Bawalah
seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada
persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam,
apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan
berkat kepadamu sampai berkelimpahan.
Maleakhi 3:10
SORENDIWERI.
Suatu Rabu pagi yang cerah. Sebuah hari yang ditunggu-tunggu rakyat warga
Kabupaten Supiori, Provinsi Papua. Hari itu, warga setempat boleh bertemu
langsung pemimpin mereka, Bupati Supiori Fredrik Menufandu. “Kami menjadwalkan
hari Rabu untuk menerima warga masyarakat secara resmi di pendopo kantor
bupati. Siapa saja warga Supiori boleh datang. Kalau tidak kami jadwal begini,
tiap hari warga akan datang terus, tidak berhenti. Lalu, kapan kami bisa
bekerja untuk mereka?” tutur Bupati Fredrik Menufandu dalam satu perbincangan
santai.
Benar, memang, saban
hari, sebelum sampai kantornya di pusat kota Sorendiweri, Bupati Fredrik
Menufandu memilih untuk menyapa dan menjumpai warga Supiori sepanjang
perjalanan. Tidak sekadar menyapa, bahkan Bupati Fredrik sampai harus merogoh
kocek bagai sang sinterklas berbagi hadiah di hari Natal atau tetua orang-orang
Tionghoa berbagai angpao di hari Imlek.
Warga datang ke kantor
bupati memang tidak hanya mengadukan satu persoalan yang mereka hadapi,
misalkan pelayanan kepala kampung atau kepala distrik yang kurang memuaskan. Ada
keluhan warga yang tidak punya uang untuk berobat ke Puskesmas, ada pula warga
yang merasa kelaparan karena tidak punya beras buat dimakan hari itu. “Ya,
semua datang dengan beragam keluhan dan persoalan. Kami harus perhatikan semua.
Kalau ketemu kelompok seni, ya kami berikan dana pembinaan. Saat ketemu warga
yang kekurangan pangan, ya kami beri beras dan pangan yang mereka butuhkan.
Bahkan, tidak jarang kami beri uang langsung,” terang Bupati Fredrik Menufandu.
A.
Turun
Kampung Melayani Rakyat
Memang tidak hanya
tiap hari Rabu, Bupati Fredrik Menufandu mendekati rakyatnya di segenap penjuru
wilayah Kabupaten Supiori. Hampir setiap hari, sebagian besar waktu yang
dimilikinya didedikasikan buat warga Supiori. Sebagai umat Kristiani, Pak Fred
–demikian Bupati Fredrik Menufandu biasa akrab disapa— berusaha
mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam pasal 3 ayat 10
Maleakhi dalam Alkitab. Bahwa, ”Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu
ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan
ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu
tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.”
Sebuah nilai yang amat
kental spirit religius. Sebuah nilai yang sarat langkah-langkah melayani pada
umat (terutama) Kristiani. Bahwa hidup haruslah untuk melayani rumah
perbendaharaan –yang dapat ditafsirkan sebagai ladang pengabdian di muka bumi,
alam semesta milik TUHAN Yang Maha Kasih. Pak Fred berusaha melayani kapan pun,
di mana pun, dan kepada siapa saja.
Ditambah lagi makna
dalam imbal-balik sebagai pemimpin pilihan langsung oleh rakyat, pemimpin yang
memperoleh legitimasi dan mandat dari rakyat, yang harus bekerja sepenuh hati
guna menyejahterakan rakyatnya. Sebab, kekuasaan yang ada di tangannya hanyalah
mandat dari rakyat untuk kemudian didharma-baktikan buat meningkatkan kualitas
kehidupan, kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat.
Sebagai pemimpin,
bupati kepala daerah hakikatnya adalah seorang pamong praja. Dia bergerak lebih awal, memelopori, mengarahkan
pikiran dan pendapat organisasinya, membimbing, menuntun, menggerakkan orang
lain melalui pengaruhnya, menetapkan tujuan organisasi, lalu memotivasi anggota
organisasi agar sesuai dengan tujuan organisasi (Yukl, 1989) dan harus dapat
mempengaruhi sekaligus melakukan pengawasan atas pikiran, perasaan dan tingkah
laku anggota kelompok yang dipimpinnya.
Kepala daerah (pejabat
pemerintah) jelas bukan pangreh.
Mereka adalah pamong atau aparatur pemerintah yang tugas utamanya adalah
sebagai Abdi Negara. Yakni, melaksanakan tugas negara atau pemerintahan sesuai
dengan amanat perundang-undangan yang berlaku dan melayani atau
memberdayakan/membangun masyarakatnya agar hidup mereka aman, tenang, tenteram
dan damai, serta semakin cerdas/maju, mandiri dan sejahtera (MR Kambu, 2008).
Dalam melaksanakan tugas ini, langkah seorang pamong praja lebih bersifat
membina, membimbing, mengarahkan dan juga mengayomi rakyat.
