyarakat yang produktif, bermanfaat dan bermartabat. Kepemimpinan yang diperlukan untuk mengatasi masalah dan tantangan yang dihadapi mahasiswa dan dosen yang bersua di universitas-universitas.
Pemimpin transformatif juga mencari cara untuk mengubah bagaimana konteks mereka dilihat. Salah satu karakteristik dari para pemimpin yang baik adalah memiliki langkah untuk mengubah hal-hal terbalik dan melihat mereka dari lensa yang berbeda. Ini akan menghasilkan cara baru dalam memandang konteks mereka. Wawasan baru akan kemudian berubah menjadi cara-cara baru melakukan hal-hal yang sangat diperlukan lembaga pendidikan dalam upaya meningkatkan dan melayani kebutuhan masyarakat yang semakin maju.
Dosen dan administrator universitas perlu pula untuk terus menanamkan ke dalam dirinya untuk senantiasa bertanggung-jawab menggapai visi dan mengejar misi. Tanpa visi dan misi, sebuah universitas hanya ada tanpa arti dan makna.
Mereka pun perlu membuat lembaga pendidikan menjadi organisasi unik, berbeda dan sangat baik. Ada banyak universitas di luar sana. Dan mereka berbeda satu sama lain. Administrator yang baik harus mencari cara untuk membedakan dari banyak lembaga sejenis yang lain. Tanpa memiliki kualitas pembeda, sebuah organisasi pendidikan (antara lain universitas) akan memudar dan ditinggalkan oleh mahasiswanya.
Mereka juga perlu bekerja ke arah terciptanya universitas yang responsif terhadap masalah dan tantangan dunia kontemporer. Resesi dan bencana yang melanda Amerika Serikat belakangan ini, misalkan, tentu mengajarkan dunia bahwa perubahan dapat terjadi kapan saja dan dalam waktu relatif singkat. Teknologi dan perubahan terus menjadi kata kunci di dekade baru ini. Dengan demikian, transformasi kepemimpinan dalam pendidikan harus responsif terhadap tantangan ini dan mencari cara untuk membuat universitas-universitas yang mampu mempersiapkan mahasiswa dan dosen menjawab gelagat ini.
Benar, lembaga pendidikan semacam universitas membutuhkan kepemimpinan responsif agar tidak ketinggalan zaman. Kepemimpinan responsif merupakan bagian dari kepemimpinan transformatif yang tanggap terhadap kebutuhan siswa/mahasiswa, komunitas pendidikan dan masyarakat luas. Jenis kepemimpinan ini penting, mengingat lembaga pendidikan, selain berdiri atas inisiatif pengasuh, dalam perkembangannya tetap juga melibatkan masyarakat sekitarnya. Sebab itu, menjadi hal yang wajar bahwa pengasuh uiniversitas (mulai dari rektor, dosen, asisten dosen, sampai tenaga administratif) menyampaikan informasi-informasi penting tentan kepercayaan yang diberikan kepada pengasuh atau pemimpin mereka.
Caldwell dan Spinks mendefinisikan kepemimpinan responsif merupakan akuntabilitas ke dalam proses pemberian informasi kepada pihak lain, dalam memberi penilaian terhadap suatu program. Dalam konteks universitas, proses pemberian informasi dapat dilakukan secara internal, termasuk wali mahasiswa. Akuntabilitas dapat pula dilakukan secara ekternal, yakni pemimpin universitas menyampaikan informasi kepada pihak luar, termasuk instansi terkait, masyarakat sekitar, dan masyarakat luas tentang sejauh mana lembaga telah merespon kebutuhan mahasiswa. Pemberitahuan dapat juga fleksibel dengan membentuk forum yang paling memungkinkan diselenggarakan lembaga pendidikan, misalkan, dies natalis, temu wali mahasiswa, dan even ilmiah.
