Friday, January 31, 2014

JKN, Pemalakan Atas Nama Asuransi

Oleh: Pratama Rita Rostika
Tinggal di Jl. Raya Ciamis
RT 04/06 Desa Imbangararaya,
Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis


Selama beberapa dekade terakhir, imperialis kafir Barat tak henti-hentinya mempropagandakan ide jaminan kesehatan kapitalistik ke seluruh penjuru dunia. Pelaksanaannya terus dikontrol. Dan kini Pemerintah Indonesia sendiri telah mengadopsi konsep layanan kesehatan ini dengan nama Jaminan Kesehatan Nasional. Katanya jika program ini berjalan sempurna seluruh rakyat akan mendapat jaminan dan pelayanan kesehatan “gratis”. Benarkah? Ternyata itu hanyalah propaganda. Realita yang terjadi justru terbalik karena Jaminan Kesehatan Nasional yang berlaku merupakan Asuransi Kesehatan Nasional.

JKN yang dilaksanakan per 01 Januari 2004 sesungguhnya adalah amanat dari UU No. 40 th. 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No. 24 th. 2011 tentang Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS). Dalam UU SJSN pasal 19 ayat 1 secara tegas dijelaskan : Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip ASURANSI sosial dan prinsip EKUITAS.

Prinsip ASURANSI sosial adalah mekanisme pengumpulan dana bersifat WAJIB yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya (pasal 1 ayat 3).

Prinsip EKUITAS artinya tiap peserta yang membayar iuran akan mendapat pelayanan kesehatan sebanding dengan iuran yang dibayarkan.

Bukankah seharusnya Jaminan Kesehatan merupakan Hak rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara (pelayanan pemerintah) namun melalui UU ini justru Hak rakyat diubah menjadi kewajiban rakyat.

Rakyat kini wajib untuk menanggung pelayanan kesehatannya sendiri.

Itulah prinsip kegotong-royongan SJSN yang sebenarnya, yaitu prinsip kebersamaan antara peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai tingkat gaji, upah, atau penghasilannya (sesuai penjelasan pasal 4)

WAJIB BAYAR, Meninimalkan peran Negara

Kesalahan mendasar dari sistem jaminan sosial yang muncul dari sistem ekonomi kapitalis adalah Negara tidak boleh ikut campur tangan dalam menangani urusan masyarakat, termasuk dalam urusan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan sosial masyarakat, seperti kesehatan, pendidikan maupun keamanan. Semua urusan masyarakat khususnya bidang ekonomi dan sosial diserahkan pada mekanisme pasar. Karena itulah walaupun bernama Jaminan Kesehatan Nasional, isinya tetap menarik iuran wajib tiap bulan dari masyarakat tanpa pandang bulu, baik kaya maupun miskin.

Yang dapat dipahami dari ayat 1 pasal 1, UU No 24 Tahun 2011, tentang BPJS bahwa “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial”.Sedangkan wewenang dan kekuasaan BPJS dalam aspek kesehatan sangat luas, mulai dari menagih (memaksa) pembayaran dari masyarakat, pengeloaannya, sampai dengan pengelolaan pelayanan kesehatan itu sendiri.

Disamping itu juga, meskipun BPJS kesehatan merupakan badan hukum publik, namun prinsip-prinsip korporasi tetap dijadikan dasar tata kelolanya. Hal ini ditunjukkan antara lain oleh butir b pasal 11, tentang wewenang BPJS, yaitu, “menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai”. Artinya yang dikehendaki dan yang terjadi adalah pemberian wewenang tata kelola finansial dan pelayanan publik (pelayanan Kesehatan) kepada korporasi, yaitu BPJS Kesehatan.

Konsep penyerahan wewenang dan fungsi penting pemerintah tersebut kepada korporasi semakin dipertegas. Dalam bab 5 pasal 17 ayat 1, 2 dan 3 UU No. 40 thn 2004 tentang SJSN dijelaskan, ayat 1 : Tiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya berdasarkan % upah atas suatu jumlah nominal tertentu. Ayat 2 : Pemberi kerja wajib memungut iuran pekerjanya dengan menambah iuran yang menjadi kewajiban dan membayar ke BPJS secara berkala. Ayat 3 : Besarnya iuran ditetapkan untuk setiap jenis program secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi dan kebutuhan dasar hidup yang layak.

Realitas tak terbantahkan, selama dua abad lebih dalam peradaban kapitalisme, bencana kemanusiaan akibat tata kelola sistem kesehatan liberalistik terus mengancam umat manusia. Karena sistem kesehatan liberalistik berikut keseluruhan komponennya hanyalah pasar/industri yang digerakkan oleh uang, kosong dari jiwa pelayanan/sosial.