Pak Fred memahami
benar bahwa seorang pamong praja dituntut melayani rakyatnya secara tulus dan
sepenuh hati. Dituntut pula menjadi seorang panutan (teladan) yang memberikan
contoh dan suri teladan di tengah kehidupan dan dalam melaksanakan tugasnya.
Untuk itu Pak Fred tetap berusaha tegas dan berkomitmen penuh menyuarakan,
bahwa yang benar itu benar dan yang bersalah itu memang salah, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Misalkan terkait dengan sumpah jabatan. Tegasnya,
seorang pamong praja mesti melayani dan berkorban sepenuh hati buat yang
dilayani, pun penuh kejujuran, kebenaran dan cinta kasih. Bila amanat ini
dilaksanakan secara baik, maka ia sudah melaksanakan amanat TUHAN di
tengah-tengah dunia ini. Sekadar contoh, garam yang larut sampai habis untuk
mengasinkan tawar air laut, atau sebatang lilin yang membiarkan tubuhnya habis
terbakar hanya karena memberikan cahayanya pada kegelapan (Matius 5: 13-16)
Dengan meresapi
nilai-nilai Alkitab, Pak Fred berusaha total melayani rakyat Supiori yang
memberikan suaranya, menitipkan amanah, melalui Pemilukada Kabupaten Supiori
pada Maret 2011 lalu. Pak Fred tidak segan-segan turun langsung berjalan kaki ke
kampung-kampung nun jauh dari pusat pemerintahan, sampai di ujung muka depan
NKRI di Pulau Mapia dan di Kampung Sowek di Kepulauan Aruri.
B.
Perkokoh
Kesatuan Tiga Tungku
Peran
dan tanggung jawab tiga tungku. Mengacu pada UUD
1945, bahwa tugas, peran dan tanggung jawab Pemerintah dan Negara secara umum
adalah: (1) Melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia; (2) Memajukan kesejahteraan umum; (3) Mencerdaskan kehidupan bangsa;
serta (4) Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia.
Sedangkan tugas
Pemerintah Daerah –sejalan dengan tugas Pemerintah—lebih difokuskan pada: (1)
Menciptakan kenyamanan dan ketenteraman masyarakat; (2) Membangun guna
mewujudkan masyarakat yang makin maju dan sejahtera; dan (3) Melayani warga
masyarakat dan menghargai hak-haknya yang mendasar.
Buat mewujudkan tujuan
tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (melalui otonomi khusus) berusaha
membangun SDM Supiori untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri dengan
mengembangkan hak-hak dasarnya dalam suasana yang aman, damai, maju, mandiri
dan sejahtera. Untuk itu, Pemerintah Daerah mengedepankan empat program
prioritas pembangunan yang meliputi: (1) Pembangunan Sektor Pendidikan; (2)
Peningkatan Pelayanan Sektor Kesehatan dan Gizi; (3) Pemberdayaan Ekonomi
Rakyat; dan (4) Pembangunan Infrastruktur.
Selain empat program
tersebut, Pemerintah Daerah tetap membangun dan mengembangkan sektor-sektor
strategis lain untuk saling mendukung dan memperkuat dalam proses akselerasi
pembangunan di Kabupaten Supiori.
Dalam konteks ini,
pembangunan adalah membangun manusia Supiori seutuhnya, yaitu secara lahiriah dan
batiniah. Harapannya, selagi di dunia memperoleh berkat TUHAN berupa kedamaian
dan kebahagiaan, dan di akhirat kelak mendapatkan keselamatan. Damai di bumi
selamat di akhirat.
Guna mewujudkan niat
dan asa yang teramat mulia itu, maka kehidupan beragama atau gereja harus pula
dibangun bersama antara Pemerintah Daerah dan pihak Gereja di Tanah Supiori.
Dalam perspektif ini,
tugas Pemerintah Daerah dan Gereja saling terkait, saling menguatkan, dan bersinergi.
Pemerintah membangun dan melayani masyarakat dengan mengedepankan misi
penginjilan dalam konteks sebagai wakil dan hamba Allah di tengah dunia (Roma
13: 1-4), sementara Gereja membangun sesuai dengan amanat Allah dalam Matius
28: 19-20 (19) bahwa “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan
baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus (20) dan ajarlah mereka
melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku
menyertai kamu senantiasa sampai pada akhir zaman.”
Didorong oleh panggilan
Ilahi itulah, dalam sejarah gereja di Tanah Papua, dua pemuda berkebangsaan
Jerman –Carl Ottow dan Johan Gottlob Geissler— berangkat ke Tanah Papua dan
tiba di Mansinam, Manokwari, pada tanggal 5 Februari 1855, seraya mereka
berlutut dan berdoa, “Dengan nama TUHAN kami menginjak Tanah ini.” Pada sat
itulah, penginjilan dan peran gereja ditancapkan sebagai landasan pembangunan
dan penyelenggaraan pemerintahan di wilayah Tanah Papua umumnya –tak terkecuali
Supiori yang juga akrab disebut Pulau Injil (Gospel Island).
