Friday, August 30, 2013

HARAPAN STAKEHOLDERS, HARI-HARI TUA (PENSIUN) PNS YANG INDAH







“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak demi kemanusiaan”

(Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945)

Indonesia adalah negeri yang penuh dengan anekdot pegawai negeri. Alkisah, di negeri seberang sedang berlangsung lomba bagaimana caranya membuat seekor gajah bisa menangis. Tiga orang peserta (masing-masing dari Amerika, Jepang dan indonesia) bersiap di hadapan seekor gajah.

Singkat cerita, tampil pertama seorang bule berbadan tegap asal Amerika, mengenakan jas hitam dan membawa seperangkat komputer dan mesin ultrasonik. Selama setengah jam, dengan berbagai cara, akhirnya dia gagal membuat sang gajah menangis. Kemudian tampil peserta kedua dari Jepang, seorang ahli beladiri. Dengan keahlian Karate dan Judo-nya dia memukuli wajah sang gajah. Tapi, cara itu pun ternyata tidak ada efeknya. Bahkan dengan belalainya, sang gajah membuat peserta Jepang itu terpelanting ke pinggir arena.

Lalu giliran ketiga, peserta dari Indonesia. Orangnya berperawakan pendek kurus seperti kurang gizi, kulit sawo matang dan mengenakan seragam KORPRI yang sudah tampak kusam. Dia maju ke arena dengan raut wajah yang melas. Dia lantas menghampiri sang gajah dan membisikkan beberapa patah kata ke telinganya. Beberapa detik berselang, sang gajah tampak tersentak dan disusul sedu-sedan. Sang gajah menangis tersedu-sedu serta meneteskan air mata yang banyak.

Semua penonton lomba terheran-heran. “Apa yang Anda katakan, sampai bisa membuat sang gajah menangis,” kata salah seorang anggota dewan juri lomba dan peserta lain yang dilanda penasaran. “Apakah Anda mengancam sang gajah, sehingga dia merasa takut dan akhirnya menangis?” Peserta asal Indonesia ini menjawab, “Tidak kok. Saya hanya mengatakan kepada sang gajah kalau saya itu dari Indonesia, seorang pegawai negeri sipil.“ Sedemikian menyayatkah kehidupan pegawai negeri sipil kita? Sampai-sampai gajah saja dibuat menangis.

Bukan sekadar anekdot, sebenarnya ada pula sebuah lagu yang mencerminkan bagaimana kondisi “nasib kelam” seorang pegawai negeri. Lagu yang sempat menghebohkan itu berjudul “Oemar Bakrie” yang dinyanyikan oleh penyanyi kondang Iwan Fals. Berikut syair lengkapnya:

Tas hitam dari kulit buaya, selamat pagi
Berkata Bapak Oemar Bakrie
Ini hari……. aku rasa kopi nikmat sekali
Tas hitam dari kulit buaya, mari kita pergi
Memberi pelajaran ilmu pasti
Itu……. murid bengalmu, mungkin sudah menunggu

Reff*: Laju sepeda kumbang di jalan berlubang
Slalu begitu dari dulu waktu jaman Jepang
Terkejut dia waktu mau masuk pintu gerbang
Banyak polisi bawa senjata berwajah garang

Bapak Oemar Bakrie kaget apa gerangan
Berkelahi Pak, jawab murid seperti jagoan
Bapak Oemar Bakrie takut bukan kepalang
Itu….. sepeda butut dikebut, lalu cabut, kalang kabut, cepat pulang
Bussyet…. standing dan terbang

Reff**: Oemar Bakrie, Oemar Bakrie, pegawai negeri
Oemar Bakrie, Oemar Bakrie, 40 tahun mengabdi
Jadi guru jujur berbhakti memang makan hati

Oemar Bakrie, Oemar Bakrie, banyak ciptakan menteri
Oemar Bakrie…… profesor, dokter, insinyur pun jadi
Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakrie seperti dikebiri

Kembali ke Reff *)

Bapak Oemar Bakrie kaget apa gerangan
Berkelahi Pak, jawab murid seperti jagoan
Bapak Oemar Bakrie takut bukan kepalang
Itu….. sepeda butut dikebut, lalu cabut, kalang kabut
Bakrie kentut…… cepat pulang

Kembali ke Reff **)

Oemar Bakrie, Oemar Bakrie,  banyak ciptakan menteri
Oemar Bakrie…… bikin otak orang seperti otak Habibie
Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakrie seperti dikebiri

Bakrie…..Bakrie…..
Kasihan amat luh jadi orang…….. Gawat……


Siapa sebenarnya pegawai negeri itu? Kok sedemikian menyayat nasibnya. Undang-Undang (UU) Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian pasal 1 menyebutkan, pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam UU ini jelas bahwa pegawai negeri adalah seseorang yang menjalankan tugas negara.

Pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan. Di mana dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud, pegawai negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Pegawai negeri, atau dalam bahasa Inggris disebut civil service atau pelayanan masyarakat, adalah aparatur negara yang paling penting. Mengapa demikian? Sebab, merekalah yang menjalankan visi dan misi negara. Seperti dikemukakan Prawotosoediro (1981), sepanjang sejarah, kedudukan dan peranan pegawai negeri pada setiap negara adalah penting dan menentukan. Karena pegawai negeri merupakan aparatur pelaksana pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan dan melancarkan pembangunan dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional masing-masing. Sebagaimana halnya dalam setiap negara, termasuk dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kedudukan dan peranan pegawai negeri sangat penting dan menentukan kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional, terutama tergantung pada kesempurnaan aparatur negara. Pegawai negeri terdiri dari Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Menurut jabatan kepemerintahan (birokrasi), PNS terbagi menjadi dua yaitu PNS berdasarkan Jabatan Struktural dan PNS berdasarkan Jabatan Fungsional. Menurut jabatan struktural, PNS adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara. Yang termasuk jabatan struktural di Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro dan Staf Ahli. Sedangkan yang termasuk jabatan struktural di Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah sekretaris daerah, kepala dinas/badan/kantor, kepala bagian, kepala bidang, kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah dan sekretaris lurah.

Sementara dalam jabatan fungsional, PNS berorientasi pada prestasi kerja. Sehingga, tujuan untuk mewujudkan PNS sebagai aparatur negara yang berdaya guna dan berhasil melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan dapat dicapai. Profesi PNS yang tergolong jabatan fungsional adalah guru, dokter, widyaiswara, bidan, perawat, apoteker, auditor, statistisi, pranata laboratorium pendidikan, pranata komputer, arsiparis, dan pustakawan.

Perlu diketahui pula sejak digulirkannya kebijakan otonomi daerah, PNS sekarang ini terbagi menjadi dua yaitu PNS pusat dan PNS daerah. Yang membedakan adalah sumber anggaran penggajiannya saja. PNS pusat sistem penggajiannya bersumber dari APBN sedangkan PNS daerah sistem penggajiannya bersumber dari APBD.
Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil
No
Pangkat
Golongan
Ruang
1
Juru Muda
I
A
2
Juru Muda Tingkat I
I
B
3
Juru
I
C
4
Juru Tingkat I
I
D
5
Pengatur Muda
II
A
6
Pengatur Muda Tingkat I
II
B
7
Pengatur
II
C
8
Pengatur Tingkat I
II
D
9
Penata Muda
III
A
10
Penata Muda Tingkat I
III
B
11
Penata
III
C
12
Penata Tingkat I
III
D
13
Pembina
IV
A
14
Pembina Tingkat I
IV
B
15
Pembina Umum Muda
IV
C
16
Pembina Umum Madya
IV
D
17
Pembina Utama
IV
E

Sebuah “nasib kelam” yang dialami seorang Oemar Bakrie selama berpuluh tahun sebagaimana gambaran syair lagu yang dinyanyikan Iwan Fals di atas, sebenarnya telah pula membelit kehidupan jutaan Pegawai Negeri Sipil (PNS pusat dan daerah) sampai kini.