Bila dicermati, yang sesungguhnya terjadi adalah pengambilan paksa (baca: pemalakan) uang rakyat, karena kepesertaan yang bersifat wajib, padahal tidak ada sama sekali kewajiban rakyat memikul tanggung jawab pembiayaan tersebut. Di Indonesia, mengadopsian model social health insurance dengan nama JKN, kepesertaan wajib tersebut ditetapkan oleh Undang Undang Nomor 20 Tahun 2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, butir ke 3, pasal ke 1, yang berbunyi, “Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib”.

Adapun kepesertaan wajib per Januari 2014, diberlakukan bagi 140 juta jiwa (peserta jamkesmas,jamkesda, askes,astek dan TNI/ POLRI).Sedangkan kepesertaan wajib bagi semua penduduk Indonesia diberlakukan Januari tahun 2019. Konsekuensinya, BPJS Kesehatan dibenarkan mengambil paksa (memalak) sejumlah uang masyarakat (pengusaha,pekerja dan non pekerja) setiap bulan, selama hidup dan tidak akan dikembalikan, kecuali berupa pelayanan kesehatan sesuai standar BPJS Kesehatan, yaitu saat sakit. Tidak hanya itu, pemalakan itu semakin dipertegas dengan adanya sangsi berupa denda sejumlah uang bagi peserta wajib yang terlambat membayar iuran.

Bila seperti ini faktanya, bagaimana bisa dikatakan semua ini sebagai wujud gotong royong, yang kaya membantu yang miskin, yang sehat membantu yang lemah.

Solusi Prinsip Jaminan Kesehatan Islam

“Kami telah menurunkan kepadamu al-Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”TQS. An Nahl (16) : 89.

Konsep jaminan kesehatan Islam adalah konsep yang berasal dari Allah SWT.Terpancar dari mata air pemikiran yang bersumber dari-Nya, yaitu Al Quran dan As Sunnah agar menjadi rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusiabahkan alam semesta.

Pelayanan Kesehatan Adalah  Pelayanan Dasar Publik dan Negara bertanggungjawab Penuh.

Pelayanan kesehatan telah ditetapkan Allah SWT sebagai kebutuhan pokok publik.Kesehatan telah menjadi jasa sosial secara totalitas.Mulai dari jasa dokter, obat-obatan, penggunaan peralatan medis, pemeriksaan penunjang, hingga sarana dan pra sarana yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan yang berkualitas semua sesuai prinsip etik yang islami. Tidak boleh dikomersialkan, walaupun hanya secuil kapas, apapun alasannya.

Pemerintah/Negara telah diamanahkan Allah SWT sebagai pihak yang bertanggungjawab penuh  menjamin pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan setiap individu masyarakat.  Jaminan kesehatan diberikan secara cuma-cuma dengan kualitas terbaik bagi setiap individu masyarakat, tidak saja bagi yang miskin tapi juga yang kaya, apapun warna kulit dan agamanya. Tentang tugas penting dan mulia ini telah ditegaskan Rasulullah dalam tuturnya, yang artinya,”Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari).

Sehubungan dengan itu, dipundak pemerintah pulalah terletak tanggung jawab segala sesuatu yang diperlukan bagi terwujudnya keterjaminan setiap orang terhadap pembiayaan kesehatan; penyediaan dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan; penyediaan dan penyelenggaraan pendidikan SDM kesehatan; penyediaan peralatan kedokteran, obat-obatan dan teknologi terkini; sarana pra sarana lainnya yang penting bagi terselenggaranya pelayanan kesehatan terbaik, seperti listrik, transportasi dan air bersih; dan tata kelola keseluruhannya.

Adapun peran masyarakat, swasta, bila dipandang penting peran tersebut, seperti ketika Negara tidak memiliki teknologi kedokteran tertentu, pada hal sangat dibutuhkan masyarakat, maka dibatasi pada transaksi jual beli atau yang semisal, tidak boleh lebih dari pada itu. Disamping diberikan arahan dan motivasi agar beramal sholeh, seperti wakaf, dan shadaqah.

Pembiayaan Berkelanjutan

Pembiayaan jaminan kesehatan Islam adalah model pembiayaan yang berkelanjutan. Pertama, Pengeluaran untuk pembiayaan kesehatan telah ditetapkan Allah SWT sebagai salah satu pos pengeluaran pada baitul maal, dengan pengeluaran yang bersifat mutlak.  Artinya, sekalipun tidak mencukupi dan atau tidak ada harta tersedia di pos yang diperuntukkan untuk pelayanan kesehatan, sementara ada kebutuhan pengeluaran untuk pembiayaan pelayanan kesehatan, seperti pembiayaan pembangunan rumah sakit, maka ketika itu dibenarkan adanya penarikan pajak yang bersifat sementara, sebesar yang dibutuhkan saja.  Jika upaya ini berakibat pada terjadinya kemudaratan pada masyarakat, Allah SWT telah mengizinkan Negara berhutang.

