Tuesday, December 24, 2013

Berkah Jepang Masuk Indonesia



Tahun 1942 Samaun Bakry keluar dari Penjara Sukamiskin, kembali ke Bengkulen, tak lama berselang pindah ke Jakarta, bergabung dengan Poesat Tenaga Rakyat (Poetera). Dia terus aktif berjuang bersama Empat Serangkai –Bung Karno, Bung Hatta, KH Mas Mansur dan KH Dewantara.

HAWAII, 8 Desember 1941. Angkatan udara Jepang mengebom armada Amerika Serikat (AS) dі Pelabuhan Pearl Harbor, Hawaii. Rаtυѕаn pesawat tempur Jepang memuntahkan bom dаn torpedonya kе rаtυѕаn kapal AS уаng sandar dі Pulau Oahu, Hawaii, tersebut.
Bermula tanggal 26 November 1941, sebuah armada Jepang yang terdiri dari 6 kapal induk, 2 kapal tempur, 2 penjelajah berat, 1 penjelajah ringan, 9 perusak, 8 tanker, 23 kapal selam, 5 kapal selam midget dan 414 pesawat bergerak meninggalkan Teluk Hitokappu di Kepulauan Kuril, Jepang. Armada yang dipimpin oleh Laksamana Madya Chuichi Nagumo tersebut belayar menuju Pearl Harbor tanpa melakukan hubungan radio apapun (radio silence).
Serangan pertama Jepang kе Pearl Harbor dimulai pukul 07.55 pagi dаn berlangsung selama 35 menit. Jepang menggunakan pengebom-torpedo yang dibagi menjadi grup barat dan timur dan terdiri dari 183 pesawat tempur yang berbagai jenis. Kemudian serangan kedua terjadi 1 jam setelah serangan pertama selama 1 jam lamanya yang terdiri dari 171 pesawat tempur yang dibagi menjadi 3 grup.
Jepang sudah merencanakan serangan yang ketiga, namun tidak dilaksanakan dengan alasan: pertama, dua-per-tiga kekuatan gelombang kedua dapat dilumpuhkan oleh AS. Nagumo khawatir bila gelombang ketiga dilaksanakan maka akan membahayakan kekuatan udara Jepang.
Kedua, lokasi kapal induk AS belum ditemukan. Nagumo juga tidak mengetahui berapa jumlah kekuatan udara yang dimiliki AS di Hawaii yang dapat melaksanakan serangan balasan.
Ketiga, gelombang ketiga membutuhkan persiapan yang substansial, karena setelah selesai serangan mereka akan kembali ke kapal induk Jepang pada waktu malam hari. Teknik pendaratan pesawat terbang di atas geladak kapal induk di malam hari belum ditemukan.
Keempat, persediaan bahan bakar kapal-kapal Jepang mulai menipis. Sangat berisiko apabila kapal-kapal tersebut masih berada di laut.
Dan kelima, Nagumo yakin bahwa serangan kedua telah menghancurkan Pearl Harbor dan melumpuhkan armada Pasifik di Pearl Harbor.
Hampir semua kapal terbang Amerika dimusnahkan di atas tanah. Sebanyak 12 kapal perang dan kapal lain ditenggelamkan atau rusak, 188 kapal terbang dimusnahkan, 155 telah rusak dan 2.403 orang Amerika kehilangan nyawa mereka, hanya beberapa pejuang berhasil lolos dan bertempur. Kapal perang USS Arizona diledakkan dan tenggelam, menyebabkan 1.100 orang kehilangan jiwa. Badannya diabadikan menjadi tugu peringatan kepada mereka yang tewas pada hari itu, kebanyakan dari mereka diabadikan di dalam kapal tersebut.
Menurut stasiun televisi BBC, lebih dаrі 2.400 tentara Amerika tеwаѕ, dі mana 1.000 dі antaranya tenggelam bersama kapal perang USS Arizona уаng hancur dibom. Serangan tersebut јυgа menghancurkan lima kapal perang besar уаng lain, 112 kapal kесіl, dаn 164 pesawat udara. Tiga kapal induk Amerika berhasil lolos kаrеnа раdа ѕааt pengeboman berlabuh dі tempat lain.
Sehari ѕеtеlаh serangan kе Pearl Harbor, Presiden AS Franklin Delano Roosevelt memaklumkan perang tеrhаdар Jepang. Nаmυn kehancuran armada AS dі Pearl Harbor membuat invasi Jepang kе Asia Tenggara tіdаk terbendung lagi. Hаnуа dаlаm wаktυ kurang dаrі satu tаhυn, hampir ѕеlυrυh wilayah Asia Pasifik (termasuk Indonesia) jatuh kе tangan Jepang.
