Thursday, February 13, 2014

Evolusi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)


Secara legal-historis, Indonesia mulai mengenal  Jaminan Sosial pada tahun 1960. Hal ini ditandai dengan keluarnya surat Keputusan Menteri Pertama Republik Indonesia Nomor 338/MP/1960 tertanggal 25 Agustus 1960 yang menetapkan perlunya jaminan sosial sebagai bekal bagi PNS atau keluarganya yang akan mengakhiri pengabdiannya. Keputusan itu kemudian diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomo 9 Tahun 1963 Tentang Pembelanjaan Kesejahteraan Pegawai Negeri.Penyempurnaan terus berjalan. Tidak hanya sebatas program tapi juga membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang bertanggung-jawab terhadap pelaksanaan program. Tahun 1963 Pemerintah RI mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 1963 yang mengamanatkan pembentukan Perusahaan Negara (PN) Taspen yang diharapkan mampu mengemban tugas meningkatkan kesejahteraan PNS melalui program Jaminan Sosial berupa Dana Pensiun dan Tunjangan Hari Tua. Kemudian badan usaha PN Taspen mengalami perubahan menjadi Perusahaan Umum (Perum) setelah pada tahun 1970 Menteri Keuangan mengeluarkan surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 749/MK/1970. Selanjutnya, pada tahun 1981, Pemerintah menerbitkan PP Nomor 26/1981 yang menetapkan perubahan Perum Taspen menjadi PT Taspen (Persero). 
Jaminan sosial tidak berhenti pada program-program belanja kesejahteraan PNS. Program jaminan sosial mengalami perluasan. Pada tahun 1965, Pemerintah mengeluarkan PP Nomor 8 Tahun 1965 yang menetapkan pembentukan Perusahaan Umum (Perum) Asuransi Kerugian Jasa Raharja. Kelembagaan ini lantas disempurnakan menjadi perseroan PT Jasa Raharja (Persero).
Program Jaminan Sosial pun tidak berhenti pada PNS. Tahun 1971, Pemerintah merilis PP Nomor 45 Tahun 1971 yang mengamanatkan pembentukan Perusahaan Umum Asuransi Sosial ABRI (Perum Asabri). Dan pada tahun 1991, Perum Asabri berganti badan usaha menjadi perseroan PT Asabri (Persero).
Tahun 1977, Pemerintah menerbitkan PP Nomor 37 Tahun 1977 tentang Asuransi Tenaga Kerja (Astek). PP ini mengatur perlunya program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan hari tua untuk karyawan perusahaan swasta. Namun baru pada tahun 1990, setelah keluar PP Nomor 19 Tahun 1990 yang selanjutnya diperkuat dengan UU Nomor 3 Tahun 1992, Pemerintah menetapkan PT Asuransi Tenaga Kerja (Astek) sebagai Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Melalui PP Nomor 36 Tentang Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, PT Astek diubah namanya menjadi PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). 
Kembali ke program belanja kesejahteraan PNS, tahun 1984, Pemerintah menerbitkan PP Nomor 22Tahun 1984 yang mengatur program pemeliharaan kesehatan PNS, Pensiunan (PNS, ABRI dan Pejabat Negara) beserta keluarganya. Kemudian melalui PP Nomor 23 Tahun 1984, Pemerintah membentuk Perusahaan Umum (Perum) Asuransi Kesehatan Husada Bhakti yang mengemban tugas melaksanakan program memelihara kesehatan para PNS dan Pensiunan tadi. Kelembagaan Perum Askes Husada Bhakti lalu diubah menjadi perseroan PT Askes Husada Bhakti (Persero) melalui PP Nomor 6 Tahun 1992.
Masih seputar program belanja kesejahteraan PNS, pada tahun 1993, Pemerintah membentuk Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan PNS (Bapertarum) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 1993 yang kemudian diperbarui dengan Keppres Nomor 46 Tahun 1994. Pembentukan Bapertarum dilandasi oleh tekad upaya meningkatkan kesejahteraan PNS untuk memiliki rumah yang layak karena keterbatasan kemampuan PNS membayar uang muka pembelian rumah dengan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Badan ini diharapkan dapat membentuk dana dalam untuk mengatasi kendala tersebut melalui gotong royong para PNS. Dalam perjalanannya Bapertarum pun membantu uang muka PNS yang ingin membeli rumah dan membantu biaya buat membangun rumah.     
Tahun 2004, dengan keluarnya UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), terjadi konversi Persero ke BPJS, yakni BPJS Taspen, BPJS Asabri, BPJS Askes Husada Bhakti, dan BPJS Jamsostek.
Sebagai sumbangsih kepada bangsa dan negara, bersama beberapa kolega, saya memprakarsai terbentuknya Komunitas Jamsosnas Indonesia (KJI) pada tanggal 16 Agustus 2010 di Jakarta.  Dalam deklarasi KJI pada waktu itu, para pendiri diwakili oleh Giri Suseno Hadihardjono, Achmad Subianto, mantan Skejen Depdagri Progo Nurjaman, Ketua Umum BAZNAS KH Didin Hafidhuddin, dan Ketua Yayasan Indonesia Quality Award Bacelius Ruru SH LLM. KJI menyampaikan pesan penting pembentukan dua BPJS, yakni BPJS Warganegara dan BPJS Profesi.
Pada 2 Mei 2011, KJI menyelenggarakan Seminar Sehari bertajuk “Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)”. Seminar ini memberikan pesan penting perlunya perbaikan atas kesalahan kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia selama 65 tahun merdeka yang hanya bertumpu kepada dua pilar: fiskal dan moneter, mengabaikan pilar Jaminan Sosial Nasional (Jamsosnas). Seminar ini juga mengirim pesan keharusan membentuk tiga BPJS, yakni BPJS Warganegara, BPJS Profesi dan BPJS Penunjang. Di akhir seminar dilengkapi dengan acara penyerahan draft RUU BPJS dan draft penyempurnaan UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang SJSN kepada Ketua Pansus RUU BPJS yang juga Wakil Ketua Komisi IX DPR Ahmad Nizar Shihab serta penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding) KJI dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Semoga DPR dan Pemerintah mampu menyelesaikan RUU BPJS menjadi UU BPJS sesuai waktu yang telah dijadwalkan.

