Monday, April 7, 2014

Wali tidak Memerlukan Sesuatu di Dunia


Dari Masma' bin Ashim, bahwa para ahli ibadah berbeda pendapat tentang kewalian. Sebagian dari mereka berkata, "Jika seorang hamba berhak mendapat kewalian, dia tidak menginginkan sesuatu kecuali dia akan mendapatkannya, baik dalam urusan dunia maupun dalam urusan akhirat." Sebagian yang lain berpendapat, "Wali itu tidak bermaksiat, kecuali dia tidak mendapatkan sesuatu dari dunia yang diinginkannya dan dia harus mendapatkannya dengan mencarinya. Seakan-akan mereka berkata, "Dia cukup berdoa, pasti akan dikabulkan." Sebagian yang lain menyatakan, "Orang yang berhak mendapat kewalian tidak akan pamer karena haknya dari akhirat dikurangi."
Mereka terus membicarakan hal itu. Lalu mereka sepakat untuk datang menemui seorang wanita dari Bani 'Adiy yang dipanggil Amatul Jalil binti Amr al-Adawiyah. Dia sangat tertutup lantaran kesungguhannya dalam ibadah. Mereka pun mendatanginya. Masma' berkata, "Hari itu aku bersama sahabat-sahabatku, lalu kami meminta izin dan dia mengizinkan, kemudian mereka memaparkan perbedaan pendapat yang terjadi di antara mereka. Amatul Jalil berpendapat, "Waktu bagi wali adalah waktu untuk meninggalkan dunia karena dia tidak memerlukannya." Lalu dia berpaling ke arah Kilab dan berujar, "Demi diriku, siapa yang bercerita padamu atau memberitahumu bahwa dia wali, tetapi masih ada keinginan selain Allah SWT, maka janganlah kau mempercayainya."
Masma' berkata, "Aku mendengar ada yang berteriak dari sudut-sudut rumah." 

Demikianlah Qira’ah dan Berdiri
Abu Khaladah berkata, "Aku sama sekali tidak melihat seseorang, baik laki-laki maupun wanita, yang lebih kuat dan lebih sabar dalam melakukan qiyamullail selain Ummu Hayyan al-Sulamiyyah. Hal itu lantaran bilamana dia melakukan qiyamullail di masjid kampungnya, seakan-akan dia itu pohon kurma yang ditiup angin ke kanan dan ke kiri."
Makki al-Bashri berkata, Sawwadh al-Sulamiyyah bercerita kepadaku, "Ummu Hayyan pernah membaca al-Quran sepanjang waktu dan dia hanya berbicara setelah Ashar untuk meminta keperluannya."

Manfaat Musibah
Terkisah dari Abdul Mu'min bin Abdullah al-Qisi, "Ummu Ibrahim, seorang wanita yang ahli ibadah, pernah memukul unta dan dia mematahkan kakinya. Lalu datang orang-orang untuk turut berduka. Dia berkata, "Kalau tidak ada musibah dunia, di akhirat kita akan menjadi orang yang bangkrut."

Menyesali yang Telah Berlalu
Dikatakan Rabah bin Abi al-Jarh, "Aku melihat Bahriyah, seorang wanita yang ahli ibadah.” Bahriyah menangis dan mengucap, "Aku meninggalkan-Mu ketika aku masih segar dan mendatangi-Mu ketika aku telah layu, maka terimalah kelayuan atas apa yang telah luput darinya."
Bahriyah memiliki kecantikan yang pudar gara-gara lapar. Pernah selama 40 hari dia tak memakan sesuatu pun kecuali sedikit kacang humush. Dia sangat bersungguh-sungguh dalam ibadah dan memiliki majlis untuk berdzikir. Jika dia berbicara, dia akan gemetar dan ketakutan.

Ilmu dan Syahwat
Ahmad bin Abu al-Hawari berkata bahwa seorang wanita tua penduduk Basrah bercerita kepadanya, "Aku mendengar Bahriyah berkata, Jika hati meninggalkan syahwat, maka dia akan mendapat 1000 ilmu yang akan mengikutinya dan membawa semua yang dia inginkan."

Wara’
Rabah bin al-Jarah bercerita, "Aku melihat Ummu al-Harisy, seorang wanita yang ahli ibadah dan mempunyai seorang suami yang menjadi tentara. Dia tidak mau memakan makanan suaminya dan dia menyiapkan makanannya sendiri. Suaminya tidak menerimanya sampai dia mau makan bersamanya. Lalu Ummu Harisy duduk seolah-olah dia makan dan meletakkan jarinya di luar nampan."

Zuhud dan Ibadah
Diriwayatkan oleh Muhamad bin Qudamah, "Telah sampai kepada kami bahwa seorang wanita yang dipanggil Hasanah meninggalkan kenikmatan dunia dan melakukan ibadah dengan giat. Dia berpuasa pada siang hari dan menghidupkan malam. Di rumahnya tidak ada sesuatu, setiap kali dia haus, dia pergi ke sungai untuk meminum air sungai dengan telapak tangannya.
Hasanah ini seorang yang cantik. Seorang wanita pernah berkata kepadanya, "Menikahlah!" Dia menjawab, "Carikan seorang laki-laki yang zuhud dan tidak membebaniku dengan urusan dunia sedikit pun. Aku rasa kau tidak akan mampu mencarinya. Demi Allah, jiwaku tidak mau menyembah dunia dan aku tidak mau bersenang-senang dengan ahli dunia. Jika kau dapati seorang laki-laki yang menangis dan bisa membuat menangis, dia berpuasa dan menyuruhku berpuasa, dia bersedekah dan menganjurkanku untuk bersedekah dan aku merasa senang. Kalau tidak ada yang seperti itu, maka aku tidak mau."

Beberapa Berita Zajlah al-'Abidah
Ahmad bin Sahal al-Azadi berkata, "Beberapa orang Qari' mendatangi Zajlah, lalu mereka berbicara agar dia menyayangi dirinya. Kemudian Zajlah berkata, "Apa urusanku dengan menyayangi diriku? Itu adalah hari-hari yang cepat berlalu, maka siapa yang kehilangan pada hari ini, maka dia tidak akan mendapatkannya besok. Demi Allah, saudaraku. Aku shalat untuk-Nya dengan anggota tubuhku yang kurang, aku berpuasa sepanjang hidupku dan aku menangis sebanyak air mata yang ada di kedua mataku." Katanya lebih lanjut, "Siapa di antara kalian yang menyuruh hambanya dengan sesuatu lalu hamba itu suka menguranginya?"
Dari Ibad bin Ibad atau Abu Utbah al-Khawash, "Kami menemui Zajlah yang ahli ibadah. Dia berpuasa sampai hitam tubuhnya, menangis sampai penglihatannya kabur, shalat sampai bungkuk dan dia shalat dalam keadaan duduk. Lalu kami memberi salam kepadanya, kemudian kami ingatkan dia dengan ampunan Allah. Kami ingin meringankan urusannya. Dia terisak lalu berkata, Aku tahu akan diriku. Hatiku telah luka. Demi Allah, aku tidak ingin Allah menciptakanku dan aku tidak menjadi sesuatu yang diingat. Lalu dia memulai shalatnya dan kami pun pergi meninggalkannya.
Khilaib bin Isa bin Abi Hajar bercerita,"Zajlah tidak pernah memandang ke langit dan dia pergi ke pantai untuk mencuci pakaian orang-orang yang ikut dengannya."

No comments:

Post a Comment