Sunday, December 20, 2015

Jokowi Didesak Terbitkan Perppu Pimpinan BPJS

KOMPAS/HANDININGIlustrasi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) didesak untuk segera mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terkait jabatan dewan pengawas dan direksi Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS). 

Langkah itu perlu diambil untuk menjamin tetap berjalannya pengelolaan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan pada tahun depan.

Desakan datang dari pihak-pihak yang khawatir pengelolaan BPJS mandek karena kekosongan kepemimpinan.

Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) bahkan sudah mengirimkan  surat ke presiden pada Selasa (15/12/2015) yang mengingatkan batas waktu penetapan dewan pengawas dan direksi BPJS pada 31 Desember 2015. 

"Kami tak menyebut Perppu, surat itu hanya mengingatkan. Apalagi sebenarnya pemilihan direksi BPJS tak perlu ke DPR," ujar Ketua DJSN Tubagus Rachmat Sentika, Jumat (18/12/2015).

DJSN perlu mengingatkan presiden karena Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi memasuki masa reses Jumat (18/12/2015) kemarin. Alhasil, pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan dewan pengawas BPJS tertunda hingga 11 Januari 2016.

Menurut mantan Ketua DJSN, Chazali Situmorang, Perppu UU Nomor 24/2011 menjadi solusi satu-satunya agar pengelolaan BPJS tak mandek. 

"Presiden memang bisa memutuskan direksi dan dewan pengawas dari unsur pemerintah, tapi penetapannya harus satu paket Keputusan Presiden, sehingga tetap harus menunggu hasil fit and  proper test DPR," kata dia. 

Hal itu diatur di pasal 32 ayat 3 Peraturan Presiden Nomor 81/2015.

Chazali bilang, Perppu bisa dikeluarkan karena keadaan mendesak. Perppu itu bisa mengecualikan Pasal 59 dan Pasal 63 UU Nomor 24/2011 terkait masa jabatan direksi dan dewan pengawas yang habis 31 Desember 2015. 

Dengan pengecualian itu maka pelaksana tugas direksi dan dewan pengawas BPJS bisa tetap diisi pejabat yang ada sekarang.

Sementara itu, anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka menuding molornya uji kelayakan dan kepatutan 20 orang calon  dewan pengawas BPJS karena kesalahan pemerintah. 

"Waktunya sangat mepet. Istana terlambat mengirim daftar nama calon. Baru Jumat (11/12) dikirim. Itu juga tidak dilengkapi dengan curiculum vitae para calon, jadi apa yang akan kami uji," ujarnya. (Handoyo, Muhammad Yazid)

No comments:

Post a Comment