Thursday, August 27, 2015

Peneliti: Bantuan Sosial tak tepat sasaran

* BANTUAN SOSIAL

Peneliti: Bantuan Sosial tak tepat sasaran

Bantuan sosial yang diberikan pemerintah kepada masyarakat miskin selama ini dinilai tak tepat sasaran. Temuan ini disampaikan oleh Lead Researcher Reality Check Approach (RCA+), Sherria Ayuandini, kepada KONTAN, Jumat (21/8). Temuan ini menggunakan metode penelitian kualitatif eksperimental guna mendapatkan pandangan masyarakat miskin di berbagai desa miskin Indonesia.

"Masih banyak sekolah di desa menuntut para siswa memakai lima macam seragam, merah putih Rp 120.000, Batik Rp 90.000, Olah Raga Rp 65.000, Pramuka Rp 140.000, dan yang terbaru seragam Agama seharga Rp 130.000 totalnya Rp 540.000, sedangkan bantuan siswa miskin (BSM) hanya Rp 450.000 pertahun untuk anak SD," ungkap Sherria.
Setiap tahun, orang tua harus memikirkan uang untuk membeli seragam sekolah karena seragam tahun lalu tidak muat lagi akibat pertumbuhan anak. "Walaupun sekarang katanya sekolah itu gratis, pengeluaran seperti ini semakin memberatkan masyarakat," tambah Sherria.

Program Keluarga Harapan (PKH), menurut hasil penelitian RCA+, juga masih tidak tepat digunakan oleh masyarakat. Seorang ibu di Gorontalo selalu khawatir tidak bisa memanfaatkann uang PKH dengan baik. "Si Ibu khawatir jika tidak menggunakan uang dengan baik, uang PKH-nya akan di potong. Sehingga setiap 3 bulan sekali, Si Ibu membeli sepatu baru untuk anaknya. jadi ada empat sepatu dalam 1 tahun," jelas Sherria.

Bantuan beras miskin (Raskin) pun sama. Dengan kualitas yang rendah banyak masyarakat mengunakan raskin untuk makan ternak, alih-alih dikonsumsi sehari-hari. "Sayangnya raskin itu masih dibagi merata kesemua orang, bahkan masyarakat yang tergolong berada," kata Sherria. Adapun bagi masyarakat yang berada di daerah pegunungan, akan senang bila diberikan ikan daripada beras karena ikan lebih susah didapatkan.

Selanjutnya berdasarkan temuan RCA+ di lapangan, kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) ditinggalkan oleh masyarakat miskin. Masyarakat lebih memilih menggunakan obat tradisional atau pergi ke dukun. Kesulitan dan birokrasi yang berbelit untuk menggunakan Jamkesmas di daerah, membuat masyarakat meninggalkan Jamkesmas. Persepsi masyarakat atas kualitas obat Jamkesmas yang rendah, membuat masyarakat memilih untuk tidak menggunakan Jamkesmas.

Asal tahu saja, RCA+ meluncurkan lima hasil penelian yang telah dilakukn sepanjang Februari-Juni 2015 dengan judul Understanding Poverty from the Perspectives of People Living in Poverty: Indonesia, February 2015. Understanding Social Assistance from the Perspectives of People living in Poverty, March 2015. Reality Check approach Report People’s Views and Experience of the National Social Assistance Programmes, March 2015. Reality Check approach Report ‘Education Study in Tanah Papua’ 2015. Reality Check Approach ‘Perspectives and experiences of international migrant workers and their families’, June 2015.
sumber: http://nasional.kontan.co.id/

No comments:

Post a Comment