Lima jam setelah serangan Jepang ke Pearl Harbor, Pemerintah Hindia Belanda mengumumkan perang terhadap Jepang. Tapan peduli pernyataan Pemerintah Hindia Belanda, Jepang pun terus melanjutkan invasinya ke Asia Tenggara.

Belanda Menyerah Kalah
Invasi Jepang ke Asia Tenggara mula-mula ditujukan ke Hongkong. Kendati Inggris mengadakan perlawanan, namun tidak berlangsung lama. Pada tanggal 25 Desember 1941, Hongkong resmi diduduki oleh Jepang. Selanjutnya Jepang menyerang Malaysia yang merupakan pusat pertahanan Inggris yang amat vital. Inggris mempertahankan Malaysia secara mati-matian, tetapi akhirnya berhasil dilumpuhkan pada bulan Februari 1942.
Berikutnya balatentara Jepang melancarkan serangan ke wilayah Birma. Dan Jepang berhasil menguasai Birma pada Mei 1942.
Balatentara Jepang terus bergerak. Mereka lantas memasuki daerah Filipina. Tentara Jepang yang dipimpin oleh Jendral Masaharu Homma mendapat perlawanan yang hebat dari tentara Amerika Serikat di bawah komandan Jenderal Douglas Mac Arthur. Namun, lambat laun pertempuran pun tidak seimbang, sampai kemudian Presiden Roosevelt memerintahkan Mac Arthur mengundurkan diri ke Australia. Sebelum meninggalkan Filipina, Mac Arthur berucap, “I shall return.
Guna mengantisipasi serangan Jepang berikutnya, negara-negara Sekutu di Asia Tenggara membentuk komando gabungan dengan nama Abdacom (American, British, Dutch, Australian Command). Komandan tertingginya dijabat oleh Marsekal Sir Archibald Wavell (Inggris), komandan angkatan laut Laksamana Thomas C. Harth (Amerika), komandan angkatan darat Letnan Jendral Hein Ter Poorten (Belanda), dan komandan angkatan udara Marsekal Richard E.C. Pierce (Australia).
Markas besar Abdacom berada di Lembang (Jawa Barat), sedangkan markas besar Angkatan Laut di Surabaya. Untuk pertahanan di laut, Sekutu membagi daerah perairan Asia Tenggara atas tiga bagian. Wilayah barat, dimulai dari Laut Cina Selatan, Laut Hindia, dan Singapura, merupakan tanggung jawab Inggris. Wilayah perairan Makasar terus ke timur menjadi tanggung jawab Amerika dan Australia, sementara Laut Jawa menjadi tanggung jawab Belanda.
Dalam serangannya terhadap Sekutu di Laut Cina Selatan, kapal Inggris Prince of Wales dan Repulse berhasil ditenggelamkan oleh 50 pembom berani mati Jepang. Setelah peristiwa itu Abdacom berantakan, komandan tertinggi, Sir Archibald Wavell, terpaksa meninggalkan Indonesia karena sudah tidak bisa dipertahankan lagi dan menyingkir ke India untuk mempertahankan India.
Berikutnya, dalam serangannya ke Indonesia, tentara Jepang memperoleh kemajuan yang amat cepat. Secara gemilang, Jepang menduduki Tarakan pada 11 Januari 1942, Palembang pada 14 Januari, Manado pada 17 Januari, Balikpapan pada 22 Januari, Pontianak pada 22 Februari, dan Bali pada 26 Februari 1942.
Dalam upaya merebut Pulau Jawa, Jepang membentuk Operasi Gurita. Gurita Barat dimulai dari Indo-Cina melalui Kalimantan Utara dengan sasaran Pulau Jawa. Sedangkan Gurita Timur dimuai dari Filipina melalui Selat Makasar menuju Jawa Tengah dan Jawa Timur. Operasi Gurita Barat tidak mengalami kesulitan mendarat di Eretan (Indramayu) dan Banten, sementara Gurita Timur harus menghadapi Sekutu dalam pertempuran laut dekat Balikpapan (Kalimantan Timur). Juga di Laut Jawa (The Battle of the Java Sea) terutama di perairan antara Bawean, Tuban, dan Laut Rembang berlangsung pertempuran selama 7 jam pada 27 Februari1942.
