Sunday, August 24, 2014

Pemimpin Merakyat yang Mengayomi

* LIMA


”Aku tahu kalian akan mencukupiku, tetapi aku membenci bila aku dilebihkan di antara kalian. Sesungguhnya Allah membenci hamba-Nya yang menginginkan diperlakukan istimewa di antara sahabat-sahabatnya.”
Nasehat Nabi Muhammad saw dalam satu perjalanan bersama sahabat.

TANJUNG SELOR, Juni 2014. Malam belum terlalu larut. Lantaran malam hari pertama kami di Tanjung Selor, ibukota Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara, kami memang belum memiliki agenda apa pun, kami santai-santai saja menikmati siaran televisi lokal di sebuah penginapan sederhana. Maklum, perjalanan penerbangan dari Jakarta, Balikpapan, Tanjung Redeb, lalu disambung perjalanan darat Tanjung Redeb – Tanjung Selor, cukup menguras energi. Tiba-tiba pintu kamar tempat kami menginap diketuk resepsionis penginapan.
“Pak, ada tamunya, Pak Bupati Bulungan,” ujar resepsionis setelah kami membuka pintu kamar penginapan.
Kami sedikit terkejut. Benar, lelaki berperawakan tidak terlalu tinggi dan sedikit gemuk bernama Budiman Arifin sudah menunggu di lobi penginapan. “Eh, sudah tidur. Maaf saya hanya mampir sebentar dari acara tidak jauh dari sini,” sapa Bupati Bulungan Budiman Arifin demikian hangat sembari mengajak berjabat tangan erat-erat.
Kami pun langsung berbincang akrab dengan sosok yang telah dua periode (2005-2010 dan 2010-2015) memimpin Kabupaten Bulungan ini. Saling bertanya kabar laiknya sahabat lawas. Tak berselang lama, Bupati Budiman Arifin lalu bermohon diri dan berpesan agar keesokan harinya kami ikut kunjungan kerja ke Desa Gunung Putih, Kecamatan Tanjung Palas. Mengunjungi sebuah desa yang menjadi lokasi transmigran asal Jawa sejak tahun 1974.
Belum sirna keterkejutan kami disambangi Bupati Budiman Arifin, pemilik penginapan bertutur, “Beliau sudah biasa begitu dekat dengan siapa saja. Beliau cukup dekat dengan suami saya.” Dan suami si ibu pemilik penginapan ini adalah seorang pendeta Kristen yang lumayan berpengaruh di wilayah Kabupateb Bulungan.
Dari perbincangan sepintas dengan warga Tanjung Selor, Bupati Budiman Arifin memang sangat dekat dengan rakyat. Tidak hanya dengan kalangan umat Islam namun juga dengan umat beragama lain. “Beliau senantiasa hadir bilamana kami undang. Bahkan, tidak segan-segan memberikan bantuan,” ujar Allen Tedy Purnawan, Ketua Yayasan Graha Paramita Kabupaten Bulungan.
Hal senada disampaikan oleh Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Bulungan Drg. Ida Bagus Sidharaharja. “Peran beliau dalam menciptakan kerukunan antar-umat beragama sangat besar. Semua pemeluk agama di sini merasakan kehadiran dan bantuannya,” ucap Ida Bagus.

A.   Turun Sampai di Ujung Desa
Keesokan hari, 12 Juni 2014, kami memenuhi undangan Bupati Budiman Arifin yang mengajak berkunjung ke Desa Gunung Putih, Kecamatan Tanjung Palas. Sebuah desa yang kini telah berkembang pesat lengkap dengan infrastruktur jalan, Puskesmas, jaringan listrik dan sekolah (bahkan pendidikan anak usia dini yang biasa disebut PAUD). Warganya pun tampak guyub rukun sebagaimana sebuah kehidupan pedesaan di Tanah Jawa.