Bagaimana sosok kepemimpinan yang responsif? Merujuk kepada definisi tadi, sosok kepemimpinan responsif adalah:
Pertama, pemimpin yang tanggap terhadap pemahaman bahwa universitas sebagai lembaga pendidikan harus memberikan pelayanan yang baik kepada mahasiswa, alumni dan masyarakat luas.
Kedua, pemimpin yang selalu terbuka dan ikhlas untuk menampung aspirasi demi kemajuan lembaga.
Ketiga, sebagai pemimpin kultural, pengasuh universitas harus mampu bekerjasama dalam rangka mengayomi dan memelihara budaya lokal yang berbasis pada nilai-nilai moral, etik dan spiritual.
Keempat, sebagai pemimpin yang edukatif harus proaktif menganalisis informasi tentang teknologi pendidikan yang inovatif dan berusaha melengkapi sarana dan prasarana yang diperlukan.
Kelima, pemimpin responsif juga kreatif mengoptimalkan fasilitas dalam mendaya-gunakan sarana pendidikan dan pengajaran yang terbatas.
Keenam, banyak menggali informasi dari hasil evaluasi bawahan (dosen-dosen dan tenaga administratif) selanjutnya menjalin kerjasama yang baik untuk memperbaiki strategi manajemen dengan melakukan proses pengambilan keputusan yang demokratis.
Ketujuh, pemimpin yang responsif senantiasa terbuka terhadap gagasan-gagasan inovatif dan reformatif.
Kepemimpinan responsif tidak menempatkan seorang pemimpin yang hanya main perintah atau minta dilayani. Kepemimpinan responsif menempatkan seorang pemimpin yang senantiasa menerapkan asas melayani mereka yang dipimpin. Dan, Rektor Universitas PGRI NTT Semuel Haning sangat cocok dengan pola kepemimpinan responsif. Dalam dirinya telah melekat nilai dan prinsip melayani.  
Hal ini tampak pada pandangan tentang kepemimpinan sebagai rektor sebuah universitas sesaat setelah Semuel Haning terpilih sebagai Rektor Universitas PGRI NTT. “Saya pikir apapun yang terjadi kita harus siap. Kenapa saya katakan harus siap, karena seorang pemimpin bukan sebagai seorang komando. Filosofi saya sebagai seorang pemimpin, pertama, adalah sebagai pelayan. Artinya, melayani dengan baik kepada seluruh masyarakat dan kepada seluruh jajaran yang ada di kampus ini. Kedua, bersikap manajer, mengambil keputusan bersama-sama, tidak dengan cara komando dari atas ke bawah. Ketiga, bersikap sebagai seniman. Arti kata, ketika kita harus senang ya senang bersama-sama, susah juga harus sama-sama,” tutur Sam.
Sam berkehendak menularkan mindset melayani ini kepada segenap civitas akademika Universitas PGRI NTT. Mengubah mindset dari tradisi dilayani menjadi tradisi melayani dan dari kebiasaan menerima baru kemudian memberi menjadi kebiasaan memberi terlebih dulu untuk menggapai apa yang diinginkan di kemudian hari. Pengalaman ruhaniah Sam Haning mengajarkan betapa dahsyatnya prinsip “memberi dulu baru menerima, melayani dulu baru kemudian dilayani”.
Di dalam kehidupan keseharian ini, kebanyakan orang cenderung berpikir untuk ”menerima dulu baru kemudian memberi“. Sebetulnya banyak orang telah meyakini pola pikir yang berlawanan dari arus tersebut. Banyak orang yang meyakini prinsip “memberi dulu baru menerima kemudian”. Sekadar contoh orang-orang yang menjalankan bisnis online di dunia maya. Bayangkan saja ketika kita melihat sebuah blog atau sebuah website yang berisi banyak sekali informasi ‘gratis’ di sana. Si pemilik blog rajin sekali meng-update blog-nya. Bila kita pikir-pikir, dari mana dia memperoleh keuntungan, padahal dia cuma memberi saja dan belum menerima apapun.