Tugas para Penginjil,
selain mengabarkan Injil secara verbal, mereka juga memperhatikan dan mengajar
orang-orang Papua tentang pengetahuan praktis, antara lain bertukang, cara
membangun rumah yang baik, gedung, gereja, perabot rumah tangga dengan
alat-alat pertukangan (karena Ottow dan Geissler juga dikenal sebagai tukang
kayu). Diajarkan pula cara bercocok tanam kacang-kacangan, kentang, kol dan
padi. Selain itu, sektor pendidikan pun memperoleh perhatian, yaitu mengajar
anak-anak Papua membaca, berhitung, dan menulis dalam Bahasa Melayu. Hasilnya,
Injil kemudian menyebar ke Biak, Serui, Hollandia (kini Jayapura), Sorong dan
Fak-fak.
Singkat cerita, bahwa
misi Zending (Pekabaran Injil) saat itu telah menjadi agen pembangunan dan agen
modernisasi atau awal penyelenggaraan pemerintahan di Tanah Papua. Bahkan,
sampai kini pun, para penginjil, misionaris, pendeta, dan para guru jemaat
masih aktif menjadi ujung tombak dan pelopor serta perintis pembangunan di
daerah-daerah terpencil. Panggilan ini dilaksanakan dengan mendasari atau
meneladani pada pekerjaan TUHAN Yesus sebagaimana termuat dalam Markus 6: 34b,
“Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal
kepada mereka.” Selain mengajar, ia juga memperhatikan kebutuhan jasmaniah
mereka, yaitu menyuruh murid-muridnya: “Kamu
harus memberi mereka makan.” (Markus 6: 37)
Demikianlah, tampak
betapa penting tugas, peran dan tanggung jawab Pemerintah dan Gereja sejak dulu
sampai sekarang. Kedua lembaga ini saling bersinergi, berkait berkelindan,
bahu-membahu membangun masyarakat. Dalam implementasi tugas mereka sehari-hari,
mutlak harus dijalin satu kerjasama yang erat dan kuat.
Lalu, bagaimana peran
satu tungku lagi, yakni lembaga adat. Pada masyarakat Papua (tak terkecuali
masyarakat Supiori), kehidupan mereka sangat kental dengan kepemimpinan Kepala
Suku (sistem politik tradisional). Dengan begitu, peran pemimpin atau tokoh
adat (kelembagaan adat) menjadi sangat penting di wilayah ini. Sistem
kepemimpinan adat memiliki kekuasaan
yang sama dengan seorang pemimpin pemerintahan adat. Mereka biasa berkumpul dan
bermusyawarah untuk mengambil keputusan penting menyangkut hajat hidup khalayak.
Pola, sistem
kelembagaan dan pemimpin (tokoh) adat sebagaimana berlaku pada masyarakat Papua
mempunyai peran dan fungsi dalam segala aspek kehidupan. Mulai dari aspek
politik, ekonomi, sosial-kultural, sampai aspek hukum. Itulah akar kultural
kemasyarakatan orang Papua di masa silam sampai sekarang. Kepala adat juga
berperan dan berfungsi perlindungan dan pengamanan, serta membangun demi
kesejahteraan rakyat. Di masa lampau, kepala adat harus melindungi semua rakyat
yang berada di wilayah adat. Bilamana terjadi perang, maka dia tampil di garda
terdepan, melindungi rakyat dari serangan musuh. Dia menguasai pula tanah adat,
bilamana ada persoalan tanah maka dia mesti menyelesaikannya.
Sinergitas
kesatuan tiga tungku. Kehidupan masyarakat di Tanah Papua
dapat dianalogikan bagai taman bunga. Di dalamnya terdapat aneka ragam jenis
bunga dengan aneka warna yang penuh pesona. Kekuatan dan keindahan taman ini
terletak pada keaneka-ragaman jenis bunga itu. Andaikan saja taman itu cuma berisi
satu jenis bunga, maka dapat dipastikan ia tidak akan memiliki kekuatan,
karisma dan keindahan. Keaneka-ragaman itu patut disyukuri, sebagai sebuah
mozaik nan penuh pesona. Taman bunga tempat bersemi nilai-nilai kasih TUHAN.
Bahwa salah satu tugas
seorang kepala daerah (gubernur dan bupati/walikota) adalah memelihara,
membangun dan merawat kehidupan sosial serta kerekatan masyarakat di daerah.