Pagi sampai siang itu, bersama segenap aparatur terkait di lingkungan Pemeirntah Kabupaten Bulungan, Bupati Budiman Arifin hadir menandai acara puncak Pencanangan Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat ke-XI dan Hari Kesatuan Gerakan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga yang ke-42 yang dipusatkan di Desan Gunung Putih. Acara dikemas dari, untuk dan oleh masyarakat dengan menampilkan kesenian tradisional, pameran hasil pertanian, peternakan dan kerajinan warga masyarakat setempat. Tidak terasa ketika itu bahwa kami tengah berada di sebuah desa yang cukup pedalaman di Kalimantan Utara. Yang terasa kami berada di sebuah desa yang mayoritas penduduknya berbahasa Jawa. Terlebih lagi kami dihibur oleh kesenian tradisional jatilan dari kelompok seni tradisional Turonggo Setyo Budoyo, Kelurahan Tanjung Palas Tengah, Kecamatan Tanjung Palas.
Tidak hanya sebatas seremoni memuncaki sebuah acara pencanangan perhelatan bulan bhakti sosial, Bupati Budiman pun berakrab-akrab ria dengan warga masyarakat setempat, makan bersama, dan melihat-lihat hasil usaha yang menjadi urat nadi perekonomian pedesaan di salah satu wilayah kecamatan tersebut. Bersama aparaturnya dan petani setempat, Bupati Budiman juga melihat secara langsung lahan pertanian (tadah hujan) yang telah memberikan kontribusi cukup signifikan bagi terpenuhinya kebutuhan beras bagi warga Kabupaten Bulungan.
Di sela-sela kunjungan kerja ke desa tersebut, Bupati Budiman menyempatkan diri berkoordinasi dengan aparatur jajaran Pemerintah Kabupaten Bulungan, menanyakan persoalan apa yang tengah hangat dihadapi oleh warganya. Termasuk langsung memberikan jalan keluar manakala warga masyarakat menyampaikan keluhan dan aspirasi yang perlu solusi. Tidak harus menunggu rapat resmi yang biasa digelar di Kantor Bupati.
Sudah menjadi agenda rutin atau kebiasaan Bupati Budiman turun langsung mendekati rakyatnya yang berada nun jauh dari rentang kendali pusat pemerintahan di Tanjung Selor. Kalau hanya Kecamatan Tanjung Palas, dapat dikatakan tidak terlalu jauh dan medan jalan ke wilayah tersebut sudah relatif baik. Bupati Budiman tak segan-segan pula menyambangi rakyatnya yang berada lebih jauh lagi, misalkan ke Desa Long Bang, Kecamatan Peso Hilir, atau Desa Long Yin, Kecamatan Peso, yang hanya bisa dituju dengan transportasi perahu ketinting (lewat jalur sungai).
“Kami naik ketinting harus benar-benar konsentrasi agar tidak tercebur karena kaki terlipat berjam-jam. Sudah begitu, kami tidur di rumah kepala desa dan beberapa aparatur yang ikut terpaksa tidur berhimpit-himpitan di rumah warga. Itulah pengalaman mengunjungi Desa Long Bang yang mana untuk bisa sampai di sana harus dengan ketinting,” ujar Nyonya Hj. Chairiah, isteri Bupati Budiman Arifin, menceritakan pengalamannya mendampingi sang suami kunjungan kerja ke desa-desa terpencil di Kabupaten Bulungan.
Beberapa desa yang cuma dapat dituju dengan perahu ketinting tersebut nyaris tidak pernah mendapat kesempatan dikunjungi atau disapa oleh bupati-bupati sebelumnya. Baru Bupati Budiman yang berusaha blusukan ke desa-desa yang punya banyak potensi sumber daya alam yang bisa diberdayakan.
Warga masyarakat desa yang dikunjungi pun merasa gembira. Dan mereka juga merasa terayomi berkat kedatangan sang pemimpin. Tidak sedikit warga yang kedatangan Bupati Budiman Arifin langsung menumpahkan aspirasinya: mulai dari meminta tambahan tenaga bidan, perbaikan jalan desa, sampai perangkat kesenian. “Kami gembira dan merasa begitu dekat dengan Pak Bupati Budiman, beliau selalu hadir setiap kali kami undang untuk berbagai acara di desa. Dan beliau sangat memperhatikan apa yang kami butuhkan di desa ini,” ujar Sumaji, warga Desa Gunung Putih, Kecamatan Tanjung Palas.  

