Thursday, May 29, 2014

Jaminan Kecelakaan Kerja Pasca Diterbitkannya UU BPJS


Bagaimana pemberlakuan penetapan kecelakaan kerja setelah keluarnya UU 24 tahun 2011 tentang BPJS?
ana nurwana. 
 
Jawaban:
http://images.hukumonline.com/frontend/lt5165540a9b53c/lt51655436e57b1.jpg
 
Terima kasih untuk pertanyaan Anda.
 
Sebelum membahas mengenai Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“UU BPJS”) yang mengatur tentang jaminan kecelakaan kerja, kami akan membahas mengenai jaminan kecelakaan kerja yang diatur pertama kali dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (“UU Jamsostek”).
 
Kecelakaan kerja berdasarkan Pasal 1 angka (6) UU Jamsostek adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
 
Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU Jamsostek, tenagakerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima Jaminan Kecelakaan Kerja yang meliputi [Pasal 9 UU Jamsostek]:
1.    biaya pengangkutan;
2.    biaya pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan;
3.    biaya rehabilitasi;
4.    santunan berupa uang.
 
Terkait dengan perhitunganan besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja, Pasal 24 UU Jamsostek berbunyi:
(1) Perhitungan besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja yang harus dibayarkan kepada tenaga kerja dilakukan oleh Badan Penyelenggara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam hal perhitungan besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan menghitung kembali dan menetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Menteri menetapkan kecelakaan kerja, dan besarnya jaminan yang belum tercantum dalam peraturan pelaksanaan Undang-undang ini.
(4) Perbedaan pendapat dan perhitungan besarnya jumlah jaminan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) penyelesaiannya ditetapkan oleh Menteri.
 
Dari bunyi pasal di atas antara lain dapat kita ketahui bahwa perhitungan Jaminan Kecelakaan Kerja dilakukan oleh PT. Jamsostek. Apabila perhitungan besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja tidak sesuai, maka pegawai pengawas ketenagakerjaan yang menetapkannya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
Adapun peraturan yang melaksanakan penerapan Pasal 24 ayat (2) UU Jamsostek adalah Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 609 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja (“Kepmenakertrans 609/2012”).
 
Dalam lampiran Kepmenakertrans 609/2012 antara lain dikatakan bahwa apabila perhitungan PT. Jamsostek tidak diterima oleh salah satu pihak atau terjadi perbedaan pendapat antara pihak-pihak maka salah satu pihak dapat meminta penetapan Pengawas Ketenagakerjaan setempat.
 
Dari sini kita bisa ketahui bahwa sebelum UU BPJS berlaku, penetapan Jaminan Kecelakaan Kerja diperoleh dari pengawas ketenagakerjaan apabila ada ketidaksesuaian perhitungan antara PT Jamsostek dengan para pihak. Lebih jelasnya, apabila terjadi perbedaan pendapat antara para pihak mengenai kecelakaan kerja atau bukan kecelakaan kerja mengenai:
1)    Akibat kecelakaan kerja.
2)    Besarnya prosentase cacat akibat kecelakaan kerja.
3)    Besarnya jaminan.
maka pihak yang tidak menerima dapat meminta penetapan kepada Pengawas Ketenagakerjaan.
 
Untuk informasi kepada Anda, sebelum UU BPJS berlaku, jaminan kecelakaan kerja juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (“UU SJSN”) dan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja, demikian disebut dalam Pasal 29 ayat (2) UU SJSN.
 
Jaminan kecelakaan kerja merupakan salah satu program yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan di antara program-program lainnya sebagaimana yang disebut dalam Pasal 9 ayat (2) UU BPJS.
 
Jaminan Kecelakaan Kerja diatur dalam Pasal 29 s.d Pasal 34 UU SJSN yang antara lain mengatur bahwa jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja. Selain itu, besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja adalah sebesar persentase tertentu dari upah atau penghasilan yang ditanggung seluruhnya oleh pemberi kerja [Pasal 34 ayat (1) UU SJSN].
 
Dalam laman resmi BPJS Ketenagakerjaan dikatakan bahwa Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali di rumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% s/d 1,74% sesuai kelompok jenis usaha. Iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha dan tata cara pengajuan JKK dapat Anda baca lebih lanjut dalam laman tersebut.
 
Saat ini, seperti yang diketahui, PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja atau disingkat PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014 sebagaimana ditetapkan oleh Pasal 62 ayat (1) UU BPJS. Terkait dengan peralihan ini, dalam Pasal 62 ayat (2) huruf d UU BPJS disebutkan bahwa BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, dan program jaminan kematian yang selama ini diselenggarakan oleh PT Jamsostek (Persero), termasuk menerima peserta baru, sampai dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan yang sesuai dengan ketentuan Pasal 29 sampai dengan Pasal 38 dan Pasal 43 sampai dengan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, paling lambat 1 Juli 2015. Perlu diketahui, pasal dalam UU SJSN yang mengatur khusus tentang Jaminan Kecelakaan Kerja adalah Pasal 29 sampai dengan Pasal 34 UU SJSN.
 
Ini artinya, saat ini BPJS Ketenagakerjaan mulai berjalan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja yang selama ini diselenggarakan oleh PT Jamsostek dan UU memberinya waktu kepada BPJS Ketenagakerjaan untuk menyelenggarakan program tersebut paling lambat 1 Juli 2015. Selama itu pula, menurut hemat kami UU Jamsostek dan Kepmenaker 609/2012 sebagai peraturan pelaksananya masih berlaku sehingga penetapan kecelakaan kerja sebagaimana yang kami jelaskan di atas.
 
Dengan demikian, pada dasarnya JKK yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan penyelenggaraan JKK yang diatur dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 34 UU SJSNsampai dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 1 Juli 2015. Pasal-pasal tersebut antara lain mengatur bahwa peserta yang mengalami kecelakaan kerja berhak mendapatkan manfaat berupa pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya dan mendapatkan manfaat berupa uang tunai apabila terjadi cacat total tetap atau meninggal dunia. Selain itu, manfaat jaminan kecelakaan kerja yang berupa uang tunai diberikan sekaligus kepada ahli waris pekerja yang meninggal dunia atau pekerja yang cacat sesuai dengan tingkat kecacatan.
 
Selain itu, melihat belum diaturnya penetapan Jaminan Kecelakaan Kerja di UU BPJS, maka selama UU Jamsostek masih berlaku, maka peraturan pelaksana di bawahnya tetap berlaku, yakni Kepmenaker 609/2012 yang menjadi acuan tentang penetapan kecelakaan kerja.
 
Namun, pada saat mulai beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan, UU Jamsostek dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Oleh karena itu, menurut penafsiran kami, batas waktu 1 Juli 2015 pengoperasian BPJS Ketenagakerjaan kemungkinan akan ada ketidakjelasan penetapan kecelakaan kerja karena dalam UU BPJS belum diatur mengenai penetapan kecelakaan kerja.  
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. (www.hukumonline.com)
 
Dasar hukum:
4.    Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 609 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja
 
Referensi:
http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/info/jkk.php, diakses pada 7 Mei 2014 pukul 17.11 WIB

No comments:

Post a Comment