Dia harus mampu memberikan pancaran keindahan, harmoni dan kebersamaan, serta
kehidupan yang rukun dan bersatu di antara sesama umat manusia. Kita mesti
percaya bahwa pancaran kasih TUHAN akan senantiasa mengisi relung hati dan
denyut nadi kehidupan rakyat di Tanah Papua –tak terkecuali rakyat di Kabupaten
Supiori.
C.
Reformasi
Birokrasi Tegakkan Aturan
Di mata Bupati Fredrik
Menufandu, kepala daerah haruslah memahami benar kinerja birokrasi yang efektif
dan efisien, sehingga betul-betul mampu beraliansi dengan stakeholder yang ada. Untuk mencapai hal itu, Bupati Fred berusaha meniti
perjalanan birokrasi berikut:
Pertama,
membuat pemahaman mendasar bahwa tugas birokrasi adalah memberikan nilai tambah
(added value) kepada masyarakat
melalui pelayanan publik yang diberikannya. Sebagaimana dikemukakan Henry
Mitzberg (1996) bahwa paradigmanya harus disempurnakan, masyarakat tidak boleh
lagi dilihat hanya sebagai klien atau costumer,
seperti yang kita temu-kenali dalam konsep reinventing
government-nya Osborne-Gaebler. Warga masyarakat adalah klien, pengguna, subyek, tapi juga
sebagai warga negara yang sekaligus adalah pemilik
birokrasi. Jadi, akuntabilitas birokrasi kepada publik tidak lagi sekadar
akuntabilitas pelayanan kepada costumer,
namun juga kepada owner.
Kedua, membuat
komitmen. Komitmen mesti dimulai dari pucuk pimpinan nasional (Presiden RI) dan
komitmen dari seluruh aparatur birokrasi. Sebuah komitmen yang tunggal bahwa
pembangunan birokrasi is a must.
Ketiga,
merumuskan strategi. Strategy illows an
organization to be purposefully opportunistic, kata pakar kepemimpinan Peter
F. Drucker (1999). Strategi adalah pilihan yang mengarahkan kepada tujuan dan
bersifat oportunistik –sesuai dengan sumber daya dan kompetensi yang dimiliki.
Strategi adalah sebuah rencana yang fokus. Jangan seperti Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN), mau mengerjakan semua, padahal sumber daya amat terbatas.
Karakter logis dicerminkan dari adanya rencana aksi yang bersifat operasional
dan dapat dikontrol.
Keempat,
mengorganisasikan. Perlu ada satu tim khusus yang memiliki otoritas untuk
melaksanakan reformasi birokrasi dan ada satu tim khusus lagi yang bertugas
mengontrol proses implementasi reformasi birokrasi.
Kelima,
melaksanakan. Pelaksanaan sesuai dengan rencana operasional, dipimpin langsung
Ketua Tim Pelaksana di bawah supervisi langsung pemimpin tertinggi wilayah itu
(kepala daerah).
Keenam,
mengontrol. Lakukan pengendalian atas konsistensi implementasi, bukan sebatas monitoring evaluasi.
Dan ketujuh, terus memperbaiki. Seperti
konsep Jepang kaizen atau continuous improvement, maka ada proses
membangun birokrasi yang harus diperbaiki secara terus-menerus. Dengan
demikian, semangat yang ada adalah semangat untuk berada di depan perubahan
–bukan menyesuaikan diri. Sebagaimana kata Peter F. Drucker (1999), people can not manage change, people can
only ahead of it. Kenyataan ini harus menjadi pegangan, karena, seperti
nasehat pakar pembangunan Soedjatmoko, bahwa pembangunan tidak lain dari proses
belajar untuk hidup lebih baik daripada hari sebelumnya. Hal ini paralel dengan
konsep Riant Nugroho dalam tesisnya yang masih relevan sampai hari ini, yakni Development is Freedom atau seperti
diikonkan Amartya Sen (2000) Development
is Learning.
Reformasi birokrasi
niscaya akan lebih jelas dan lebih berhasil apabila kita mampu memahami ke mana
kita hendak pergi, dengan wahana apa kita pergi, dengan siapa dan berapa lama
hingga mencapai tujuan. Itu adalah sebuah pendekatan manajemen kepada
birokrasi, bukan pendekatan administrasi.
Dengan mengacu pada
poin-poin guna mencapai birokrasi yang efektif dan efisien tersebut, maka tugas
pokok Kepala Daerah dan pemerintahan daerah adalah melaksanakan pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment), dan pembangunan (development). Buat melaksanakan ketiga
tugas pokok tersebut, seorang Kepala Daerah tentu harus mampu menjalin
kerjasama dan kemitraan dengan rakyat, membangun kebersamaan yang sinergis
dengan Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD), komponen adat, juga komponen
agama. Dengan kebersamaan itu diharapkan berbagai jalan keluar (solusi) dapat
dicari secara mudah.
