Tuesday, January 21, 2014

Kecemburuan Istri-istri Nabi Muhamad Saw

            Diceritakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa pada suatu hari Nabi Saw sedang berada di rumah salah satu istrinya. Tiba-tiba ada seorang pembantu datang dengan membawa sepiring makanan yang dikirim oleh istri yang lain. Karena cemburu, salah satu istri Nabi itu menumpahkan piring berisi makanan hingga piringnya pecah.
Nabi Saw lalu memunguti pecahan dan makanan yang berserakan tersebut seraya berkata, "Kalian saling cemburu." Si pembantu kemudian mengganti piring yang pecah dengan piring yang masih bagus dan dikirimkan pulang ke istri yang mengirim makanan tersebut. Sementara piring yang telah pecah tadi ditinggalkan di rumah istri Nabi Saw yang memecahkannya.[1] 
            al-Hafidz Ibnu Hajar berkesimpulan bahwa yang memecahkan piring tersebut adalah Siti Aisyah, sementara yang mengirim makanan kepada Nabi Saw adalah Zainab binti Jahsy.[2]
            Dalam sebuah hadits, Siti Aisyah pernah mengatakan, "Saya tidak pernah cemburu kepada istri Nabi Saw seperti saya cemburu kepada Khadijah, karena Nabi sering menyebutkan namanya dan mengingat-ingat kebaikannya."[3]  

Persaingan di Antara Istri-istri Muhamad Nabi Saw
            Sekali waktu Razinah, seorang pembantu perempuan Nabi Saw, bercerita bahwa Siti Saudah al-Yamaniah datang bertamu kepada Siti Aisyah, dan kebetulan di sana ada pula Hafshah binti Umar.[4] Hari itu penampilan Saudah terlihat istimewa dan cantik karena dia memakai baju dan kerudung kain dari Yaman.[5]        
            Melihat pemandangan itu, Hafshah berkata kepada Aisyah, "Wahai Ummul Mukminin, apa jadinya kalau Rasulullah datang dan kita hanya berpenampilan apa adanya seperti ini." Dalam riwayat yang lain, "Apa jadinya kalau Rasulullah datang sementara kita berpenampilan apa adanya, sementara dia (Siti Saudah) terlihat menawan."
Siti Aisyah mengingatkan, "Takutlah kepada Allah, Wahai Hafshah."
"Demi Allah, akan saya rusak penampilannya [Saudah]," kata Hafshah.
"Kalian bicara apa?" Saudah bertanya karena memang pendengarannya kurang baik. Hafshah segera mengatakan, "Hai Saudah, sebentar lagi Dajjal akan keluar." Saudah langsung panik dan berusaha mencari tempat persembunyian, seraya bertanya, "Saya mesti sembunyi di mana?"
"Di tenda itu," kata Hafshah sembari menunjuk tenda yang berada tak jauh dari mereka bertiga. Siti Saudah pun bersembunyi di sana, di tempat yang agak kotor dan sudah ada sarang laba-labanya.
            Saat Nabi Saw datang, Siti Aisyah dan Hafshah sedang tertawa terbahak-bahak, sampai-sampai Nabi harus mengulangi pertanyaannya tiga kali, "Apa yang membuat kalian tertawa?" Keduanya hanya memberi isyarat dengan tangan  menunjuk ke arah tenda itu. Nabi Saw pergi ke arah tenda dan membukanya. Tenyata di tenda ada Saudah yang tengah gemetar ketakutan. Nabi bertanya, "Wahai Saudah, ada apa?"
Saudah menjawab, "Dajjal keluar.”
Nabi kemudian menjelaskan, "Dia belum keluar tapi, sungguh, suatu saat nanti dia akan keluar.” Lalu Nabi membantu Saudah keluar dari persembunyiannya dan membersihkan debu sarang laba-laba yang menempel di bajunya.[6]   
            Kisah ini menerangkan persaingan di antara istri-istri Nabi Saw untuk tampil cantik dan kekhawatiran tidak terlihat menarik di mata Rasul. Sebuah pelajaran bagi setiap ibu rumah tangga dan istri di rumah agar cermat berdandan dan bersih diri demi suami. Mempercantik diri untuk suami seorang, bukan buat mengumbar kecantikan kepada orang lain. Perempuan Muslimah ketika di rumahnya tampil bersih, cantik dan menarik akan menjamin kelanggengan keluarga serta cinta antara suami dan istri.

Ummu Habibah
            Nama aslinya adalah Ramlah binti Abu Sufyan. Dia dilahirkan 17 tahun sebelum Nabi Saw diutus sebagai rasul. Dia seorang janda yang sebelumnya telah menikah dengan Ubaidillah bin Jahsy dan memiliki satu putri bernama Habibah.[7] Sebenarnya dia dan suaminya telah masuk Islam dan ikut hijrah ke Ethiopia (Habsyah) bersama sekelompok kaum Muslimin. Tapi, suaminya memutuskan pindah ke agama Kristen dan menetap di Ethiopia hingga meninggal. Sementara Ummu Habibah diceraikannya dan tetap teguh memegang keyakinannya pada Islam.
            Nabi Saw melamar Ummu Habibah kala dia masih di Ethiopia. Nabi mewakilkan ijab qabul pernikahannya kepada raja Najasyi dengan mas kawin sebesar 4000 dirham. Ummu Habibah kemudian diantarkan oleh Syurahbil bin Hasanah[8] kepada Nabi Saw dan dilengkapi semua kebutuhan perjalanannya. Hampir semua mas kawin istri-istri Nabi Saw berkisar 4000 dirham.
            Dikisahkan, pada suatu hari, tatkala Nabi Saw sedang bersiap-siap akan memerangi kota Makkah, Abu Sufyan datang ke Madinah. Dia mencoba bernegosiasi dengan Nabi Saw agar bersedia memperpanjang perjanjian damai namun Nabi menolaknya. Dia kemudian pergi ke rumah putrinya, Ummu Habibah. Ketika dia akan duduk di tikar yang biasa diduduki oleh Nabi, Ummu Habibah segera melipatnya. Abu Sufyan terheran-heran, "Kamu ingin menjauhkan tikar ini dari ayah kamu, atau menjauhkanku darinya?" Ummu Habibah menjawab singkat, "Ini tikar Rasulullah dan engkau masih najis (kafir)."[9]



[1]Bukhari (2481, 5225), Abu Dawûd (3567), al-Nasâi 7/20, Ibn Majah (2334), al-Dirâmi (2598), Ahmad, (3/105, 323).
[2]Fath al-Bârî, (5/149), (9/236).
[3]Bukhari, (5229).
[4] Ketiganya: Saudah, Aisyah dan Hafshah adalah istri Nabi Saw [penj].
[5] Kain yang dianggap terbaik kualitasnya di masa itu [penj].
[6]Abu Ya'la dan Thabrâni, Majma' Az-Zawâid (4/316).
[7]Dalam tradisi Arab, nama panggilan biasanya memakai nama anak. Semisal Ummu Habibah.
[8]Abu Dawûd (2107), Al-Nasâi (6/119).
[9]Mustadrak al-Hâkim (4/20-23), Thabaqât Ibn Sa’ad (8/97-100).

No comments:

Post a Comment