Saturday, January 31, 2015

Dipercaya (Dua Periode) Memimpin Kabupaten Lamandau



* EMPAT

Mencintai kehidupan dengan bekerja adalah menyelami rahasia hidup yang paling dalam. Jika engkau bekerja dengan rasa cinta, maka engkau menyatukan dirimu dengan dirimu, kau satukan dirimu dengan orang lain, atau sebaliknya, serta kau dekatkan dirimu dengan Tuhan. (Kahlil Gibran, Penyair Kenamanaan)

Kabupaten Lamandau merupakan bekas wilayah Kawedanan Bulik yang terdiri dari Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang. Pembentukan Kabupaten Lamandau diawali dengan pertemuan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat dengan seluruh camat dan tokoh masyarakat Kotawaringin Barat di Aula Kantor Bupati Kotawaringin Barat pada tanggal 3 November 1999. Pertemuan tersebut dalam rangka mensosialisasikan rencana pemekaran Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat menjadi sedikitnya dua wilayah otonom.
Hadir dalam pertemuan tersebut tokoh-tokoh masyarakat dari tiga kecamatan dalam wilayah Kawedanan Bulik. Tercatat dari Kecamatan Bulik tampak Nubari B. Punu (Camat Bulik saat itu), H. Arsyadi Madiah, dan Darmawi Juwahir. Kemudian Kecamatan Delang diwakili oleh Camat Delang (kala itu) Drs. Kardinal. Sedangkan dari Kecamatan Lamandau terlihat kehadiran Camat Lamandau (ketika itu) Silas Kadongkok BA.
Pada pertemuan tersebut, pihak Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat menyampaikan rencana Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat meningkatkan status Daerah Pembantu Bupati Sukamara menjadi Kabupaten Sukamara. Dengan begitu Kotawaringin Barat dimekarkan menjadi dua kabupaten, masing-masing Kabupaten Kotawaringin Barat dengan ibukota Pangkalan Bun dan Kabupaten Sukamara beribu-kota di Sukamara. Wilayah Kabupaten Sukamara meliputi seluruh wilayah Kecamatan Sukamara, Kecamatan Jelai, Kecamatan Balai Riam, Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang sebelah kiri Sungai Lamandau dan Sungai Batangkawa.
Menanggapi penjelasan tersebut, utusan dari Kecamatan Bulik dan Kecamatan Delang mengambil sikap tidak bersedia menanda-tangani atau menolak rencana pemekaran Kabupaten Kotawaringin Barat. Pada sisi lain, warga masyarakat pedalaman Kotawaringin Barat yang berada di perantauan (khususnya di Palangkaraya) merasa prihatin dengan kondisi pembangunan di Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang yang amat tertinggal dibandingkan dengan daerah lain di wilayah Kotawaringin Barat. Mereka juga mencermati adanya rencana penggabungan kecamatan-kecamatan tersebut ke wilayah Kabupaten Sukamara.
Berangkat dari keprihatinan tersebut, kemudian Drs. Nahason Taway, Drs. Iba Tahan, Ir. Farintis Sulaiman dan Charles Rakam SPd melakukan studi kualitatif bertajuk “Pembentukan Kabupaten Lamandau” sebagai respon terhadap pemberlakuan Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999. Studi ini dibicarakan dalam pertemuan Kerukunan Tamuai Kotawaringin Barat di Palangkaraya pada tanggal 7 November 1999. Pertemuan tersebut merekomendasikan, antara lain, agar hasil studi kualitatif pembentukan Kabupaten Lamandau disosialisasikan kepada warga masyarakat Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang serta diusulkan kepada Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat.
Pada tanggal 10 November 1999, atas prakarsa Drs. Nahason Taway, tokoh-tokoh masyarakat dari Kecamatan Bulik, Lamandau dan Delang mengadakan pertemuan di Pangkalan Bun. Hasil pertemuan tersebut mengusulkan (melalui surat) kepada DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat, Bupati Kotawaringin Barat, DPRD Provinsi Kalimantan Tengah dan Gubernur Kalimantan Tengah, supaya wilayah bekas Kawedanan Bulik disatukan menjadi sebuah kabupaten baru, yaitu Kabupaten Lamandau. Usulan itu dilampiri hasil studi kualitatif pembentukan Kabupaten Lamandau yang dibuat oleh Nahason Taway dan kawan-kawan. Surat usulan tersebut ditanda-tangani oleh delapan orang atas nama warga masyarakat pedalaman Bulang (Bulik, Lamandau dan Delang): C.S. Pahing, Nahason Taway, Don F. Ringkin, Harigano Ringkas, Musringin, D.J. Mamud, Helkia Penyang, dan Tommy Hermal Ibrahim.
Kemudian pada tanggal 17 November 1999, Drs. Iba Tahan, Inte Sartono, Markos Dj Mamud, dan Charles Rakam melakukan ekspose melalui Surat Kabar Harian (SKH) Kalteng Pos untuk menjelaskan keinginan warga masyarakat pedalaman Kotawaringin Barat menyatukan Kecamatan Bulik, Lamandau dan Delang dalam satu kabupaten baru bernama Kabupaten Lamandau. Ekspose ini dimuat oleh SKH Kalteng Pos pada halaman 2 terbitan tanggal 18 November 1999.
