Monday, January 26, 2015

Putusan MK Jadi Dasar PHK

Perkara outsourcing di BPJS Ketenagakerjaan ini berlabuh ke pengadilan.

Putusan MK Jadi Dasar PHK
PHI Jakarta. Foto : SGP
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta diketahui sedang mengadili perkara perselisihan ketenagakerjaan yang berhubungan dengan putusan Mahkamah Konstitusi dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja mengenai tenaga alih daya.

Persoalan ini justru terjadi di BPJS Ketenagakerjaan – dahulu PT Jamsostek. Salah satu kuasa hukum BPJS Ketenagakerjaan dari TSA Advocates, Herianto Siregar, belum mau memberi penjelasan tentang perkara kliennya yang berlangsung di PHI Jakarta. Ia berdalih belum mendapat izin dari BPJS Ketenagakerjaan selaku pemberi kuasa untuk berkomentar kepada media terkait kasus yang masuk tahap pembuktian itu.

Namun dalam gugatan, manajemen BPJS Ketenagakerjaan menjelaskan perekrutan outsourcing dilakukan untuk mendukung operasional perusahaan. Perekrutan itu dilakukan lewat kerjasama dengan PT Tiga Cahaya Bintang sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja (PPJP).

Kemudian, terbit putusan MK No. 27/PUU-IX/2011dan Permenakertrans
No. 19 Tahun 2012tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain. Ketentuan itu membuat manajemen BPJS Ketenagakerjaan cabang Kebon Sirih menghentikan penggunaan pekerja outsourcing. Selaras itu manajemen melakukan sosialisasi yang menjelaskan akan melakukan PHK. Sosialisasi itu juga dilakukan terhadap Andri Novrianto dan tujuh rekannya sebagai pekerja outsourcing di BPJS Ketenagakerjaan cabang Kebon Sirih.

Selaras itu Direktur Umum dan SDM BPJS Ketenagakerjaan menerbitkan kebijakan untuk merekrut dan menyeleksi pekerja outsourcing. Lewat proses seleksi tersebut pekerja outsourcing di BPJS Ketenagakerjaan termasuk Andri dkk diberi kesempatan mengikuti tes perekrutan calon karyawan 2013 itu. Alhasil, manajemen menganggap Andri dkk tidak lulus seleksi sehingga melakukan PHK dengan kompensasi pesangon dua kali ketentuan pasal 156 ayat (2) dan (3) UU Ketenagakerjaan.

Namun, Andri dkk yang tergabung dalam Serikat Pekerja Jaminan Sosial Indonesia (SP-JSI) dan berafiliasi pada Aspek Indonesia serta KSPI menolak PHK itu. Sayangnya, upaya bipartit dan mediasi yang dilakukan di Disnakertrans Provinsi Jakarta tidak berbuah hasil.

Perkara pun berlanjut ke PHI Jakarta, diregister dengan No. 246/Pdt.SUS.PHI/2014/PN.JKT.PST. Dalam gugatan, manajemen meminta hakim memutus hubungan kerja Andri dkk dengan kompensasi berupa pesangon dua kali ketentuan yang totalnya Rp176.520.400.

Menanggapi gugatan itu, Andri dkk bukan saja melayangkan berkas jawaban di persidangan, tapi juga gugatan balik (rekonvensi). Kuasa hukum Andri dkk dari LBH Aspek Indonesia, Ahmad Fauzi, mengatakan posisi Andri dkk sebenarnya pekerja tetap. Sebab, mereka mengerjakan pekerjaan inti BPJS Ketenagakerjaan. Sifat pekerjaannya pun terus-menerus, bukan musiman. Bahkan, upah yang diterima sampai sekarang langsung dari BPJS Ketenagakerjaan.

Pendapat Fauzi itu diperkuat nota pemeriksaan Kemenakertrans No. B.539/PPK/XII/2013 dan B.552/PPK/XII/2013. Nota itu intinya penyerahan sebagian pekerjaan yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan kepada perusahaan lain adalah pekerjaan inti. Sehingga hubungan kerja pekerja outsourcing itu beralih ke BPJS Ketenagakerjaan selaku perusahaan pemberi kerja.

Mengenai alasan PHK, Fauzi mengatakan putusan MK No. 27/PUU-IX/2011 dan Permenakertrans No. 19 Tahun 2012 tidak bisa digunakan untuk melakukan PHK. Menurutnya, ketentuan itu mengatur soal pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain atau dikenal dengan sebutan outsourcing.

Soal tidak lulusnya Andri dkk dalam tes seleksi karyawan, Fauzi menilai itu sebagai cara yang dilakukan manajemen untuk melakukan PHK. Padahal, Andri dkk sudah bekerja di BPJS Ketenagakerjaan selama bertahun-tahun. “Kenapa seleksi itu tidak dilakukan pada saat Andri dkk sebagai calon pekerja BPJS Ketenagakerjaan,” katanya kepada hukumonline di gedung PHI Jakarta, (22/1).

Atas dasar itu Andri dkk berharap hakim menyatakan hubungan kerja belum putus dan mewajibkan BPJS Ketenagakerjaan menerbitkan surat pengangkatan Andri dkk sebagai pekerja tetap. Kemudian, menyatakan BPJS Ketenagakerjaan melanggar pasal 59 jo pasal 65 ayat (8) jo pasal 66 ayat (4) UU Ketenagakerjaan. Sehingga hubungan kerja Andri dkk beralih demi hukum ke BPJS Ketenagakerjaan.

Dosen ketenagakerjaan FH UNAIR, Hadi Subhan, menilai dalam perkara itu BPJS Ketenagakerjaan tidak bisa memutus hubungan kerja Andri dkk. Sebab, posisi BPJS Ketenagakerjaan sebagai pengguna (user). Sedangkan hubungan kerja itu terjalin antara Andri dkk dengan perusahaan penyedia jasa pekerja (PPJP).

BPJS Ketenagakerjaan, Hadi melanjutkan, baru bisa melakukan PHK terhadap pekerja outsourcing jika hubungan kerja mereka sudah beralih dari PPJP ke BPJS Ketenagakerjaan. Itu berlaku walau putusan MK No. 27/PUU-IX/2011 menyebut jika PPJP diganti dengan yang baru tapi pekerja outsourcing yang bersangkutan tidak putus hubungan kerjanya. Hubungan kerja tetap berlanjut dengan PPJP yang baru.

Terkait tuntutan Andri dkk dalam gugatan rekonvensi, Subhan mengatakan UU Ketenagakerjaan membuka peluang hubungan kerja mereka beralih dari PPJP ke BPJS Ketenagakerjaan. Sesuai pasal 66 UU Ketenagakerjaan, peralihan hubungan kerja itu dapat terjadi jika pekerjaan yang dikerjakan Andri dkk bukan pekerjaan penunjang. “Kalau para pekerja outsourcing mengerjakan pekerjaan inti maka bisa beralih hubungan kerjanya dari PPJP ke perusahaan pemberi pekerjaan (user),” urainya. (www.hukumonline.com)

No comments:

Post a Comment