Di era Kepala Daerah
dipilih secara langsung oleh rakyat saat ini, kepercayaan rakyat yang besar
merupakan komitmen dan partisipasi politik dari segenap elemen rakyat-masyarakat
di Kabupaten Supiori. Kepercayaan itu mesti dimaknai sebagai berkah sekaligus
amanah. Sebab itu, dalam upaya bangkit membangun Supiori perlu ditekankan
betapa pentingnya kebersamaan, bersatu hati, bergandeng tangan dengan penuh
kasih persaudaraan untuk mewujudkan cita-cita masyarakat Supiori yang
sejahtera, mandiri, beriman dan bermartabat.
Seorang Kepala Daerah
mesti mampu menjadi panutan, mendorong dan menginspirasi kinerja aparatur yang
ada di bawah kepemimpinannya. Bahwa segenap aparatur Pemerintahan Daerah harus
memahami tugas pemerintahan yang dipercayakan kepadanya. Aparatur pemerintahan
mesti menjalankan tugas-tugasnya penuh tanggung jawab dan pengabdian yang
tulus.
Bahwa aparatur
Pemerintahan Daerah harus mencermati setiap fenomena sosial yang berkembang
dalam masyarakat dan segera mencari solusi penyelesaiannya secara tepat, cepat
dan dapat dirasakan langsung oleh warga masyarakat.
Bahwa segenap aparatur
Pemerintahan Daerah harus menciptakan komunikasi, koordinasi dan integrasi yang
harmonis dengan komponen pemerintahan yang lain. Segenap aparatur pemerintahan,
setiap saat harus membangun komunikasi yang terbuka serta melakukan pendekatan
yang humanis dengan semua komponen masyarakat, tanpa membeda-bedakan suku,
agama dan ras.
Bahwa segenap aparatur
Pemerintahan Daerah mesti menghindari sikap dan perilaku yang melanggar hukum
dan etika pemerintahan serta perbuatan yang mencederai kehormatan pemerintah,
dan perbuatan yang mencederai kehormatan diri di mata rakyat, berupa kolusi,
korupsi dan nepotisme (KKN) serta perbuatan amoral lainnya.
Bahwa segenap aparatur
Pemerintahan Daerah harus memahami visi, misi dan program pembangunan secara
baik. Mampu merumuskan setiap program yang berpihak kepada kepentingan rakyat secara
adil, cepat dan tidak berbelit-belit.
Sebagai daerah yang
belum lama mekar dan masih relatif tertinggal, untuk mampu bangkit dan
menyejajarkan diri dengan daerah lain, kunci terpenting terletak pada kinerja
dan kualitas aparatur Pemerintah Kabupaten Supiori. Komponen agama dan adat pun
harus dilibatkan secara aktif sebagai mitra sinergis bagi tercapainya
kebangkitan tersebut. Komponen adat dan unsur agama dapat berfungsi sebagai social control terhadap perjalanan
pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan daerah. Demikian pula kontrol politik
dari lembaga legislatif. Social control
dan political control saat ini
menjadi suatu kebutuhan dan keniscayaan. Keduanya dibutuhkan dan diharuskan
agar pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya senantiasa berada pada
arah yang benar, selalu berpihak kepada rakyat, serta dapat terhindar dari
perbuatan inkonstitusional dan salah urus pemerintahan.
Penyelenggaraan
pemerintahan harus berada dalam suatu atmosfir yang mengedepankan clean and good governance.
Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, memiliki visi ke depan, efisien,
efektif, transparan, akuntabel, tertib hukum, serta selalu melibatkan
masyarakat dalam setiap perumusan dan pelaksanaan pembangunan. Karena itulah,
efektivitas penyelenggaraan pemerintahan tidak hanya bergantung pada
profesionalitas birokrasi pemerintahan, tapi sangat bergantung pula pada
partisipasi masyarakat.
Dalam penyelenggaraan
pemerintahan pada tataran apa pun dan di mana saja, selalu terdapat dua visi
utama pemerintahan, yaitu visi tentang pembangunan rakyat dan visi tentang
pembangunan pemerintahan. Keduanya dianalogikan bagai dua sisi mata uang yang
tak dapat dipisahkan. Tujuan kehadiran suatu pemerintahan adalah membangun dan
memberdayakan rakyat sehingga terwujud kesejahteraan rakyat. Tapi, untuk
membangun dan memberdayakan rakyat guna menggapai tujuan itu diperlukan
prasyarat utama, yakni pemerintahan yang profesional dan bertanggung-jawab.
Postur pemerintahan yang demikian hanya dapat terbentuk melalui pembangunan
pemerintahan. Dengan demikian, pembangunan masyarakat dan pembangunan
pemerintahan merupakan dua visi utama Pemerintah Kabupaten Supiori.