B.    Menyatukan Pola Pikir Birokrat
Satu hal menarik dari sosok Budiman Arifin adalah kebiasaannya berkoordinasi dengan segenap aparatur Kabupaten Bulungan tanpa memandang ruang dan waktu. Kapan pun ada waktu luang, secara cepat, Bupati Budiman langsung mengkoordinasikan aparaturnya untuk satu agenda pertemuan guna membahas persoalan hangat yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Di mana saja ada tempat yang memungkinkan terselenggaranya suatu pertemuan, Bupati Budiman langsung berkoordinasi dengan dinas-dinas dan biro yang terkait permasalahan yang melilit warga masyarakat. Cara seperti yang dilakukan Budiman Arifin ini menjadi media buat menyatukan pola pikir (mindset) segenap aparatur Pemerintah Kabupaten Bulungan.
Sejak awal memimpin Kabupaten Bulungan, Budiman Arifin langsung menyisingkan lengan baju mengajak aparaturnya untuk turun ke tengah-tengah masyarakat dan menyatukan langkah memberdayakan seluruh sumber daya manusia buat mengaktualisasikan seluruh potensinya. Langkah ini terasa penting karena merupakan pondasi program-program pembangunan di Kabupaten Bulungan. Dia menyadari benar dirinya telah menebar janji-janji yang mesti ditepati.
Selama masa kampanye ke desa-desa menjelang pemilihan kepala daerah (2005 dan 2010), ujar Budiman, di tengah-tengah mensosialisasikan visi-misinya, dia menerima banyak keluhan, mulai dari persoalan ketiadaan bidan desa, ketidak-lengkapan klinik desa (misalkan tidak ada perawat), jumlah guru yang tidak memadai, dan infrastruktur desa yang jauh dari kata layak. “Saya berpikir bagaimana mensinkronkan langkah memenuhi aspirasi masyarakat desa tersebut dengan visi-misi yang telah kami canangkan,” tutur Budiman suatu waktu.
Dalam memimpin Kabupaten Bulungan, mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Nunukan ini mengusung Visi Pembangunan: Mewujudkan  Wilayah  Agroindustri utama yang berwawasan Lingkungan menuju masyarakat Kabupaten Bulungan yang semakin berkualitas, adil dan sejahtera.
Untuk mewujudkan Visi tersebut, dia merentang Misi Pembangunan Kabupaten Bulungan, antara lain: (1) Mewujudkan tata kelola Pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa; (2) Mewujudkan percepatan Pembangunan wilayah terpencil dan daerah tertinggal; (3) Mewujudkan Struktur ekonomi Pro Rakyat dengan konsep Pembangunan berkelanjutan; (4) Mewujudkan Pemenuhan Infrastruktur dasar untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; (5) Mewujudkan masyarakat yang berkualitas; dan (6) Mewujudkan Peningkatan kualitas perlindungan sosial dan pengentasan kemiskinan.
Dengan fokus utama pemberdayaan sumber daya manusia, Bupati Budiman Arifin menyusun program-program pengembangan, antara lain:
·         Reformasi birokrasi dan penegakan hukum. Mengembangkan infrastruktur dasar untuk meningkatkan daya saing dengan (a) Menghapuskan isolasi wilayah secara bertahap dan pemerataan pembangunan; (b) Mewujudkan kehidupan yang layak dan sehat bagi seluruh warga masyarakat; (c) Setiap wilayah mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif; (d) Kebutuhan  listrik masyarakat dipenuhi untuk mendukung aktivitas rumah tangga dan sektor industri.