Untuk menghindari semakin banyak korban, terutama keluarga-keluarga Belanda yang semakin banyak memadati daerah Kalijati, Belanda terpaksa menyerah kalah terhadap Jepang pada Maret 1942 dan menanda-tangani Perjanjian Kalijati. Perjanjian itu ditanda-tangani bersama oleh Tjarda van Starkenborgh Starchouwer (Gubernur Jendral Hindia-Belanda), Jendral Hitoshi Imamura (Komandan Gurita Barat) dari Jepang dan Letnan Jendral Heindrik Ter Poorten (Panglima Tentara Belanda).
Belanda pun menyerah kalah pada balatentara Jepang. Dan sejak akhir Februari 1942, Pemerintah Militer Jepang lalu menguasai Indonesia. Kekalahan Belanda  di tangan Jepang dan masuknya Jepang menguasai Indonesia ternyata menjadi berkah tersendiri bagi seorang Samaun Bakry yang ketika itu tengah menjalani masa hukuman di Penjara Sukamiskin, Bandung. Tahun itu pula, Pemerintah Militer Jepang membebaskan Samaun dari penjara, kembali ke tengah-tengah keluarganya.
Di tengah sukacita menghirup udara kebebasan itu, Samaun dirundung duka. Tahun 1943, istrinya (Siti Maryam) meninggal dunia saat melahirkan anaknya yang kedua di Bandung yang masih berkabut. Siti Maryam dan anaknya yang kedua itu wafat bersamaan lantaran kesulitan melahirkan pada pihak ibu dan kesukaran untuk lahir pada jabang bayi.
Ditinggal istri tercinta jelas akan mempengaruhi kelangsungan pertumbuhan anaknya yang pertama Fuad yang waktu itu berusia sekitar tiga tahun. Fuad membutuhkan kehadiran seorang ibu baru yang bersedia menjadi ibu bagi anaknya dan istri bagi dirinya sebagai seorang pejuang yang hampir seluruh waktunya didedikasikan pada kepentingan bangsa dan Tanah Air. Seorang ibu yang bersedia menderita dalam perjuangan bersama guna meraih Indonesia Merdeka.
Samaun lalu menemukan sosok ibu semacam itu pada diri Nursima –seorang janda dengan tiga orang anak. Nursima menyambut Samaun sepenuh hati, merangkul dan membelai kasih anak-anak Samaun (Abd. Muis dan Fuad) yang telah piatu sebagaimana laiknya anak kandung sendiri. Dari Samaun, Nursima juga beroleh anak: Ida Farida (sekarang menjadi dokter) dan Muchlis yang meninggal di masa kanak-kanak.

Terus Berjuang dan Berjuang
Jepang datang mengaku sebagai saudara tua. Sementara, inti sarinya sama saja, menjajah dan menduduki wilayah Indonesia. Terbukti Jepang membatasi gerak dan perjuangan bangsa Indonesia. Selama masa pendudukan Jepang, bangsa Indonesia dilarang membentuk organisasi sendiri. Jepang sendiri membentuk organisasi-organisasi bagi rakyat Indonesia dengan maksud dipersiapkan untuk membantu Jepang menguasai Asia Raya. Tak pelak, organisasi-organisasi ini pada akhirnya justru berbalik melawan Jepang.
Jepang memulai dengan membentuk Gerakan Tiga A, sebuah organisasi propaganda untuk kepentingan perang Jepang. Organisasi ini berdiri pada bulan April 1942. Pimpinannya adalah Mr. Sjamsuddin.
Pembentukan organisasi Gerakan Tiga A bertujuan agar rakyat dengan sukarela menyumbangkan tenaga bagi perang Jepang. Semboyannya adalah Nippon cahaya Asia, Nippon pemimpin Asia, Nippon pelindung Asia. Untuk menunjang gerakan ini, dibentuk Barisan Pemuda Asia Raya yang dipimpin Soekarjo Wirjopranoto. Adapun untuk menyebar-luaskan propaganda, diterbitkan surat kabar Asia Raya.
Setelah kedok organisasi ini diketahui, rakyat kehilangan simpati dan meninggalkan organisasi tersebut. Pada tanggal 20 November 1942, organisasi ini kemudian dibubarkan.
