Friday, October 25, 2013

Peserta BPJS Perlu Pahami Pentingnya Iuran



"Iuran adalah salah satu bukti kepemilikan peserta atas BPJS."

Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Chazali Husni Situmorang, mengatakan peserta BPJS harus memahami pentingnya membayar iuran. Dengan membayar iuran, seseorang baru dapat dikatakan sebagai peserta sekaligus pemilik BPJS. Hal itu selaras dengan amanat UU SJSN dan UUBPJS bahwa peserta BPJS adalah orang yang membayar iuran.

Namun, Chazali melihat serikat pekerja menuntut agar pekerja formal pada 1 Januari 2014 belum membayar iuran karena jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) ditanggung pemberi kerja seperti yang berlaku saat ini sebagaimana amanat peraturan perundang-undangan terkait Jamsostek.

Oleh karenanya Chazali mengingatkan jika pekerja formal tidak mengiur maka kepemilikannya atas BPJS khususnya Kesehatan akan hilang. Pasalnya, BPJS adalah badan hukum publik sehingga bukan milik BUMN tapi peserta. Dengan menjadi pemilik BPJS, para pekerja yang menjadi peserta punya hak untuk mengawal pelayanan BPJS Kesehatan.

Selaras dengan itu, Chazali melanjutkan, pemerintah mengusulkan agar pekerja sektor formal membayar iuran BPJS Kesehatan sebesar 0,5 persen. Menurutnya, dengan mengiur 0,5 persen dari upah sebulan maka pekerja bisa mendapat pelayanan kesehatan secara komprehensif yang digelar BPJS Kesehatan. Jika nanti pelayanan BPJS Kesehatan dirasa tidak mampu memenuhi hak-hak peserta, maka pekerja yang bersangkutan dapat menempuh jalur hukum. Seperti mengajukan tuntutan ke PTUN.

Chazali menjelaskan, tahun depan program JPK Jamsostek akan dialihkan kepada BPJS Kesehatan. Sehingga Jamsostek tidak lagi menggelar program JPK. Oleh karenanya, pekerja sektor formal yang sebelumnya menjadi peserta JPK Jamsostek akan dialihkan menjadi peserta BPJS Kesehatan. Mengingat peserta BPJS diwajibkan membayar iuran, maka pekerja sektor formal dituntut mampu memenuhi hal tersebut. Dengan begitu kaum pekerja menjadi bagian dari BPJS Kesehatan. Sementara DJSN bertugas untuk mengawal implementasi UU SJSN dan BPJS serta melindungi seluruh peserta BPJS.

Selain itu Chazali melihat walau membayar iuran, para pekerja upahnya tidak dipotong karena sebagian besar perusahaan memasukan biaya tersebut ke dalam ongkos pekerja. Hal serupa menurutnya juga berlaku pada pegawai negeri sipil (PNS). “Jadi buruh itu pemilik atas BPJS dan posisinya sejajar dengan pemberi kerja,” kata Chazali kepada hukumonline di ruang kerjanya di kantor DJSN di Jakarta, Selasa (22/10).

Bagi Chazali, dengan membayar iuran, salah satu prinsip penyelenggaraan BPJS terpenuhi yaitu gotong royong. Lewat prinsip tersebut maka besaran iuran berdasarkan jumlah upah yang diterima pekerja. Sehingga pekerja yang upahnya rendah, ketika sakit dapat dibantu pekerja lainnya yang upahnya tinggi melalui iuran BPJS Kesehatan.

Sejalan dengan itu Chazali mengapresiasi langkah 140 BUMN yang mendeklarasikan untuk ikut menjadi peserta BPJS Kesehatan. Dari jumlah tersebut diperkirakan calon peserta BPJS Kesehatan dari BUMN mencapai jutaan orang. Keterlibatan BUMN itu bakal memperkuat iuran dan prinsip gotong royong BPJS. “Jadi, yang kuat membantu yang lemah,” tuturnya.

Sebelumnya, Ketua DPN Apindo, Sofyan Wanandi, mengatakan belum ada kesepakatan antara pihak pengusaha dan serikat pekerja mengenai besaran iuran BPJS Kesehatan. Selain itu ia mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam mempersiapkan dan melaksanakan BPJS Kesehatan ataupun Ketenagakerjaan. Pasalnya, jika unsur kehati-hatian tidak diperhatikan, Sofyan khawatir Indonesia akan mengalami kebangkrutan yang sama seperti Yunani. “Untuk besaran iuran belum ada kesepakatan,” urainya.

Sementara Sekjen KSPI sekaligus anggota Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional (LKS Tripnas), Muhammad Rusdi, mengaku belum ada kesepakatan antara asosiasi pengusaha dan serikat pekerja tentang besaran iuran BPJS Kesehatan. Namun, pada intinya serikat pekerja mengusulkan agar pekerja sektor fomal baru mengiur pada 2015. Sebab, ketika BPJS Kesehatan beroperasi tahun depan, UU No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) masih berlaku.“Dalam ketentuan itu JPK bagi pekerja ditanggung sepenuhnya oleh pemberi kerja,” pungkasnya kepada hukumonline di Jakarta, Kamis (24/10).

Selain itu, Rusdi menegaskan pekerja akan mengiur jika pelayanan BPJS Kesehatan tahun depan cakupannya untuk seluruh rakyat Indonesia. Menurutnya, hal itu harus dilakukan karena pemerintah merencanakan jumlah masyarakat yang tercakup dalam penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan pada 2014 hanya 86,4 juta orang. Rusdi mencatat jumlah itu sangat terbatas, sehingga golongan masyarakat miskin dan tidak mampu yang seharusnya mendapat PBI, tidak memperoleh haknya tersebut. Misalnya, guru honorer, pekerja sektor formal yang menerima upah minimum atau di bawahnya. (www.hukumonline.com)

No comments:

Post a Comment