·         Pengembangan pertanian dalam mendukung pembangunan food estate: (a) Terwujudnya food estate sebagai kekuatan ekonomi rakyat; (b) Peluang pasar produk unggulan terbuka; (c) Terbuka lapangan kerja dan kesempatan berusaha bagi warga masyarakat.
·         Pengembangan manajemen pengelolaan lingkungan hidup, di mana  pembangunan dilaksanakan secara berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
·         Pengembangan agroindustri kelapa sawit dengan mendorong ekspor non-migas.
·         Pengembangan obyek wisata alam dengan target Bulungan menjadi tujuan wisata alam dan seni budaya.
·         Peningkatan kualitas SDM yang diindikasikan dengan peningkatan   kualitas SDM dari berbagai aspek pendidikan, peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan seluruh lapisan masyarakat mempunyai peluang untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
·         Pengembangan manajemen kependudukan yang handal, tertib, terpadu dan berbasis informasi teknologi (IT), di mana manfaatnya bisa langsung dirasakan masyarakat, yaitu: (a) Secara bertahap indeks pembangunan manusia (IPM) terus meningkat; (b) Jumlah penduduk miskin setiap tahun terus berkurang.
Untuk mendorong keberhasilan pelaksanaan program-program pembangunan berbasis pengembangan sumber daya manusia tersebut, Bupati Budiman Arifin menerapkan tiga pendekatan strategis yang sangat aplikatif:
Pendekatan Sektoral: Hingga saat ini, juga untuk pembangunan beberapa tahun ke depan, struktur ekonomi Kabupaten Bulungan secara dominan masih berbasis pada sektor pertanian (renewable resources), baik di tingkat produk hulu maupun di tingkat industri hilir. Kendati begitu, Pemkab Bulungan tetap melakukan kajian guna dikembangkannya sumber-sumber potensi tambang baru --khususnya migas dan batubara (non renewable resources). Sementara itu, sektor pertanian yang tetap menjadi unggulan pembangunan daerah akan direvitalisasi dengan pendekatan pro-growth, pro-poor dan pro-employment. Revitalisasi ini akan bertumpu pada peningkatan daya saing, berorientasi kerakyatan, serta mengedepankan asas desentralisasi dan berkesinambungan.
Pendekatan Spasial: Strategi berdimensi sosial ini dititik-beratkan pada pengembangan perkotaan, pengembangan pedesaan dan pengembangan wilayah yang bermuara pada pengembangan kawasan berbasis kluster. Dengan strategi kluster yang didorong kebutuhan dunia usaha, pemerintah daerah dan dunia usaha yang menaruh perhatian terhadap pembangunan ekonomi harus mengarahkan kebijakannya untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi secara efektif.
Pendekatan Manusia: Penekanan investasi pada manusia diyakini merupakan basis dalam meningkatkan produktivitas secara total. Dalam konteks ini, kualitas manusia yang terus meningkat merupakan prasyarat utama proses produksi dan memenuhi tuntutan masyarakat industrial.
Visi, misi dan orientasi pembangunan yang mengarah pada pemberdayaan sumber daya manusia lokal tersebut harus benar-benar melekat di benak aparatur yang menjadi mesin jalannya birokrasi Pemerintahan Kabupaten Bulungan. Mereka harus satu nada orientasi untuk menuju satu titik tujuan tercapainya masyarakat Bulungan yang adil dan sejahtera.
Bupati Budiman mengakui tidak mudah menyamakan orientasi dan langkah kaki dan pikiran dalam membangun Kabupaten Bulungan. Ada saja aparatur yang merasa kurang setuju atau tidak sejalan dengan apa yang telah menjadi visi-misi Bupati Budiman Arifin bersama Wakil Bupati Liet Ingai. Dapat berupa reaksi-reaksi yang terkadang menganggu jalannya sistem pemerintahan daerah. Untuk itu, Bupati Budiman tidak segan-segan melakukan mutasi aparatur agar tujuan membangun Bulungan dapat tercapai.