Begitu pula ketika kita melihat sebuah website yang memberikan “Tips atau Newsletter gratis” yang kemudian sering mengirimkan tips-tips secara berkala, juga gratis, seakan-akan si pemilik website tidak mendapat apa-apa saat dia sedang memberi. Mereka sedang mempraktikkan prinsip “beri dulu terima kemudian”.
Pemahamannya relatif sederhana. Si pemilik blog atau website tadi memberi dulu informasi secara gratis. Lalu, mulailah datang banyak pengunjung ke blog atau website mereka. Apalagi mereka memberi secara ‘tulus’ dengan ‘isi’ yang bermutu tinggi. Serta merta pengunjung akan merasa senang dan menaruh kepercayaan dengan ketulusan mereka.
Selanjutnya, bila mereka menyarankan pengunjung tentang sebuah program bisnis atau produk yang bagus berkaitan dengan blog/website mereka, maka banyak dari pengunjung sudah menaruh rasa ‘percaya kepada mereka’ dan dengan senang hati membeli apa yang mereka tawarkan atau sarankan.
Alasan yang sama menerangkan mengapa banyak seminar bisnis diberikan secara gratis alias preview sebelum kemudian kita datang, “merasa tidak enak” lantaran sang pembicara menjelaskan dengan begitu antusias dan sikap tulus. Rasanya kok kita memperoleh sesuatu yang demikian berharga secara ‘gratis’ lalu dengan senang hati biasanya kita akan memutuskan untuk ikut ‘PERHELATAN yang sesungguhnya’.
Banyak hal yang semula gratis di internet namun sekarang ‘berbayar’. Yahoo Classified sekadar contoh, jika dulu kita pasang iklan di sana, gratis, sekarang sudah harus berbayar. Banyak juga blogger atau pebisnis online yang semula, ketika belum sepopular sekarang, memberikan informasi gratisan saja. Setelah mereka belajar sangat banyak, dan menjadi sangat tahu, mereka sudah memiliki pembaca yang loyal, maka saatnya mereka mulai menerima dengan menjual sesuatu atau menawarkan sesuatu yang ‘berbayar’.
Di masa kepemimpinan Sam Haning yang melayani, tepatnya mulai 23 Maret 2011, Universitas PGRI NTT membuka jaringan website sendiri, yakni www.pgrintt.ac.id. Website yang peresmiannya dilakukan oleh Wakil Gubernur NTT Esthon Foenay ini berisi seputar informasi mengenai kampus Universitas PGRI NTT dan diharapkan dapat memberi manfaat untuk seluruh civitas akademika dan masyarakat luas.
Semuel Haning menandaskan bahwa keberadaan website di sebuah lembaga pendidikan tinggi merupakan suatu kebutuhan dan memberikan pelayanan terbaik buat segenap civitas akademika dan masyarakat luas. "Ini merupakan kebutuhan karena sebuah lembaga pendidikan membutuhkan akses informasi yang cepat di bidang ilmu pengetahuan dan pendidikan," jelas Sam sembari menambahkan, "Suatu saat nanti mahasiswa juga bisa melihat nilai di website sehingga lebih efektif," katanya.
Untuk menunjang penggunaan perangkat teknologi informasi tersebut, Universitas PGRI NTT telah mempersiapkan perangkat yang memadai dan sumber daya pengelola yang handal pula. "Untuk tahap awal barangkali belum maksimal, namun kami akan terus melakukan pembenahan sehingga semakin baik ke depan," terang Sam.
Selain terus meningkatkan pelayanan, Sam pun terus mengasah kepemimpinan responsif dalam dirinya. Salah satunya, dia kerap ikut turun langsung mendampingi mahasiswa Universitas PGRI NTT yang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di berbagai desa di Provinsi NTT.
Misalkan saat KKN Mahasiswa Universitas PGRI NTT pada bulan Agustus 2012. Semuel Haning tidak mau membiarkan mahasiswa dari universitas yang dipimpinnya itu berjalan sendirian di lokasi KKN. Bersama rombongan dari Universitas PGRI NTT, Ketua Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Pius Bere, dua orang dosen pendamping lapangan Rudy Isu dan Darmanto Kise, Sam Haning meninjau langsung kondisi mahasiswa KKN dari universitas ini. Dia ingin melihat apa saja yang dibutuhkan mahasiswa saat KKN.