Hanya saja penting dicatat, pajak tersebut jauh berbeda dengan pajak dalam pengertian kapitalisme seperti yang terjadi kini. karena selain bersifat temporal juga hanya diambil dari harta orang kaya yang didefinisikan secara islami, yaitu kelebihan harta individu masyarakat yang sudah terpenuhi semua kebutuhan pokoknya, dan kebutuhan sekundernya secara ma’ruf. Hutang yang dimaksud adalah hutang yang sesuai ketentuan syara’.

Kedua, sumber-sumber pemasukan untuk pembiayaan kesehatan, sesungguhnya telah didesain Allah SWT sedemikian sehingga memadai untuk pembiayaan yang berkelanjutan, itu adalah hal yang pasti bagi Allah.  Yang salah satunya berasal dari barang tambang yang jumlahnya berlimpah mulai dari tambang batu bara, gas bumi, minyak bumi, hingga tambang emas dan berbagai logam mulia lainnya. Dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Islam, tidak sepeserpun harta yang masuk maupun yang keluar kecuali sesuai dengan ketentuan syariat. Model APBN ini meniscayakan Negara memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan berbagai fungsinya.

Dengan demikian Islam tidak mengenal pembiayaan berbasis pajak, asuransi wajib, pembiayaan berbasis kinerja, karena semua itu konsep batil yang diharamkan Allah SWT.

Kendali Mutu

Konsep kendali mutu jaminan kesehatan Islam berpedoman pada tiga strategi utama, yaitu administrasi yang simple, cepat dalam penanganan dan dilaksanakan oleh personal yang kapabel.Seperti apa yang dsabdakan Rasulullah SAW artinya, “Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan berbuat ihsan atas segala sesuatu….”. (HR Muslim).

Berdasarkan tiga strategi utama tersebut, maka pelayanan kesehatan haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Berkualitas, yaitu memiliki standar pelayanan yang teruji, lagi selaras dengan prinsip etik kedokteran Islam.

b.Individu pelaksana, seperti SDM kesehatan selain kompeten dibidangnya juga seorang yang amanah.

c. Available, semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat mudah diperoleh dan selalu tersedia.

d. Lokasi pelayanan kesehatan mudah dicapai (accessible), tidak ada lagi hambatan geografis.

Upaya Promotif Preventif

Sistem kehidupan Islam secara keseluruhan, mulai dari sistem ekonomi Islam, sistem pendidikan, sistem pergaulan Islam, hingga sistem pemerintah bersifat konstruktif terhadap upaya promotif preventif.  Sehingga akan terwujud masyarakat dengan pola emosi yang sehat, pola makan yang sehat, pola aktivitas yang sehat, lingkungan yang sehat, perilaku seks yang sehat, epidemi yang terkarantina dan tercegah dengan baik. Hal ini tidak saja menjadi upaya preventif di tingkat keluarga namun hingga tingkat Negara yang jika berjalan efektif, meniscaya akan mewujudkan keberhasilan upaya preventif tersebut.

Inilah konsep yang berasal dari Allah SWT, satu-satunya konsep yang benar, yang lurus, sebagaimana Allah SWT tegaskan dalam berfirman-Nya, QS Al-Baqarah (2): 147, yang artinya, “Kebenaran itu dari Rabmu, maka janganlah sekali-kali Engkau (Muhammad) termasuk orang yang ragu”.  Dimana konsep-konsep tersebut adalah bagian integral dari keseluruhan konsep sistem kehdupan Islam.Karenanya dibutuhkan sistem politik Islam untuk menerapkannya.

Di atas itu semua, pembatasan fungsi pemerintah sebatas regulator saja merupakan konsep yang bertentangan dengan Islam. Allah SWT telah memberikan wewenang dan tanggung jawab mulia ini dipundak pemerintah (Khalifah), sebagaimana dituturkan Rasulullah SAW , yang artinya,” ”Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala.  Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari).

Islam telah memberikan jaminan kesejahteraan kepada rakyat bukan saja didunia atau saat hidup, bahkan saat meninggalpun Islam masih memberikan jaminan. Rasulullah saw. Bersabda : Siapa saja yang mati dan meninggalkan harta maka harta itu untuk ahli warisnya. Siapa saja yang mati dan ia mneinggalkan utang atau orang-orang lemah maka datanglah kepadaku karena akulah penanggung jawabnya.

Begitu berbeda sistem jaminan dalam kapitalisme yang nyata hanya merupakan upaya tambal  sulam atas kebobrokan nya. Belum lagi sistem ini menganut asa manfaat dimana jelas ada pamrih untuk tetap mendapatkan profit. Berbeda dengan aturan sistem Islam yang  memberi tanggung jawab pemerintah wajib berperan langsung dalam pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. ***

 _________

 Artikel ini diambil dari Rubrik Opini Koran Harapan Rakyat Edisi  22-29 Januari 2014

No comments:

Post a Comment