Sungguh tak terbayangkan, bagaimana dengan PNS yang jujur dalam mengabdi bagi kelangsungan roda birokrasi negeri tercinta Republik Indonesia ini, sementara lingkungan kehidupan di sekitar mereka sudah “berpola pikir dan berbudaya ekonomis”. Sebuah ironi yang tragis, benar-benar mirip dengan Oemar Bakrie yang menjadi tokoh sentral dalam tembang Iwan Fals tadi. “Jadi guru (pegawai negeri) jujur berbhakti memang makan hati”.

Pertanyaannya, seperti telah disebut tadi, apa jadinya jika pegawai negeri yang sudah “bernasib kelam dan makan hati” itu masih terus dibiarkan hidup dalam belitan keprihatinan? Sudah barang tentu bahwa harapan akan kinerja dan performa birokrasi yang profesional, bersih dan berwibawa, seperti yang didambakan oleh banyak orang selama ini, hanyalah sebuah mimpi belaka. Padahal, persoalan kesejahteraan PNS semasa kerja dan purna karya (pensiun) itu sangatlah menentukan perilaku moral mereka dalam bekerja. Dilihat dari sudut mana saja, tidaklah cukup hanya dengan bermodalkan semangat kebangsaan dan nasionalisme yang tinggi lantas kita bisa menghilangkan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) serta mengikis krisis moral yang terjadi dalam birokrasi aparatur negara kita saat ini.

Sudah bukan masanya lagi untuk meningkatkan semangat kerja PNS hanya dengan berbasiskan kejuangan dan jiwa nasionalisme tanpa kompensasi yang memadai. Masuknya industri fast food seperti Kentucky Fried Chicken, McDonald dan lainnya, serta hypermarket semacam Carrefour dan Giant, mall, kartu kredit dan berbagai ‘budaya Barat’ yang lain, menunjukkan bahwa Indonesia telah berubah sama sekali. Telah terjadi perubahan budaya, pola hidup dan pola konsumsi serta pola berpikir. Semua itu jelas menuntut perubahan cara berpikir dari pemerintah untuk tidak lagi berpikir linier bahwa PNS hanya merupakan Abdi Negara dan Abdi Bangsa sehingga cukuplah digaji kecil.

Permasalahan kesejahteraan PNS masih diperburuk lagi oleh faktor nilai rupiah yang tidak stabil dan cenderung terus menurun. Setiap waktu nilai rupiah terpuruk sehingga mereka yang berpendapatan kecil dan tetap seperti PNS, maka semakin mengecil pula nilai penghasilannya. Bahkan, mereka mengalami proses pemiskinan. Karena itu, pemerintah dituntut untuk selalu mempertahankan nilai rupiah dan tidak membiarkan pendapatan PNS tergerus oleh kemerosotan nilai rupiah.

Hal penting lainnya, bahwa reformasi yang kini digaungkan dan digulirkan, termasuk reformasi birokrasi, harus pula mencakup perbaikan sistem kesejahteraan PNS. Adalah suatu pernyataan yang menyesatkan jika dinyatakan oleh sebagian orang bahwa tidak ada kaitan antara kesejahteraan PNS dan kerusakan moral aparat. Mereka itu, dan juga sebagian pejabat pemerintah, masih tidak mau memahami dan menyadari bahwa jaman telah berubah. Persoalan kesejahteraan semasa kerja dan purna karya (pensiun) sangat menentukan perilaku moral aparatur negara. Jadi, reformasi kesejahteraan PNS memang harus dilakukan, baik menyangkut gaji, THT, pensiun maupun jaminan sosial.

Para pakar ekonomi boleh-boleh saja mengatakan bahwa keunggulan setiap negara ditentukan oleh keunggulan pelaku-pelaku ekonomi. Kekuatan negara ditentukan oleh pengusaha dan manajer-manajernya. Namun, di balik keberadaan mereka, para pelaku dan profesional usaha itu, ada satu kelompok profesi yang tidak bisa diabaikan, yaitu pegawai negeri. Mereka, para pegawai negeri itu, barangkali bukan “yang terpenting“, tapi merekalah yang menjadikan yang lain (para pelaku ekonomi, pelaku politik, pelaku sosial dan lainnya) menjadi “yang terpenting”. Keberadaan pegawai negeri adalah profesional yang tidak pernah dipandang sepasang mata, kecuali kalau ada surat-surat kewargaan dan surat-surat lain yang harus diurus. Pegawai negeri mendukung eksistensi negara, eksistensi masyarakat, eksistensi pelaku ekonomi, pelaku politik, bahkan eksistensi LSM-LSM. Pegawai negeri, khususnya PNS, bukan saja sebagai pihak yang harus “dipihaki”, tapi sebagai pihak yang tak terpisahkan dari mekanisme hidup berbangsa dan bernegara.

Kita melihat bahwa pelaku birokrasi, yaitu pegawai negeri, menjadi pondasi tiga pilar pokok pendukung keunggulan setiap negara-bangsa (excellent nation-state), yaitu pelaku ekonomi, pelaku politik dan pelaku sosial. Memang, yang nampak menonjol adalah ketiga pelaku di atasnya (pelaku ekonomi, politik dan sosial), karena merekalah yang memang ada “di permukaan”. Mereka adalah perusahaan-perusahaan, politisi-politisi di parlemen hingga elit-elit politik serta pucuk-pucuk kekuasaan, dan yayasan-yayasan (termasuk LSM) serta asosiasi-asosiasi. Pelaku birokrasi terletak “di bawah permukaan”, dan hanya sebagian kecil saja yang muncul. Mereka adalah pucuk-pucuk birokrasi seperti para Eselon I di lembaga-lembaga birokrasi pemerintah. Mereka hadir hanya untuk melengkapi hal-hal yang dibawa oleh pelaku-pelaku politik, ekonomi dan sosial.

Pegawai Negeri Sebagai Pelaku Birokrasi
Buku Setelah Pensiun, halaman 42
(Bagan)

***

Pegawai negeri (PNS) adalah the man behind the gun. Tapi, dalam banyak hal ditemukan kenyataan bahwa pegawai negeri adalah the man behind yang selalu di-behind-kan alias dikebelakangkan. Padahal, keberadaan mereka menentukan sukses- tidaknya sebuah pagelaran. Seperti halnya pertunjukan opera (di Broadway, New York) atau ketoprak (di Yogyakarta, Jawa), maka seluruh kru di belakang panggung, mulai dari sutradara hingga penarik layar, adalah penentu sukses-tidaknya opera atau ketoprak tadi. Dengan kepiawaian mengatur setting panggung tanpa harus muncul di atas panggung, sebenarnya seluruh pertunjukan tergantung kepada mereka. Masalah yang krusial, seberapa jauh kita telah mempedulikan mereka, para pegawai negeri itu?

Salah satu fokusnya adalah kesejahteraan mereka, para pegawai negeri itu. Dengan tema ini kita hendak menyimak perhatian terhadap pegawai negeri sipil kita. Manajemen kepegawaian pemerintah di masa lalu menganut prinsip membatasi pendapatan pegawai, dengan akibat penghasilan yang sangat tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup bagi PNS. Salah satu alasan “politis”nya adalah agar para pegawai negeri yang berjumlah (tahun 2004) 4 jutaan orang itu menjadi warga negara yang “super patuh” kepada atasannya (pemerintah/penguasa).