Dua lokasi yang dikunjungi sebagai lokasi KKN (9-12 Agustus 2012) itu ada di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), yakni 12 desa di Kecamatan Noemuti dan sembilan desa di Lamaknen. "Kami melakukan kunjungan sampai pelosok-pelosok desa supaya mengetahui kondisi mahasiswa maupun daerah serta penerimaan masyarakat setempat," ujar Sam Haning.
Menurut Sam, kunjungan tersebut dilakukan juga sebagai bentuk perhatian dirinya sebagai pimpinan perguruan tinggi. "Sebagai bapak, tentunya saya tidak bisa menelantarkan anak-anak saya. Saya harus selalu mengetahui kondisi mereka. Selain itu untuk memantau perkembangan nyata KKN para mahasiwa di lokasi," tuturnya.
Desa-desa yang menjadi sasaran KKN mahasiswa Universitas PGRI, jelas Sam, merupakan desa-desa basis pembangunan desa mandiri. Dan, kunjungan Rektor Sam Haning bersama stafntya tersebut mendapat apresiasi serta sambutan hangat dari masyarakat setempat.
Dijelaskan Sam Haning, mahasiswa KKN, pemerintah dan masyarakat harus memiliki hubungan kedekatan. "Harapannya agar mahasiswa KKN bisa melakukan hal-hal terbaik, dengan demikian maka akan menjaga nama citra mahasiswa itu sendiri ataupun lembaga Universitas PGRI. Masyarakat umumnya sangat antusias dengan kunjugan kami," ujarnya. Bahkan, katanya lebih lanjut, “Kami sempat diterima secara adat saat melakukan kunjungan ke desa-desa. Di Kantor Camat Lamaknen, kami sempat memberikan bantuan berupa komputer dan printer.”
Sekali lagi, dalam memimpin Universitas PGRI NTT, Sam berusaha membaktikan tangan dan pikirannya sepenuh hati pada segenap civitas akademika PTS terbesar di NTT ini. Dengan begitu dia bisa bersikap profesional pada segenap jajaran pimpinan dan bawahan di universitas yang bernaung di bawah YPLP PGRI NTT itu.
Sebuah totalitas seorang Sam Haning, sebagaimana dia ungkapkan, “Kami tidak boleh menyusahkan orang lain, tidak boleh menyakiti orang lain. Ini penting. Kami harus bersikap profesional saat menjalankan tugas. Kenapa saya katakan itu, karena kalau kantor saya buka satu kali 24 jam, maka saya juga ada di sini satu kali 24 jam. Di sini buka setiap saat dan siapa saja boleh masuk, termasuk masyarakat luas, mahasiwa dan pegawai boleh saja datang. Organisasi kepemudaan, OKP lain datang untuk diskusi, saya layani.”
Totalitas itu tercermin pula pada sikap sama-sama saling menghargai satu dengan lain di kalangan civitas akademika Universitas PGRI NTT. “Yang senior saya anggap bapak saya, saya tidak anggap staf atau bawahan. Jujur, banyak dosen dan pimpinan di sini umurnya di atas 60 tahun. Tetapi saya anggap mereka itu orangtua saya dan ketika kita melakukan itu adalah keputusan bersama. Saya juga menerima pertimbangan-petimbangan dari mereka ketika saya mengambil keputusan. Supaya kami tidak ada ketersinggungan antara satu dan lainnya.”