Memang Bupati Budiman tidak secara ekstrim menerapkan pola penyamaan pikiran visi dan misi dalam sebuah organisasi versi pakar manajemen Jack Welch. Menurut Jack Welch, terdapat empat tipe orang dalam kaitannya sebagai sumber daya manusia di sebuah organisasi, yaitu:
Kompetensi
Visi
Rencana pemberdayaan
Tak kompeten
Tak sevisi
Dipersilakan keluar
Tak kompeten
Sevisi
Diberi bekal pelatihan/pembelajaran
Kompeten
Tak sevisi
Dipersilakan keluar
Kompeten
Sevisi
Dipersiapkan menjadi future leaders

 Mesti diakui bahwa rumusan Jack Welch ini terasa terlampau keras bila diterapkan secara konsisten di Indonesia, khususnya di Kabupaten Bulungan. Namun, minimal bisa dijadikan sebagai reference point buat menunjukkan betapa pentingnya bagi semua pegawai untuk terlebih dulu menyamakan visi. Itu sebabnya, Bupati Budiman Arifin berusaha meluangkan waktu dan tempat untuk berbicara langsung dengan aparatur Pemerintah Kabupaten Bulungan dalam rangka sharing vision and values.
Visi merupakan alat paling ampuh untuk melakukan penyelarasan (alignment) terhadap semua sumber daya yang dimiliki oleh sebuah organisasi, tak terkecuali organisasi pemerintahan daerah. Bilamana sumber tidak dapat disatu-arahkan untuk mencapai visi, maka sumber daya tersebut harus disingkirkan atau disesuaikan.
Pada batas tertentu, Budiman Arifin sependapat dengan Jack Welch yang tidak terlalu peduli pada action plan dan strategic plan. Namun dia tidak se-ekstrim Jack Welch. Prinsip yang dikembangkan Budiman bersama segenap jajaran aparatur Pemerintah Kabupaten Bulungan adalah visi lebih penting daripada rencana. Visi yang besar membuat semua orang tertantang bergerak untuk maju.  

C.   Memberdayakan SDM Lokal
Selama kepemimpinannya, Budiman benar-benar memprioritaskan pembangunan sumber daya manusia. Berpijak pada pengalaman yang ada, Budiman lebih memilih memberdayakan sumber daya manusia lokal. Dengan demikian, warga masyarakat lokal tidak terabaikan. Mereka bisa berkontribusi pada desanya dan dapat bekerja tanpa harus merantau ke perkotaan.
Kata Budiman Arifin lebih lanjut:
“Ada rekruitmen lokal, ada program menyekolahkan mereka yang ada di desa. Memang perlu waktu, tapi ya harus dilakukan sekarang juga. Rekruitmen lokal itu terutama untuk tenaga guru dan tenaga kesehatan.
Arti lokal ini tidak harus asli, tapi siapapun yang ada di sana (desa).  Jadi ada orang keturunan  NTT yang sudah lahir dan besar di situ. Atau sudah lama mereka menetap di situ. Pertimbangannya sederhana, selama ini kan ada program PTT (Pegawai Tidak Tetap), mohon maaf, yang banyak didatangkan dari Jawa, Sulawesi, dan Sumatera, yang tidak familiar dengan lokasi desa di Kabupaten Bulungan. Baru setahun atau dua tahun bekerja langsung minta pindah karena tidak kerasan. Karena selama ini mereka hanya melihat kota, ada bis, ada kereta api, dan ada mal. Sementara yang dilihat di sini, sawah, perahu, dan air (sungai). Bisa stres mereka. Memang ada yang stres. Ada dokter yang ditempatkan di Desa Long Bang, baru bertugas setahun, saat pulang, dia nempeleng orang di bandara. Stres begitu. Memang dia kaget dengan lokasi pedesaan di sini.
Itulah pertimbangannya mengapa kemudian kami merekrut orang lokal untuk memperkuat sumber daya yang dibutuhkan warga masyarakat pedesaan. Ada bidan, ada perawat. Ada 160 orang dan perawat 40 orang yang kami sekolahkan pada awal-awal saya memimpin Bulungan.