Kedua visi itu
diarahkan pada pembangunan yang mampu menggantikan harkat dan martabat rakyat
melalui peningkatan kesejahteraan rakyat, serta mendorong kemajuan daerah agar
dapat sejajar dengan daerah lain yang telah maju. Pada saat yang bersamaan,
pembangunan aparatur pemerintahan daerah harus diarahkan pada penataan struktur
pemerintahan, perumusan tugas pokok dan fungsi, penataan administrasi
pemerintahan, baik administrasi keuangan maupun kepegawaian, peningkatan
profesionalitas dan kultur birokrasi pemerintahan, penempatan aparatur sesuai
dengan kemampuan serta penataan sistem dan mekanisme kerja. Melalui pembangunan
aparatur pemerintahan yang baik dan bersih, akan melayani sekaligus membangun
dan memberdayakan rakyat agar tercipta keadilan, kesejahteraan dan kemandirian.
Pemerintah Daerah
tidak boleh cuma memikirkan bagaimana membangun dan memperkuat kekuasaan.
Pemerintah Daerah tidak boleh menjadi sumber masalah dan beban bagi rakyat.
Sebaliknya, Pemerintah Daerah harus menjadi sumber kebahagiaan bagi rakyat,
menjadi tempat mengadu, dan petunjuk jalan keluar bagi semua permasalahan yang
dihadapi rakyat. Pemerintah Daerah harus berfungsi untuk melayani rakyat, bukan
minta dilayani oleh rakyat. Arti kata, Pemerintah Daerah tidak hanya pasif dan
menunggu, namun mesti aktif dan proaktif manakala rakyat mengalami dan
menghadapi berbagai persoalan.
Dalam menghadapi
problematika rakyat dan proses pembangunan yang tengah berjalan, segenap
jajaran aparatur Pemerintah Daerah diminta untuk segera mengambil tindakan yang
cepat, tepat dan terarah dalam mencermati, mengindentifikasi, mengantisipasi
serta mengeliminasi berbagai permasalahan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah
harus responsif dan proaktif terhadap denyut nadi keinginan rakyat. Dengan kata
lain, Pemerintah Daerah mesti siap memberi sebelum rakyat meminta.
Berbagai rumusan
program dan kegiatan pembangunan yang dipersembahkan kepada rakyat haruslah
sejalan dengan visi dan misi pembangunan daerah. Program dan kegiatan harus
mampu menjawab berbagai kebutuhan dan permasalahan riil yang dihadapi oleh
rakyat. Program dan kegiatan harus pula berpegang pada prinsip pemerataan dan
keadilan. Arti kata, program pembangunan harus merata dan dapat dinikmati oleh
seluruh rakyat di distrik-distrik (kecamatan) dan kampung (desa). Persentase
peruntukan program dan kegiatan pembangunan belanja langsung harus lebih besar
daripada belanja tidak langsung. Artinya, program dan kegiatan yang menyentuh
kebutuhan rakyat harus lebih besar daripada belanja aparatur. Pemerintah Kabupaten
Supiori harus berani menetapkan perbandingan anggaran dengan persentase 70
persen berbanding 30 persen. Rinciannya, 70 persen anggaran langsung dan 30
persen anggaran tidak langsung. Program-program yang menyentuh rakyat
sehari-hari seperti ekonomi kerakyatan, kesehatan, pendidikan dan
infrastruktur, harus menjadi prioritas utama. Pemerintah Daerah harus melayani
rakyat dengan sepenuh hati, juga memberi sebelum rakyat meminta.
Aparatur Pemerintah
Daerah betul-betul harus melayani dan mendekati rakyat. Untuk lebih mudah
mendekati, aparatur Pemerintah Daerah mesti mendekati dan merangkul tokoh adat
dan tokoh agama. Tanpa bermaksud bernoslagia dengan romantika masa silam,
haruslah diakui bahwa peran tokoh adat dan tokoh agama di Tanah Papua umumnya
dan Kabupaten Supiori khususnya masih cukup berarti. Sebagaimana pernah
dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda yang mendekati rakyat Papua dengan
hati, dengan kesungguhan, masuk lewat adat dan nilai-nilai kultural dalam
masyarakat. Dengan demikian, kemudian banyak pemuka adat yang rela
‘menyerahkan’ sebagian tanah komunal (hak ulayat) kepada kaum
agamawan/rohaniwan buat kepentingan pemberdayaan dan pelayanan kepada rakyat
setempat.
Bukan bermaksud
menjiplak metode dan cara yang pernah diterapkan oleh Pemerintah Kolonial
Belanda, namun Bupati Fredrik Menufandu meyakini ada beberapa kiat yang mesti
dijalani aparatur Pemerintah Kabupaten Supiori agar lebih dekat dengan rakyat.
Antara lain, pelaksanaan pembangunan jangan berorientasi pada proyek belaka,
tapi harus mengacu kepada peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang
telah digariskan. Kemudian, penempatan aparatur Pemerintah Daerah jangan
berorientasi pada masa jabatan, namun harus pula pada paradigma pembangunan
berkelanjutan (sustainable development).