B.    Memacu Potensi di Tengah Keterbatasan
Saat ini, Universitas PGRI NTT didukung oleh tenaga administrasi berstatus Pegawai Tetap sebanyak 105 orang dan tenaga laboratorium sebanyak tujuh orang. Tenaga administrasi dan tenaga laboratorium sebanyak itu menjadi daya dukung bagi jalannya perkuliahan yang diasuh oleh 72 Dosen Tetap dan 127 Dosen Tidak Tetap bergelar Sarjana, Magister dan Doktor. Yang agak merepotkan, pucuk pimpinan pada aras Fakultas dan Universitas dijabat oleh Dosen-Dosen PNS dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang --dengan kata lain pensiunan Dosen PNS Undana. Seluruh Dekan adalah Dosen PNS Undana.
Secara sedikit rinci kekuatan Universitas PGRI NTT dapat digambarkan berikut: pertama, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang dipimpin Dekan Drs. Jonas Thene, M.Si. Dalam tugas-tugas keseharian Dekan FKIP dibantu oleh Pembantu Dekan Bidang Akademik Temy Ingunau, S.Pd.M.Si; Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Robinson Kerihi, S.Pd.M.Pd; Ketua Program Studi Bimbingan Konseling Drs. Imanuel Lohmay, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia Drs. S. H. Nitbani, M.Pd; Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Rudolof J Isu, S.Pd.M.Si; Ketua Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) Drs. Okto Fufu, M.Pd;  dan Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Drs. Djakariah, M.Pd.
Kedua, Fakultas Hukum yang dipimpin oleh Dekan Simson Lasi, SH.MH. dia dibantu oleh Pembantu Dekan  Bidang  Akademik Marthen Dillak, SH.M.Hum; Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Melianus Toineno, SH. M.Hum;   dan Ketua Program Studi Ilmu Hukum Melianus Toineno, SH. M.Hum.
Ketiga, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) dipimpin oleh Dekan DR. Drs. Frans Kia Duan, M.Si. Frans Kia dibantu Pembantu Dekan Drs. Sipri R. Toly, M.Si dan Ketua Program Studi Biologi                                                  Drs. Moses Tokan, M.Si.
Keempat, Fakultas Ekonomi yang dipimpin oleh Dekan Lende Dangga, SE. M.M. Di sini dia dibantu Pembantu  Dekan   Bidang  Akademik Drs. M.U.K. Yewang, M.M yang merangkap sebagai Pembantu Dekan  Bidang  Kemahasiswaan; Ketua Program Studi Studi Pembangunan Daud Amarato D. Dede, SP.M.Si; Ketua Program Studi Manajemen Stefanus Reinati, SE. M.M; dan Ketua Program Studi Akuntansi Made Sulistywati, SE, M.M.              
Kelima, Fakultas Pertanian yang dipimpin Dekan Noh Nesimnasi, SPt.M.Si. Untuk menggerakkan perkuliahan di Fakultas Pertanian, dia merangkap sebagai Pembantu Dekan dan dibantu oleh Ketua Program Studi Agroteknologi Moresi M. Airtur, SP.M.Si.
Guna menjaga mutu pendidikan di lingkungan universitas, Universitas PGRI NTT memiliki Badan Penjamin Mutu Pendidikan (BPMP) yang diketuai oleh Prof. Dr. Drs. Simon Sabon Ola, M.Hum.                 
Sebagai sebuah lembaga akademis, Universitas PGRI NTT juga memiliki Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) yang diketuai oleh Heny M.C. Sine, SPt.M.Si. Lembaga ini memiliki kelengkapan organisasi seperti Sekretaris Antonius Katto, S.Pd.M.Hum; Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup Ir. Nur Aini Bunyani, M.Si; Kepala Pusat Pengkajian HAM & Gender D.L.N. Bessie, SH. M.Hum; dan Kepala Pusat Pengabdian Kepada Masyarakat Pius Bere, SH.M.Hum.