Jepang terus berusaha menarik simpati rakyat dan bangsa Indonesia. Setelah Gerakan Tiga A bubar, Jepang membentuk Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) yang diumumkan ada tanggal 9 Maret 1943. Pemimpinnya adalah empat serangkai, yaitu Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan Mas Mansyur. Tujuan Poetera menurut versi Ir. Soekarno adalah untuk membangun dan menghidupkan segala sesuatu yang telah dirobohkan oleh imperialisme Belanda. Adapun tujuan bagi Jepang adalah untuk memusatkan segala potensi masyarakat Indonesia dalam rangka membantu usaha perangnya. Karena itu, telah digariskan sebelas macam kegiatan yang harus dilakukan sebagaimana tercantum dalam peraturan dasarnya. Di antaranya yang terpenting adalah memengaruhi rakyat supaya kuat rasa tanggung-jawabnya untuk menghapuskan pengaruh Amerika, Inggris, dan Belanda, mengambil bagian dalam mempertahankan Asia Raya, memperkuat rasa persaudaraan antara Indonesia dan Jepang, serta mengintensifkan pelajaran-pelajaran bahasa Jepang. Di samping itu, Poetera juga mempunyai tugas di bidang sosial-ekonomi.
Berkat kedekatannya dengan Soekarno, setelah pulang sebentar ke Bengkulen selepas dari Penjara Sukamiskin, Samaun Bakry pindah ke Jakarta. Menurut Zaidin Bakry (adik bungsu Samaun Bakry), Samaun kemudian menjadi salah seorang Anggota Rahasia Aksi Bawah Tanah yang aktif bekerja sama dengan Empat Serangkai. Pendek kata, dia terus aktif berjuang lewat Poetera --selaras dengan perjuangan yang dilakukan oleh Soekarno alias Bung Karno.
Bagi Jepang, Poetera dibentuk untuk membujuk para kaum nasionalis sekuler dan golongan intelektual agar mengerahkan tenaga dan pikirannya guna membantu Jepang dalam rangka menyukseskan Perang Asia Timur Raya. Organisasi Poetera tersusun dari pemimpin pusat dan pemimpin daerah. Pemimpin pusat terdiri dari pejabat bagian usaha budaya dan pejabat bagian propaganda.
Akan tetapi, organisasi Poetera di daerah semakin hari semakin mundur. Hal ini disebabkan, antara lain keadaan sosial masyarakat di daerah ternyata masih terbelakang, termasuk dalam bidang pendidikan, sehingga kurang maju dan dinamis; dan keadaan ekonomi masyarakat yang kurang mampu berakibat mereka tidak dapat membiayai gerakan tersebut.
Dalam perkembangannya, Poetera lebih banyak dimanfaatkan untuk perjuangan dan kepentingan bangsa Indonesia. Mengetahui hal ini, Jepang membubarkan Poetera dan mementingkan pembentukan organisasi baru, yaitu Jawa Hokokai --Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa (Jawa Hokokai)
Jepang mendirikan Jawa Hokokai pada tanggal 1 Januari 1944. Organisasi ini diperintah langsung oleh kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan). Latar belakang dibentuknya Jawa Hokokai adalah Jepang menyadari bahwa Poetera lebih bermanfaat bagi pihak Indonesia daripada bagi pihak Jepang. Lantaran  itulah, Jepang merancang pembentukan organisasi baru yang mencakup semua golongan masyarakat, termasuk golongan Cina dan Arab. Berdirinya Jawa Hokokai diumumkan oleh Panglima Tentara Keenambelas, Jenderal Kumakichi Harada.
Sebelum mendirikan Jawa Hokokai, pemerintah pendudukan Jepang lebih dulu meminta pendapat Empat Serangkai. Alasan yang diajukan adalah semakin hebatnya Perang Asia Timur Raya sehingga Jepang perlu membentuk organisasi baru untuk lebih menggiatkan dan mempersatukan segala kekuatan rakyat. Dasar organisasi ini adalah pengorbanan dalam hokoseiskin (semangat kebaktian) yang meliputi pengorbanan diri, mempertebal rasa persaudaraan, dan melaksanakan sesuatu dengan bakti.
Secara tegas, Jawa Hokokai dinyatakan sebagai organisasi resmi pemerintah. Jika pucuk pimpinan Poetera diserahkan kepada golongan nasionalis Indonesia, kepemimpinan Jawa Hokokai pada tingkat pusat dipegang langsung oleh Gunseikan. Adapun pimpinan daerah diserahkan kepada pejabat setempat mulai dari Shucokan sampai Kuco. Kegiatan-kegiatan Jawa Hokokai sebagaimana digariskan dalam anggaran dasarnya sebagai berikut:
·         Melaksanakan segala sesuatu secara nyata dan ikhlas untuk menyumbangkan segenap tenaga kepada pemerintah Jepang.