Kalau cuma berorientasi pada masa jabatan, maka keberlanjutan kebijakan
pembangunan akan mudah terhenti di tengah jalan. Dengan begitu, setiap aparatur
yang ditempatkan di Kabupaten Supiori lebih mengedepankan pelayanan dengan
hati, bukan semata-mata lantaran uang, privilege
dan fasilitas lainnya.
Langkah mendekatkan
aparatur Pemerintah Kabupaten Supiori dengan rakyat ini, menurut Bupati Fredrik
Menufandu, tidak lain sebagai perwujudan misi melaksanakan agenda reformasi
birokrasi dan memelihara stabilitas keamanan Supiori sebagai daerah perbatasan
antar-negara.
Pengambil kebijakan
harus betul-betul meletakkan fondasi pembangunan yang benar dan kuat. Yakni,
pembangunan yang konsisten, serta terjamin kontinyuitasnya. Orientasi semacam
ini akan memberikan rasa aman bagi rakyat Supiori dalam menikmati pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya.
Hal terpenting yang
harus pula diperhatikan adalah upaya memandirikan rakyat Supiori supaya mereka
tidak lagi menggantungkan nasib kepada aparatur pemerintah, tokoh agama dan
organisasi sejenis yang lain. Di mata Bupati Fredrik, rakyat Supiori bukanlah
rakyat yang sulit diatur. Sepanjang aspirasi dan kebutuhan mereka dipenuhi,
mereka akan memberikan semua apa yang dibutuhkan bagi sebuah proses
pembangunan. Pendek kata, marilah kita membangun Supiori ini dengan basis akar
kultural, sumber daya manusia, sumber daya alam, dan kearifan lokal di
Kabupaten Supiori.
Yang juga tak boleh
dilupakan adalah diperlukan perhatian penuh terhadap rakyat Supiori supaya
mereka tidak semakin tersisih dari persaingan yang telanjur berlangsung. Banyak
di antara mereka yang terpaksa kalah bersaing dengan masyarakat pendatang karena
di masa lalu kurang memperoleh kesempatan setara dalam ikut menikmati kue
pembangunan. Sekarang ini mesti ada filterisasi dan pembatasan orang-orang yang
datang ke Supiori. Pilih betul pendatang yang bersedia berbagi ilmu dan
keterampilan dengan orang Supiori. Di sisi lain, sudah saatnya aparatur
Pemerintah Daerah bersinergi dengan tokoh agama dan tokoh adat dalam
menggerakkan dan meningkatkan kualitas sumber daya asli orang Supiori.
Kabupaten Supiori
perlu didekati secara integratif, dalam kesatuan kehidupan masyarakat, budaya
dan lingkungannya. Ketiga aspek itu tidak terpisahkan, sehingga membutuhkan
pemikiran yang holistik dan pola pembangunan yang memadukan semua unsur
pembangunan. Program pembangunan yang dilaksanakan haruslah mengacu pada
pemberdayaan masyarakat lokal dengan tolok ukur setempat. Orang Supiori mesti
dilepaskan dari atribut-atribut kesukuan (stereotipe negatif) yang tidak
menguntungkan dalam pengembangan budaya nusantara.
Kehidupan orang
Supiori harus dipandang dalam kesatuan yang utuh dengan alam lingkungannya,
mereka memiliki satuan-satuan kehidupan ekonomis yang berasal dari
sumber-sumber daya alam. Batas kedaulatan etnis harus dihargai oleh kaum
pendatang, kehadiran mereka hanya bisa dilakukan dalam batas-batas tertentu,
sehingga dapat menjaga harmoni kehidupan sosial tanpa mengusik struktur
kehidupan yang telah mapan.
D.
Jemput-Antar
Investor
Bupati Fredrik
Menufandu tidak hanya aktif menyambangi rakyatnya sampai relung-relung terdalam
wilayah Supiori. Dia pun aktif menjemput investor dan menawarkan atau membuka
lebar-lebar peluang yang layak dimasuki oleh para pemilik dan penanam modal. Pak
Fred berusaha memanfaatkan berbagai kesempatan yang ada buat menjemput dan
mengantar investor sampai masuk ke wilayah Supiori.
Sekadar contoh adalah
ketika ada perhelatan Expo dan Pameran Produk Unggulan Kabupaten dalam acara Invesment Day 2012 di Jakarta pada
November 2012 lalu. Dalam kesempatan berbicara di hadapan calon-calon investor
yang hadir, Pak Fred secara blak-blakan menyampaikan sejumlah potensi di
Kabupaten Supiori yang masih sangat membutuhkan sentuhan investor.