Setiap tahun penghasilan PNS selalu tertinggal di belakang laju inflasi yang cepat dan merosotnya nilai mata uang rupiah yang memang selalu merosot dan tidak pernah stabil. Mereka terpaksa harus mencari tambahan agar kebutuhan hidupnya terpenuhi. Akibatnya, mereka tidak dapat berkonsentrasi penuh kepada tugas dan kewajiban pokok. Mereka melakukan apa saja yang sekiranya dapat dijadikan pintu masuk penghasilan tambahan. Terjadilah kemudian penyakit pungutan liar (pungli) dan lain-lain ketidak-wajaran yang dikenal dengan tragedi KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme). Meskipun begitu, harus diakui, masih banyak pegawai negeri yang memiliki jiwa pengabdian dan komitmen yang tinggi tetap melakukan tugasnya dengan baik dan terpuji. Bahkan, untuk menyelesaikan berbagai tugasnya, mereka terpaksa harus bekerja sampai larut malam dan bermalam di kantor hingga pagi hari, agar sebuah kebijakan pemerintah dapat diselesaikan tepat waktu. Demikian pula hal-hal yang menyangkut pelayanan. Di Sekretariat Negara misalnya, kita dapat menemukan staf-staf yang pulang larut malam dengan antaran bis tengah malam. Mereka bekerja, dan benar-benar bekerja, bukannya ngobyek. Kenyataan seperti itu jelas sekali bisa kita saksikan di sejumlah kantor Departemen dan Instansi Pemerintah di Jakarta. Pulang larut malam, tanpa ada uang lembur, dan esok hari harus kembali masuk pagi-pagi agar pimpinannya tidak marah. Gambaran pegawai negeri bukanlah gambaran birokrat yang kolot, namun juga pegawai-pegawai yang berdedikasi, tanpa mengenal lelah, tanpa mengenal upah tambahan.

Sesungguhnya kita melihat ada “selisih” antara semangat kerja yang tinggi dan kompensasi yang tidak sebanding. Arti kata, sebenarnya masyarakat menikmati pelayanan lebih dari yang diberikan dari PNS. Arti lebih jauh, PNS “mensubsidi” aktivitas masyarakat, termasuk juga “mensubsidi” pasar dan dunia usaha (pengusaha).

Pasar atau pelaku usaha sebenarnya adalah the biggest beneficiaries dari subsidi itu. Sehingga, pengusaha dalam menghitung biaya produksinya menikmati biaya yang rendah dari service yang diberikan aparatur negara. Bukankah itu subsidi dari PNS kepada pasar atau pengusaha? Maka, sudah saatnya pemerintah menghapus subsidi tersebut dengan memperhitungkan secara benar kompensasi untuk PNS. Dengan begitu PNS benar-benar dapat hidup layak, karena selama ini kesuksesan dan kemewahan pengusaha adalah karena pengorbanan dan subsidi yang diberikan, antara lain, oleh aparatur Negara.

Berapa gaji Anda, jika Anda seorang pegawai negeri? Gaji “Oemar Bakrie”, bukan? Hari ini seorang pegawai negeri golongan 2A, lulusan SMU, digaji sekitar Rp500.000. Di pasar perusahaan, gajinya sekitar Rp750.000. Jadi sebenarnya, si pegawai negeri itu telah memberikan subsidi kepada pasar sebesar Rp250.000 per bulan atau Rp3.000.000 per tahun. PNS 3A, lulusan sarjana (S-1) digaji lebih kurang Rp800.000. Di perusahaan, rata-rata gajinya adalah Rp1.500.000. Hitungan sederhananya, setiap bulan PNS golongan 3A itu harus mensubsidi pasar Rp700.000 atau Rp8.400.000 setahun. Seorang pegawai negeri 4E (Eselon-1) mempunyai gaji pokok sekitar Rp2 juta. Seorang Eselon-1 di perusahaan mempunyai gaji pokok terendah lebih kurang Rp10 juta. Artinya, ia mensubsidi Rp8.000.000 sebulan atau Rp96 juta per tahun!

Mari kita buat hitungan kasar. Seandainya, rata-rata pegawai negeri adalah 3A saja (dengan perhitungan komposisi pendapatan, bukan jumlah pegawai), maka dengan jumlah 4 juta PNS sekarang ini, sesungguhnya PNS mensubsidi pasar senilai Rp33,6 triliun pertahun. Taruh kata jumlah tersebut terlalu besar, dan kita reduksi sampai 50 persen, maka subsidi PNS kepada pasar masih tetap besar, yaitu Rp16,8 triliun. Setara dengan nilai pasar PT Indosat Tbk. Bahkan, kami pernah menghitung secara kasar bahwa ‘Nilai Subsidi PNS’ kepada pasar itu, untuk tahun 2004 saja, jumlahnya mencapai Rp75 triliun. Jadi, kalau pemerintah menyebut defisit APBN 2004 sebesar Rp24 triliun, itu jelas kurang tepat. Defisit yang benar adalah Rp24 triliun ditambah Rp75 triliun tadi, sehingga jumlahnya menjadi Rp99 triliun.