Selanjutnya pada kesempatan kunjungan Pejabat Bupati Kabupaten Kotawaringin Barat Drs. Martin Alang, jurubicara masyarakat Pedalaman Kotawaringin Barat H. Muchlisin menyampaikan pernyataan sikap yang intinya menolak bergabung dengan Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Sukamara hasil pemekaran serta mendukung rencana Pembentukan Kabupaten Lamandau yang terdiri dari Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang.
Lalu pada tanggal 6 Januari 2000, ketika ada kunjungan Pejabat Gubernur Kalimantan Tengah Rapiudin Hamarung, warga masyarakat Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang kembali menyampaikan pernyataan sikap secara tegas agar ketiga kecamatan tersebut dimekarkan menjadi Kabupaten Lamandau.
Tanggal 8 Juli 2000, atas prakarsa Forum Komunikasi Masyarakat Pedalaman Bulik, Lamandau dan Delang (FKMP Bulang), dilaksanakan Musyawarah Besar Masyarakat Kecamatan Bulik, Lamandau dan Delang di Nanga Bulik, dalam rangka menyamakan visi dan misi pembentukan Kabupaten Lamandau serta membentuk Panitia Persiapan Pembentukan Kabupaten Lamandau (P3KL). Mozes Pause terpilih sebagai Ketua dan Sekretaris Umum P3KL dipercayakan kepada Tommy Hermal Ibrahim. P3KL mendapat tugas menyusun personalia dan melanjutkan perjuangan membentuk Kabupaten Lamandau.
Melalui Rapat Kerja P3KL lalu disusunlah proposal Rencana Pembentukan Kabupaten Lamandau sebagai bahan ekspose di depan Tim Independen dari FISIP Universitas Indonesia. Setelah memperoleh persetujuan dari DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat dan Bupati Kotawaringin Barat, pada 15 Oktober 2001, proposal tersebut diekspose di hadapan Tim Independen dan Direktorat PUOD Departemen Dalam Negeri di Jakarta. Turut hadir dalam ekspose itu adalah anggota DPRD Provinsi Kalimantan Tengah dari Dapil Kotawaringin Barat HM San Marwan dan Kemal Masri; utusan ekspose Daud Juanda (Asisten I Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat) dan Wahyudi (Bappeda Kabupaten Kotawaringin Barat). Dan perwakilan P3KL yang terdiri dari Mozes Pause, Muchlisin, Tommy Hermal Ibrahim, Andreas Nahan, Arsyadi Madiah, Burhan dan Frans Evendi.
Sepulang dari Jakarta, hasil ekspose tersebut kemudian disosialisasikan kepada warga masyarakat Kecamatan Bulik, Lamandau dan Delang pada tanggal 2 Februari 2002 di Nanga Bulik.
Setelah dilakukan pembahasan dan kajian yang lebih mendalam, akhirnya DPR RI menyetujui Pembentukan Kabupaten Lamandau dengan diundangkannya UU Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Barito Timur di Provinsi Kalimentan Tengah. Hadir pula dalam persetujuan dan pengesahan UU tersebut unsur-unsur P3KL: Iba Tahan, Arsyadi Madiah, Idar Y. Kunum, Burhan, Ibramsyah Ambran, Darmawi Juwahir, Syubandi, Vicentius Huang, Frans Evendi, Imanuel Gerzon, Luyen K. Antang dan Effendi Buhing.
Selanjutnya pada tanggal 8 Juli 2002 Gubernur Kalimantan Tengah (atas nama Menteri Dalam Negeri) melantik Drs. Regol Cikar sebagai Penjabat Bupati Lamandau melalui Sidang Paripurna DPRD Provinsi Kalimantan Tengah. Dan sejak itu pula aktivitas Kantor Bupati Lamandau yang beralamat di Jalan Tjilik Riwut Nomor 10 Nanga Bulik (bekas Kantor Camat Bulik) mulai dibuka dengan jumlah personil sebanyak tujuh orang berdasarkan Instruksi Penjabat Bupati Lamandau Nomor 824/01/Peg/2002 Tentang Penunjukan Pegawai yang Diperbantukan pada Kantor Bupati Lamandau. Ketujuh orang tersebut masing-masing Drs. Kardinal, Andreas Nahan SIP, Ganti P. Kanisa SSTP, Triadi Eka Asi Jayadiputera SSTP, H. Arsyadi Madiah, Abdul Rasyid Syahrul dan Cahyono.
Sebagai wujud rasa syukur, lalu tanggal 3 Agustus 2002 dilaksanakan acara syukuran pembentukan Kabupaten Lamandau. Acara yang dihadiri oleh salah seorang tokoh putera asli kelahiran Kabupaten Lamandau, Wakil Gubernur Kalimantan Tengah (saat itu) Nahason Taway, Biro Setda Provinsi Kalimantan Tengah dan Bupati Kotawaringin Barat itu berlangsung di Bundaran Baru Bukit Hibul yang merupakan rencana areal perkantoran kabupaten. Pada acara syukuran tersebut sekaligus dilakukan penyerahan hibah lahan seluas 350 hektar dari warga masyarakat untuk keperluan areal perkantoran. Dan tanggal 2 Agustus itu pula yang kini dijadikan tanggal peringatan ulang tahun Kabupaten Lamandau.

