Monday, December 2, 2013

Koruptor tak Layak Dapat Dana Pensiun



"UU MD3 harus segera direvisi."

Anggota Komisi III DPR Ahmad Yani mengatakan bahwa UU No. 27 Tahun 2009  tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) harus diperbaiki. Hal ini terkait dengan dana pensiun bagi anggota DPR yang terlibat kasus korupsi.

"Undang-Undang MD3 itu harus diperbaiki, perlu revisi ulang apalagi terkait dana pensiun bagi anggota DPR yang terbukti turut lakukan tindak pidana korupsi," ujar Ahmad Yani, Selasa (12/11).

Ahmad Yani menjelaskan bahwa berdasarkan UU MD3, anggota dewan yang berhenti dari jabatannya secara terhormat masih memiliki hak untuk mendapatkan uang pensiun.

Permasalahan yang muncul menurut Ahmad Yani, hampir semua anggota dewan yang terlibat kasus korupsi melakukan pengunduran diri sebelum pengadilan menjatuhkan putusan final atau inkra.

"Dalam Undang-Undang MD3 menyatakan kalau anggota diberhentikan dengan tidak hormat maka dia tidak akan mendapatkan hak-haknya. Ini kan mereka mengundurkan diri berarti berhenti dengan terhormat," ujar Ahmad Yani.

Ahmad Yani mengemukakan bahwa dia setuju bila hak berupa dana pensiun bagi anggota DPR yang terbukti terlibat kasus korupsi dicabut.

Namun, politisi dari Partai Persatuan Pembangunan itu kemudian kembali menegaskan bahwa Undang-Undang MD3 masih memiliki celah yang dapat memberikan anggota DPR yang terlibat kasus korupsi, untuk mendapatkan dana pensiun.

"Harusnya pengadilan dan hakim juga bisa menjatuhkan hukuman tambahan yang memberatkan bagi pejabat yang terbukti korupsi, seperti pencabutan hak untuk mendapatkan dana pensiun dan remisi," ujar Yani.

Direktur Advokasi & Investigasi FITRA, Uchok Sky Khadafi, sangat menyayangkan beberapa oknum anggota dewan yang terbukti terlibat kasus hukum, khususnya korupsi ternyata masih memiliki hak untuk mendapatkan dana pensiun. Menurutnya, mereka tak layak membebebani anggaran negara dengan mendapat dana pensiun.

Uchok mengatakan, seharusnya pada pasal-pasal UU MD3 orang yang melakukan kejahatan dalam bentuk korupsi dipecat dengan tidak terhormat dengan begitu tidak mendapat apapun yang pernah menjadi haknya termasuk dana pensiun.

“Seharusnya dicantumkan di pasal-pasal dalam UU MD3 orang yang melakukan kejahatan dalam bentuk korupsi dipecat dengan tidak terhormat dengan begitu tidak dapat apa-apa. Kalau perlu tidak usah diberikan dana pensiun,” ujar Uchok.

Dia menilai anggota dewan yang hanya menjabat 5 tahun, bahkan kurang, mendapatkan dana pensiunan layaknya pegawai negeri sipil (PNS). Hal ini dinilai tidak pantas karena membebani uang negara, namun kerja tak maksimal.

“Dana pensiun ini kan memberatkan negara. Mereka baru kerja 5 tahun saja sudah dapat untuk seumur hidup. Sedangkan PNS harus bekerja puluhan tahun baru dapat dana pensiun,” terang Uchok.

Karena diamanahkan sebagai wakil rakyat di DPR, sudah seharusnya anggota dewan bekerja sepenuh hati dan hanya menerima gaji selama masa jabatannya saja. Bukannya menerima dana pensiun seumur hidup padahal hanya menjabat selama 5 tahun.

“Sebetulnya tidak usah ada dana pensiun, mereka kan politisi. Mereka tidak perlu gaji karena sudah tugas mereka sebagai wakil rakyat yang melayani masyarakat,” lanjutnya.

Setidaknya ada 7 anggota dewan yang terlibat kasus korupsi, namun masih mendapatkan hak dana pensiun salah satunya yakni Nazaruddin, yang tersangkut pada kasus Wisma Atlet. “Kalau masih dapat dana pensiun berarti secara kelembagaan DPR masih menghormati para koruptor,” pungkas Uchok. (www.hukumonline.com)

No comments:

Post a Comment