Wednesday, April 30, 2014

Otonomi Khusus di Papua dalam Rangka Mendukung Kamtibmas yang Kondusif



Makna otonomi khusus bagi Papua adalah kewenangan khusus bagi Pemda Provinsi Papua Barat untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang0undangan dalam kerangka NKRI. Makna lainnya adalah Pemda Provinsi Papua Barat memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerja penyelenggaraan Pemda dan mengelola kekayaan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Papua. Pelaksanaan otsus sendiri di Papua selama ini belum efektif, ada kendala dalam aspek regulasi, kelembagaan, aparatur, pemberdayaan masyarakat, manajemen pemerintahan dan pemekaran daerah.
Perdasus tentang pembagian dana otsus antara Provinsi dengan Kabupaten/Kota hingga saat ini belum selesai. Pelaksanaan pembagian dana otsus masih berpedoman pada peraturan gubernur Papua sehingga sebagian masyarakat menilai belum transparan dan belum menyentuh kebutuhan dasar masyarakat asli Papua. Tersendatnya penyelesaian Perdasus tentang pemilihan gubernur dan wakil gubernur turut menjadi tinjauan aspek regulasi. Sedangkan dari aspek kelembagaan adalah kurang harmonisnya hubungan antara Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat (DPRPB), dan Majelis Rakyat Papua (MRP). Keberadaan MRP selama ini belum optimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai representasi kultural yang memperjuangkan kepentingan masyarakat adat, perempuan, dan agama.
Dari aspek aparatur Pemda, meskipun telah dilakukan langkah-langkah pengembangan kapasitas aparatur Pemda, namun belum memadai dalam mendukung peningkatan kinerja Pemda. Perlu disusun secara komperhensif program pengembangan kapasitas aparatur pemda dalam bentuk “program diklat” yang disertai “program pemagangan” dalam rangka meningkatkan kemampuan aparatur pemda Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Upaya pengembangan kapasitas aparatur Pemda semakin penting dilakukan, karena adanya peningkatan jumlah aparatur sejalan dengan bertambahnya daerah otonom baru, yang sejak era reformasi telah bertambah menjadi 40 Kab/Kota, yang semula hanya 9 Kab/Kota. Hingga saat ini masyarakat asli Papua belum terjangkau secara memadai dalam pelayanan kesehatan, pendidikan, dan perekonomian, serta terbatasnya penyediaan prasarana dan sarana publik, sehingga masih rendahnya tingkat kesejahteraan sebagian masyarakat asli Papua. Masyarakat asli Papua merasa terisolasi, terbelakang, dan tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia pada umumnya, baik yang berdomisili di Papua maupun di wilayah lainnya.
Menurut aspek manajemen pemerintahan daerah, belum terwujudnya sinergi program antara program pemda provinsi dengan program pemda kabupaten/kotakarena belum efektifnya koordinasi perencanaan. Belum dilaksanakan secara efektif juga program-program pembangunan yang diamanatkan di dalam UU No. 21 Tahun 2001 khususnya pada bidang pendidikan, kesehatan, sosial, lingkungan hidup, serta kependudukan dan ketenagakerjaan yang belum banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat asli Papua. Dari aspek pemekaran daerah, kebijakan moratorium pemekaran daerah mulai berlaku sejak tanggal 3 Agustus 2009. Namun, usulan pemekaran daerah di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sampai saat ini masih terus bertambah. Berdasarkan data yang ada saat ini, terdapat 54 usulan pembentukan DOB yang terdiri dari 7 usulan pembentukan provinsi, 43 usulan pembentukan kabupaten, dan 4 usulan pembentukan kota. Hingga saat ini, usuan tersebut belum ditindaklanjuti.