Ada keluhan kepala desa yang kesulitan mencari bidan, sampai-sampai saat isterinya mengalami kesulitan mau melahirkan harus dibawa ke kota namun sudah keburu meninggal di perjalanan. Waktu itu mau dibawa ke Tarakan. Saya katakan, kami sudah usahakan namun masih sekolah. Lulus sekolah, mereka kami kembalikan ke desa. Setelah itu terpenuhilah kebutuhan perawat dan bidan di pedesaan.”
Tanpa mengesampingkan program Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang telah berjalan lama, Budiman Arifin ingin sebuah terobosan memberdayakan warga masyarakat lokal dengan menggelontorkan dana APBD yang cukup besar. Melalui program bea siswa untuk menyekolahkan mereka sesuai kebutuhan masyarakat desa, pada giliran berikutnya, kualitas mereka meningkat. Kualitas sumber daya manusia yang meningkat akan membawa konsekuensi kenaikan gaji atau upah manakala mereka telah diangkat menjadi pegawai. Dengan demikian kesenjangan mereka dengan tenaga PTT tidak lagi terlalu jauh.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia tersebut juga berdampak pada pencapaian target-target peningkatan kualitas dan kuantitas pelaksanaan pendidikan di Kabupaten Bulungan. Misalkan, sekarang telah tersedia tenaga pendidik di 10 kecamatan, realisasi Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di 241 sekolah, terbangun 100 PAUD, dan terlaksana sertifikasi bagi 100 orang tenaga pendidik.   

D.   Membangun dari Desa
Tokoh masyarakat Dayak Kabupaten Bulungan, Apoy Laing, mengakui bahwa pembangunan yang dilakukan selama dua periode kepemimpinan Bupati Budiman Arifin tidak terlalu tampak di Tanjung Selor, ibukota kabupaten. Sepintas, katanya, seolah tidak ada perubahan yang berarti selama hampir 10 tahun kepemimpinan Budiman Arifin.
Apoy Laing menilai bahwa kinerja Budiman Arifin bersama segenap jajarannya di Pemerintah Kabupaten Bulungan cukup baik dan banyak dirasakan oleh warga masyarakat. Menurutnya, pembangunan fisik di wilayah pusat pemerintahan Tanjung Selor memang tidak terlampau tampak lantaran Budiman Arifin lebih memprioritaskan memulai pembangunan dari wilayah pedesaan. Denyut desa-desa di wilayah Kabupaten Bulungan sejauh ini semakin terasa dan dapat dirasakan manfaatnya oleh warga lokal pedesaan.
Bupati Budiman Arifin mengakui bahwa pembangunan di tengah kota Tanjung Selor memang relatif tidak terlihat. Karena, katanya, dia berkonsentrasi membangun wilayah pedesaan, terutama infrastruktur. Jelasnya lebih lanjut:
“Selain sektor kesehatan dan pendidikan, kami juga fokus pembangunan infrastruktur pedesaan. Saya mencontoh pola yang sekarang dikenal PPMD, Proyek Pembangunan Masyarakat Desa. Apa yang dibutuhkan masyarakat, silakan bikin perencanaan, kami sediakan dananya. Ada satu desa yang sampai butuh Rp600 juta. Tergantung pula jumlah desa yang ada di satu kecamatan itu. Satu kecamatan misalkan Rp2 miliar langsung dibagikan sesuai dengan kebutuhan. Ada yang tiga desa, maka satu desa dapat sekitar Rp700 juta. Ada lagi yang lima desa sehingga per desa peroleh Rp400 juta. Lalu muncullah jembatan PPMD, ada PAUD, semensisasi jalan, dan air bersih desa.”
Selama ini, dari berbagai literatur yang berkembang, kebijakan pembangunan di Indonesia --terutama pembangunan desa-- selalu bersifat top down dan sektoral dalam perencanaan serta implementasinya tidak terintegrasi. Hal ini dapat dilihat dari program pemerintah pusat (setiap departemen) yang bersifat sektoral. Perencanaan disusun tanpa melibatkan sektor yang lain dan pemerintah daerah. Dan tidak mencermati persoalan mendasar yang terjadi di daerah, sehingga formulasi strategi dan program tidak tepat.
