Saturday, April 5, 2014

CoB Tarik RS Swasta Ikut Bergabung dengan JKN

Ilustrasi Rumah Sakit.
Ilustrasi Rumah Sakit. (sumber: ABC News, Getty Images)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan membuka ruang seluasnya bagi peserta untuk mendapatkan manfaat lebih melalui skema Coordination of Benefit (CoB).
Untuk itu, BPJS Kesehatan telah melakukan penandatangan nota kerjasama dengan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI).
CoB atau koordinasi manfaat antara BPJS Kesehatan dengan asuransi swasta ini diharapkan tidak hanya meningkatkan pelayanan bagi peserta yang mampu membayar lebih di luar manfaat dasar yang dilindungi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), melainkan juga bisa menarik lebih banyak Rumah Sakit (RS) swasta ikut bergabung dengan JKN.
Hal itu mengingat jumlah RS swasta lebih banyak dari RS milik pemerintah, namun belum semuanya bergabung.
"Lebih banyak RS swasta yang bergabung dapat menutup kekurangan ketersediaan fasilitas kesehatan pemerintah dalam mendukung pelaksanaan JKN," kata German E. Anggent, Direktur Lembaga Analisis Kebijakan dan Advokasi Perburuhan (Elkape), di Jakarta, Kamis (3/4).
German menambahkan, Elkape menilai positif kerja sama CoB antara BPJS Kesehatan dengan asuransi privat, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 24 dan 27 Perpres 111/2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Ini merupakan langkah awal dalam menjamin tidak berkurangnya benefit peserta ketika bergabung dengan BPJS Kesehatan mengingat sampai saat ini masih banyak pihak terkait, utamanya pemberi layanan kesehatan, yang menilai tarif kapitasi di puskesmas maupun tarif Ina CBGs di RS belum memadai.
"Di sisi lain perlu adanya dukungan dari pihak swasta terhadap keberhasilan program JKN meraih universal health coverage di tahun 2019," kata German.
Selain RS swasta, menurut German, dalam kebijakan obat nasional, CoB juga dapat dikembangkan dengan perusahaan farmasi seperti yang telah dilakukan PT Askes melalui daftar dan plafon harga obat.
Untuk itu, kata German, pihaknya siap membantu BPJS Kesehatan dalam menyusun kebijakan tentang CoB tersebut melalui kajian-kajian di lapangan.
Namun, ia menegaskan, harus ada transparansi dan kemudahan akses informasi dalam implementasinya.
Pengawasan terhadap CoB juga harus dilakukan Otoritas Jasa Keuangan agar jangan sampai melemahkan program JKN. Dewan Jaminan Sosial Nasional juga mestinya lebih berperan aktif dalam pengawasan terhadap CoB ini.
Sementara itu, Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengkritisi mekanisme CoB. Di antaranya mengenai mekanisme klaim pelayanan di fasilitas kesehatan non BPJS Kesehatan, di mana penggantian klaim dalam tarif Ina CBGs paling tinggi setara RS tipe C.
Timboel berpendapat, peserta BPJS kesehatan berhak untuk dirawat di seluruh tipe RS, baik A, B, C maupun D. Jadi, jika klaim paling tinggi setara RS tipe C maka premi yang harus dibayar pekerja akan lebih tinggi dari sekarang ini.
"Seharusnya BPJS Kesehatan bisa adil dengan membayar penggantian klaim paling tinggi setara RS tipe A. Ini artinya peserta yang ikut CoB bisa dibantu dalam hal pembayaran premi ke asuransi swasta," kata Timboel.
Selain itu, masa kadaluarsa klaim yaitu N+6 bulan, menurut Timboel, asuransi komersial harus disiplin sehingga masa kadaluarsa cukup N+3 bulan.
Bila N+6 bulan, klaim asuransi swasta yang cukup lama tersebut bisa mempengaruhi dan mengganggu cash flow BPJS Kesehatan. Sedangkan jika kadaluarsa tiga bulan maka BPJS Kesehatan bisa mengantisipasi cash
flow dalam waktu 3 bulan.
Timboel juga menilai aturan COB yang dibuat BPJS Kesehatan saat ini belum secara eksplisit dan jelas mengatur tentang tanggungan bagi istri atau suami ditambah maksimal 3 anak. Kalau BPJS Kesehatan mengkaver istri atau suami ditambah maksimal 3 anak, COB nantinya juga harus mengkaver yang sama.
Juga harus dipertegas melalui aturan bagaimana hak suami atau istri yang bekerja di sektor swasta dan sama-sama ikut sebagai peserta BPJS kesehatan. Jika hanya perusahaan suami yang diikutkan dalam COB, bagaimana dengan pelayanan terhadap isteri yang perusahaannya tidak ikut COB.
"Seharusnyaa istri pun harus ikut pelayanan COB dari perusahaan sang suami," kata Timboel.(www.beritasatu.com)

No comments:

Post a Comment