Monday, February 2, 2015

Jokowi gagal benahi JKN dan BPJS Kesehatan

* Masa aktivasi bukti kepanikan pemerintah

Jokowi gagal benahi JKN dan BPJS Kesehatan - Masa aktivasi bukti kepanikan pemerintah - Seorang warga menunjukkan kartu BPJS-nya(Foto: Istimewa)Seorang warga menunjukkan kartu BPJS-nya



 Adanya usulan masa tunggu/aktivasi kartu peserta mandiri 1 bulan, merupakan kado buruk 100 hari pemerintahan Jokowi. Tidak hanya itu, Jokowi gagal membenahi masalah JKN dan BPJS Kesehatan dalam 100 pemerintahannya.
“KIS yang diluncurkan Jokowi tidak berarti apa-apa. Kalaupun ada penambahan peserta PBI 1,7 juta (penyandang masalah kesejahteraan sosial) itu bukanlah prestasi, tapi melanjutkan kebijakan era SBY,” ujar aktivis BPJS Watch, Timboel Siregar di Jakarta, Senin (2/2/2015).
Kehadiran Peraturan BPJS Kesehatan No 4/2014 yang mensyaratkan aktivasi selama 7 hari merupakan hal yang harus dihapus Jokowi, selain persyaratan calon peserta mandiri punya rekening bank dan harus mendaftarkan seluruh keluarganya yang ada di KK.
Namun bukannya dihapus, pemerintah Jokowi melalui Menko Perekonomian malah mengusulkan masa aktivasi peserta mandiri menjadi 1 bulan. Kata Timboel, adanya masa aktifasi merupakan pelanggaran serius terhadap isi pasal 20 ayat (1) UU 40/2004 tentang SJSN yang berbunyi “Peserta Jaminan Kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya telah dibayar oleh pemerintah.”
Ini artinya calon peserta mandiri yang sudah bayar iuran telah menjadi peserta BPJS Kesehatan dan berhak mendapat pelayanan dari BPJS Kesehatan. Sama seperti PBI yang sudah dibayarkan pemerintah via APBN maka secara otomatis mendapat pelayanan.
Pemerintah lanjut ia, harus menyadari bahwa BPJS Kesehatan bukan asuransi swasta yang memberlakukan masa aktivasi. Itu orientasi profit, sementara BPJS Kesehatan adalah institusi nirlaba. “Adanya usulan tetap memberlakukan aktivasi dan malah berencana menambah waktu aktivasi tersebut merupakan bukti kepanikan dan ketakutan pemerintah Jokowi terhadap masalah kemampuan BPJS Kesehatan melaksanakan kewajibannya,” tegas ia.
Harusnya pemerintah Jokowi menambah pemasukan untuk BPJS melalui penambahan iuran untuk PBI (jumlah iuran dan jumlah peserta), menaikkan plafon iuran pekerja formal dan PNS, TNI, Polri dari 2 PTKP menjadi 4 PTKP, meningkatkan pengawasan dan sanksi sehingga peserta disiplin membayar (termasuk pemda-pemda yang mengikutkan jamkesda ke bpjs Kesehatan), serta mengaktifkan BPRS (badan pengawas RS) dan meningkatkan kualitas verifikator sehingga meminimalisasi pelanggaran etika dan korupsi yang dilakukan RS.
“Adanya masa aktivasi ini membuktikan bahwa Jokowi telah mengorbankan rakyat sebagai peserta mandiri untuk mendapatkan hak konstitusionalnya,” tukas Timboel. (http://www.lensaindonesia.com)

No comments:

Post a Comment