A.   Terpanggil Pulang ke Lamandau
Kabupaten Lamandau telah terbentuk, birokrasi pemerintahan daerah pun sudah berjalan. Sebagai putera daerah Lamandau, Marukan Hendrik ingin membaktikan dirinya bagi kemajuan Lamandau. Sebab, kendati tidak masuk kepanitiaan secara formal, dia --yang selama proses pembentukan Kabupaten Lamandau tengah menetap di Palangkaraya— cukup aktif ikut wira-wiri dalam rapat-rapat kepanitaan dan kajian di Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah Palangkaraya.   
Sebenarnya Marukan tidak membayangkan dirinya cepat-cepat mewujudkan keinginannya pulang ke Lamandau membaktikan diri pada daerahnya. Terlebih lagi membayangkan dirinya bakal ke Lamandau untuk menerima amanah pada jabatan struktural birokrasi Pemerintah Kabupaten Lamandau. Memang dia sempat berangan-angan dipercaya menjadi Kepala Dinas Kehutanan –sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuninya selama ini.
“Akhirnya memang Kabupaten Lamandau bisa terbentuk dari pemekaran Kabupaten Kotawaringin Barat. Waktu pengisian jabatan struktural tahun 2002, saya ingin ke Lamandau, berangan-angan kalau memungkinkan diberikan jabatan Kepala Dinas Kehutanan. Karena latar belakang saya dari dosen, maka saat itu saya tidak diplot untuk menjabat kepala dinas, tapi hanya jabatan di bawahnya,” tutur Marukan mengenang keinginannya pulang ke Lamandau setelah terbentuk Kabupaten Lamandau tahun 2002.
Dengan ploting semacam itu, Marukan sempat mempertimbangkan untuk tidak ikut pulang ke Lamandau. Namun lantaran krisis 1998 yang membuat usahanya belum juga membaik sampai tahun 2002, Maria Neva Merliana (isteri Marukan) mendorongnya untuk mengadu nasib sekaligus merintis penyelenggaraan pemerintahan yang baik di Kabupaten Lamandau. “Supaya ada  suasana baru, siapa tahu nanti ada perubahan dalam kehiudpan keluarga.  Kalau nanti nggak baik, ya kembali lagi,” ujar Maria Neva Merliana kepada Marukan ketika itu.
Saat pengisian jabatan struktural di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lamandau, Marukan hanya ditawari untuk jabatan Kepala Bidang Fisik pada Dinas Pendidikan. Akhirnya dia bersedia pulang kampung dan menerima tawaran tersebut. Tepatnya tanggal 27 September 2002 dia menerima amanah sebagai Kepala Subdinas Sarana Prasana pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lamandau.
Tahun 2002 itu dapatlah dikatakan sebagai masa perjuangan. Mulailah Marukan menapaki karir di titian birokasi lingkungan Pemerintah Kabupaten Lamandau. Sosoknya yang rajin, aktif, fokus dan mudah berteman begitu cepat diterima di lingkungannya yang baru. Dia pun merasakan sebuah lingkungan kerja yang kondusif.
“Saya kan orangnya sangat rajin, aktif, fokus dan suka berteman. Dengan pembawaan seperti itu, ternyata terasa enak diterima di lingkungan kerja saya yang baru. Waktu di Universitas Palangkaraya, berkat keuletan dan rajin, saya sempat dipercaya antara lain sebagai ketua program studi, ketua jurusan, sampai pembantu dekan. Selain itu saya juga sempat aktif di Universitas PGRI Palangkaraya. Pengalaman-pengalaman selama di Universitas Palangkaraya dan Universitas PGRI  lalu saya terapkan di subdinas di mana saya ditempatkan waktu itu,” terang Marukan mengingat masa-masa awal kepulangannya ke Lamandau.
Berkat kecermatan dan disiplin kerja yang cukup tinggi, tidak terlalu lama Marukan berada di kursi Kepala Subdinas Sarana Prasarana Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lamandau. Hanya dalam hitungan bulan. Tanggal 1 April 2003, dia dipromosikan menjadi Sekretaris DPRD Kabupaten Lamandau. 
Di posisi ini, Marukan mengikuti betul masa persiapan Kabupaten Lamandau 2002-2007 sebagai sebuah daerah otonom yang mandiri dan memiliki bupati yang definitif. Sebagai Sekretaris DPRD Kabupaten Lamandau, Marukan sukses menyelenggarakan pemilihan kepala daerah yang waktu itu masih berada di tangan wakil rakyat di legislatif sampai kemudian terpilih Drs. Bustani DJ Mamud sebagai Bupati dan Drs. HGM Afhanie sebagai Wakil Bupati Lamandau periode 2003-2008. “Sayalah yang mengantarkan Pak Bustani DJ Mamud menjadi Bupati Lamandau definitif untuk periode 2003-2008. Karena saya ikut aktif menyelenggarakan pemilihan itu. Suatu pengalaman baru, saya tidak punya pengalaman di situ namun sukses penyelenggaraan pemilihan bupati,” kata Marukan penuh kebangaan.
Kesuksesan itu pun berbuah manis. Bupati Bustani DJ Mamud mengganjar dirinya dengan jabatan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mulai 24 November 2003. Kala itu kondisi pendidikan di wilayah Kabupaten Lamandau belum terlalu bagus, belum ada SMA dan SMP hanya beberapa unit. Marukan lalu bertekad tiap kecamatan memiliki sekolah SMA dan SMP. Tekadnya juga mendapat dukungan penuh dari Bupati Lamandau.
