Thursday, December 18, 2014

Pattiro: Pengelola JKN Harus Transparan


Ilustrasi -
Ilustrasi
 
Direktur Eksekutif Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Sad Dian Utomo meminta BPJS, Dinas Kesehatan kabupaten/kota dan Puskesmas mulai transparan soal penggunaan dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

"Dana yang dikelola tersebut berasal dari iuran masyarakat sehingga masyarakat berhak meminta pertanggungjawaban penggunaannya, baik secara langsung atau melalui komite/dewan kesehatan sebagai bagian dari pemantauan sosial," kata Sad di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, transparansi penting karena Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang dimiliki oleh pemerintah daerah mulai mendapatkan dana kapitasi dari BPJS Kesehatan seiring pelaksanaan JKN yang berjalan hampir setahun.

Penggunaan dan pengelolaan dana kapitasi ini diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres) No 32/2014 serta Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 19 tahun 2014.

Perpres yang dimaksud mengatur pengelolaan dana kapitasi bagi Puskesmas yang belum menerapkan atau berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

"Sementara Permenkes mengatur penggunaan dana kapitasi, baik pada Puskesmas BLUD maupun Non-BLUD. Dengan kebijakan ini, maka akan semakin banyak dana yang akan dikelola ke Puskesmas. Selama ini Puskesmas sudah mendapatkan dana operasional dan dana kegiatan program dari APBD, dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang ditransfer langsung dari APBN serta DAK Kesehatan," kata dia.

Dana kapitasi sendiri merupakan besaran pembayaran per bulan yang dibayarkan di muka kepada Puskesmas berdasarkan jumlah peserta JKN terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.

Artinya, Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dimiliki pemerintah daerah akan mendapatkan transfer dana segar pada awal bulan dengan hanya memperhitungkan pada jumlah kepesertaan JKN di wilayahnya.

Dana yang telah dikirimkan ke Puskesmas tersebut, masih kata Sad, akan dimanfaatkan oleh Puskesmas untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan minimum sebesar 60 persen dari total dana kapitasi yang diminta dan sisanya digunakan untuk biaya operasional.

Pembayaran jasa pelayanan kesehatan sendiri akan dibayarkan pada tenaga kesehatan dan nonkesehatan dengan mempertimbangkan berbagai variabel, di antaranya jenis ketenagaan atau jabatan dan tingkat kehadiran.

Variabel jenis ketenagaan adalah tenaga medis, nonmedis, perawat, apoteker dan sebagainya. Sedangkan kehadiran diberikan poin pada kehadiran dan akan dikurangi jika tidak hadir.

Sementara itu untuk biaya operasional, dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan obat yang tidak disediakan APBD, alat kesehatan, maupun kegiatan operasional kesehatan lainnya. Di antaranya adalah upaya kesehatan perorangan berupa promotif, preventif dan rehabilitasi lain, kunjungan rumah dalam rangka upaya kesehatan perorangan, operasional puskesmas keliling, bahan cetak atau alat tulis kantor, sistem informasi dan administrasi keuangan.

"Dengan demikian, sebenarnya Puskesmas memiliki keleluasaan dalam mengembangkan upaya promosi kesehatan yang efektif. Jika selama ini, Puskemas maupun Dinas Kesehatan selalu berkilah bahwa dana promosi terlalu kecil, maka dengan kapitasi dana JKN tersebut, tidak ada lagi alasan untuk tidak mengoptimalkan upaya promotif dan preventif tersebut," kata dia. (http://skalanews.com/)

No comments:

Post a Comment