Terlepas dari hal itu, apa yang kemudian diperoleh PNS dari pasar? Tidak ada. Justru yang terjadi, harga-harga yang lebih tinggi daripada kemampuan beli mereka, dan terus menaik seiring dengan laju inflasi. Pelayanan pasar yang tidak optimal. Dan pandangan yang sinis kepada PNS dengan label: mudah disuap, suka korupsi, nepotis, dan lain-lain. Sungguh, sebuah stigma yang tidak adil. Selama ini, PNS bukan saja tidak menerima imbalan yang sesuai dengan pekerjaan yang dibebankan, tapi mereka juga telah mensubsidi masyarakat, mensubsidi pasar dan pengusaha.
Berikut ilustrasi komposisi jumlah PNS 2004-2008. Selama kurun waktu 4 tahun (2004-2008) diperkirakan terdapat peningkatan jumlah PNS sekitar 30%. Tahun 2004 ada 3.587.337 PNS dan pada tahun 2008 telah mencapai angka 4.061.854 PNS. Mayoritas PNS tersebut merupakan PNS daerah dan hanya sebagian kecil yang merupakan PNS pusat. Data tahun 2008 menunjukkan bahwa jumlah PNS pusat hanya 825.533 orang, sedangkan PNS daerah berjumlah 3.236.321 orang. Di samping itu, jumlah PNS di daerah terus meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2004 tercatat ada 2.762.693 PNS daerah, kemudian berturut-turut berjumlah 2.796.685 (2005), 2.796.685 (2006), 3.221.094 (2007), dan 3.236.321 (2008).  Sedangkan di pusat jumlah PNS 3 tahun terakhir cenderung mengalami penurunan. Tahun 2006 tercatat ada 875.664, kemudian menurun di tahun 2007 ke angka 856.107, dan pada tahun 2008 kembali menurun di angka 825.533.
Komposisi PNS dilihat dari jenis kelamin masih didominasi oleh kaum pria. Dari tahun ke tahun belum ada perubahan berarti berkaitan dengan komposisi ini. Pada tahun 2004 secara keseluruhan terdapat 2.130.299 PNS pria dan 1.457.038 PNS wanita. Di tahun 2008 tercatat ada 2.254.382 PNS pria dan 1.807.472 PNS wanita. Dominasi pria ini tidak hanya terjadi di level pusat tetapi juga di level daerah. Pada tahun 2004, dari 2.762.693 PNS, 1.574.027 di antaranya merupakan pria dan sisanya sebanyak 1.188.666 PNS wanita. Pada tahun 2008 komposisi ini tetap (tidak berubah) karena dari 3.236.321 PNS, mayoritas masih didominasi kaum pria (1.720.983).
Dilihat dari jenjang kepangkatan, mayoritas PNS di Indonesia merupakan golongan III. Hal itu berlaku di pusat maupun di daerah. Pada tahun 2008, dari 4.061.854 PNS, 50 persennya (2.254.382) berpangkat golongan III. Kelompok terbesar berikutnya ialah golongan II yang berjumlah 1.122.420, kemudian berturut-turut golongan IV dan golongan I sebesar 809.076 dan 88.779.
Jika diukur dari tingkat pendidikan maka kondisi agak sedikit berbeda terjadi antara pusat dan daerah. PNS di daerah mayoritas berpendidikan SMA sedangkan di pusat didominasi oleh sarjana, baik itu S-1, S-2, maupun S-3. Akan tetapi, secara keseluruhan lulusan SLTA masih mendominasi komposisi PNS berdasarkan jenjang pendidikan. Selain itu, dari tahun ke tahun jumlah PNS yang berpendidikan SLTA cenderung mengalami peningkatan, terutama di daerah. Pada tahun 2004 jumlah PNS di daerah yang berpendidikan SLTA berjumlah 1.069.799 dan pada tahun 2008 angka itu naik menjadi 1.268.099. Sedangkan di pusat komposisi PNS yang berpendidikan SLTA terus mengalami penurunan. Tahun 2004 tercatat ada 333.518 PNS dengan latar belakang pendidikan SLTA dan angka itu menurun di tahun 2008 sampai angka 323.296. PNS berlatar-belakang pendidikan sarjana juga terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, baik di daerah maupun di pusat. Pada tahun 2004, ada 1.079.811 PNS yang bergelar sarjana dan angka itu mengalami peningkatan hingga 1.263.622 pada tahun 2008.
Pun jika dilihat dari kecenderungannya maka fenomena yang berbeda juga terjadi di pusat dan daerah. Dari tahun ke tahun jumlah PNS di pusat cenderung mengalami penurunan sedangkan di daerah jumlah PNS hal sebaliknya terjadi. Dua tahun terakhir jumlah PNS di pusat terus mengalami penurunan. Pada tahun 2006 terdapat 875.664 PNS pusat, tahun 2007 berjumlah 856.107, dan tahun 2008 menurun hingga 825.533 PNS. Sedangkan di daerah jumlah PNS mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2004 tercatat ada 2.762.693 PNS di daerah. Angka ini meningkat hingga 3.236.321 PNS pada tahun 2008.
Atas dasar jabatan, mayoritas PNS merupakan pemegang jabatan fungsional tertentu. Dari total 4.061.854 PNS pada tahun 2008, separuhnya (2.051.430) merupakan pejabat fungsional tertentu. Di sisi lain, jumlah pejabat struktural terus menurun dari tahun ke tahun, baik di level pusat maupun di daerah. Di daerah pada tahun 2004 tercatat 222.895 pejabat struktural dan pada tahun 2008 menurun hingga menjadi 190.636 pejabat. Sedangkan di pusat, dari 67.607 pejabat struktural di tahun 2004, menurun ke angka 56.357 pada tahun 2008. Untuk pejabat fungsional umum mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, kecuali pada tahun 2008. Kurun waktu 2004-2007, jumlah pejabat fungsional umum naik dari 1.307.035 (2004) menjadi 3.982.153 pada tahun 2007. Tapi, jumlah ini menurun drastis pada tahun 2008 ke angka 1.763.431 (www.aparaturnegara.bappenas.go.id). Dari ilustrasi yang ada, berarti masih banyak PNS di negeri ini yang hidup di bawah kenestapaan.
Padahal umumnya, kesejahteraan PNS itu terdiri dari pemenuhan gaji yang “memadai” (semasa masih bekerja), serta program-program seperti THT (Tunjangan Hari Tua), Pensiun, Kesehatan, Kecelakaan Kerja, Perumahan dan Kematian. Untuk menghapuskan kenestapaan dan memberikan THT serta dana pensiun PNS di negeri ini, pemerintah mendirikan PT Taspen. Artinya, PT Taspen merupakan sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditugaskan pemerintah untuk menyelenggarakan Program Asuransi Sosial Pegawai Negeri yang terdiri dari program Tunjangan Hari Tua (THT) dan program Pembayaran Pensiun kepada PNS. Jadi jelas stakeholder utama Taspen itu adalah PNS.

Program THT yang dilakukan Taspen adalah sebuah program jangka panjang di mana peserta berhak memperoleh manfaat program sebelum mencapai usia pensiun, dan apabila pekerja meninggal dunia maka janda atau dudanya beserta anak-anaknya, akan berhak menerima manfaat pekerja tersebut. Program ini berupa sebuah tabungan wajib. Jadi, program tabungan hari tua mirip dengan program tabungan wajib PT Jamsostek untuk pekerja swasta sektor formal dan keluarga mereka. Dengan kata lain, program ini merupakan program pembiayaan sendiri (self-funded).

Progam THT merupakan program yang telah diselenggarakan sejak PT Taspen berdiri pada tahun 1963. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 1981, Program THT merupakan suatu Program Asuransi yang terdiri dari Asuransi Dwiguna yang dikaitkan dengan Usia Pensiun ditambah dengan Asuransi Kematian.

Berdasarkan PP tersebut, THT Dwiguna didefinisikan sebagai suatu jenis THT yang memberikan jaminan keuangan bagi peserta pada waktu mencapai usia pensiun ataupun bagi ahli warisnya pada waktu peserta meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun. Program ini diikuti oleh seluruh PNS, Pejabat Negara, dan Pegawai BUMN/BUMD.

Kepesertaan Program THT dimulai sejak yang bersangkutan diangkat menjadi Pegawai/Pejabat Negara dengan ketentuan, Pertama, pengangkatan menjadi PNS sebelum 1 Juli 1961, masa kepesertaannya dihitung sejak tanggal 1 Juli 1961. Kedua, pengangkatan PNS Daerah Provinsi Irian Jaya sebelum 1 Januari 1971, masa kepesertaannya dihitung sejak 1 Januari 1971. Ketiga, pengangkatan PNS daerah ex Provinsi Timor-Timur sebelum 1 April 1979, masa kepesertaannya dihitung sejak 1 April 1979.

Hak-hak yang diperoleh oleh Peserta Program THT, pertama, Hak Asuransi THT dibayarkan apabila peserta berhenti sebagai pegawai negeri karena pensiun atau meninggal dunia. Kedua, Hak Nilai Tunai dibayarkan apabila peserta berhenti bukan karena pensiun (keluar) atau meninggal dunia. Ketiga, Hak Asuransi Kematian yang dibayarkan bila peserta, istri/suami dan anak peserta meninggal dunia. Dan peserta Program THT itu sendiri memiliki kewajiban, pertama, membayar iuaran/premi sebesar 3,25% dari penghasilan pegawai setiap bulan. Kedua, memberikan keterangan mengenai data diri dan keluarga peserta. Ketiga, menyampaikan perubahan data penghasilan atau perubahan data diri keluarga peserta.