Jalan karirnya menapak ke tangga yang lebih tinggi setelah pada Oktober 2004 dia diberi kesempatan untuk mengikuti Diklat (Pendidikan dan Pelatihan) Pimpinan Tingkat II di Palangkaraya. Bersamaan dengan itu sempat pula dia melakukan studi banding ke Singapura dan Malaysia.
Sepulang dari Diklat Pim dan studi banding, Marukan mendengar kabar yang kurang sedap berhembus di lingkungan birokrasi Pemerintah Kabupaten Lamandau. Terbetik isu bahwa keuangan pemerintahan tidak berjalan lancar dan gaji pegawai tidak dibayar tepat waktu. Juga isu proyek-proyek yang telah berjalan dan selesai tidak terbayar.
Tentang kabar tidak sedap ini, Marukan bertutur:
“Wah ada apa ini? Saya panggil beberapa pejabat penting, saya ajak  mari kita analisa. Saya minta carikan data dan info yang lengkap. Muncul kesimpulan bahwa ada yang tidak beres, dana kosong, proyek dan kegiatan tidak terbayar. Lalu saya minta pertimbangan ke Bupati Pak Bustani DJ Mamud. Waktu itu beliau berada di Palangkaraya. Saya minta beliau pulang. Tapi sampai di Pangkalan Bun beliau bilang mau ke Jakarta. Saya katakan ‘jangan’, karena ada hal yang penting yang perlu dibicarakan. Saya lupa tanggalnya, waktu itu akhir Oktober 2004. Sekitar jam dua siang kami ketemu, saya sampaikan hasil analisa dan harus segera dilakukan berbagai langkah penyelamatan. Beliau lalu baca. Lantas beliau ambil amplop coklat di mejanya, rupanya surat dari Wakil Gubernur Kalimantan Tengah. Lalu apa? Ganti ini dan ganti itu. Waktu itu nggak ada Sekretaris Daerah (Sekda), yang ada Asisten II dan Asisten II.
Beliau tanya ‘kamu siap nggak?’ Saya nggak ada pengalaman, bukan dari birokrat murni. Apalagi soal keuangan dan administrasi. Di Dinas Pendidikan kan soal teknis, masih bisa saya tangani. Tapi, saya sampaikan ke beliau, ‘kalau bapak maunya begitu, saya punya tekad berbuat maksimal’. Sayangnya waktu itu Pak Bustani tidak bertindak cepat, karena kebetulan sedang ada kunjungan Dubes Swedia. Sampai kemudian ada pejabat yang nggak mau diganti. Meski sedikit terlambat, Pak Bustasi akhirnya mengganti pejabat yang bersangkutan. Selain itu saya diangkat jadi Pelaksana Tugas Sekda. Dalam tenggat penggantian,  pejabat yang nggak mau diganti tersebut melakukan berbagai manuver.”
Sebagai Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Kabupaten Lamandau, pertama-tama Marukan mengambil langkah menutup rekening yang bermasalah. Dia mendata dan melihat uang di kas daerah tinggal Rp397 juta, dua bulan gaji pegawai tidak dibayar, dan ada utang sekitar Rp75 miliar.
Marukan agak bingung juga menghadapi dan bagaimana langkah keluar dari problematika ini. Agar tidak terjerumus lebih jauh, dia membuat semacam pagar agar administrasi keuangan tertata dan jelas pertanggung-jawabannya. Di antaranya, untuk pengeluaran uang harus ada tanda tangan minimal dua orang pejabat yang berwenang. “Meski Plt Sekda, kewenangan tidak boleh segala-galanya, misalkan pengeluaran uang harus ditanda-tangani beberapa orang, tidak tunggal. Lalu pembayaran tidak berupa cek, tapi masuk ke rekening penerima,” jelas Marukan.
Lalu, untuk mengisi kekosongan kas daerah, Marukan mencari sumber-sumber pendanaan pada pemerintah pusat dan pihak-pihak terkait. Bulan November-Desember 2004, dia berhasil memperoleh pinjaman sekitar Rp30 miliar. Dana itu kemudian digunakan untuk membayar gaji pegawai. Pembayaran gaji tidak dapat dilakukan sekaligus namun dicicil. Pembayaran sekitar 15% sampai 40%. Begitu juga pembayaran proyek-proyek yang telah berjalan, sekitar 20% sampai 50%. Sampai-sampai waktu itu warga masyarakat memberi gelar Marukan sebagai “panglima janji”. Kalau setiap kali ada yang datang menagih ke Pemerintah Kabupaten Lamandau, dia katakan bilang gampang nanti dibayar. Begitu saat pembayaran, yang dibayar ternyata sedikit, kadang masih menunggak. Warga masyarakat sempat ribut, wakil rakyat di DPRD juga tidak percaya. Meja kerjanya sempat jadi sasaran kemarahan.
Akhirnya Marukan menyerah dan menjalani proses pemeriksaan di kejaksaan. Pasalnya, banyak warga masyarakat yang melapor ke kepolisian dan kejaksaan gara-gara gagal memperoleh pembayaran. Kemudian perkara ini sampai menyeret Bupati Bustani DJ Mamud sebagai tersangka. Sehingga, tidak ada pejabat yang berwenang penuh. Memang masih ada wakil bupati yang bisa menggantikan bupati. Wakil bupati tampaknya sosok yang terlalu hati-hati. Padahal, berhadapan dengan perkara seperti ini harus ada keberanian dan tindakan cepat.
