Tuesday, July 30, 2013

Mengurai Isu Hukum mengenai Gelandangan dan Pengemis

Oleh Yusrizal, S.H. M.H.
Pengamat Gepeng serta Pengajar Hukum Pidana
pada Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku saat ini di Indonesia dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman di era globalisasi. Seperti pengaturan mengenai pengemis yang diatur dalam Pasal 504 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang dihukum dengan pidana kurungan, alasan penghukuman tersebut didasarkan bahwa keberadaan gelandangan dan pengemis menganggu ketertiban umum serta dikhawatirkan akan melakukan pencurian dan berbagai tindak pidana lainnya.

Tentu alasan penghukuman pengemis tidak dapat diterima secara akal sehat. Mengingat usaha dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah belum dilakukan secara maksimal, atau bahkan pada level pemerintah daerah belum mempunyai grand desain bagaimana pemberdayaan yang selayaknya dilakukan untuk membuat pengemis tidak kembali untuk mengemis. Jadi program pemberdayaan yang lakukan oleh pemerintah daerah bukan hanya sekedar wacana, tetapi harus mampu menyentuk ke akar permasalahan guna mencari penyelesaian yang bijak tentang keberadaan gepeng.

Roeslan Saleh salah seorang Pakar Hukum Pidana mengatakan bahwa mengemis dihukum dengan dalih untuk menyembunyikan kejorokan dan kemiskinan rakyat Indonesia terhadap kehadiran bangsa-bangsa luar di Indonesia. Pilihan untuk menghukum pengemis tersebut merupakan pilihan yang irrasional dengan melihat kondisi lembaga pemasyarakatan yang tidak mencukupi (over capacity). Maka sangat dibutuhkan fungsionalisasi hukum pidana bernurani yang dapat menjaga keselarasan antara kepentingan negara, kepentingan umum dan kepentingan individu.

Tanggung Jawab Pemerintah
Diskriminasi penegakan hukum berhubungan dengan label (stigma) bahwa pengemis dianggap merupakan sampah masyarakat, hal ini dipengaruhi oleh tampilan dan budaya mereka, padahal belum tentu sepenuhnya setiap perbuatan mengemis semuanya melakukan pencopetan dan pencurian dalam suasana keramaian atau berkarakter penjahat. Jelas bahwa telah terjadi generalisasi label buruk terhadap pengemis. Bandingkan dengan pelaku korupsi yang masih bisa tersenyum tanpa rasa malu disaat disorot kemera serta berpenampilan menarik dan rapi, padahal koruptorlah yang sebenar-benarnya penjahat.

Penegakan hukum pidana dalam penanganan pengemis yang terdapat dalam KUHP seharusnya di harmonisasikan dengan peraturan yang lebih tinggi dan nilai-nilai yang berlaku didalam masyarakat (the living law). Serta implementasi kebijakan perundang-undangan dalam kenyataan berhukum di dalam masyarakat, sehingga Undang-undang sistem jaminan sosial nasional dan Undang-Undang kesejahteraan rakyat dapat memberikan kontribusi dalam pengentasan kemiskinan. Didalam Pasal 34 UUD 1945 negara berkewajiban melindungi dan mensejahterakan masyarakat, maka secara hierarki Peraturan Perundang-undangan Pasal 504 tidak berdaya guna karena lex superior derogate legi inferiori atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

Penegakan hukum dengan produk hukum yang saling tumpah tindih menimbulkan masalahnya masing-masing, yang pada akhirnya kriminalisasi suatu perbuatan menjadi tindak pidana sangat mudah terjadi, akhirnya nilai keadilan dalam masyarakat hanya menjadi slogan didalam penegakan hukum. Penegakan hukum yang berlandaskan itikad baik akan menghasilkan suatu penegakan hukum yang berimbang antara hak dan kewajiban antara masyarakat dan negara.

Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara. Sebagaimana yang ditegaskan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan penjelasan Undang-Undang No.11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial. Bila dilihat dari perundang-undangan yang ada maka akan terlihat suatu arah kebijakan pemerintah dalam menciptakan masyarakat yang sejahtera. Tapi prakteknya?

Konkritisasi dari tanggung jawab pemerintah untuk memberikan kesejahteraan sosial gelandangan dan pengemis harus segera dilaksanakan, misalnya dengan memberikan bimbingan dan pelatihan serta pemgembangan jiwa wirausaha untuk mandiri. Sehingga apabila program tersebut dilaksanakan jika masih melakukan pengemisan baru bisa diterapkan ketegasan dalam bentuk hukuman yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan.

Hakikatnya mengemis bukan merupakan perbuatan yang melawan hukum, bahwa suatu perbuatan tidak dapat dikatakan sebagai kriminal jika tidak terdapat kehendak jahat didalamnya sehingga sangat tepat apabila didekriminalisasikan karena tidak ada yang dirugikan dari perbuatan tersebut. Karena sesungguhnya penghukuman terhadap pengemis bukan solusi dalam menjaga ketertiban umum melainkan dengan memberdayakan zakat, infak dan sedekah dengan baik perlu ditingkatkan secara konfrehensif, serta adanya pemberdayaan-perbedayaan ekonomi yang bisa mengembangkan potensi bagi kehidupan pengemis, program ini harus sesegera mungkin untuk dilaksanakan.

Dalam Quran Surat Al Ma’un disebutkan bahwa “jangankan menghukum, menghardik saja berdosa”. Perbuatan tersebut tepat untuk dihukum apabila gelandangan dan mengemis dibarengi dengan tindak pidana yang lain atau meminta dengan paksaan, menganggu ketertiban umum serta dengan kekerasan. Maka sebaiknya Pasal 504 tersebut dihapus atau diperbaharui melalui mekanisme judicial review untuk menjawab kebutuhan dalam di dalam kebuntuan berhukum. Pembaharuan hukum pidana yang mengatur perbuatan mengemis perlu dilakukan karena ada hubungan antara peningkatan kejahatan dengan tidak rasionalnya kebijakan perundang-undangan pidana.

Jadi, hukuman yang dijatuhkan karena ada kesalahan bukan karena label atau sebutan masyarakat yang termarjinal bagi mereka. Oleh karena itu, yang terpenting dalam upaya dekriminalisasi dalam mengatasi permasalahan mengemis adalah dengan mencari dan menemukan upaya penanganan gelandangan dan pengemis secara konferehensif. Semoga Pemerintah Pusat secara umum dan Pemerintah daerah bisa melihat kondisi ini secara arif dan bijak untuk selanjutnya dilaksanakan dalam program aksi kerja pemerintah. Semoga…! (www.kabarindonesia.com)



No comments:

Post a Comment