Untuk memberikan tingkat kesejahteraan yang lebih besar kepada para peserta, PT Taspen telah mengembangkan dua program yaitu Program THT Multiguna Sejahtera dan THT Ekaguna Sejahtera. Program THT Multiguna Sejahtera merupakan pengembangan dari THT Dwiguna dengan penambahan manfaat bagi peserta berupa Manfaat Berkala, di samping manfaat THT dan Manfaat Nilai Tunai. Besarnya Manfaat Berkala disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing peserta. Program ini diikuti oleh pegawai beberapa BUMN/BUMD. Sementara THT Ekaguna Sejahtera menawarkan manfaat THT saja kepada peserta yang ingin membatasi kewajiban iurannya. Program ini juga diikuti oleh pegawai beberapa BUMN/BUMD.

Sedangkan program dana pensiun adalah suatu program yang dimaksudkan untuk memberikan jaminan hari tua kepada PNS sebagai penghargaan atas jasa-jasa dan pengabdiannya kepada negara sebagaimana ditetapkan dalam UU Nomor 11 tahun 1969 tentang Pemberian Pensiun Pegawai Negeri Sipil dan Pensiun Janda/Duda Pegawai Negeri Sipil. Di dalam penjelasannya disebutkan bahwa pemberhentian dengan hormat merupakan syarat yang mutlak untuk mendapatkan hak pensiun. Hal ini sesuai dengan sifatnya bahwa pensiun sebagai penghargaan atas jasa-jasa PNS selama bekerja dalam dinas pemerintah dan penting untuk membina dan memelihara kesetiaan pegawai terhadap negara dan haluan negara yang berdasarkan Pancasila. Maka, tidaklah pada tempatnya untuk memberikan pensiun kepada pegawai yang diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri.
Tugas PT Taspen untuk melaksanakan pembayaran pensiun dimulai sejak tahun 1987. Bagi PT Taspen, tugas pembayaran pensiun merupakan tugas mulia guna memberikan pelayanan kepada orang-orang yang telah berusia lanjut. PT Taspen dibantu oleh Departemen Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran dalam pelaksanaan pembayaran pensiun. Dan kewajiban peserta program pensiun adalah pertama, membayar iuran sebesar 4,75% dari penghasilan sebulan selama menjadi Pegawai Negeri Sipil/Pejabat Negara. Kedua, menyampaikan laporan perubahan data peserta dan keluarga.

Namun, sampai saat ini biaya THT dan dana pensiun untuk PNS masih dilakukan menggunakan sistem pay as you go dari APBN dengan pola current cost financing dari dana yang ada di PNS. Dengan kata lain diambil dari iuran rutin yang dipotong dari gaji PNS itu sendiri. Dalam hal ini, setiap bulan selama PNS itu aktif bekerja wajib membayar iuran dari penghasilannya sebesar 11 persen, yang terdiri dari iuran THT 3,25 persen (Taspen), pensiun 4,75 persen (Taspen), kesehatan 2 persen (Askes) dan perumahan 1 persen (Bapertarum).
Iuran Kesejahteraan yang Harus Dibayar PNS
Program
Iuran PNS
Instansi
THT
3,25%
Taspen
Pensiun
4,75%
Taspen
Kesehatan
2%
Askes
Perumahan
1%
Bapertarum
Jumlah
11%


Sebagai stakeholders Taspen, para PNS berharap supaya mereka lebih sejahtera dan Taspen dapat menjadi ”rumah kesejahteraan” bagi PNS. Untuk itu, para PNS berharap pula pemerintah sebagai “pemberi kerja” ikut memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan sosial mereka dengan menerapkan sistem fully funded. Bukan sistem pay as you go. Artinya, suatu sistem di mana pemerintah bersama PNS membayar iuran yang diakumulasikan dalam suatu dana, iuran pemerintah merupakan bagian dari pembayaran gaji PNS. Jadi pembayaran itu berlangsung selama PNS masih bekerja. Pada saat PNS memasuki pensiun, maka pembayaran iuran pemerintah dan PNS dihentikan, dan pembayaran pensiun berlangsung dengan sumber pendanaan dari mana yang merupakan hasil pemupukan iuran PNS bersama pemerintah.

Jika sistem pay as you go ini tetap dipertahankan, dipastikan akan memberatkan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Sistem pay as you go sudah sejak lama ditinggalkan oleh semua negara ASEAN, hanya Indonesia yang masih menerapkannya. Jika sistem fully funded diterapkan, maka para PNS di negeri ini akan menjalankan hari-hari tua (pensiun) dengan indah dan Taspen bisa menggapai visinya menjadi perusahaan word class campany.
 



Boks I

Pentingnya Prinsip Good Corporate Citizen (GCC)

Menjadi “warga kota yang baik”. Begitulah salah satu tujuan utama kehadiran Taspen. Menjadi warga kota yang baik telah integral dalam kegiatan bisnis Taspen sehari-hari. Secara tersurat, hal ini dapat kita lihat dari nilai-nilai budaya unggul perusahaan. Salah satunya adalah respek kepada masyarakat dan lingkungan sekitar dengan sikap tindak yang lebih peduli, progresif dan pro-aktif. Secara tersirat, sudah banyak yang telah dilakukan oleh Taspen berkenaan dengan penerapan nilai utama peduli dan berbagi tadi, yang kini cukup popular dengan sebutan Corporate Social Responsibility (CSR). Maknanya, bahwa kehadiran orang-orang Taspen di mana dan kapan pun harus memberi arti (bermanfaat) bagi komunitas dan lingkungan sekelilingnya. Dengan nilai utama itu, Taspen telah menjadi bagian kehidupan bersama masyarakat.

Merujuk pada etika bisnis internasional yang tertuang dalam The Caux Round-Table Principles for Business, komitmen korporasi bisnis (perusahaan) terhadap stakeholders bersifat fundamental. Terutama bagi masyarakat atau daerah di mana perusahaan tersebut beroperasi, ia wajib menjadi “Good Corporate Citizen (GCC)”. Perusahaan harus menjadi ”warga masyarakat yang baik” dan ikut aktif berpartisipasi dalam peningkatan standar mutu sosial, kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat serta lingkungan sekitarnya. Arti kata lebih jauh, perusahaan memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dan, upaya pelaksanaan tanggung jawab sosial selayaknya dilaksanakan dalam seluruh fase kegiatan perusahaan.

Di tingkat internasional, sudah banyak inisiatif-inisiatif dan standar-standar yang dibuat untuk menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan. Di antaranya, selain The Caux Round-Table Principles for Business, adalah OECD Guidelines for Enterprises, AA 1000, ISO 26000, IFOAM, SA 8000 dan Equator Principles. Tanggung jawab sosial atau CSR secara tegas juga telah diatur dalam pasal 74 UU No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas (PT). Dalam pasal itu disebutkan bahwa perseroan wajib mengalokasikan sebagian laba bersih tahunan untuk melaksanakan CSR. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban CSR akan dikenai sanksi.

CSR adalah sebuah keniscayaan yang wajib dilaksanakan. Dan, Taspen telah melaksanakan CSR dan terus berupaya untuk menjadi ”warga masyarakat yang baik”. Taspen taat dan patuh kepada hukum. Hal ini, antara lain, telah diwujudkan melalui program “Taspen peduli bencana alam”. Misalnya, ketika Gunung Sinabung yang terletak di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, meletus September 2010 lalu, Taspen memberikan sumbangan senilai Rp50 juta. Bantuan diberikan bukan dalam bentuk dana, melainkan dalam bentuk bahan pokok, seperti beras, mie instan dan air mineral. Bantuan Taspen diserahkan langsung oleh Kepala Taspen Cabang Utama Medan, Wiharto, didampingi Kepala Unit PKBL, Agus Friyanto, di Kantor Bupati Karo. Bantuan diterima Asisten I Setda Kabupaten Karo, TM Tarigan, didampingi Kepala BKD Kabupaten Karo, Kawar Sembiring Tarigan.

