"Para pemangku kepentingan
merasa tidak siap, mulai dari perusahaan outsourcing, pemberi kerja sampai
dinas tenaga kerja."
Ketua
Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (Abadi), Wisnu Wibisono, berharapmasa
transisi pelaksanaan outsourcing seperti diatur dalam Permenakertrans No.19
Tahun 2012 perlu diperpanjang. Alasannya, para pemangku kepentingan seperti
perusahaan outsourcing, pemberi kerja sampai dinas tenaga kerja dinilai belum
siap melaksanakannya. Kesimpulan itu dia peroleh dari pengakuan para perusahaan
yang hendak menggunakan mekanisme outsourcing sebagaimana diatur dalam
Permenakertrans Outsourcing.
Berdasarkan
pengakuan itu Wisnu mengatakan banyak praktik di lapangan yang tidak sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Permenakertrans Outsourcing. Misalnya,
perusahaan penerima pemborongan pekerjaan diminta melapor ke dinas tenaga
kerja. Kemudian, perusahaan yang ingin menggunakan mekanisme outsourcing
diminta data kepesertaan Jamsostek para pekerjanya.
Parahnya
lagi, Wisnu melanjutkan,perusahaan yang hendak menunaikan kewajiban
administratif di dinas tenaga kerja dipungut sejumlah uang. Atas dasar itu
Wisnu menganggap para pemangku kepentingan belum siap melaksanakan regulasi
tersebut. “Kami minta perpanjangan masa transisi pelaksanaan Permenakertrans
Outsourcing,” katanya kepada wartawan dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu
(16/10).
Menurut
Wisnu ada beberapa penyebab kisruhnya persiapan pelaksanaan Permenakertrans
Outsourcing. Diantaranya, pemerintah minim melakukan sosialisasi lewat Surat
Edaran Menakertans No.04 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Permenakertrans
No.19 Tahun 2012. Selain itu, Wisnu menganggap penerbitan SE Menakertrans
tentang Pedoman Pelaksanaan tersebut sangat terlambat yaitu selang dua bulan
sebelum Permankertrans Outsourcing dilaksanakan atau masa transisinya berakhir.
Padahal,
sosialisasi itu bagi Wisnu sangat penting untuk seluruh pemangku kepentingan
agar punya pemahaman yang sama dalam melaksanakan Permenakertrans Outsourcing
serta SE Pedoman Pelaksanaan tersebut. Akibat minimnya sosialisasi, para
pemangku kepentingan kebingungan menjalankan regulasi yang ditujukan untuk
mengatur pelaksanaan outsourcing itu.
Bahkan
sampai hari ini Wisnu memperkirakan 70 persen sektor usaha kesulitan
menjalankan Permenakertrans Outsourcing dan SE Pedoman Pelaksanaan. Pasalnya,
sebagaimana ketentuan Permenakertrans Outsourcing, asosiasi sektor usaha harus
membuat alur kegiatan. Dengan minimnya sosialisasi, sektor usaha mengalami
sejumlah kendala. Seperti kesulitan mengumpulkan anggota-anggotanya untuk
menentukan alur kegiatan di sektor yang bersangkutan.
Apalagi
dalam satu asosiasi sektor usaha menurut Wisnu tidak hanya memiliki satu alur
kegiatan. Mengingat pemerintah minim melakukan sosialisasi, Wisnu mengusulkan
agar masa transisi pelaksanaan Permenakertrans Outsourcing diperpanjang. Di
samping itu banyak perusahaan yang belum bergabung dengan asosiasi sektor
usaha. “SE Pedoman Pelaksanaan itu baru diterbitkan awal September 2013, jadi
sosialisasi yang dilakukan pemerintah belum cukup,” ujarnya.
Soal
pungutan liar, Wisnu menekankan dalam Permenakertrans Outsourcing ditegaskan
tidak ada pungutan bagi perusahaan yang menunaikan kewajiban administratif.
