Friday, August 30, 2013

Beli Perabot, Uang Kesejahteraan PNS Dipotong Rp1 Juta



Pegawai bergolongan kecil di Biro Hukum Sekretariat Daerah (Setda) NTT mengeluhkan kebijakan pimpinannya memotong tunjangan kesejahteraan rakyat (kesra) sebesar Rp 1 juta setiap pegawai.

Tidak diketahui pasti untuk apa pemotongan hak para pegawai ini.

Informasi yang mereka peroleh, pemotongan itu atas perintah atasannya untuk membeli meja dan kursi kerja di biro itu menyusul musibah kebakaran kantor gubernur, Jumat, 9 Agustus 2013 lalu.

Salah satu staf Biro Hukum Setda NTT yang meminta namanya tidak dikorankan mengaku dia bersama 50 pegawai di biro itu telah menandatangani daftar kebijakan dari kepala bironya untuk pemotongan uang kesra jika sudah dicairkan.

"Kami diwajibkan setor Rp 1 juta per orang yang dipotong dari uang kesra. Kami sudah tanda tangan daftar kebijakan dari kepala biro hukum, tapi uang kesranya belum keluar. Katanya untuk beli meja dan kursi," ungkap pegawai itu.

Dalam keadaan sedikit gugup, pegawai tersebut mengaku jumlah yang dipotong sangat besar untuk golongan pegawai seperti dia. Namun, lanjutnya, dia terpaksa menandatangani kesepakatan pemotongan uang kesra itu karena pimpinannya mengatakan bahwa itu atas perintah dari gubernur.

"Katanya ini perintah dari Pak Gubernur. Kami ada 52 orang, termasuk kepala biro. Pemotongan dimulai Juli 2013. Katanya satu orang Rp 1 juta dipotong selama lima bulan, setiap bulan dipotong Rp 200 ribu," ujarnya.

Menurut dia, uang kesra itu merupakan hak yang harus diterima oleh setiap PNS. Uang itu bagi dirinya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, namun terpaksa disumbangkan sebagai bentuk tanggung jawab kepada daerah.

Besar uang kesra sesuai golongan. Untuk golongan I dan II sebesar Rp 1,1 juta per bulan. Golongan III dan IV sekitar Rp 2.250.000 per bulan.

"Kami ini pegawai golongan kecil, bukan tidak mau menyumbang tetapi harus sesuai dengan kemampuan kami. Karena sumbangan itu sukarela bukan diwajibkan. Meskipun uang kesra itu diberikan untuk peningkatan kinerja bukan untuk beli meja dan kursi, tapi kami relakan, dengan catatan tidak boleh ditetapkan besarnya, secara suka rela saja," katanya.

Beberapa staf di Biro Ekonomi, Biro Pemberdayaan Perempuan dan Biro Administrasi Pembangunan yang dikonfirmasi terpisah mengaku tidak ada kewajiban untuk menyumbang dengan cara memotong uang kesra.

Mereka mengaku mendapat penyampaian itu dari pimpinan dan mendengar langsung dari gubernur saat apel tanggal 12 Agustus 2013 lalu bahwa ada imbauan untuk berbuat sesuatu setelah kantor gubernur terbakar dan melalap habis empat biro serta ruang tata usaha gubernur dan wakil gubernur.

Kepala Biro Hukum, Jhon Hawula, yang dikonfirmasi membantah hal itu. Ia mengaku dirinya hanya meneruskan imbauan gubernur agar para pegawai menyumbang tanpa harus ada paksaan dan mewajibkan dalam jumlah tertentu, apalagi harus memotong uang kesra pegawai.

"Tidak ada. Tidak ada seperti itu. Yang ada, sayakan teruskan imbauan pak gubernur saja," katanya. (www.tribunnews.com)

No comments:

Post a Comment