Ketika Gunung Merapi Meletus Selasa, 26 Oktober 2010 lalu, hal serupa juga dilakukan Taspen Cabang Yogyakarta. Malam setelah kejadian, Taspen Yogyakarta langsung berkordinasi dengan Direktur SDM Karsidi, untuk memberi bantuan bagi korban letusan Merapi melalui Unit PKBL. Malam itu juga Kepala Cabang Taspen Yogyakarta membentuk tim kecil Taspen Peduli untuk membantu korban letusan Gunung Merapi. Pada Rabu pagi hari, tanggal 27 Oktober 2010, tim Taspen Yogyakarta yang dipimpin langsung oleh Kepala Cabang Taspen Yogyakarta Hadiwibowo, didampingi Kabid Persum Herlina, Kasi Umum Suharto serta Ketua DPC Sekata Suratno segera meluncur ke arah Merapi untuk mengunjungi posko-posko pengungsi sekaligus melihat secara langsung kondisi para pengungsi. Saat itu, ada 4 posko pengungsi di Kabupaten Sleman yang dikunjungi, yaitu Desa Hargobinangun, Desa Purwobinangun, Desa Umbulharjo dan Desa Kepuharjo. Dan bantuan yang diberikan berupa obat-obatan, masker, makanan bahan pokok seperti beras, mie instan dan air mineral serta peralatan mandi, selimut, perlengkapan bayi dan miyak tanah.
Selain pemberian bantuan kepada korban gunung meletus, Taspen juga memberikan bantuan kepada korban bencana banjir dan tanah longsor. Seperti yang terjadi di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, pada Juli dan Agustus 2007. Ketika bencana tersebut terjadi, menelan korban material dan jiwa yang cukup banyak. Ratusan rumah, sawah dan perkebunan rusak parah. Bahkan hampir sekitar 138 jiwa meninggal dunia, 76 orang luka berat dan 12.600 orang terpaksa mengungsi.
Melihat dan mengetahui kondisi korban musibah itu, untuk mengurangi penderitaan mereka, Taspen Kantor Cabang Palu tergerak memberikan bantuan kemanusiaan. Bantuan tahap pertama dilaksanakan pada tanggal 2-3 Agustus 2007 dengan menggandeng Jakarta Rescue Rotary. Tahap berikutnya diadakan pada tanggal 20 September 2007 dengan memberikan bantuan uang tunai sebesar Rp25 juta. Bantuan diserahkan langsung oleh Kepala Cabang Taspen Palu, Tarmizi, kepada Bupati Morowali, Datlin Tamalagi.
Begitu pula saat terjadi banjir di Jakarta awal Februari 2007 lalu. Sebagai gambaran, saat musibah terjadi, hampir setiap harinya terlihat para relawan yang membantu korban banjir tersebut. Ada relawan yang membawa perahu karet yang digunakan untuk mengungsi dan ada juga yang membawa sembako, air mineral serta obat-obatan. Meski banyak sekali para relawan yang membantu, tapi mereka tetap saja terlihat kewalahan lantaran korban yang terus bertambah. Menyikapi kondisi demikian, Taspen terketuk hatinya dengan memberikan bantuan kepada warga yang tertimpa banjir. Bantuan disalurkan melalui dua saluran yaitu “Bantuan Taspen Peduli” yang dikelola oleh sekretariat perusahaan dan satu lagi melalui “Bantuan BUMN Peduli” yang dikoordinir oleh Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Bantuan Taspen Peduli diberikan kepada korban di beberapa titik di Jakarta seperti di Bekasi, Tanjung Priok, Cempaka Putih, Cililitan, Kelapa Gading dan Tangerang. Bantuan berupa mie instan, biskuit, air mineral serta obat-obatan.
Sementara Bantuan BUMN Peduli disalurkan kepada warga di Kelurahan Sumur Batu, Bukit Duri, Kelurahan Gempur, Tangerang, Tugu Utara, Cililitan, Kampung Makasar, Kramat Jati, Babelan Bekasi, Cilamaya, Rawa Jati, Pengadegan, Cilamaya Kulon, Duta Persada Tangerang, Cempaka Putih Timur, Ciracas, Kampung Melayu serta Kuningan Barat. Bantuan bagi korban banjir diberikan dalam bentuk sembako, yang antara lain berupa beras, minyak goreng, mie instan, air mineral, sarden, susu kaleng dan obat-obatan. Bantuan BUMN tersebut disalurkan secara bertahap dari tanggal 6 sampai 16 Februari 2007.
Memberikan bantuan kepada korban gempa di Sumatera Barat juga pernah dilakukan Taspen. Bantuan berupa 570 buah tenda ini diserahkan kepada para korban gempa di daerah Kuranji, Koto Tangah, Secicin dan Padang Pariaman. Bantuan diserahkan secara simbolis oleh Direktur Sumber Daya Manusia, Karsidi, didampingi Komisaris Sjahruddin Rasul dan Kepala Taspen Cabang Padang, M. Jufri, kepada masyarakat yang tertimpa musibah.
Selain peduli bencana alam, Taspen sebagai warga masyarakat yang baik pun peduli terhadap penghijauan. Hal ini dibuktikan, antara lain dengan melakukan penanaman 1.200 pohon (yang terdiri dari pohon mangga, matoa, albasia dan mahoni)  di Gunung Tugel, kompleks kebun percobaan milik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto, Jawa Tengah, pada 20 November 2009. Dirut Taspen, Agus Haryanto, berharap penanaman 1.200 pohon ini selain dapat bermanfaat bagi lingkungan kampus (sebagai lokasi praktik mahasiswa fakultas pertanian), bagi masyarakat sekitar (sebagai reboisasi atau filter pencemaran udara) dan warisan bagi generasi mendatang. Bahkan, buah-buahan yang kelak dihasilkan dari pohon yang ditanam dapat menjadi potensi yang luar biasa, menjadi penopang pencaharian sehari-hari bagi penduduk sekitar.
Rektor Unsoed, Prof. Dr. Ir. Soedjarwo, menerangkan bahwa semula lokasi Gunung Tugel merupakan tempat pelatihan bagi para calon transmigran yang dikembangkan Unsoed bersama dengan Depnakertrans. Unsoed sendiri pada tahun 2009 telah menanam 31.000 pohon. Hal ini dilakukan untuk mendukung pemerintah dalam mengurangi emisi karbon, mengurangi peningkatan laju suhu global, mendukung upaya konservasi binatang-binatang yang menggunakan pohon untuk tempat kelangsungan hidupnya dan keinginan untuk menciptakan wisata agro di lingkungan kampus serta meningkatkan keasrian dan keindahan kampus.
Selain Unsoed, Taspen Cabang Surakarta juga pernah menyumbangkan 2.400 pohon kepada Universitas Negeri Surakarta (UNS) Sebelas Maret, Solo. Jenis pohon yang disumbangkan antara lain mete, jati, mahoni, kakao, nangka, sukun, rambutan aceh, mangga, kopi, kelapa sawit, glodok pecut, beringin, flamboyan, duwet, gawok, pule landak, lengkeng dan salam. Penanaman pohon dilakukan di lima halaman kampus dan kebun percobaan milik UNS, yaitu Jatikuwung, Jumantono, Rusunawa, Kentingan dan Ngoresan. Salah satu konsep yang hendak diimplementasikan dari kegiatan ini adalah menjadikan kebun itu sebagai tempat praktik bagi mahasiswa Fakultas Pertanian UNS. Selain itu, bantuan bibit ini secara tidak langsung nantinya dapat pula membantu menghijaukan lahan kritis yang ada di Solo.