Beberapa Persoalan
Dalam praktik Sistem Jaminan Sosial, ada beberapa persoalan yang harus secepatnya dibenahi kalau Indonesia ingin memperkuat peran jaminan sosial dalam sistem perekonomian dan pembiayaan pembangunan. Beberapa persoalan itu antara lain:
1.     Sistem Jaminan Sosial di Indonesia tidak mengacu kepada best practices. Seluruh dunia telah mengarah kepada funded, sistem dengan kontribusi bersama peserta dan pemberi kerja (termasuk pemerintah). Sistem pay as you go telah lama ditinggalkan.
2.    Sistem dunia yang dibangun adalah yang compulsary (wajib) terlebih dulu baru kemudian yang non-compulsary (sunnah).
3.    Dalam penerapan terjadi dobel standar. Hal ini tampak pada pekerja di sektor swasta dan BUMN berlaku sistem funded, ada kontribusi bersama antara pekerja dan pemberi kerja. Sedangkan untuk PNS, baru si pekerja yang mengiur sementara pemberi kerja (pemerintah) tidak membayar iuran.
Beberapa persoalan ini mengakibatkan tidak terbentuknya cadangan keuangan nasional yang optimal.

Konklusi
Sistem Jaminan Sosial dan kesempatan kerja bisa diibaratkan sebagai sisi-sisi mata uang. Bila Sistem Jaminan Sosial kuat yang secara otomatis memperbesar cadangan keuangan nasional maka kesempatan kerja juga akan bertambah banyak. Sebaliknya, jika Sistem Jaminan Sosial tidak menghasilkan cadangan keuangan nasional yang besar maka hampir dapat dipastikan kesempatan kerja pun semakin sedikit. Efek domino selanjutnya: angka pengangguran dan kemiskinan meningkat.


Iuran Kesejahteraan Jaminan Sosial
di Negara A
SEAN
Negara
Peserta
Pemberi Kerja
Total
Filipina :
       GSIS
       SSS
9 – 11 %
2,5 %
12 %
5,59 %
21 – 23 %
8,09 %
Thailand:
       GPF
       SSO
3 %
0,25 %
3 %
0,5 %
6 %
0,75 %
Malaysia :
       KWSP
       KWAP
       LTAT
       SOCSO
11 %
11 %
10 %
0,5 %
12 %
11 %
15 %
2 %
23 %
22 %
25 %
2,5 %
Singapura :
       GPF
       SSS
20 %
-
16 %
-
36 %
-
Indonesia :
       TASPEN
       ASABRI
       ASKES
       JAMSOSTEK
8 %
8 %
2 %
2 %
0 %
0 %
2 %
10,7 %
8 %
8 %
4 %
12,7 %
Vietnam :
       VSS
6 %
16 %
22 %


SOCIAL INSURANCE CONTRIBUTIONS RATES IN THE EU COUNTRIES
Amounts and proportions of insurance burden breakdown in social security systems in EU
and Russia (data from International labor Organization and Rosstat)
Country
Insurance contributions,
in % from salary
Salary limit, above which insurance
Contributions are not collected
Employers
Employees
Total
Austria
25,1
17,2
42,3
3,000 euro per month
Germany
21,2
19,8
41,0
51,000 per month
Greece
28,2
15,4
43,6
Does not exist
Italy
35,1
09,5
44,6
20,500 euro per year – for medical insurance
Netherlands
29,4
25,6
55,0
37,700 euro per year – for disability insurance
France
38,9
12,5
51,4
25,600 euro per year
Russia
26,0
-
26,0
Regressive scale after annual 280.000
Rubles (some 8.000 euro)

(Source: GN.KARELOVA; “Social Insurance Fund of the Russian Federation: Experience, Challenges, Prospects”. World Social Security Forum, 10 – 15 Sept 2007, Moscow).

Kedua tabel di atas menjelaskan bahwa semakin kecil kontribusi/iuran maka semakin miskin negara tersebut dan rakyatnya semakin jauh dari sejahtera. Dan semakin maju suatu negara semakin besar kontribus/iuran jaminan-sosialnya.  Fakta dan realita Indonesia saat ini kontribusi atau iuran jaminan-sosialnya kecil. Sebab itu, banyak rakyat yang masih miskin.



Harapan Menteri Keuangan
1.     Prioritas pertama fiskal, sesudah itu dana pensiun, asuransi sosial dan jaminan sosial.” (Disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Seminar Cegah Kejahatan di Bidang Asuransi pada tanggal 24 Februari 2006)
2.    “Perlunya reformasi dana pensiun, asuransi sosial dan jaminan sosial.” (Disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada Lokakarya World Bank pada tanggal 21 Maret 2006)
3.    “Dana pensiun, asuransi sosial dan jaminan sosial perlu ditata kembali.Persoalan Taspen adalah dari kantong kanan ke kantong kiri Pemerintah. Hendaknya tidak business as usual.”  (Disampaikan pada Breakfast Meeting dengan Federasi Asosiasi Perasuransian Indonesia [FAPI] pada tanggal 24 Maret 2006)
     

_______________
Ditulis oleh Achmad Subianto, Ketua Umum KJI

No comments:

Post a Comment