Wednesday, January 15, 2014

Cuci Darah, Jantung, Stroke atau Kanker Ditanggung Program JKN



* ASAL IKUTI PROSEDUR


Warga masyarakat tidak perlu ragu ikut program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penyakit yang memerlukan pengobatan dengan biaya besar dijamin pembiayaannya, asalkan sesuai prosedur dan kebutuhan medis.

    Dari sekian banyak pelayanan pengobatan penyakit, hanya ada 16 item pelayanan yang tidak ditanggung oleh program JKN. Selebihnya, dijamin pembiayaannya oleh program JKN.

    "Layanan kesehatan yang berbiaya besar seperti cuci darah, jantung, stroke atau kanker, semua itu ditanggung dalam program JKN. Namun, ini yang perlu digarisbawahi, prosesnya harus sesuai dengan prosedur dan kebutuhan medis," kata Kepala Departemen Hubungan Masyarakat, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Irfan Humaidi, di kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, akhir pekan lalu.

    Irfan menjelaskan, dalam program JKN ada prosedur baru yang harus dipahami pesertanya. Prosedur itu berbeda dengan kebiasaan masyarakat selama ini yang langsung berobat ke rumah sakit. Pemegang kartu JKN harus berobat ke pelayanan tingkat dasar (primer) terlebih dahulu, bisa ke puskesmas, klinik dokter bersama, atau dokter keluarga.

    "Pada awalnya masyarakat mungkin ribet harus ke puskesmas dulu. Tetapi, jika sistem ini sudah jalan, masyarakat akan terbiasa. Dengan demikian, tidak terjadi penumpukan pasien di rumah sakit. Penyakit ringan cukup ditangani di puskesmas saja," ujarnya.

    Jika dokter di puskesmas menilai pasien membutuhkan layanan kesehatan lebih, menurut Irfan, dokter akan merujuk pasien ke rumah sakit. Jika tanpa disertai surat rujukan, rumah sakit akan menolak pasien.

    "Ini yang kemudian ramai diberitakan kalau sejumlah penyakit yang sebelumnya ditanggung dalam Kartu Jakarta Sehat (KJS), tetapi tidak ditanggung JKN. Bukan tidak ditanggung, tetapi prosedurnya tidak sesuai, atau lupa bawa kartu," ucapnya.

    Irfan mengakui, bukan perkara mudah mengubah pola pikir masyarakat yang terbiasa berobat langsung ke rumah sakit untuk mau berobat terlebih dahulu ke layanan primer. Untuk itu, pihak BPJS akan terus menyosialisasikan sistem baru agar program JKN bisa berjalan secara optimal.

    Sejak diluncurkan secara resmi pada 1 Januari 2014, jumlah peserta program JKN yang mendaftar secara mandiri terus meningkat. Hingga Kamis (9/1) petang, tercatat ada 83.021 orang atau 9.000 peserta setiap harinya. Jumlah itu dil uar 116 juta peserta awal dari program Jamkesmas, Jamsostek, TNI/Polri, dan Askes.

    Ditambahkan, guna mendorong lebih banyak peserta yang mendaftar, beberapa kantor pelayanan BPJS Kesehatan di daerah-daerah tetap buka sampai malam. Ini terutama untuk peserta nonpenerima upah (PNPU) atau peserta mandiri.

    Pemerintah telah menetapkan besaran iuran BPJS Kesehatan bagi PNPU terdiri atas tiga kelas iuran, yaitu Rp 25.000 per bulan untuk pelayanan rawat inap kelas tiga, Rp 42.500 per bulan/orang untuk kelas dua, dan Rp 59.500 per bulan/orang untuk kelas satu.

    "Pada masa depan, pendaftaran bisa dilakukan via website sekaligus verifikasi pembayaran. Jadi, ke kantor BPJS hanya untuk ambil kartu peserta. Ini agar masyarakat yang melek teknologi bisa mudah mendaftar," ujarnya.