Sebagai putera daerah, Marukan berprinsip tiada rotan akar pun berguna. Dia mengambil-alih penuntasan kasus dan perkara yang ada. Padahal waktu itu proses pengusulan Marukan menjadi Sekda definitif belum keluar.  Melihat peran Marukan yang semakin menguat, ada pihak yang senang dan ada pula pihak yang kurang senang. Namun akhirnya dia diangkat dan dilantik  menjadi Sekretaris Daerah Kabupaten Lamandau pada 29 Mei 2006.

B.    Menjadi Sekretaris Daerah Sampai Terpilih dalam Pilkada 2008
Sebagai Sekda definitif, kewenangan menjadi lebih luas. Marukan pun melaksanakan kewenangan administraitf dengan baik dan penuh kehati-hatian. Berkat kedisiplinan dan kehati-hatiannya, utang gaji pegawai dan pembayaran proyek-proyek pembangunan dapat terlunasi. Dia semakin percaya diri mengemban amanah sebagai Sekda Kabupaten Lamandau.
Mengingat jabatan Sekda bukan jabatan politik menjadikan kiprah Marukan di tengah-tengah pemerintahan dan masyarakat cukup bebas. Terlebih tidak tidak ada Bupati, yang ada Wakil Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Lamandau. “Usai kegiatan pemerintahan, saya sering turun langsung ke desa-desa bagi-bagi sembako. Saya juga aktif di kegiatan-kegiatan gereja, ikut sembahyang dan bagi-bagi Alkitab, ikut perayaan paskah dan Natal,” terang Marukan mengenai aktivitasnya sebagai Sekda Kabupaten Lamandau.
Melihat kiprah sosial Marukan yang semakin kuat, ada saja yang menganggap dirinya mulai melakukan gerakan politik untuk mempersiapkan diri mengikuti pemilihan kepala daerah pada tahun 2008. “Waktu itu sempat ditulis di koran lokal. Apalagi ketika saya ikut orang menyumbang. Ah, saya hanya murni mau ibadah. Rupanya saya dicurigai ingin jadi bupati,” tutur Marukan yang mengaku bahwa segala langkahnya ketika itu hanya untuk kemajuan masyarakat Lamandau.
Marukan melihat ada gelagat orang-orang politik lokal yang kasak-kusuk untuk maju ke Pilkada 2008 dengan ‘menyingkirkan’ orang-orang yang tidak disukainya lewat embusan isu-isu yang tidak sedap. Sampai-sampai dia berkesimpulan bahwa orang-orang semacam ini juga tidak pantas menjadi pemimpin.
Dan Marukan pun terpanggil untuk melihat peluang berkompetisi pada Pilkada 2008 yang langsung di tangan rakyat. Waktu itu nama-nama yang sempat beredar di tengah-tengah masyarakat Lamandau adalah Regol Cikar (Pejabat Bupati Lamandau 2002-2004), tokoh masyarakat Mozes Pause, dan beberapa nama yang sudah populer. Nama Marukan belum santer disebut-sebut.
Tahun 2006 Marukan melakukan survai ringan. Hasil survai itu menyebutkan bahwa nama-nama yang cukup populer tadi justru anjlok. “Saya mendapat suara 26%. Sementara Pak Mozes belasan persen dan Pak Regol hanya 10%. Meski belum 30%, perolehan saya pada survai itu cukup tinggi. Kenapa peroleh saya tinggi? Mungkin sebagian warga masyarakat melihat kiprah saya di pemerintahan dan di tengah-tengah masyarakat. Saya lanjutkan aktivitas tersebut. Usai dari kantor jam dua siang, saya langsung kabur ke tengah-tengah masyarakat,” ujar Marukan. Namun hasil survai tersebut cukup disimpan saja buat dirinya.
Tahun 2007, Marukan kembali melakukan survai. Hasilnya, dia meraih suara sekitar 36%. Lalu pada survai berikutnya dia memperoleh lebih dari 40%. Dan, menjelang Pilkada 2008, suara Marukan sudah mendekati 50%. Melihat gelagat positif hasil survai, Marukan memberanikan diri mencalonkan diri pada Pilkada Kabupaten Lamandau yang digelar pada 8 Mei 2008. Memberanikan diri menerima pinangan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan.
Dengan menggandeng Calon Wakil Bupati H. Sugiyarto, Marukan bersaing menarik simpati rakyat Lamandau dengan dua pasangan lain, masing-masing pasangan Drs. Hasanudin - Mozes  Pause dan Perdie – Misripah. Setelah pencoblosan pada 8 Mei 2008 yang diikuti rekapitulasi oleh KPU Kabupaten Lamandau, pasangan Marukan – Sugiyarto memperoleh 14.418 suara dari 39.410 orang yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Kabupaten Lamandau.
Lalu pada tanggal 21 Juli 2008, melalui sidang paripurna DPRD Kabupaten Lamandau, Marukan Hendrik dan Sugiyarto dilantik oleh Gubernur Kalimantan Tengan (atas nama Menteri Dalam Negeri) sebagai Bupati dan Wakil Bupati Lamandau periode 2008-2013.