Taspen juga pernah berpartisipasi dalam kegiatan penghijauan di Kampus Universitas Diponegoro (Undip), Semarang. Kegiatan penghijauan di Undip ini sebenarnya telah dimulai sejak tahun 2004 dengan melibatkan 5 instansi sebagai anggota konsorsium, yaitu Bank BNI, Bank Mandiri, Bank BTN, PT Askes dan Bank BRI. Jenis pohon yang ditanam antara lain tanaman pelindung (meranti, trembesi, mahoni, biola indah dan cemara pecut), tanaman buah-buahan (kelengkeng, rambutan, durian dan nangka) dan tanaman hias (palem raja, soka, kenanga).
Selain penanaman di kompleks kebun percobaan milik Unsoed, UNS dan Undip, Tapen pernah menyerahkan 1.200 bibit pohon buah kepada Pemerintah Kota Pontianak. Kegiatan yang dilakukan Taspen Cabang Pontianak ini diadakan di Kelurahan Kota Baru dihadiri Wali Kota Pontianak Sutarmidji, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Pemkot Pontianak, Camat Pontianak Selatan dan Lurah Kota Baru Pontianak. Sementara penanaman pohon dipimpin oleh Direktur SDM Taspen Karsidi bersama Kepala Taspen Cabang Pontianak Eko Yudiatmo dan Kepala PKBL Agus Priyanto di Kelurahan Kota Baru, Pontianak.
Pohon yang diserahkan oleh Taspen sebanyak 1.200 bibit pohon buah terdiri dari 300 pohon sawo keraton, 300 pohon sukun, 100 pohon rambutan, 200 pohon manggis, 100 pohon mangga Indramayu, 50 pohon kelengkeng, 100 pohon alpukat, dan 50 pohon jambu merah. Bibit pohon-pohon buah itu ditanam di jalan Karet, Ampera, Nirbaya, sekolah-sekolah, dan kantor pemerintahan kota Pontianak. Taspen berharap semoga kegiatan penanaman 1.200 pohon ini dapat menambah kenyamanan Kota Pontianak. Juga secara tidak langsung mengurangi dampak pemanasan global yang sekarang ini melanda dunia.
Kegiatan penghijauan yang berupa gerakan penanaman pohon pernah juga dilaksanakan Taspen di Bandung, Jawa Barat pada 27 April 2007. Dalam kegiatan tersebut, Taspen menyerahkan 3.110 batang bibit pohon kepada Perhutani dan Dinas Pertamanan dan Pemakaman Pemerintah Kota Bandung untuk ditanam di sejumlah lokasi. Gerakan penghijauan di kota yang dijuluki Paris Van Java ini ditandai dengan penyerahan pohon secara simbolis oleh Direktur Utama Taspen (waktu itu) Achmad Subianto kepada Wali Kota Bandung (saat itu) Dada Rosada di Taman Tugu Bandung Lautan Api, Tegal Lega, Bandung.
Bibit pohon yang disumbang Taspen merupakan tanaman produktif berupa pohon alpukat. Pohon-pohon alpukat tersebut diserahkan kepada Perhutani setempat. Sebanyak 3.000 pohon ditanam di Hutan Lindung Cikole, sebuah kawasan wisata di lereng Gunung Tangkuban Perahu, Bandung. Selebihnya, sebanyak 110 batang pohon ditanam di dalam kota Bandung, antara lain di Taman Bandung Lautan Api Tegal Lega dan sejumlah lokasi lainnya.
Bahkan dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Taspen yang ke-42 (2005), Taspen bersama Bank Tabungan Negara (Bank BTN) melaksanakan penghijauan berupa penanaman Mangrove di Pulau Serangan, Denpasar, Bali, pada tanggal 23 Maret 2005. Kegiatan ini dihadiri Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Taufiq Effendy dan segenap Muspida Provinsi Bali serta mitra kerja PT Taspen KCU Denpasar.
Dalam kesempatan itu, Direktur Taspen Achmad Subianto mengatakan bahwa penanaman Mangrove di Pulau Serangan ini merupakan rangkaian kegiatan penghijauan yang telah dilakukan Taspen sejak tahun 2004. Dia mengutip Hadits Nabi yang mengatakan bahwa jika besok kiamat dan masih ada biji di tangan, maka tanamlah. Oleh karenanya, mudah-mudahan dengan dilakukannya penanaman ini maka krisis yang melanda Indonesia selama ini dapat segera diakhiri. Achmad Subianto juga mengatakan bahwa penanaman pohon ini merupakan bagian dari shodaqoh, merupakan bagian dari Dharma. Dia pun berharap program ini diteruskan dan dilakukan Taspen di provinsi-provinsi lain. 
Namun, tidak sebatas itu, sebagai bentuk kepedulian kepada masyarakat, Taspen telah mengucurkan bantuan untuk keagamaan, pendidikan, kesehatan, dan bakti sosial. Misalnya, Taspen Kantor Cabang Padang menyerahkan hibah ke panitia renovasi Masjid Raya Ganting Padang, sebesar Rp15 juta. Masjid Raya Ganting merupakan masjid yang dibangun pada tahun 1805 di atas sebidang tanah wakaf suku Chaniago yang bermukim di Kampung Ganting.
Masjid yang memiliki luas bangunan 30×30 meter persegi ini direnovasi karena kondisi bangunannya yang mulai mengkhawatirkan akibat gempa tiga tahun lalu dan usia bangunan yang sudah cukup tua. Goyangan gempa 6,7 skala ritcher menyebabkan beberapa tiang penyangga utama kuda-kuda atap masjid retak dan ada pula yang patah. Selain itu, konstruksi kuda-kuda atap masjid telah lapuk dimakan usia. Demi keutuhan fisik masjid dan keselamatan jamaah maka pengurus masjid mengusulkan untuk merenovasi masjid, terutama rangka kuda-kuda atap masjid. Kuda-kuda atap digantikan dengan bahan baja ringan. Untuk memperkuat bangunan dinding dan tiang digunakan beton.
Kegiatan lainnya adalah menyemarakkan bulan suci Ramadhan dengan cara menggelar acara buka puasa bersama Direksi dan karyawan di lingkungan Kantor Pusat dan Kantor Cabang Utama Jakarta di Masjid At-Taqwa Taspen Pusat. Acara yang dilangsungkan pada tanggal 28 September 2007 ini bertepatan dengan peringatan Nuzulul Qur’an. Acara tersebut dihadiri pula oleh Direktur SDM Djoko Daljono, Direktur Keuangan Heru Maliksjah, Direktur Operasi Mohammad Bar’i dan segenap pejabat serta karyawan kantor pusat dan Kantor Cabang Utama (KCU) Jakarta. Di sela-sela acara berbuka puasa bersama tersebut, Djoko Daljono memberikan santunan secara simbolik kepada 100 anak yatim yang sebagian besar tinggal di sekitar lingkungan kantor pusat.
Sementara kepedulian Taspen terhadap dunia pendidikan, antara lain, diwujudkan dengan membagikan beasiswa kepada 50 mahasiswa Universitas Tanjungpura (Untan), Pontianak, Kalimantan Barat, terutama bagi mahasiswa berprestasi yang orang-tuanya berprofesi sebagai PNS dan pensiunan PNS. Bentuk kerjasama beasiswa ini diperkuat dengan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) yang ditandatangani Direktur SDM Taspen H. Karsidi dan Rektor Untan Prof Dr Chairil Effendy. Penanda-tanganan dilangsungkan pada 24 Agustus 2010 di ruang Rektorat Untan. Setiap mahasiswa mendapatkan beasiswa sebesar Rp3.000.000/per semester. Jadi selama setahun mahasiswa akan mendapatkan beasiswa sebesar Rp6 juta.