Selain lantaran usia
Kabupaten Supiori yang masih ‘hijau’ dengan berbagai kekurangan yang ada,
Bupati Fred secara jujur mengatakan bahwa potensi kelautan dan perikanan –terutama
ikan tuna—di perairan Supiori masih ‘perawan’, belum disentuh atau dikelola
dengan suatu konsep manajemen modern yang tertata baik dan tertib. Baru sebatas
dimanfaatkan oleh para nelayan lokal secara tradisional dan nelayan dari luar
daerah Supiori yang relatif masih sederhana.
Sungguh pun demikian,
Bupati Fred mengaku bangga bahwa potensi ikan tuna di daerahnya masih berlimpah
karena aktivitas para nelayan di perairan laut Supiori selama ini relatif
terbatas pada areal sekitar nol sampai 4 mil. Mereka hanya berorientasi pada
jenis ikan demersal (ikan kerapu dan kakap). Beberapa nelayan yang lebih maju
mampu memasuki areal tangkapan sampai 12 mil dengan target penangkapan ikan
pelagis kecil (ikan tongkol, layang dan kembung). Masih terbuka areal tangkapan
jenis ikan pelagis besar (ikan tuna, cakalang dan tenggiri) sepanjang 188 mil
dari pesisir utara Supiori yang berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik
yang terbentang luas sejauh mata memandang.
Sebab itu, dalam
kesempatan Invesment Day 2012 saat
itu Bupati Fred mengundang para investor dalam negeri dan luar negeri yang
berminat menanamkan modal di wilayah perairan laut Kabupaten Supiori. Bahkan,
dengan rendah hati Bupati Fred menyatakan siap menjemput dan mengantar para
investor yang ingin menelusuri potensi kelautan dan perikanan di wilayah yang
mekar dari Kabupaten Biak Numfor pada 2003 itu. Bupati Fred juga berharap
Pemerintah Pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan) memberikan kebijakan
percepatan pembangunan bidang kelautan dan perikanan di Kabupaten Supiori.
Dengan harapan, Pemkab Supiori mampu cepat-cepat membawa keluar masyarakat
nelayan Supiori dari kondisi keterbatasan menuju kondisi yang sejahtera, maju,
adil dan bermartabat sebagai sesama warga bangsa dan negara Republik Indonesia.
Menanggapi harapan
Bupati Fred, Sekretaris Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan
Perikanan Ir. Abdur Rouf Sam menyatakan bahwa Dermaga Marsam di Distrik Supiori
Timur yang telah direncanakan oleh Pemerintah Provinsi Papua dapat segera
dibangun.
Sebagaimana diketahui
bahwa rencana pembangunan Dermaga Marsam yang dulu direncanakan Pemerintah
Provinsi Papua telah memperoleh dukungan penuh dari Pemerintah Pusat. Namun,
belakangan kandas menyusul adanya protes keras dari kalangan mahasiswa di
Jakarta dengan alasan merusak atau mengganggu kelestarian lingkungan hidup
setempat. Akibatnya, rencana prestisius yang diharapkan mampu menjadi jalan
buat mengangkat derajat ekonomi daerah Kabupaten Supiori itu hingga kini
tinggal kenangan. Pemkab Supiori berharap pembangunan Dermaga Marsam segera
menjadi kenyataan sejalan dengan angin segar yang ditiupkan oleh Sekretaris Dirjen
Perikanan Tangkap.
Seusai acara yang
cukup prospektif bagi pengembangan bidang kelautan dan perikanan, Bupati Fred
langsung disambangi oleh salah seorang pengusaha galangan kapal dan kapal trawl,
yakni Direktur Utama PT Garam Dunia, Raymond Bolang.
Bupati Fred tidak
hanya berburu investor. Pada kesempatan sebelum pulang ke Supiori, Bupati Fred
memenuhi undangan pemilik PT Indra yang bergerak memproduksi kapal LST (landing ship tank). Kehadiran kapal LST ini
diharapkan mampu memecahkan persoalan transportasi di wilayah Kabupaten
Supiori.
Pada kesempatan
memenuhi undangan galangan kapal perusahaan yang berlokasi di Pulau Sigara,
Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Bupati Fred sempat memasuki palka
kapal LST yang tengah dalam proses pekerjaan finishing. Dari sini dia ingin memperoleh referensi secara langsung
dari pabriknya dan betul-betul memahami seluk-beluk kapal LST yang dibutuhkan
oleh kabupaten dengan sebagian besar wilayahnya berupa perairan seperti
Supiori.
Langkah Bupati Fred
ini minimal sebagai pengejawantahan dari misi pembangunan wilayah Kabupaten
Supiori yang ingin mempercepat pembangunan infrastruktur dasar guna mendukung
peningkatan sektor kelautan dan perikanan; serta meningkatkan pelayanan publik
yang prima pada sektor transportasi. Dengan begitu, mengutip Maleakhi 3:10,
Bupati Fred berujar filosofis bahwa TUHAN segera membukakan bagimu
tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan. ***
No comments:
Post a Comment