C.   Membangun Lamandau dengan Kebersamaan dan Kerja Keras
Untuk memimpin dan memajukan masyarakat Kabupaten Lamandau, pasangan Marukan – Sugiyarto mengusung visi “Terwujudnya kesejahteraan masyarakat Kabupaten Lamandau dan terselenggaranya tata kelola kepemerintahan yang baik, bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) yang dilandasi keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Visi tersebut kemudian dijabarkan ke dalam 8 (delapan) misi pembangunan sebagai berikut:
·         Mengembangkan ekonomi kerakyatan dengan cara memperkuat dan meningkatkan perekonomian melalui pengembangan dan diversifikasi usaha masyarakat di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perkebunan dengan memperkuat peran UKM dan koperasi serta industri kecil.
·         Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pembangunan pendidikan yang berkualitas mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan Perguruan Tinggi.
·         Mewujudkan pola hidup sehat masyarakat mulai dari kota dan dikembangkan sampai ke desa-desa.
·         Menciptakan ketentraman, keamanan dan kenyamanan masyarakat Kabupaten Lamandau.
·         Membuka keterisolasian daerah pedesaan dan kecamatan agar berkembang dan menyerap manfaat pembangunan serta kelancaran arus angkutan penumpang umum dan distribusi barang/jasa.
·         Meningkatkan martabat masyarakat Kabupaten Lamandau melalui keterlibatan aktif dalam berbagai kegiatan –baik antar-daerah kabupaten, antar-provinsi maupun tingkat nasional.
·         Mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik, bebas dari KKN menuju pembangunan yang berkelanjutan.
·         Menumbuh-kembangkan kehidupan antar-umat beragama agar mempunyai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Berangkat dari visi-misi tersebut ditambah pengalaman pahit kesalahan adiministrasi pemerintahan pada rentang waktu 2002-2007, Marukan langsung bekerja keras membenahi administrasi pemerintahan, mulai dari pengelolaan aset, inventarisasi aset sampai tanggung jawab administrasi. Dalam hal inventarisasi aset misalkan, dia mengirimkan aparataur terkait untuk mengikuti pelatihan pengelolaan aset secara benar dan tertib.
“Pengelolaan tertib administrasi, inventarisasi aset atau barang secara benar sangat tergantung pada rasa tanggung jawab dan sikap yang sungguh-sungguh dari seluruh aparat pengurus dan penyimpangan barang. Karena itu para pengurus barang harus dapat mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat di tempat kerja masing-masing. Kegiatan itu dilakukan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan untuk menciptakan efektivitas dan efisiensi serta profesionalisme pengurusan aset,” jelas Marukan.
Kemudian, Marukan berusaha pula memeratakan pembangunan di seluruh wilayah Kabupaten Lamandau, misalkan penganggaran pembangunan jalan-jalan di desa-desa yang masih sulit terjangkau. Di era kepemimpinannya, Pemerintah Kabupaten Lamandau menganggarkan miliaran rupiah untuk membangun jalan antar-desa dan antar-kecamatan guna membuka keterisolasian. Dia mengapresiasi rakyat Lamandau yang telah bersatu dan bahu membahu membangun segala aspek kehidupan bermasyarakat sesuai dengan asas demokrasi.
Jika dalam perjalanannya terdapat perbedaan, maka hal itu merupakan kewajaran dan mencerminkan dinamika organisasi. Marukan mengatakan, perbedaan itu harus menjadi sebuah kekuatan, bukan justru melemahkan. Adanya perbedaan harus dicari solusi terbaik bagi setiap pemecahan permasalahan yang ada, sehingga ketemu jalan keluar. "Untuk itu semua elemen masyarakat bekerja sesuai dengan asas-asas demokrasi, jika terdapat suatu perbedaan itu hal yang wajar. Namun mari kita jadikan perbedaan itu menjadi kekuatan, bukannya malah menjadi kelemahan," pinta Marukan.
Dia meminta warga masyarakat Kabupaten Lamandau agar setiap masalah yang timbul diselesaikan secara arif dan bijaksana, sehingga semua pihak merasa diuntungkan dengan tetap memperhatikan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Sebesar apapun permasalahan yang timbul, bila ada itikad baik untuk diselesaikan maka pasti terselesaikan.
Marukan sangat berharap peran aktif warga masyarakat Lamandau dalam membangun daerahnya. Karena, menurutnya, tanpa peran aktif warga masyarakat Lamandau yang waktu itu masih tertinggal akan sulit mengejar ketertinggalannya dibandingkan daerah-daerah lain.
“Di awal kepemimpinan, saya siapkan data dan masukan ke Menteri Pembangunan Daerah Teringgal dan memperoleh respon positif sehingga kami mendapat banyak bantuan untuk membangun infrastruktur yang masih sangat kurang. Tak berapa lama, kami mampu keluar dari status tertinggal. Kami butuh kerja keras dari pemerintah dan warga masyarakat mengingat ketika itu masih kabupaten percobaan, masih dibayang-bayangi akan dikembalikan menjadi kecamatan. Ternyata dalam perkembangan, grade kami cukup baik dibandingkan daerah-daerah lain yang bersama-sama baru mekar. Istilah percobaan itu pun sudah hilang,” papar Marukan.
Sekali lagi, dengan pemandu visi-misi, Marukan memprioritaskan pembangunan Lamandau di bidang infrastruktur, pendidikan, kesehatan, ekonomi, perhubungan, dan kelistrikan. Khusus di bidang pemerintahan dia menekankan upaya peningkatan pelayanan publik.           