Hal serupa pernah pula diberikan kepada mahasiswa Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Jawa Timur. Ketika itu penyaluran bantuan beasiswa dilakukan di Auditorium Unair dengan ditandai penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) Pendidikan, Pelatihan dan Penelitian Jasa Konsultasi dan Program Beasiswa antara Taspen dan Unair oleh Direktur Utama Taspen (waktu itu) Achmad Subianto dan Rektor Unair (ketika itu) Prof. Dr. H. Fasich. Penandatanganan disaksikan oleh Wakil Rektor Unair, Dekan dan segenap Civitas Akademika lainnya serta Kepala Taspen Cabang Surabaya, Nelson. Kegiatan beasiswa ini juga diberikan kepada 50 mahasiswa Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang, Jawa Timur. Di mana penandatanganan naskah kerjasama beasiswa dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 2007 bertempat di ruang pertemuan Unibraw. Dan ketika itu setiap mahasiswa mendapat bantuan senilai Rp200 ribu per bulan.
Sementara kegiatan peduli kesehatan yang pernah dilakukan Taspen di antaranya diwujudkan dengan melakukan fogging (pengasapan) di dua wilayah, masing-masing di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, pada tanggal 23 Maret 2007 dan di Kelurahan Pengasinan, Bekasi, pada tanggal 28 Maret 2007.
Di wilayah Cempaka Putih, fogging berlangsung di dua kelurahan, yaitu Kelurahan Cempaka Putih Timur dan Kelurahan Cempaka Putih Barat. Sedangkan di Kelurahan Pengasinan, Bekasi, fogging dilaksanakan di wilayah RW 05, Perumnas Rawa Lumbu. Fogging yang bertujuan untuk mencegah mewabahnya penyakit demam berdarah dengue (DBD) tersebut merupakan bagian dari rangkaian kegiatan sosial menyambut hari ulang tahun Taspen yang ke-44. Kegiatan fogging tersebut disaksikan oleh Direktur Utama Taspen (ketika itu) Achmad Subianto dan Direktur Sumber Daya Manusia (waktu itu) Djoko Daljono, serta pejabat kelurahan di wilayah RW 04 Kelurahan Cempaka Putih Timur dan RW 05 Kelurahan Cempaka Putih Barat.
Jenis kegiatan lainnya yang juga pernah dilakukan Taspen sebagai wujud kepeduliannya terhadap kesehatan adalah mengadakan KB-isasi massal secara gratis bagi karyawan Taspen dan masyarakat Cempaka Putih. Ketika itu, Taspen bekerjasama dengan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Dalam acara tersebut karyawan dan masyarakat dapat memasang alat kontrasepsi ataupun melakukan vasektomi tanpa dipungut biaya sama sekali. Jenis alat kontrasepsi wanita yang tersedia yaitu intra uterine device (IUD), suntik dan pil.
Menurut Kepala Kantor KB Jakarta Pusat, Hasanudin H.S., sebenarnya total peningkatan penduduk di Jakarta masih di bawah rata-rata, yaitu 2,1 persen. Namun, dari hasil tinjauan di lapangan, sebaran angka ini tidak merata. Cukup banyak keluarga yang memiliki anak lebih dari dua. Yang memprihatinkan, keluarga banyak anak itu umumnya berasal dari keluarga miskin. Hal ini akan semakin memberatkan beban ekonomi keluarga tersebut dan mengurangi tingkat kesejahteraan mereka. Dia mengaku senang karena di wilayah Jakarta Pusat, Taspen dan KAI Stasiun Senen memelopori aksi dukung program BKKBN.
Sementara wujud kepedulian Taspen terhadap lingkungan sosial antara lain pernah dilakukan kegiatan senam bersama dan bakti sosial yang digelar di Stadion Arcici, Rawasari. Kegiatan yang termasuk dalam rangkaian acara HUT ke-44 Taspen ini dihadiri Walikota Jakarta Pusat, Muhayat, dan Direksi Taspen. Peserta senam bersama adalah seluruh karyawan Taspen Pusat dan KCU DKI Jakarta.
Usai senam bersama acara dilanjutkan dengan penyerahan bantuan secara simbolis berupa tanaman buah dan pohon pelindung untuk Pemerintah Kotamadya Jakarta Pusat. Taspen juga memberikan bantuan peralatan sekolah untuk siswa SD, SMP dan SMA. Bantuan panti asuhan dan peralatan kebersihan seperti gerobak sampah, tong sampah dan komposter untuk Kelurahan Cempaka Putih Barat, Kelurahan Cempaka Putih Timur dan PD Pasar Cempaka Putih. Dilanjutkan dengan membagikan jaket untuk pengojek di Pasar Cempaka Putih.
Lalu saat meriahkan HUT ke-47, Taspen melakukan kegiatan sosial berupa menggelar khitanan massal yang diikuti 50 anak dari keluarga tidak mampu. Acara sosial yang digelar di Auditorium Taspen ini bekerja sama dengan tim dokter pimpinan dr Subakir. Ketika acara belangsung, anak-anak peserta khitanan nampak ragu-ragu dan pias ketika namanya disebut untuk dikhitan. Meski ada pihak keluarga yang menemaninya, raut kecemasan masih terbayang di wajah mereka. Namun, seusai dikhitan tampak senyum sumringah di wajah mereka. Sebab, selain kewajiban agama sudah terpenuhi, mereka mendapatkan bingkisan dari Panitia HUT berupa angpao, tas sekolah dan sarung.
Kemudian, belum lama ini, dalam memperingati malam turunnya Al Qur’an (Nuzulul Qur’an) Taspen menyerahkan santunan kepada anak yatim dan dhuafa. Penyerahan santunan secara simbolis diberikan langsung oleh Direktur Utama Agus Haryanto kepada 14 anak yatim. Tidak lupa dia juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada muslimin dan muslimah Taspen yang telah memberikan zakat, infaq dan shodaqoh yang dipotong dari gaji tiap bulannya. Total anak yatim dan dhuafa yang menerima santunan sebanyak 61 orang, terdiri dari 14 yatim keluarga Taspen, 1 yatim santri TPA Masjid Taspen dan 46 kaum dhuafa.
Dan pernah pula, dalam rangka memperingati Isra Mi’raj 1431 H lalu, Badan Pembina Rohani Islam (Babinrohis) Taspen bekerjasama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) DKI Jakarta mengadakan kegiatan donor darah. Kegiatan bertajuk “Dengan semangat Isra Mi’raj kita realisasikan melalui kegiatan donor darah untuk sesama” ini diselenggarakan di Auditorium Taspen Lt. VI Jakarta dan diikuti dengan antusias oleh karyawan serta karyawati Taspen di kantor pusat maupun Kantor Cabang Utama Jakarta. Dalam sambutannya, Ketua Babinrohis Taspen, Dasrizal, menyampaikan bahwa Taspen berupaya mewujudkan hikmah Isra Mi’raj dalam bentuk kegiatan sosial yang salah satunya adalah kegiatan donor darah. Menurut dia, “Setetes darah kita mungkin biasa saja bagi kita, namun akan sangat berarti bagi mereka yang membutuhkannya.
Begitulah esensi kehadiran dan eksistensi Taspen yang respek dan peduli kepada masyarakat di sekitarnya. Taspen, sebagai BUMN, telah berkomitmen untuk menjadi ”warga masyarakat yang baik” dan ikut aktif berpartisipasi dalam peningkatan standar mutu sosial, kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan ekonomi. ***

No comments:

Post a Comment