"(Ikut JKN)
secara menyeluruh kini ada 9 Rumah Sakit pemerintah yang surplus dan positif
balance", kata Menkes (Liputan6.com)
Meminjam istilah anak muda sekarang, pernyataan Ibu Nafsiah
Mboi itu tidak mainstream, tidak lazim. Ditengah pemberitaan pers yang
menyuarakan ruginya Rumah Sakit akibat ikut BPJS (JKN). Biang kerok kerugian RS
akibat rendahnya tarif INA CBGs. Istilah kerennya, INA CBGs tidak sesuai dengan
tarif keekonomian.
Saya mau cerita sedikit tentang JKN, INA CBGs dan kisah
surplus ini. Eh, istilah "surplus" sengaja dipakai untuk memperhalus
kalimat. Konon tak elok dan tidak etis jika Rumah Sakit dibilang
"untung". Tapi kalau RS rugi kok tidak lazim disebut
"minus" saja ya? Kisah surplus rumah sakit setelah bekerjasama dengan
BPJS sudah pernah saya dengar sebelum Ibu Menkes membuat pernyataan di media.
Saya beruntung mendengar langsung cerita surplus Rumah Sakit yang melayani
pasien JKN dari Direkturnya. Hari itu Sabtu (25 Januari 2014), saya hadir
sebagai pembicara satu-satunya pada seminar "online marketing to maximize
branding hospital and achieve target" yang diinisiasi Persi Banten.
Sebelum acara dimulai, saya ngobrol satu meja tentang JKN dan INA CBGs dengan
dr. Mulyadi (RS Premier Bintaro, Ketua Persi Banten) dan dr. ediansyah
(Direktur RS Annisa Tangerang). Sampai saat ini saya masih ingat betul
pernyataan menarik yang disampaikan dr Edi.
"Dengan paradigma positif menghadapi JKN, RS kami tidak
rugi melayani pasien JKN, malah surplus. Untung!"
Ini pernyataan tidak mainstream, nggak lazim. Karena di
seberang meja, lamat-lamat saya mendengar keluhan rugi dari rumah sakit yang
bekerjasama dengan BPJS. Karena penasaran, saya tentu bertanya bagaimana RS
Annisa Tangerang bisa surplus dengan tarif INA CBGs saat ini. Ahli INA CBGs
Persi Banten ini (begitu dr Mulyadi menjuluki dr Edi) ternyata tidak pelit
berbagi pengalaman. Ketika BPJS akan diterapkan dimana banyak Rumah Sakit lain
hanya menunggu ditengah kebingungan, RS Annisa berpikir positif bahwa program
JKN baik untuk pasien, baik juga untuk rumah sakit. RS Annisa berisiatif
mempelajari aplikasi INA CBGs yang nantinya bakal jadi sistem kendali mutu
kendali biaya JKN. Bahkan tidak tanggung-tanggung, selain dari National Casemix
Center Kementerian Kesehatan, RS Annisa belajar langsung dari sumber aselinya
pakar dari Malaysia.
Setelah merasa tuntas belajar, dr Edi melakukan simulasi
pelaksanaan tarif JKN. Simulasi dilakukan pada sebanyak 1208 pasien Jamsostek
pada periode Januari - Mei 2013 terhadap diagnosa yang memiliki kode INA CBGs.
Dengan sistem pareto, simulasi dilakukan dengan cara membandingkan antara
actual cost RS dengan tarif INA CBGs. Dari pembandingan kedua tarif tersebut
didapatkan daftar diagnosa yang dikategorikan minus besar, minus kecil, BEP,
dan surplus.
Ternyata dari simulasi secara cermat didapatkan fakta bahwa
jika pasien BPJS (JKN) dilayani dengan pola Jamsostek, maka RS Annisa secara
keseluruhan memperoleh peningkatan pendapatan 10,55 persen.
Bagaimana taktik RS Annisa agar melayani pasien JKN dan bisa
surplus? Diagnosa penyakit yang bertarif INA CBGs dibawah unit cost
diefisienkan (baca: dibuat) BEP. Yaitu dengan cara dr Edi dkk melakukan strategi
efisiensi, memperbaiki coding agar ina cbgs optimal, menyusun clinical pathway,
negosiasi jasa medis, dan selektif untuk severity level III.
Dan hasilnya setelah dilakukan efisienkan pelayanan bedah
dengan mencapai break event point (BEP) seperti pada sectio cedaria,
hemorroidectomi, herniatomi, dll maka RS Annisa mampu dapatkan selisih antara
tarif INA CBGs dan jamsostek meningkat menjadi 49,97 persen. Malah ketika mampu
efisienkan pelayanan intensif (ICU) dan lebih selektif dalam rawat inap, RS bisa
meningkat selisih pendapatan hingga 55,34 persen.
Begitulah, dr Edi dkk di RS Annisa boleh bernafas lega
karena paradigma positif terhadap JKN berbuah manis. RS Annisa Tangerang dengan
percaya diri memasang spanduk diberbagai tempat,"siap terima pasien
JKN". RS Annisa adalah Rumah Sakit kelas C milik swasta, tanpa subsidi dan
tarifnya pun jauh lebih kecil dibandingkan RS kelas B apalagi kelas A. Tetapi
dalam pelaksanaannya, RS Annisa mampu membuktikan bahwa bekerjasama dengan BPJS
dan melayani pasien JKN tidak rugi atau bangkrut. Sebaliknya, sekali lagi
seperti istilah dr Ediansyah, paradigma positif terhadap JKN menjadikan RS
Annisa mendapatkan untung, eh surplus!
Sstt.. Saya dapat bisik-bisik tetangga yang menggembirakan,
konon rata-rata klaim tagihan RS Daerah (Kelas C dan B) se-Jawa Tengah kepada
BPJS pada bulan Januari dalam posisi surplus. Ahh, lagi-lagi nggak mainstream
nih. Alhamdulillah.... (http://anjarisme.blogspot.co.id/2014/03/karena-bpjs-jkn-rumah-sakit-rugi-tapi.html)
No comments:
Post a Comment