Upaya Pemerintah untuk Pelaksanaan Otonomi Khusus Papua
Sejak berlakunya otsus Papua, pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan otsus Papua. Upaya yang dilakukan pemerintah, antara lain:
·           Penyelesaian regulasi sesuai amanat UU Otsus Papua, yakni:
1.      PP No. 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua (diubah dengan PP No. 64 Tahun 2008)
2.      PP No. 19 Tahun 2010 tentang Gubernur sebagai wakil pemerintah (diubah dengan PP No. 23 Tahun 2011) yang berlaku secara umum termasuk di Papua.
·           Fasilitasi penyusunan Perdasi dan Perdasus
1.      Perdasi: 6 Perdasi sudah selesai dan 16 Perdasi belum selesai
2.      Perdasus: 3 Perdasus sudah selesai dan 10 Perdasus belum selesai
3.      Upaya Fasilitasi: Provinsi Papua telah berkonsultasi dengan Kemendagri 4 rancangan Perdasus dan 2 rancangan Perdasi, sedangkan Provinsi Papua Barat telah berkonsultasi 1 rancangan Perdasus dan 1 rancangan Perdasi
4.      Kemendagri mendorong Pemda Papua dan Papua Barat agar segera menyelesaikan Perdasi dan Perdasus
·           Fasilitasi penataan kelembagaan khususnya untuk pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP)
1.      Telah diterbitkan PP No. 54 Tahun 2004 tentang MRP. Pemerintah juga telah memfasilitasi pengisian anggota MRP periode 2005-2010.
2.      Untuk pengisian anggota MRP 2011-2016, telah ditetapkan Kepmendagri No. 161-223 Tahun 2011 tanggal 31 Maret 2011 dan telah dipisahkan antara MRP Provinsi Papua dan MRP Provinsi Papua Barat serta telah terpilih pimpinan masing-masing MRP.
3.      Pengangkatan anggota DPR Papua (11 orang) juga telah difasilitasi sebagai pelaksanaan putusan MK Nomor 116/PUU-VII/2009 melalui fasilitasi penyusunan Perdasus yang hingga saat ini masih dalam proses di daerah.
4.      Penyelesaian Perdasi pembentukan sekretariat MRP Provinsi Papua Barat juga turut difasilitasi.
5.      Penguatan kelembagaan MRP Provinsi Papua dan Papua Barat melalui program pengembangan kapasitas terutama untuk meningkatkan pemahaman mengenai wewenang, tugas dan fungsi MRP.
·           Pengembangan kapasitas aparatur pemda
1.      Untuk meningkatkan kompetisi aparatur Pemda dalam penyelenggaraan pemerintahan, telah dilakukan kegiatan-kegiatan seperti Diklat, seminar, workshop, studi banding, dan lain-lain.
2.      Mendirikan IPDN di kota Jayapura yang diresmikan pada 9-10 Desember 2011 oleh Mendagri. Kuota siswa/i IPDN tersebut masyoritas terdiri dari orang asli Papua sebanyak 167 siswa.i. pada kesempatan tersebut dilakukan penandatanganan MoU untuk kerja sama pengembangan kapasitas aparatur Pemda antara pemerintah pusat dengan pemda Provinsi Papua.
·           Pengelolaan dana otsus untuk pembangunan Papua
1.      Pada APBD Provinsi Papua dan Papua Barat, kontribusi dana otsus terhadap total pendapatan yaitu Papua 49,39% dan Papua Barat 61,65%.
2.      Bila dibandingkan dengan Provinsi lain yang memiliki jumlah penduduk yang hampir sama, perbandingan antara APBD Papua dengan Sulawesi Tenggara pada tahun 2011 sebesar 459,61%, sedangkan perbandingan antara APBD Papua Barat dengan Maluku Utara pada tahun 2011 sebesar 467,24%.
3.      Tren alokasi dana otsus di Papua dan Papua Barat dibandingkan dengan provinsi lain menunjukkan bahwa kedua provinsi tersebut mendapat perhatian lebih.
4.      Dana otsus yang telah diberikan pemerintah jauh lebih besar (Rp 28,927 Trilliun) daripada hasil yang diberikan Papua dan Papua Barat (Rp 18 Trilliun).
·           Penataan daerah atau pemekaran daerah
1.      Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, telah dibentuk daerah otonom baru yang semula 9 kabupaten/kota menjadi 40 kabupaten/kota (29 di Papua dan 11 di Papua Barat).
2.      Saat ini masih dalam tahap pengkajian atas usulan pembentukan daerah otonom baru yang berjumlah 7 provinsi dan 47 kabupaten/kota yang pelaksanaannya masih menunggu selesainyarevisi UU No. 32 Tahun 2004 yang juga mengatur mengenai pokok-pokok desain besar penataan daerah (desertada).

No comments:

Post a Comment