·         Memimpin rakyat untuk menyumbangkan segenap tenaga berdasarkan semangat persaudaraan antar-bangsa.
·         Memperkukuh pembelaan tanah air.
Anggota Jawa Hokokai adalah bangsa Indonesia yang berusia minimal 14 tahun, bangsa Jepang yang menjadi pegawai negeri, dan orang-orang dari berbagai kelompok profesi. Jawa Hokokai merupakan pelaksana utama usaha pengerahan barang-barang dan padi. Pada tahun 1945, semua kegiatan pemerintah dalam bidang pergerakan dilaksanakan oleh Jawa Hokokai sehingga organisasi ini harus melaksanakan tugas secara nyata dan menjadi alat bagi kepentingan Jepang.
Samaun Bakry pun tidak menyia-nyiakan kesempatan terbuka menjadi anggota Jawa Hokokai. Dia sebagai anggota Jawa Hokokai yang tetap aktif menjalin komunikasi dengan Empat Serangkai. Sekali lagi, terus berjuang tiada henti buat kemerdekaan Indonesia.


Berperan Penting dalam Penikahan Bung Karno - Fatmawati
Sekitar tahun 1943, Samaun Bakry pulang ke kampung halamannya Nagari Kurai Taji untuk menjemput ibunda tercinta Siti Syarifah dan membawanya ke Jakarta. Sebelum balik ke Jakarta, dia mampir ke Bengkulu terlebih dulu guna memenuhi ‘titipan’ Bung Karno buat mengatur prosesi pernikahan Bung Karno dan Fatma. Termasuk pula membawa pasangan penganten baru itu ke Jakarta.
Fatma adalah putri Hasan Din yang di masa itu menjadi salah seorang pemimpin Muhamadiyah di Bengkulu. Karena keinginan memiliki anak yang demikian kuat, tekad Bung Karno untuk menikahi Fatma tak terbendung lagi. Demikian pula dengan Fatma yang setia menunggu pinangan Bung Karno.
Bung Karno menulis, “In June, 1943, Fatma and I were married by proxy. It took much arranging to transport her and her parents to Java, nor could I immediately get to Sumatra, and I dit not wish to wait any longer. I suddenly wanted very much to be married. According to Islam the ceremony is perfectly allowable provided there is bride and something to represent the groom. I had more than something. I had some one. I sent a telegram to a close male friend requesting him to personally represent me. He showed this to parents of Fatma and it was okay. The bridge and my stand-in went before the KALI and although she was temporarily in Bengkulu and I in Jakarta, we were now man and wife. In a few weeks, she was able to joint me.”
Bung Karno tidak banyak bercerita, tidak menjelaskan siapa itu “some one” yang mewakilinya untuk menikah dengan Fatma pada bulan Juni 1943 tersebut. Dia pun tidak bercerita siapakah yang mengurus masalah itu dan tidak menyebut-nyebut peranan Samaun Bakry dalam peristiwa romantik itu. Tapi, Ibu Fatma (setelah menikah dengan Bung Karno berganti nama menjadi Fatmawati) masih mengenangnya.
Dalam buku bertajuk Fatmawati Catatan Kecil Bersama Bung Karno (Bagian I),  Fatmawati menulis, “Di Teluk Betung, kami menginap 10 hari di tempat saudara ibu yang tertua, menunggu kapal yang akan menyeberangkan kami melalui Selat Sunda. Sebelum naik kapal, kami mengalami pengeledahan oleh tentara Jepang. Koper-koper diperiksa semua. Rombongan kami terdiri dari ayah, ibu, saudara Samaun Bakri (Utusan Bung Karno), paman ibuku, Moh. Kancil (penjahit pakaian Bung Karno waktu di Bengkulu dan aku sendiri.“
Sementara itu di buku berjudul Kejayaan dan Saat-saat Akhir Bung Karno (1978: 68), Fatmawati bertutur pada Ny. Aksar, istri Dr. Djamil (sahabat Bung Karno semasa ditahan di Bengkulu), tentang kiriman dari Bung Karno. “Mi, Mi,” seru Fatmawati --yang biasa memanggil Mami pada Ny. Aksar-- dengan nafas tersengal-sengal, “Saya dapat kiriman nih dari Bapak (Bung Karno – red).” Sebuah bingkinan berisi liontin, cincin, lipstik dan bedak kiriman Bung Karno itu diperlihatkan kepada Ny. Aksar.