Namun, mengingat ketentuan itu tidak dilaksanakan, maka perusahaan kewalahan
ketika dikenakan pungutan karena tidak mengalokasikan anggaran untuk biaya
administrasi tersebut. Jika mau ditetapkan biaya administratif, Wisnu berpendapat
agar pemerintah menerbitkan peraturannya. Sehingga ada tarif resmi dan
perusahaan bisa menyiapkan anggarannya. “Kalau pungutan itu kan tidak ada tanda
bukti pembayarannya, kami kebingungan dan itu bukan pungutan resmi,” keluhnya.
Sebelumnya,
Direktur Persyaratan Kerja, Kesejahteraan dan Analisis Diskriminasi, Sri
Nurhaningsih, memantau di masa berakhirnya masa transisi Permenakertrans
Outsourcing banyak perusahaan yang hendak menggunakan outsourcing sibuk
melaksanakan kewajiban administratifnya. Walau begitu ia mengakui ada kendala
pelayanan di tingkat dinas tenaga kerja, khususnya terkait adanya pungutan.
Untuk
mengatasi hal tersebut Sri mengaku Dirjen PHI dan Jamsos Kemnakertrans, Ruslan
Irianto Simbolon, sudah berkomunikasi dengan dinas tenaga kerja. Seperti Kepala
Disnakertrans DKI Jakarta. Lewat upaya itu diharapkan pelayanan yang dilakukan
dinas tenaga kerja lebih baik, khususnya terkait pelaksanaan Permenakertrans
Outsourcing. “Karena kami tahu perusahaan cukup repot melaksanakan
Permenakertrans Outsourcing, jadi kita akan lancarkan prosesnya,” paparnya.
Sedangkan
Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Kesejahteraan Pekerja Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi DKI Jakarta, Hadi Broto, mengatakan
Disnakertrans DKI Jakarta sudah melakukan sosialisasi ke setiap Sudinakertrans
di lima wilayah kota di Jakarta. Sosialisasi itu ditujukan agar Sudinakertrans
mengerti Permenakertrans Outsourcing. Bentuk sosialisasi itu menurut Hadi
dilakukan dengan cara mengumpulkan para perusahaan terkait baik perusahaan
outsourcing ataupun pemberi pekerjaan. Termasuk para pekerja yang dipekerjakan
di perusahaan penyedia jasa pekerja (PPJP). Bahkan petugas Disnakertrans
menyambangi perusahaan secara door to door.
Hadi pun
mengimbau kepada para perusahaan agar memahami ketentuan yang termaktub dalam
Permenakertrans Outsourcing. Seperti syarat-syarat administratif yang perlu
dipenuhi perusahaan outsourcing yang menggunakan mekanisme pemborongan
pekerjaan, PPJP ataupun pemberi kerja. “Sosialisasi dimaksudkan agar semua
paham, jadi semua sama pengetahuannya jadi tidak ada lagi pemanfaatan atas
kelemahan orang lain,” urainya.
Hadi
mengingatkan, outsourcing bukan persoalan baru di ranah hukum ketenagakerjaan.
Sebab, ketentuan itu sudah tercantum dalam UU Ketenagakerjaan. Oleh karenanya,
para perusahaan seharusnya tidak kaget dengan diterbtkannya Permenakertrans
Outsourcing. Apalagi, ada masa transisi yang diberikan sebelum Permenakertrans
Outsourcing dijalankan.
Terkait
pungutan liar, Hadi menegaskan agar perusahaan lebih mengutamakan untuk
memahami ketentuan Permenakertrans Outsourcing. Sebab dalam regulasi itu
menegaskan tidak dikenakan biaya apapun. Pada praktiknya, selain ada oknum di
tingkat dinas ketenagakerjaan yang melakukan pungutan, Hadi pun menjelaskan tak
jarang perusahaan berniat memberikan imbal jasa agar petugas melakukan
penyimpangan terhadap ketentuan yang telah ditetapkan. “Pokoknya, ikuti aturan
saja, agar pelaksanaan Permenakertrans Outsourcing dapat menciptakan hubungan
industrial yang harmonis,” pungkasnya. (www.hukumonline.com)
No comments:
Post a Comment