CEO Generali, Edy Tuhirman memberi penjelasan kepada wartawan
CEO Generali, Edy Tuhirman memberi penjelasan kepada wartawan (sumber: Majalah Investor)
PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia (AJGI) akan terus melakukan ekspansi pada semester II 2014 demi menjaga pertumbuhan premi. Masih rendahnya penetrasi bisnis asuransi di Indonesia dinilai menjadi peluang dan faktor pendorong ekspansi perusahaan. Penetrasi industri asuransi hanya sebesar 1,7 persen di bawah pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) atau 4 persen lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura.
Presiden Direktur AJGI Edy Tuhiman mengatakan perusahaaan akan tetap menambah jumlah agen, memilah bank partner, serta memperkuat cabang. Saat ini perusahaaan memiliki 6.000 agen dan dua kantor cabang di Medan dan Surabaya. AJGI juga bermitra dengan sejumlah bank, seperti DBS, ANZ, China Trust, Mustika, dan yang terbaru BTN.
"Mudah-mudahan setelah Lebaran kerja sama dengan BTN segera terlaksana agar tahun depan kita sudah bisa masuk segmen menengah bawah, sesuai rekomendasi OJK tentangmicroinsurance, " tuturnya kepada Beritasatu.com di Jakarta, Jumat (25/7).
Edy optimistis di tengah kondisi pasar semester depan yang diperkirakan masih relatif flat, perusahaaan mampu terus tumbuh. Apalagi dengan dukungan permodalan yang kuat dari induk perusahaaan, Assicurazioni Generali yang bermarkas di Italia. Hal ini dibuktikan dengan pemberian rating BBB+ kepada Assicurazioni Generali atau dua kali peringkat negara Italia sendiri.
"Dari sisi permodalan kami kuat meski agak konservatif. Kita sudah ada di 70 negara. Dengan inovasi produk yang tinggi kami optimistis," tuturnya.
Sayangnya, perusahaan belum mau menjelaskan target di semester depan. Hal ini dikarenakan Generali merupakan perusahaaan publik global.
"Cuma kantor pusat di Milan yang mengeluarkan rilis target, kalau kita yang rilis kan tidak fair, bagaimana dengan konsumen di Jepang dan lainnya, " ucap Edy.
Pada kuartal I 2014, perusahaaan mencetak pertumbuhan premi sebesar 11,6 persen atau sebanyak Rp 414 miliar di tengah pelemahan industri asuransi jiwa sebesar 6,5 persen, berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia. Unit link masih menjadi penopang utama pertumbuhan premi, yakni sekitar 70 persen.
Pencapaian tersebut sekaligus menempatkan perusahaaan di posisi delapan besar perusahaaan asuransi Indonesia dengan market share 2 persen atau senilai 295,8 juta euro (Rp 4,95 triliun). Perusahaan asuransi di atasnya mulai peringkat ketujuh hingga pertama adalah AIA, Manulife, Panin Dai Ichi, AXA, Allianz, Sinarmas Msig, dan Prudential.
Pertumbuhan premi tersebut tidak terlepas dari inovasi perusahaaan yang tinggi. Salah satunya melalui produk bernama Auto Risk Management System (ARMS). Bisa dibilang ARMS merupakan produk unggulan Generali Indonesia saat ini.
ARMS merupakan otomasi manajemen risiko yang mencakup auto-balancing, auto-trading, auto-re entering dan bounced back. UB Rich merupakan salah satu produk perusahaan yang dilengkapi fasilitas ARMS dan mendasar kalangan menengah atas.
"Ibaratnya kita pasang rem di masing-masing mobil mengingat unit link di Indonesia enggakpunya rem. Ketika risiko sudah terlalu tinggi, maka dia bisa otomatis pindah ke pasar yang lebih aman. Jadi tidak ada lagi cerita anak kita tidak bisa sekolah di bulan Augustus karena kita bangkrut di bulan Mei akibat inflasi misalnya," paparnya.
Edy mengatakan bisnis asuransi jiwa pada dasarnya hanya menyangkut proteksi dan investasi. Untuk itu rasa aman bagi customer adalah kunci keberhasilan bisnis ini. "Bisnis ini kan soal meninggal dibayar dan sakit diganti, sesederhana itu. Kita ingin memberikan rasa aman bagi pelanggan," tuturnya.
Perusahaaan juga menetapkan tagline "Mendukung Klien agar Lebih Sehat dan Produktif" dengan cara mengevaluasi dan merekomendasi solusi bagi penyakit yang kerap diderita klien. "Semacam rekomendasi kesehatan buat klien. Jadi win-win solution kan kalau mereka sehat, kita juga untung," tutupnya. (www.beritasatu.com)