Di sisi lain, kondisi di desa tidak tersentuh pembangunan secara utuh, infrastruktur dasar tidak terpenuhi, aktivitas ekonomi sangat rendah, peluang usaha rendah, sarana pendidikan terbatas, dan sebagian besar baru terpenuhi untuk sekolah dasar saja. Kondisi ini menyebabkan tidak ada pilihan lain bagi warga masyarakat desa untuk mengubah nasibnya, yaitu merantau ke kota.
Lalu, sebuah kenyataan cukup menyedihkan, eksploitasi sumber daya alam di desa dilakukan secara besar besaran, dengan tidak mencermati daya dukung lingkungan dan tidak melibatkan masyarakat setempat (lokal). Alasannya, kemampuan mereka dinilai rendah. Sampai-sampai kemampuan yang rendah tersebut dituding menjadi penyebab kerusakan lingkungan, baik fisik maupun sosial. Kondisi lingkungan menjadi rusak, demikian juga terjadi transformasi kultur secara negatif, sebagai akibat masuknya para pendatang baru yang menyebabkan strategi pembangunan dalam mengatasi kemiskinan tidak berhasil apabila tidak diintegrasikan dalam kebijakan pembangunan berkelanjutan yang secara sadar mengubah pola konsumsi masyarakat dan cara-cara produksi yang tidak menunjang keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Dapat dikatakan kita masih berkutat pada persoalan-persoalan:
·         Bahwa sampai saat ini belum ada konsep/model pembangunan desa yang dapat menjadi solusi secara optimal dalam upaya pengentasan kemiskinan dan pengembangan  desa.
·         Pembangunan desa dilaksanakan bersifat sektoral yang hanya akan memberikan solusi secara parsial juga dan dengan waktu yang bersifat temporer, sehingga tidak ada jaminan kelangsungan dan keberlanjutan program tersebut.
·         Sumber daya manusia di desa, baik aparat maupun masyarakatnya, memberikan kontribusi besar terhadap melambatnya berbagai upaya pelaksanaan pembangunan desa itu sendiri.
·         Keterbatasan sumber pendanaan, baik dari desa maupun dari Kabupaten, Provinsi dan Nasional, merupakan faktor utama lain yang menyebabkan lambatnya proses pembangunan desa. Di sisi lain Anggaran yang disediakan/dialokasikan ke desa, baik dari Kabupaten, Provinsi maupun dari Nasional, cenderung bersifat proyek, bahkan charity, bersifat sesaat dan berdampak pada golongan tertentu saja di desa.
·         Perencanaan yang disusun, walaupun telah melalui suatu proses yang panjang, yaitu dari Musrenbang, Musrenbangda, (Kabupaten dan Provinsi) serta Musrenbangnas, tetap tidak menujukan suatu streamline yang jelas serta tidak memperlihatkan keterpaduan program (commited programme). Bahkan, pada kebanyakan kasus perencanaan, usulan dari desa sejak di awal diskusi pada Musrenbangcam telah tereleminasi.
·         Sudut pandang dari semua pihak terhadap upaya pembangunan desa masih seperti dulu, yaitu menempatkan desa sebagai suatu obyek dengan klasifikasi rendah, sehingga tidak menjadi prioritas dan bersifat seperlunya saja, sehingga dengan memformulasikan suatu program yang bersifat charity, dianggap telah memberikan sesuatu manfaat yang sangat besar.
·         Belum terlihat adanya suatu pemahaman yang menunjukkan bahwa desa sebagai sumber utama pembangunan Nasional, sehingga desa patut menjadi sasaran utama pembangunan dan harus ditempatkan sebagai partner utama dalam sistem pembangunan Nasional.