Melalui langkah-langkah sederhana tadi, Kabupaten Lamandau memperoleh nilai dan kesan yang cukup baik. Dan warga masyarakat Lamandau merasakan berbagai kemudahan di bidang transportasi, pendidikan dan kesehatan.

D.   Terpilih Kembali pada Pilkada 2013
Tak terasa masa pengabdian lima tahun sebagai Bupati Lamandau segera memasuki tapal batas pada pertengahan 2013. Telah banyak torehan manfaat pembangunan yang bisa dirasakan oleh rakyat-masyarakat Lamandau. Dapat dirasakan lantaran Pemerintah Kabupaten Lamandau mengusung motto “Bahaum Bakuba” yang bermakna selalu bermusyawarah atau bermufakat tanpa membedakan agama, suku, warna kulit dan golongan. Artinya, bahwa dalam membangun ataupun menyelesaikan persoalan senantiasa ditempuh melalui jalan musyawarah. Dan setiap hasil musyawarah menjadi tanggung jawab bersama yang dilakukan dengan hati yang tulus suci dan ikhlas dalam mengabdi kepada negara dan bangsa tercinta.
Memasuki tahun 2013, suhu politik lokal Kabupaten Lamandau mulai menghangat. Banyak kalangan mulai kasak-kusuk hendak mencalonkan diri untuk memimpin Lamandau lima tahun berikutnya. Muncullah pasangan calon bupati dan calon wakil bupati Drs. Havter dan H. Tohir Hamzah melalui jalur independen. Lalu koalisi partai politik PDK, PPN, PPPI dan Partai Hanura mengusung pasangan Cristopel Tulus dan Yusup Ahmad Noor.
Lantas pada detik-detik terakhir jelang penutupan pendaftaran, 10 Januari 2013, Marukan yang tetap berpasangan dengan Sugiyarto mendaftarkan diri ke KPU Kabupaten Lamandau di Nanga Bulik. Pasangan calon Bupati dan calon Wakil Bupati Lamandau yang diusung koalisi tujuh partai politik (Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia [PDI] Perjuangan, Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan [PPP], Gerindra, PKPI dan Partai Amanat Nasional [PAN]) itu mendaftar sekitar pukul 22.10 WIB tangggal 9 Januari 2013.
Kedatangan pasangan Marukan – Sugiyarto diiringi rombongan para pimpinan parpol dan simpatisan. Berbeda dari dua pasangan calon lain, Marukan-Sugiyarto (MAS) tidak hanya diantar parpol dan simpatisannya, tapi juga istri masing-masing calon Ny Maria Neva Merliana dan Ny Endang Rustiningsih Sugiyarto.
Tepat pukul 22.10 WIB, rombongan MAS tiba di kantor KPU. Keduanya kompak mengenakan kemeja putih dengan jas abu-abu gelap. MAS juga jadi satu-satunya pasangan calon yang diiringi massa terbanyak, sehingga membuat aula KPU penuh sesak.   
Setelah melalui beberapa proses administrasi dan pengambilan nomor urut peserta, KPU Kabupaten Lamandau kemudian menetapkan nomor urut 1 pasangan Drs. Havter dan H. Tohir Hamzah, nomor 2 pasangan Marukan-Sugiyarto, dan nomor urut 3 pasangan Cristopel Tulus dan Yusup Ahmad Noor. Ketiga pasangan tersebut kemudian bersaing memperebutkan suara rakyat Lamandau pada saat pencoblosan tanggal 4 April 2013.
Setelah melalui proses rekapitulasi mulai dari tingkat TPS, pada pertengahan April 2013, KPUD Kabupaten Lamandau menetapkan pasangan Marukan-Sugiyarto sebagai pemenang dengan perolehan suara 59,94% dari 35.811 orang pemilih (Daftar Pemilih Tetap). Dua kandidat lainnya memperoleh 35,99% (pasangan Drs. Havter dan H. Tohir Hamzah) dan 4,07% untuk pasangan Cristopel Tulus dan Yusup Ahmad Noor.  
Namun pasangan Marukan-Sugiyarto tidak lasung melenggang kembali dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Lamandau periode 2013-2018. Pasalnya, pada akhir April 2013, pasangan Havter - Tohir Hamzah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Selaku Pemohon dalam perkara nomor 41/PHPU.D-XI/2013 tersebut pasangan Havter-Tohir menggugat Berita Acara (BA) Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilukada Kabupaten Lamandau Nomor 173/BA/IV/2013 bertanggal 11 April 2013, yang dinilai dihasilkan dari proses Pemilukada yang penuh dengan pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM), yang dilakukan oleh Pihak Terkait, Pasangan Calon Petahana Marukan Hendrik - Sugiyarto, bersama dengan Termohon dalam perkara ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Lamandau.
Setelah melakukan beberapa kali sidang pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan oleh Pemohon, Termohon dan Pihak Terkait, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak permohonan yang diajukan Pasangan Calon Havter - M Tohir Hamzah. Putusan penolakan dilakukan dalam sidang pengucapan putusan perkara Sengketa Pemilukada Kabupaten Lamandau pada tanggal 8 Mei 2013 di Jakarta. Dengan ditolaknya seluruh gugatan dari penggugat, maka putusan KPU Lamandau yang menetapkan Petahana Marukan-Sugiyarto sebagai pasangan calon Bupati dan wakil Bupati Lamandau periode 2013-2018 terpilih telah sah menurut hukum.