    Selain itu, menurut Irfan Humaidi, pekan depan pendaftaran juga mulai bisa dilakukan oleh bank-bank yang bekerja sama dengan BPJS, yaitu BNI, BRI, dan Bank Mandiri. "Tetapi, hanya di cabang-cabang tertentu saja," ucapnya.

    Untuk peserta pekerja penerima upah (PPU), Irfan menjelaskan, mereka tidak harus datang langsung ke kantor pendaftaran. Tetapi, dari perusahaan bisa mendaftar secara kolektif ke bagian pemasaran BPJS Kesehatan.

    Bagi perusahaan yang tidak mendaftarkan karyawannya ke BPJS Kesehatan, akan bersiap-siap dikenai sanksi. Pengenaan sanksi itu berupa surat teguran tertulis yang diberikan paling banyak 1 kali untuk jangka waktu paling lama 10 hari kerja. Selain itu, ada juga sanksi denda yang diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 hari sejak berakhirnya sanksi teguran tertulis kedua berakhir.

    Ditambahkan, denda dimaksud sebesar 0,1 persen setiap bulan dari iuran yang seharusnya dibayar, yang dihitung sejak teguran tertulis kedua berakhir. Jadi, bulan pertama terlambat akan dikenai denda 0,1 persen. Bulan berikutnya terlambat akan dikenai denda 2 persen hingga seterusnya.

    Tahu Keuntungan

    Menurut Irfan, sebenarnya kalau perusahaan mengetahui keuntungan jika bergabung dalam BPJS Kesehatan, maka secara sadar ia akan langsung mendaftar. Dengan pengeluaran uang yang sama, tapi mendapatkan kelebihan dari BPJS secara sadar, maka perusahaan akan mendaftar.

    "Bandingkan dengan asuransi komersial, premi yang harus dibayarkan bisa ratusan ribu per bulan, apalagi kalau sudah punya riwayat penyakit tertentu, makin mahal. Jika tidak kombinasikan saja, layanan yang tidak ditanggung JKN, bisa pakai asuransi komersial," ujarnya.

    Tentang perhitungan premi bagi PPU, Irfan menjelaskan, premi sebesar 5 persen dari gaji itu dibebankan pada pemberi kerja sebesar 4,5 persen dan 0,5 persen dibayarkan pekerja. Namun, premi sebesar itu untuk batasan gaji sebesar Rp 3,5 juta per bulan untuk layanan kelas 2.

    "Jika ingin naik jadi kelas 1, preminya bisa menambah sendiri iurannya di luar ketentuan 0,5 persen itu. Ada hitung-hitungannya," ujarnya.

    Batasan gaji itu diberlakukan, menurut Irfan, karena gaji setiap orang berbeda-beda, mulai dari Rp 1 juta hingga ratusan juta per bulan. Jadi, tidak fair jika ketentuan 5 persen itu dibebankan sama kepada seseorang yang gajinya ratusan juta.

    "Jika gaji pekerja itu Rp 100 juta per bulan, masa preminya dikenakan Rp 5 juta per bulan. Jadi, tidak fair. Karena itu, ada batasan gaji untuk penetapan premi," kata Irfan menegaskan. (Tri Wahyuni)

    Pelayanan yang Tidak Dijamin BPJS Kesehatan 1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagai- mana diatur dalam peraturan yang berlaku. 2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat. 3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kece- lakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja, sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan kerja. 4. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kece- lakaan lalu lintas yang sifatnya wajib sampai nilai yang ditang gung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas. 5. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri, kecuali biaya pelayanan kesehatan itu sesuai dengan standar tarif yang ditetap kan oleh menteri. 6. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik 7. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas 8. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi) 9. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol 10. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri. 11. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur, shin se, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian, teknologi kesehatan (health technology assessment). 12. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen). 13. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi dan susu 14. Perbekalan kesehatan rumah tangga 15. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/ wabah. 16. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan. (www.suarakarya-online.com)

No comments:

Post a Comment