Sementara itu untuk kelancaran pelayanan administratif, Universitas PGRI NTT membentuk unsur pelaksana administrasi. Rinciannya adalah Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, Perencanaan dan Sistem  informasi (BAAKPSI) yang diawaki oleh Kepala Biro Uly Jonathan Riwu Kaho, SP.M.Si; Kepala Bagian Administrasi Akademik Nehemia Neolaka, S.H. (Plt) dan Kepala Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi Marthen Pattiani, S.H. (Plt). Di sini ada juga Biro Administrasi Umum dan Keuangan (BAUK) dengan Kepala Biro David R. E. Selan, SE.M.M; Kepala Bagian Umper Merry A. Benu, S.H. (Plt); Kepala Bagian Keuangan Aplonia Atto, S.E. dan Kepala Bagian Kepegawaian Diana Koehuan, SH.
Kemudian masih ada lagi unsur penunjang (UPT), masing-masing UPT Perpustakaan yang dikepalai oleh Fadianus Haning, S.E. MM, UPT Komputer yang dikepalai Gud R. H. Padje, S.Pd dan UPT MPK/MBB yang dikepalai oleh Drs. Ch. Kana.
Sam Haning mengakui bahwa kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh Universitas PGRI NTT masih relatif terbatas. Dari SDM Dosen misalkan, sejauh ini belum ada yang berkualifikasi guru besar atau profesor. “Ke depan kami ingin memiliki dosen-dosen yang berkualifikasi profesor, terutama yang memang mencapai guru besar melalui proses di Universitas PGRI NTT,” terang Sam Haning.
Melihat jumlah mahasiswa aktif Universitas PGRI NTT yang kini mencapai 11.000 orang, tutur Sam Haning, fasilitas gedung yang saat ini berupa gedung rektorat empat lantai dan dua gedung faktultas berlantai dua rasanya masih jauh dari kata cukup. Kendati demikian, dia terus bekerja keras untuk memenuhi fasilitas yang dibutuhkan. ”Saat ini kami telah membeli tanah kaveling yang siap bangun untuk menambah kekurangan sarana gedung perkuliahan,” jelas Sam Haning.
Dengan keterbatasan yang ada, Sam Haning terus mendorong buat mengoptimalkan fasilitas dan sarana yang ada. Misalkan dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M), Universitas PGRI NTT siap berkiprah dalam membangun masyarakat NTT agar lebih baik di masa depan. Dengan tenaga ahli dari lima fakultas, LP2M Universitas PGRI NTT siap membantu pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) potensial di wilayah RI berbatasan dengan Benua Australia ini. LP2M akan terus mendorong munculnya penelitian-penelitian yang mampu memberikan kontribusi bagi terwujudnya provinsi jagung, provinsi ternak, provinsi cendana dan provinsi koperasi. “Kami siap memberdayakan potensi yang relatif terbatas ini demi kemajuan masyarakat NTT,” ujar Sam Haning mantap.

C.   Bersinergi dan Jalin Kerjasama dengan Multistakeholder
Untuk menyiasati segala keterbatasan potensi dan fasilitas yang dimiliki Universitas PGRI NTT, Sam Haning berusaha aktif membangun jejaring dengan multistakeholder dunia pendidikan khususnya dan masyarakat luas umumnya.
Beberapa upaya merajut sinergi dan kerjasama dengan multistakeholder yang telah dilakukan di antaranya: mendorong peran aktif Universitas PGRI NTT untuk memajukan pemakaian Bahasa Indonesia di lingkungan masyarakat NTT. Hal ini ditandai dengan sejumlah pagelaran karya ilmiah, seni budaya, dan seminar internasional pada bulan Oktober 2012.
Rangkaian kegiatan yang digelar itu mengusung tema “Bahasa dan Budaya Sebagai Penciri Peradaban Komunitas yang Multidimensi”. Sedangkan khusus untuk kegiatan seminar, mengusung tema, “Penguatan Budaya dan Jati Diri Bangsa yang berorientasi Global”. Sementara itu lomba karya ilmiah diikuti oleh pelajar SMA dan mahasiswa di Kota Kupang. Dan untuk pagelaran seni diikuti mahasiswa Universitas PGRI NTT mewakili daerahnya masing-masing.