Selanjutnya, melalui Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kabupaten Lamandau pada tanggal 22 Juli 2013, Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang melantik Ir Marukan dan Drs H Sugiyarto sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lamandau periode 2013-2018. Pelantikan kepala daerah juga dirangkai dengan pelantikan Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Kabupaten Lamandau oleh Ketua TP-PKK Provinsi Kalteng Ny Moenartining Teras Narang.
Gubernur yang tiba dengan helikopter tepat pukul 09.00 WIB di Nanga Bulik disambut sejumlah pejabat setempat. Pelantikan dihadiri Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalteng Abdul Razak, unsur FKPD Provinsi, anggota DPD RI perwakilan Kalteng Hamdani, mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh, mantan Bupati Lamandau Regol Cikar, Bupati dan Wabup Kotawaringin Barat, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, serta pimpinan SKPD provinsi ataupun kabupaten.
Usai melantik dan mengambil sumpah janji jabatan, Gubernur Agustin Teras Narang berpesan agar kepala daerah terpilih melaksanakan tugas sebaik-baiknya. Dia juga mengingatkan, meskipun menganut otonomi daerah, seorang pemimpin tidak boleh mementingkan kehendaknya sendiri. Karena semua upaya dilakukan dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat bagi kemajuan bersama.
Gubernur juga menekankan bahwa tugas kepala daerah adalah melayani. "Saya percaya Bapak Marukan dan Bapak Sugiyarto adalah pilihan rakyat yang akan melayani dan memberikan yang terbaik untuk kesejahteraan masyarakat Lamandau," ujarnya.
Pelantikan di Lamandau kali ini boleh dibilang istimewa. Pasalnya, Marukan dan Sugiyarto merupakan pasangan yang setia sejak periode pertama (2008-2013) memimpin dan kembali dipercaya untuk lima tahun berikutnya. Tentu keduanya memahami benar karakter masing-masing dalam menempatkan  tugas pokok dan fungsi (tupoksi) sesuai tanggung jawab jabatan yang diemban.
Pada periode kedua kepemimpinannya itu, Marukan tetap mengusung visi “Terwujudya kesejahteraan masyarakat, terlaksananya tata kelola pemerintahan yang baik bebas dari KKN yang dilandasi keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dia hanya lebih menyempurnakan misi pemerintahan. Bila pada periode pertama membawa delapan misi, maka di periode kedua ini menetapkan 10 misi, yakni:
·         Membangun ekonomi kerakyatan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi penduduk miskin, angka pengangguran, sehingga masyarakat sejahtera.
·         Meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar generasi muda memiliki pengetahuan, keterampilan dan mampu mandiri.
·         Mewujudkan pola hidup masyarakat sehat agar angka harapan hidup meningkat, angka kematian ibu dan bayi menurun.
·         Menciptakan ketenteraman, keamanan dan kenyamanan masyarakat Kabupaten Lamandau secara keseluruhan.
·         Membuka keterisolasian daerah pedesaan dan kecamatan demi kelancaran angkutan penumpang, barang dan jasa.
·         Meningkatkan martabat masyarakat Kabupaten Lamandau melalui keterlibatan aktif dalam berbagai kegiatan olah raga, adat dan budaya.
·         Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik bebas dari KKN agar pemerintah menjadi kuat, berwibawa, demokratis dan melayani.
·         Menumbuh-kembangkan kehidupan beragama agar mempunyai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
·         Menjadikan sektor pariwisata sebagai salah satu kekuatan ekonomi kerakyatan.
·         Mewujudkan kelestarian lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Salah satu misi penting kali ini adalah pembangunan berkelanjutan. Dalam pembangunan secara berkelanjutan, Pemkab Lamandau telah melakukan berbagai terobosan yang dinilai memang pantas dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan pembangunan secara merata dan bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat di Kabupaten Lamandau.
Marukan mengatakan, dalam membangun daerah tentunya harus berkelanjutan sehingga dalam suatu daerah dapat terlihat adanya pembangunan. Dan, pembangunan itu tidak hanya di dalam kota saja, tapi juga sampai pelosok-pelosok desa. Hingga kini pembangunan di Kabupaten Lamandau terus dilaksanakan baik dari infrastruktur sampai pembangunan dalam tatanan kota. Sejak 2008 sampai sekarang sudah tampak perubahan yang semakin lama semakin membaik.
Secara garis besar Lamandau telah banyak mengalami perubahan. Bukan lagi dilihat sebagai Kabupaten Pemekaran. Kabupaten Lamandau adalah kabupaten yang mampu independen dengan berbagai kepercayaan dan dukungan dari pemerintah baik pusat maupun provinsi yang telah membantu dalam hal pembangunan. Secara tidak langsung Kabupaten Lamandau ini sudah menjadi kabupaten independen dan tidak lagi mengandalkan kabupaten induk.
Menurut Marukan, semua hasil yang telah didapat semua ini adalah bukan hasil dari dirinya semata sebagai bupati atau kepala daerah saja, namun berkat dukungan semua pihak. Dan di periode kedua kepemimpinan itu, dia ingin membawa partisipasi aktif masyarakat Lamandau memasuki masa pembangunan tahap II (2013-2018). (*)

No comments:

Post a Comment