·         Persoalan ketidak-jelasan kewenangan yang ada di Pemerintah Kabupaten, Provinsi dan Nasional menyebabkan terdapatnya berbagai kesulitan dalam menyusun dan mengimplementasi kebijakan Pemerintah Provinsi terhadap upaya Pembangunan desa.
Bupati Budiman Arifin memahami benar persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dan pembangunan pedesaan tersebut. Dia berusaha betul-betul keluar dari persoalan yang membelit masyarakat desa dan memberikan kepercayaan kepada warga masyarakat membangun desa dari, oleh dan untuk mereka. Dengan demikian mereka akan semakin mudah meraih kue pembangunan dan kesejahteraannya meningkat.
Secara tradisional, pembangunan desa (rural development), menurut Mosher (1969: 91), mempunyai tujuan untuk pertumbuhan sektor pertanian dan integrasi Nasional, yaitu membawa seluruh penduduk suatu negara ke dalam pola utama kehidupan yang sesuai, serta menciptakan keadilan ekonomi berupa bagaimana pendapatan itu didistribusikan kepada seluruh penduduk.
Senada, demikian pendapat Fellman & Getis (2003:357), pembangunan desa diarahkan kepada bagaimana mengubah sumber daya alam dan sumber daya manusia suatu wilayah atau Negara, sehingga berguna dalam produksi barang dan melaksanakan pertumbuhan ekonomi, modernisasi dan perbaikan dalam tingkat produksi barang (materi) dan konsumsi.
Dengan begitu, pembangunan desa diarahkan untuk menghilangkan atau mengurangi berbagai hambatan dalam kehidupan sosial ekonomi, seperti kurang pengetahuan dan keterampilan, kurang kesempatan kerja, dan sebagainya. Akibat berbagai hambatan tersebut, penduduk wilayah pedesaan umumnya miskin (Jayadinata & Pramandika, 2006: 1). Sasaran dari program pembangunan pedesaan adalah meningkatkan kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi masyarakat desa, sehingga mereka memperoleh tingkat kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan material dan spiritual.
Pembangunan desa, secara konkret, harus memperhatikan berbagai faktor, antara lain adalah terkait dengan pembangunan ekonomi, pembangunan atau pelayanan pendidikan, pengembangan kapasitas pemerintahan dan penyediaan berbagai infrastruktur desa. Semua faktor tersebut diperlukan guna mengimplementasikan dan mengintegrasikan pembangunan desa ke dalam suatu rencana yang terstruktur dalam desain tata ruang.
Memperhatikan berbagai persoalan dan kecenderungan pembangunan pedesaan yang top down, setelah berdialog dengan berbagai kalangan di pedesaan, Bupati Budiman Arifin memprioritaskan pembangunan pedesaan, antara lain:
·         Meningkatkan akselerasi pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan. Seperti jalan antar-desa dan jalan antar-kecamatan.
·         Meningkatkan kualitas pemenuhan kebutuhan infrastruktur dasar, seperti sarana air minum dan prasarana air bersih pedesaan.
·         Melanjutkan revitalisasi pertanian dalam arti luas dengan memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan, seperti terwujudnya pengembangan kawasan sentra hortikultura, terbinanya penangkar benih padi, dan terpeliharanya kebun rakyat yang produktif.
·         Melestarikan dan mengembangkan khazanah kebudayaan daerah sebagai ujung tombak pembangunan kepariwisataan, di antaranya sosialisasi pembentukan kelompok sadar wisata di 10 kecamatan dan pembenahan obyek wisata unggulan.
Implementasi dari prioritas-prioritas pembangunan tersebut kini telah dirasakan hasilnya oleh warga masyarakat pedesaan yang tersebar di 10 kecamatan dalam wilayah Kabupaten Bulungan. Misalkan peternak sapi di Kecamatan Tanjung Palas Utara telah bisa menikmati hasil ternaknya secara memadai. Kehidupan mereka kini cukup sejahtera dengan mengandalkan penghasilan dari beternak sapi. (*)         



No comments:

Post a Comment