Tuesday, December 24, 2013

Gelar BPJS, Pusat dan Daerah Harus Bersinergi



Untuk mencapai Universal Health Coverage pada 2019.

Salah satu tujuan pelaksanaan BPJS Kesehatan adalah menggelar layanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia atau mencapai Universal Health Coverage (UHC). Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Armida Alisjahbana, mengatakan lewat BPJS Kesehatan pemerintah menargetkan UHC tercapai pada 2019. Dalam waktu waktu singkat para pemangku kepentingan harus melakukan upaya nyata untuk mencapai target. Karena itu Pusat dan daerah harus bersinergi.

Dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) di bidang kesehatan, salah satu yang disasar pemerintah adalah persiapan pelaksanaan BPJS Kesehatan sebagai implementasi dari SJSN. Menurut Armida, RPJMN periode 2010-2014 itu rampung disusun sebelum UU BPJS diterbitkan. Dalam rancangan itu, ada sejumlah hal yang harus dilakukan. Antara lain penguatan pelayanan kesehatan promotif dan preventif, penguatan regulasi seperti tarif, rujukan, informasi dan transformasi.

Ditambahkan Armida, dalam pembangunan itu pembagian kewenangan pemerintah pusat dan daerah harus diperkuat. Misalnya, Pemda menyiapkan fasilitas dan tenaga kesehatan. Lalu, dukungan dana operasional pelayanan kesehatan. “Mendorong komitmen daerah (provinsi/kabupaten/kota),” katanya dalam acara Integrasi Jamkesda Dalam SJSN dan Persiapan Peluncuran BPJS di Jakarta, Selasa (17/12).

Armida menjelaskan kesiapan itu harus dilakukan untuk menghadapi permintaan atas pelayanan kesehatan dari peserta. Seperti Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan dasar dan RS milik pemerintah selaku penyedia pelayanan kesehatan rujukan. Juga tenaga kesehatan seperti dokter umum dan gigi, bidan serta perawat. Dalam memantau persiapan pelaksanaan BPJS Kesehatan, Armida mengatakan Wapres Boediono sudah melakukan pengecekan ke lapangan. Walau begitu Wapres akan melakukan cek ulang ke lapangan untuk memastikan persiapan itu berjalan baik sebelum BPJS Kesehatan diluncurkan 1 Januari 2014.

Terkait anggaran, Armida menandaskan untuk tahun depan pemerintah telah mengalokasikan subsidi iuran bagi peserta golongan PNS, POLRI, TNI dan penerima bantuan iuran (PBI). Total anggaran yang dialokasikan dari APBN mencapai Rp28,3 triliun. Selain itu pemerintah juga mengangarkan dana untuk peningkatan pelayanan dan fasilitas kesehatan.

Untuk mencapai UHC, Armida mengatakan penting untuk mengintegrasikan program Jamkesda ke BPJS Kesehatan. Menurutnya integrasi itu bukan hanya mengalihkan peserta, tapi juga sinergisitas dalam memenuhi kebutuhan fasilitas dan tenaga kesehatan di daerah.

Bagi Armida, Jamkesda penting untuk diintegrasikan ke BPJS Kesehatan karena Jamkesda sifatnya berdiri sendiri dan anggarannya diambil dari APBD. Sehingga pelaksanaan Jamkesda tergantung pada komitmen Pemda. Serta ketersediaan dana, bukan berdasarkan aktuaria. Payung hukum pelaksanaan Jamkesda pun dirasa tidak jelas dan manfaat yang diterima peserta di berbagai daerah berbeda-beda.

Sesuai dengan peta jalan BPJS Kesehatan, Armida mengatakan pada tahun 2016 integrasi Jamkesda ditargetkan tuntas. Ia menghitung waktu efektif yang tersedia untuk menyiapkan integrasi itu hanya 2 tahun. Jangka waktu tersebut menurut Armida sangat singkat sehingga menuntut pihak terkait bekerja keras. “Jadi kita harus upayakan (integrasi Jamkesda,-red) agar sistematis dan berjalan baik,” paparnya.