“Astaga. Bukankah Bapak ada di Jakarta?” tanya Ny. Aksar takjub.
“Ya, Bapak memang ada di Jakarta sekarang dan bingkisan ini disampaikannya lewat Pak Asman Bakri, kurir Bapak,” sahut Fatmawati.
Fuad Bakry (anak Samaun Bakry) berpendapat bahwa yang dimaksud “Pak Asman Bakri” dalam ucapan Fatmawati tersebut adalah Samaun Bakry yang pada masa itu memang sangat dekat dengan Bung Karno. 
Menurut catatan seorang pengusaha otomotif terkenal di Sumater Barat, HM Rani Ismael, di antara tokoh yang ikut mengurus perkawinan Bung Karno – Fatmawati adalah Samaun Bakry, pejuang nasional dari Piaman yang juga kakak dari Kolonel (Pur) Zaidin Bakry. Tokoh Piaman lainnya (Kayu Tanam) yang turut pula mengurus pernikahan Bung Karno dengan perempuan asli Bengkulu itu tercatat nama Dokter M. Djamil yang kini namanya diabadikan di rumah sakit terbesar di Padang: RS Dr. M. Djamil.

Zainun Bakry pun Ikut Berjuang
Di masa penjajahan Jepang, dari anak keturunan Bagindo Abu Bakar, tidak hanya Samaun Bakry yang aktif berjuang. Adik kandung Samaun, Zainun Bakry juga tidak kalah heroik dan patrioktik dalam berjuang menggapai kemerdekaan Indonesia.
Sedikit kilas balik, sosok Zainun Bakry termasuk anak yang patuh dan penurut. Di masa kecil dia juga rajin belajar mengaji bersama ibunya Siti Syarifah. Maklum, setiap malam rumahnya dijadikan tempat berkumpul dan ibunya mengajari anak-anak Nagari Kurai Taji mengaji.  
Sang ibu memang menerapkan disiplin yang sangat ketat terhadap semua anaknya. Sebab itu tidak mengherankan bila dalam usia 7 tahun Zainun telah lancar membaca dan menulis al-Quran. Zainun sendiri tamat dari Sekolah Rakyat (SR) di usia 13 tahun, tapi tidak dapat melanjutkan ke sekolah tingkat yang lebih tinggi karena ketiadaan biaya serta situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan di masa itu.
Zainun termasuk figur anak yang membanggakan. Di masa remaja, dia disenangi banyak orang, baik tua ataupun muda, laki-laki ataupun perempuan. Setelah menamatkan pendidikan di tingkat SR dia aktif dalam bermacam-macam kegiatan pemuda di nagarinya.
Zainun juga sangat kreatif. Ide-idenya cemerlang. Misalkan suatu ketika dia pernah membuat alat tenun dari kayu. Dari alat tenun itu benang bisa menjadi selembar kain. Hingga kemudian tenun kain tersebut dijadikannya usaha. Sayangnya, gara-gara keterbatasan modal, usaha tenun kainnya pun terhenti.
Tidak cukup sebatas membuat alat tenun kain, Zainun membuat pula usaha penyamakan kulit sapi dan kambing. Setelah itu juga pernah membuat sabun cuci dari abu dapur.
Nurbahri, putra Zainun Bakri, mengatakan bahwa ayahnya itu memang sangat kreatif. “Waktu kecil, saya pernah diperlihatkan alat tenun yang terbuat dari kayu itu. Juga sepotong kulit sapi yang sudah disamak. Bahkan  oleh Zainab, saudara saya, pernah diperagakan bagaimana cara membuat sabun dari abu dapur,” tutur Nurbahri
Tahun 1938, Zainun Bakri disuruh oleh ibunya pergi ke Bengkulu (Bengkulen) untuk menemui mengajak pulang kakaknya, Samaun Bakri. Katanya, sang ibu telah sangat rindu dengan Samaun. Namun tak berapa lama di Bengkulu, Zainun jatuh sakit. Dia mengalami penyakit yang sangat aneh. Kedua lututnya bengkak membesar. Karena setelah dibawa ke dokter dan diobati tidak sembuh-sembuh juga, akhirnya Zainun dibawa pulang ke Nagari Kurai Taji. Di nagarinya itu dia langsung diobati dan beberapa lama kemudian sembuh.
Dua tahun kemudian, tahun 1940, Zainun dijodohkan dengan anak mamaknya yang bernama Siti Berau yang berasal dari Sungai Laban. Dari pernikahan tersebut, tahun 1942  mereka dikarunia seorang putra yang diberi nama  Nurbahri, yang artinya “Cahaya Laut”.
