Friday, January 30, 2015

Karut-marut BPJS Kesehatan

SPEKTRUM: Karut-marut BPJS Kesehatan

Nancy Junita

 Membeludak! Itulah kesan penulis saat mendaftar BPJS Kesehatan di Kota Bekasi. Pada Selasa (6/1/2015) pukul 07.30 WIB, antrean sudah mengular. Selain antrean berdiri, ada pula antrean orang duduk menunggu nomornya dipanggil.
“Ambil nomor dulu. Memang seperti ini setiap pagi. Kalau mau ada broker,” ujar seorang pria berjaket yang antre di belakang penulis.
Udara dingin di pagi itu karena hujan tak membuat  suasana sejuk. Tempat duduk yang terbatas, membuat calon peserta harus berdiri antre di antara kepulan asap rokok. Di sisi lain sebagian orang mengisi formulir di “body” mobil yang parkir di sekitar kantor BPJS, karena  tak disediakan meja.
Ada calon peserta BPJS yang ditawari calo dengan biaya Rp150 ribu. Ada pula  yang gagal mendaftar secara online di BRI. Jika pun berhasil mendaftar, namun hanya dirinya saja yang sukses, karena  koneksi internet “down”. Akibatnya, tetap saja harus antre panjang di kantor BPJS.
Seperti dituturkan Wiji Utami, yang pernah mencoba mendaftar di BRI dan Bank Mandiri. Namun, gagal. Dia akhirnya harus antre berjam-jam di kantor BPJS. Penulis sendiri mendapat nomor 119 ketika antre jam 07.30 WIB, bertemu petugas pendaftaran pukul 15.00 WIB. Sekalipun seluruh syarat pendaftaran dipenuhi, harus kembali keesokan hari untuk mendapat kartu BPJS. Praktis butuh 2 hari proses pendaftaran. Itu pun harus antre lagi sekitar 1-2 jam demi kartu.
Sebenarnya, proses pendaftaran cukup singkat, namun waktu tunggu berjam-jam. Untuk menghindari semacam ini, calon peserta bernama Lukman Hakim, yang tinggal di Kelabang Tengah Bekasi Utara, mengaku datang pukul 05.00 WIB demi mendapat nomor antrean kecil, yakni nomor 17. Oleh karena nomor kecil, dia bisa mendaftar, dan membayar iuran hari itu juga, serta mendapat kartu BPJS Kesehatan pada siang harinya.
“Saya kasihan melihat orangtua, dan ibu yang membawa anak. Mereka juga berdiri, antre. Harusnya dipisahkan pelayanan untuk lansia,” ujar Lukman.
Benahi Pelayanan
Semrawutnya pendaftaran peserta BPJS Kesehatan, dan banyaknya keluhan calon peserta mendapat sorotan  dari Ketua Pusat Kajian Ekonomi  dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Profesor Hasbullah Thabrany.
“Saya mendapat  keluhan yang sama dari berbagai pihak, maka saya sering mengatakan jangan paksa perusahaan mendaftar tahun ini. Benahi dulu pelayanan BPJS. Staf BPJS perlu mengubah mindset,” ujar Hasbullah.
Fakta di lapangan, waktu habis untuk antre mendaftar menjadi peserta. Sesudah menjadi peserta pun, harus antre panjang untuk mendapatkan pelayanan di rumah sakit. Untuk mendapat pelayanan rontgen di RSPAD Gatot Subroto, harus antre dan dijadwal. Demikian juga dengan pelayanan ultrasonografi (USG) di RS Kanker Dharmais. Intinya, waktu tunggu lama!
Hasbullah juga menilai peraturan BPJS Nomor 4/2014 mengatur tata cara pendaftaran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN )  bertentangan dengan asas hak dan kewajiban rakyat. Peraturan tersebut sarat berbau peraturan kepesertaan asuransi komersial, bukan jaminan sosial yang bersifat wajib.
Persyaratan-persyaratan peserta perorangan seperti berbagai fotokopi identitas dan keharusan mencantumkan fotokopi rekening bank membuat hambatan peserta mendaftar. Belum lagi di lapangan petugas BPJS bisa mengharuskan semua persyaratan harus lengkap, padahal satu saja sudah cukup—Nomor Induk Kependudukan (NIK).
“Konsep dasar JKN adalah pemenuhan hak rakyat, bukan penjualan asuransi kepada rakyat. Seluruh penduduk Indonesia, termasuk orang asing, berhak menjadi peserta dengan kewajiban mengiur atau iurannya dibayari oleh pemerintah. Maka, syarat-syarat yang ditetapkan BPJS menjadi tidak perlu. Siapa pun yang bersedia membayar iuran atau iurannya dibayari oleh pemerintah atau seseorang wajib diterima oleh BPJS dan otomatis orang tersebut berhak mendapat jaminan. BPJS dapat digugat dan dituntut miliaran per orang ,” tegasnya.
Yang paling membahayakan buat BPJS, katanya, adalah pasal 10 ayat 2 yang menyatakan “masa berlaku kartu peserta adalah 7 hari setelah peserta melakukan pembayaran”. Artinya, seseorang yang telah membayar iuran harus menunggu 7 hari sebelum bisa dijamin JKN.
“Peraturan ini melanggar hak penduduk. Bahkan dalam hukum asuransi komersial, jaminan segera berlaku segera setelah seseorang membayar iuran,” tegas Hasbullah.
Kepastian Data
Kepala Departemen  Humas BPJS Kesehatan Irfan Humaidi mengungkapkan alasan masa berlaku kartu  peserta setelah 7 hari. Menurut dia, BPJS Kesehatan perlu melakukan penataan admistrasi peserta. Harus dilakukan “screening” atas data tersebut.
“Kami juga memerlukan kepastian data yang bersangkutan dan cross check dengan data Disdukcapil. Kedua, validasi dilakukan untuk memastikan data tidak ganda, diisi secara lengkap dan benar sesuai dengan standar isian peserta,” ujarnya.
Aturan tersebut berlaku hanya untuk Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yang memilih kelas kepesertaan kelas I dan kelas II. Sedangkan, masalah pendaftaran online yang tak lancar dan harus menyertakan kepala keluarga (tidak bisa perorangan), Irfan mengatakan pihaknya ingin mengubah mindset mendaftar peserta BPJS Kesehatan setelah sakit.
Sekalipun pendaftaran online kerap bermasalah, Irfan menyebut pendaftaran secara online lebih praktis  dan cepat. Padahal, penelusuran penulis, informasi fasilitas kesehatan tingkat pertama (klinik, praktik dokter) dan dokter gigi tidak lengkap untuk setiap kelurahan.
Soal calo yang merajalela, Irfan menambahkan, pihaknya bekerja sama dengan polisi. Untuk waktu tunggu yang lama, katanya, pihaknya akan menambah kantor cabang, service point, dan sumber daya manusia. (http://koran.bisnis.com)

No comments:

Post a Comment