Wednesday, April 16, 2014

Hati yang Bersih


Diceritakan oleh Ahmad bin Abi al-Hawari bahwa istrinya, Rabi'ah, bercerita kepadanya, "Aku mendatangi saudariku, seorang gadis di Mausul. Lalu dia bertanya kepadaku, Apakah kau tahu makna firman Allah SWT:
"Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." (QS Asy-Syu'arĂ¢ [26]: 89)."
Jawab Rabi’ah, "Tidak." Gadis itu menjelaskan, "Hati yang bersih adalah yang bertemu dengan Allah SWT dan tidak ada di dalamnya selain Allah SWT. Ahmad berkata, "Aku menceritakannya pada Abu Sulaiman[1], lalu dia berkata, Ini bukan perkataan wanita yang ahli ibadah, ini perkataan para Nabi."
Dikisahkan oleh Abu Ja'far al-Saih bahwa dia melihat seorang wanita tua di Baitul Maqdis. Wanita tua bertutur, "Aku melakukan ibadah haji dengan berjalan kaki sebanyak 12 kali, aku membeli barang dan bekal yang buruk setiap tahunnya dengan harga 4 dirham sebagai bekalku pulang dan pergi." Abu Ja'far berkata, "Di Baitul Maqdis ada wanita ahli ibadah sepertimu?"
Dia bercerita, "Aku ingat ada beberapa orang wanita yang pernah melakukan apa yang dia lakukan. Mereka berkata, "Ketika kami kembali, kami membawa alat tenun kami ke masjid dan kami tidak keluar kecuali untuk satu keperluan. Aku bertanya, "Berapa hari itu?" Dia menjawab, "Sekitar 10 hari." Aku kembali bertanya, "Siapa yang paling taat ibadahnya di antara kalian?" Mereka menjawab, "Seorang wanita dari Quraisy yang kami lihat tidak pernah bicara pada siapapun, tetapi dia hanya shalat saja dan keluarganya membawakan keperluannya.

Apa yang Memutus Hubunganmu dengan-Nya?
Utsman al-Jurjani mengatakan, "Aku keluar dari Baitul Maqdis karena ingin mendatangi beberapa kampung untuk satu keperluan. Lalu aku bertemu dengan seorang wanita tua yang memakai jubah dan kerudung dari bulu domba. Aku memberi salam kepadanya dan dia pun membalasnya. Kemudian wanita itu bertanya, "Kau datang dari mana?" Utsman menjawab, "Dari kampung ini." Wanita itu bertanya lagi, "Mau ke mana?" Utsman menjawab, "Ke beberapa kampung untuk satu keperluan." Wanita itu kembali bertanya, "Berapa jarak antara keduanya?" Utsman menjawab, "18 mil." Wanita itu bertanya, "Jarak18 mil untuk satu keperluan? Ini pasti keperluan yang penting." Utsman berkata, "Ya." Wanita itu terus bertanya, "Siapa namamu?" Jawabnya, "Utsman." Lalu wanita berujar, "Wahai Utsman, kenapa kau tidak meminta Pemilik kampung untuk mengantarkan keperluanmu dan kau tidak perlu capek?" Utsman menjawab, "Aku tidak paham apa maksudnya? Wahai wanita tua, aku dan pemilik kampung tidak saling kenal." Wanita itu menukas, "Utsman, apa yang membuatmu tidak saling kenal dengannya dan hubungan antara kau dan dia terputus?"
Utsman mengerti apa yang wanita itu maksud, lalu menangis. Wanita itu bertanya, "Kenapa kau menangis? Karena sesuatu yang pernah kau lakukan lalu kau melupakannya atau karena kau melupakannya lalu mengingatnya?" Utsman menjawab, "Tidak, tetapi dari sesuatu yang aku pernah melupakannya dan aku ingat." Wanita itu bernasehat, "Utsman, pujilah Allah SWT yang tidak akan meninggalkanmu dalam kebingungan. Apakah kau mencintai Allah SWT?" Jawab Utsman, "Ya." Wanita itu berujar, "Buktikan padaku." Tegas Utsman, "Demi Allah, aku mencintai-Nya." Wanita itu bertanya, "Apa kata-kata hikmah-Nya yang berguna untukmu yang menyampaikanmu pada cinta-Nya?" Utsman berkata, "Aku tetap tidak tahu apa yang akan aku katakan." Wanita itu mendoakan, "Utsman, semoga kau termasuk orang yang suka menyembunyikan cinta.
Utsman tetap di hadapannya dan tidak tahu apa yang harus dikatakan.  Lalu wanita itu bertutur, "Allah SWT tidak mau menodai kata-kata hikmah-Nya, ma'rifat-Nya yang tersembunyi dan mutiara cinta-Nya dengan perbuatan hati orang-orang yang tidak berguna." Utsman berkata, "Semoga Allah merahmatimu, doakan aku agar Allah menyibukkanku dengan cinta-Nya." Lantas wanita itu mengibaskan kedua tangannya di wajah Utsman, kemudian berdoa dan berpesan, "Pergilah untuk mengurus keperluanmu, kekasih tahu apa yang akan menyelamatkan hati karenamu." Kemudian wanita itu berpaling dan mengucap, "Kalau tidak karena takut dicabut, pasti akan aku katakan dengan bangga. Oh, rinduku tidak sembuh kecuali dengan-Nya, kangenku tidak tenang kecuali pada-Mu, lalu di mana wajahku dari malu kepada-Mu? Lalu ke mana akalku akan kembali kepada-Mu?" Utsman berucap, "Demi Allah, aku tidak mengingat kata-kata itu, kecuali aku menangis dan tidak sadarkan diri.”


[1]Abu Sulaiman al-Darani, Abdul Rahman bin Ahmad bin Athiyyah al-Unsi, di antara ahli ibadah dari Syam.

No comments:

Post a Comment