Kedatangan balatentara Jepang ke ranah Minang menjadi awal perjuangan Zainun Bakri. Meski memiliki postur tubuh yang kecil tapi Zainun seorang pemberani. Keberaniannya dibuktikan ketika para pejuang tengah menghadapi balatentara Jepang—saat menjelang kejatuhan kekaisaran Jepang. Saat itu Zainun melihat, di garis depan, para pejuang kita kekurangan senjata api. Itu tentu tidak boleh dibiarkan karena akan mati konyol. Lalu Zainun mempunyai ide untuk merampok gudang persenjataan Jepang yang berada di lapangan terbang Paguh Duku. Dengan bantuan beberapa orang pemuda yang berani-berani, mereka merampok persenjataan Jepang. Pada keesokan harinya, para pejuang yang berada di garis depan pun telah memegang persenjataan yang sangat lengkap.
Di bidang perbekalan atau ransum, Zainun juga berupaya sekuat tenaga mengumpulkan bantuan berupa apa saja dari masyarakat untuk dikirim ke garis depan. Sepanjang era revolusi fisik, sekitar tahun 1946-1949 (aksi revolusi), jika tentara berjuang di garis depan, maka Zainun adalah pejuang yang rela dan bersedia berkorban mempertahankan proklamasi kemerdekaan yang telah diproklamirkan 17 Agustus 1945 di Jakarta
Di mata Belanda, Zainun Bakry dicap sebagai penjahat, pembohong dan penipu yang harus dimusnahkan dari muka bumi. Dia menjadi orang yang paling dicari oleh Belanda, lebih-lebih dengan keberaniannya menangkap orang-orang yang disinyalir berkhianat kepada bangsa. Mereka ditangkap dan diserahkan kepada para pejuang di garis depan agar tidak akan kembali lagi ke rumahnya.
Belanda benar-benar geram terhadap daya juang Zainun. Tidak henti-hentinya setiap siang dan malam para serdadu Belanda datang ke rumah ibunya Siti Syarifah untuk menanyakan keberadaan Zainun. Para penjajah itu masuk ke dalam rumah memeriksa dan mengobrak-abrik seluruh isi kamar sampai-sampai memanjat ke atas loteng hanya untuk mencari Zainun.
Sebab itu, seluruh benda berupa apa saja yang berhubungan dengan Zainun --seperti surat-surat, foto dan lukisan yang pernah dibuat dengan tangannya sendiri termasuk pakaiannya-- dimasukkan oleh ibunya ke dalam sebuah koper besi dan dipendam ke dalam tanah.
Sampai akhirnya Zainun tewas diberondong peluru. Menurut pengisahan Mak Adang Kabut, sahabat dekat Zainun, kepada Nurbahri, Zainun dihabisi oleh serdadu Belanda pada Jumat, 19 September 1949, selesai melaksanakan sholat Jumat di Masjid Raya Silaban. Ketika para jamaah telah pulang, tinggallah tiga sahabat karib: Zainun, Mak Adang Kabut dan Mak Fiari. Mereka tidak segera keluar masjid karena menunggu ibunya Zainun yang telah berjanji akan mengantarkan ransum makan siang hari itu.
Di luar, udara mendung dan sekali-kali gerimis. Itu membuat mereka tambah betah untuk duduk berlama-lama di dalam masjid sambil ngobrol membicarakan hal-hal penting, menyusun rencana dan strategi perjuangan hari-hari ke depan.
Tiba-tiba saja Zainun menepuk paha kiri Mak Adang Kabut sembari menunjuk ke  arah jalan raya yang hanya berjarak kira-kira 30 meter dari masjid sambil berkata, ”Itu si Taroki Mairingau Padati!”
Sebagaimana diketahui Taraki adalah urang awak yang menjadi kaki tangan Belanda. “Berani-beraninya dia lewat di depan kita. Tunggu di sini, biar saya hajar,” kata Zainun sambil berlari keluar.
Zainun langsung berteriak, “Hai Taroki, buang padati ang a nan ang baok tu?” Namun Taroki justru balik berteriak dengan menyebut ada orang jahat kepada serdadu Belanda yang berada di dalam pedati. Serta merta sepasang kepala bule nongol dari balik dinding pedati dengan mengacungkan senjata laras panjang ke tubuh Zainun yang tengah berdiri di pinggir jalan. Tanpa menunggu lama-lama, serdadu itu langsung menembakkan peluru panas ke Zainun.