Atas dasar itu dalam mengintegrasikan Jamkesda ke BPJS Kesehatan Armida mengusulkan beberapa langkah. Yaitu pada tahun 2014 harus dilakukan analisa dan pemetaan. Seperti mengidentifikasi potensi kepesertaan yang disponsori APBD. Untuk melakukan hal itu perlu triangulasi dengan data calon PBI dari pemerintah pusat. Kemudian, identifikasi keseriusan daerah untuk bergabung dengan BPJS Kesehatan. Serta pemetaan kapasitas fiskal.

Setelah itu pada 2015-2016, Armida berharap terjadi proses transfer peserta Jamkesda ke BPJS Kesehatan. Mengingat pelaksanaan Jamkesda sangat variatif, maka proses integrasi tidak dapat dilakukan dengan satu cara. Misalnya, Jamkesda yang selama ini dikelola PT Askes tergolong mudah diintegrasikan karena yang dibutuhkan hanya penyesuaian besaran iuran. Tapi untuk Jamkesda yang dikelola oleh badan hukum selain PT Askes maka proses migrasi dilakukan secara bertahap.

Tak ketinggalan Armida juga mengusulkan agar dibentuk rencana aksi guna menjalankan konsep tersebut. Ia melihat DJSN sangat berperan mematangkan rencana itu. Sehingga dapat dibentuk rencana aksi yang lebih detail dan kongkrit terkait integrasi Jamkesda ke BPJS Kesehatan. Menurutnya, proses integrasi itu membutuhkan koordinasi yang kuat antara pusat dan daerah. “Jadi antara pusat dan daerah harus bersinergis. Baik soal penganggaran dan lainnya,” tuturnya.

Sementara Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri, Yuswandi A Tumenggung, mengatakan selama ini sudah dilakukan pembagian kewenangan antara pusat dan daerah di bidang kesehatan. Misalnya, pemerintah pusat menyelenggarakan program Jamkesmas, Jampersal dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Sedangkan pemerintah daerah menggelar program Jamkesda yang ditujukan untuk masyarakat daerah yang tidak tercakup Jamkesmas. Kemudian, membangun Puskesmas, RS dan pengadaan alat kesehatan. Ia mencatat dalam kurun 2011-2013, APBD yang dialokasikan untuk bidang kesehatan di setiap daerah rata-rata mendekati 10 persen.

Menjelang 2014, Yuswandi menyebut pemerintah pusat mendorong proses integrasi program Jamkesda ke BPJS Kesehatan. Upaya itu telah dituangkan dalam sejumlah peraturan seperti Permendagri No.27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014. Dalam regulasi itu Pemda dituntut konsisten mengalokasikan paling sedikit 10 persen APBD untuk bidang kesehatan. Kemudian, SE Mendagri No.440/8130/SJ tertanggal 13 November 2013 yang intinya memerintahkan Pemda melakukan percepatan pencairan dana kapitasi dari kas daerah ke Puskesmas atau RS untuk menunjang kelancaran pelayanan kesehatan.

Selain pusat dan daerah, Yuswandi menekankan antara pemerintah daerah di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota juga harus memperkuat koordinasi. Khususnya dalam rangka mengintegrasikan Jamkesda ke BPJS Kesehatan. Hal itu perlu dilakukan agar besaran iuran yang ditanggung Pemda paling minim dapat setara dengan peserta PBI yaitu Rp19.225.

Yuswandi mengatakan untuk melaksanakan hal tersebut, Pemda harus memperkuat data. Sehingga dapat diketahui mana warganya yang sudah atau belum tercakup PBI BPJS Kesehatan. “Jadi penting biar tidak ada tumpang tindih mana yang dibiayai nasional (pemerintah pusat,-red) dan daerah,” papar Yuswandi. (www.hukumonline.com)

No comments:

Post a Comment