Seminar internasional dihadiri dua negara, yakni Timor Leste dan  Amerika Serikat. Kegiatan yang digelar pada 24 Oktober 2012 itu mengambil tempat di Aula El Tari. Seminar ini juga merupakan agenda tahunan PGRI, Republik Democratic Timor Leste, dan Amerika Serikat. Tahun 2012 PGRI yang menjadi tuan rumah, sedangkan tahun 2011 lalu berlangsung di Timor Leste.
Semua rangkaian kegiatan itu diawali pagelaran seni. Selain kegiatan tersebut, dilakukan pula penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) antara PGRI dan Pusat Bahasa Jakarta. Penandatanganan MoU antara Pusat Bahasa Jakarta dan PGRI merupakan kerjasama yang pertama antara Pusat Bahasa dan lembaga pendidikan di wilayah Provinsi NTT.
Samuel Haning menjelaskan bahwa kegiatan yang dilakukan dalam rangka memperingati Bulan Bahasa ini bertujuan membantu para dosen dan mahasiswa untuk memperluas cakrawala pandang. “Ini bentuk kami memaknai Bulan Bahasa dan ingin membantu dosen ataupun mahasiswa untuk menambah wawasan,” katanya.
Berkaitan kerjasama dengan Negara lain, Universitas PGRI Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah sejak tahun 2011 menjalin kerja sama dalam bidang pendidikan dengan Pemerintah Republik Democratic Timor Leste (RDTL). Jalinan kerja sama di bidang pendidikan ini dilakukan dengan melakukan kunjungan ke negara bekas Provinsi ke-27 Republik Indonesia itu.
Sam Haning menerangkan, pihak Universitas PGRI NTT melakukan kunjungan ke Timor Leste pada tanggal 9-12 Mei 2011. Dalam kunjungan itu, Sam Haning dan rombongan melakukan pertemuan dengan Rektor Universitas Nasional Timor Lorosae (UNTL), Ligia Tomas Correira, M.Sc, dan melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan UNTL, Prof. Dr. Aurelio Guteres.
Selanjutnya, kata Sam Haning, pihak Universitas PGRI NTT melakukan pertemuan dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga (PPO), Ir. Miguel Manetolu. Pihak Universitas PGRI NTT juga melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri RDTL, Kay Rala Xanana Gusmao, dan pertemuan dengan semua anggota parlemen nasional Timor Leste yakni Komisi C (bidang Kesehatan, Pendidikan dan Kebudayaan) dan pertemuan dengan Wakil Menteri Luar Negeri, Albertho Xavier Pereira Carlos.
Menurut Sam Haning, inti pertemuan tersebut adalah untuk merealisasikan kerjasama antara RDTL dan Universitas PGRI di bidang pendidikan. Pada dasarnya masyarakat Timor Leste meyakini bahwa Indonesia dan Timor Leste berasal dari satu nenek moyang dan tidak dapat dipisahkan.
Dalam kunjungan tersebut, demikian kata Sam Haning, pihak Universitas PGRI NTT juga tampil sebagai salah satu pembicara dalam seminar internasional di RDTL dan tampil sebagai pembicara dari lembaga ini adalah Rudy Iso.
Pada tahun 2011 lalu, Universitas PGRI NTT menjadi tuan rumah seminar internasional yang membicarakan tentang bahasa ibu antara Timor Leste dan beberapa negara yang merupakan kerjasama antara RDTL, Universitas Udayana dan Universitas PGRI NTT.
Jejaring kerjasama terus diperluas. Pertengahan tahun 2012, Universitas PGRI NTT menjalin kerjasama dengan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) NTT dalam rangka mendukung Grand Design Penyiaran NTT 2012-2018. Kerjasama itu ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) yang dilangsungkan di ruang rapat Komisi D DPRD NTT pada awal Juni 2012.
Selain MoU bersama KPID NTT, Universitas PGRI Kupang juga melakukan penandatanganan MoU Literasi Media. Semuel Haning berharap kerjasama ini dapat bermanfaat ganda, tidak saja untuk kebutuhan pendidikan mahasiswa PGRI namun dapat pula memberikan manfaat untuk masyarakat luas.