Terakhir diketahui bahwa serdadu bule yang menembak Zainun itu bernama Yan List Town, kepala pasukan Belanda di Pauh Kambar. Kata Mak Kabut, “Saya tidak lagi tahu apa yang terjadi setelah itu, karena saya dan Mak Fiari lari berpencar menyelamatkan diri masing-masing.”
Mendengar suara letusan senapan, para warga di sekitar pun bersembunyi di rumah masing-masing.
Setelah berhasil menembak Zainun, pedati Taroki cepat-cepat berlalu ke arah Nagari Kurai Taji. Sementara sebagian ibu-ibu ada yang memberanikan diri melihat apa yang terjadi. Namun mereka hanya bisa saling bertanya antara yang satu dan yang lain.
Dua jam berselang, ibu-ibu kembali lari bersembunyi ke dalam rumah gara-gara mendengar suara konvoi serdadu Belanda dengan persenjataan lengkap diiringi beberapa ekor anjing pelacak. Para ibu yang bermental kuat berusaha mengintip dari balik jendela masing-masing untuk melihat apa sebenarnya yang sedang terjadi.
Konvoi serdadu Belanda itu berhenti tepat di mana sebelumnya padati Taroki berhenti. Sepasukan serdadu NICA --diiringi beberapa orang pengkhianat-- turun mengiringi langkah anjing pelacak. Dan tidak lama berlalu, anjing-anjing pelacak itu telah menemukan tubuh Zainun di tengah sawah. Dia telah terbaring tak berdaya karena lututnya robek ditembus peluru.
Dalam keadaan masih hidup dan sadar, tubuh Zainun langsung diseret oleh beberapa ekor anjing ke tepi pematang dengan diiringi sorak-sorai kemenangan sejumlah serdadu dan kaum pengkhianat. Serdadu itu pun menyeret tubuh Zainun ke atas sebidang rumput yang agak luas. Sekali lagi, Zainun ditembak.
Tindakan sadis itu belumlah cukup. Kemudian majulah ke depan seorang pengkhianat bangsa yang bernama Daud Gadah, menenteng sebilah pedang panjang dengan gagah beraninya. Daud Gadah langsung mengayunkan pedang ke tubuh Zainun secara membabi-buta dan biadab. Setelah puas menghabisi nyawa rivalnya, Daud merenggutnya secara bengis dan kasar sehelai kain sarung yang telah sobek-sobek dan berlumuran darah yang sedari melilit tubuh Zainun, sebagai bukti bahwa dia telah berhasil membunuh orang ‘jahat’ yang paling dicari selama ini.
Jasad Zainun pun langsung dibawa ke Kurai Taji. Dalam perjalanan antara Silaban dan Kurai Taji, Daud Gadah selalu melambai-lambaikan kain sarung yang berlumuran darah itu sambil berteriak-teriak, “Zainun lah den bunuh.” Berulang-ulang di meneriakkan itu.
Dan tepat di pendakian Pagal Duka, konvoi serdadu itu sengaja berhenti untuk memberitahu Bunda Syarifah bahwa Zainun telah mati dibunuh. Betapa hancurnya hati Bunda Syarifah yang baru saja kehilangan putra tersayang Samaun Bakry, lalu harus melihat putra keduanya Zainun mati secara sadisdi tangan pengkhianat.
Jenazah Zainun yang sudah tidak utuh itu digotong oleh orang para sahabat dan kerabat ke atas rumah kayu Siti Berau (istri Zainun). Riuh suara ratap tangis anak manusia pun terdengar. Dengan pakaian yang lekat di badannya, Zainun dibaringkan  ke dalam sebuah lahat persis di belakang rumah di Sungai Laban, Nagari Kurai Taji, Kecamatan Nan Sabaris. Zainun meninggal pada usia 31 tahun dengan meninggalkan istri (Siti Berau) dan dua anak (Nurbahri dan Tri Murni). Siti Berau meninggal pada 7 Juni 2009.
Kini setelah 64 tahun berlalu jasadnya tegolek tenang di dalam pusara tanpa nisan tidak ada pagar tidak ada batu nisan, yang ada hanyalah seonggok tanah merah yang diselimuti semak belukar nun di sana di belakang rumah Nurbahri. Bagi Nurbahri, hanya ada satu pertanyaan, ”Beginikah caranya bangsa ini menghargai suatu perjuangan?” ***

No comments:

Post a Comment