Tuesday, April 28, 2015

Dana Bantuan Sosial Dibatasi

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo bermaksud membatasi kepala daerah mengalokasikan dana bantuan sosial. Alasannya, kepala daerah inkumben cenderung mengatrol alokasi dana bantuan sosial menjelang pemilihan kepala daerah. "Pasti (ada kaitannya dengan kepala daerah inkumben). Untuk itu, Pak Dirjen mendampingi daerah, (melakukan) supervisi, dan menyisir anggaran," kata Tjahjo di kantornya kemarin.


Menurut Tjahjo, pembengkakan dana bantuan sosial muncul menjelang masa jabatan para inkumben berakhir. Sementara itu, sejumlah daerah yang menyelenggarakan pemilihan kepala daerah serentak tahun ini mengeluhkan anggaran penyelenggaraan pilkada masih kurang.


Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Reydonnyzar Moenek, mengatakan pada umumnya tak ada daerah yang kekurangan dana. Alokasi untuk sebagian mata anggaran malah berlebih. Ia mencontohkan bantuan sosial.


"Kami tahu persis pemetaan perilaku belanja daerah, geser yang tidak wajib, seperti dana bantuan sosial, untuk belanja pemilihan kepala daerah," kata Donny. "Belanja pemilihan kepala daerah itu kan wajib, masak tidak mereka lakukan."


Enam daerah kemarin menyatakan tak cukup memiliki dana penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Keenam daerah tersebut adalah Kaur, Bengkulu Utara, Bitung, Halmahera Utara, Yahukimo, dan Supiori. Khusus Halmahera Utara belum cukup dananya.


Sebanyak 62 daerah siap melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak pada Desember ini. Ada 204 kepala daerah yang habis masa jabatannya pada 2015 dan 68 kepala daerah yang habis masa jabatannya pada semester pertama 2016.


Sebanyak 68 daerah tadi menyoalkan dana pemilihan lantaran belum teralokasi. Soalnya, DPR memutuskan daerah tersebut ikut pemilihan serentak setelah pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).


Dalam konsultasi terungkap sejumlah pos belanja yang dianggap tak efisien. Contohnya adalah belanja makan-minum dan hibah. "Yang wajib dulu penuhi, baru boleh berhibah dan berbansos," kata Donny.


Dia memastikan tak akan mengotak-atik dana pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.


Kepala Badan Pemeriksa Keuangan, Haris Azhar Azis, mengakui ada tiga masalah yang kerap dialami daerah, yaitu soal aset, dana bansos, dan biaya perjalanan. Tiga hal ini sering membuat kepala daerah tersandung kasus. "Untuk pilkada serentak baru akan kami audit pada 2016," ujar dia.


Data Indonesia Corruption Watch menyebutkan, 30 persen dana bantuan sosial dan hibah pada APBD 2011 tak jelas pertanggungjawabannya. Kerugian negara mencapai Rp 34,9 miliar. Salah satu kasus adalah penyelewengan dana bantuan sosial oleh bekas Gubernur Banten, Atut Chosiyah. (http://koran.tempo.co/)

No comments:

Post a Comment