Sam Haning merasa optimis bahwa kerjasama perguruan tinggi dengan KPID NTT dan KPI Pusat akan menjadi saluran informasi kepada masyarakat, khususnya di daerah perbatasan.
Usai penandatanganan MoU, dilanjutkan dengan Workshop Penyiaran Khusus bagi wilayah perbatasan. Ketua KPID NTT, Mutiara Mauboy, menerangkan, alasan mendasar workshop penyiaran perbatasan diselenggarakan antara lain untuk meminimalisir ancaman siaran negara asing yang membahayakan pertahanan nasional dan kedaulatan negara.
Ancaman di daerah perbatasan itu, menurut Mutiara, bukan saja berasal dari kekuatan militer, melainkan juga ancaman nirmiliter dalam bentuk masuknya siaran dan informasi dari negara lain yang diterima masyarakat di daerah perbatasan. Dia menegaskan bahwa penyiaran di perbatasan wajib mendapat perhatian serius semua pihak. Sebab, dikhawatirkan nilai budaya lokal akan tergerus oleh arus budaya luar negeri.
Keterbatasan daya jangkau siaran nasional dan penetrasi siaran luar negeri jika tidak ditangani dengan baik akan semakin menciptakan kesenjangan informasi yang berimplikasi pada melemahnya semangat nasionalisme masyarakat di perbatasan.
Tahun 2012, Provinsi NTT menerima 14 radio komunitas. Radio itu akan tersebar di empat kabupaten perbatasan yaitu Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Alor dan Kabupaten Belu. Selama ini penyaluran radio ini terwujud berkat bantuan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertahanan dan Keamanan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Selain jainan kerjasama dengan lembaga pemerintahan dan organisasi profesi, Universitas PGRI NTT pun tidak lupa merajut tali kerjasama dengan tokoh masyarakat –terutama tokoh agama—demi terciptanya kerukunan dan tertib sosial-kemasyarakatan. Hal ini dapat kita lihat pada doa syukuran bersama lintas agama dalam rangka wisuda angkatan ke-XI Universitas PGRI NTT pada Agustus 2012. Doa bersama itu diwakili dari agama Islam, Haji Amir Kaming, Pendeta Laazar P.F. de Haan, SmTh (Kristen Protestan), Romo Rudi Tjung Lake, Pr (Katolik) dan Supriadi (Hindu). Keempat rohaniawan ini mendukung dan mengapresiasi doa bersama yang dilaksanakan di Universitas PGRI NTT.
Semuel Haning mengatakan doa syukuran bersama lintas agama tersebut dilaksanakan sebagai bentuk membangun semangat toleransi kehidupan beragama baik di Universitas PGRI maupun untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.
Haji Amir Kiwang, misalnya, mengatakan, kegiatan yang dilaksanakan tersebut kiranya menjadi contoh bagi institusi atau perguruan tinggi lain dalam rangka membangun kemitraan maupun membangun semangat kehidupan toleransi antar-umat beragama mulai dari dunia kampus.
Senada Pendeta Laazar P.F. de Haan memberikan apresiasi yang tinggi terhadap apa yang dilakukan Universitas PGRI NTT. "Semoga kegiatan ini bisa membias hingga dapat memberikan contoh atau panutan yang baik dan pantas ditiru,” ujar de Haan.
Universitas PGRI NTT sudah menjadi pioner dan ke depannya agar bisa membias ke perguruan-perguruan tinggi yang lain. Semoga kegiatan bisa terus berkelanjutan.
Sam Haning ingin Universitas PGRI NTT benar-benar berusaha mengajari menghilangkan kelemahan dan penderitaan manusia, membimbing masyarakat di atas jalan yang benar. Sam tidak ingin Universitas PGRI NTT menjadi sesuatu yang tidak berharga dan akan tetap demikian sampai hari kiamat tiba. ***

No comments:

Post a Comment