Sunday, November 30, 2014

BPJS Ketenagakerjaan Siapkan Rusun Bagi Buruh

Direktur Utama (Dirut) Badan penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, Elvyn G. Masassya mengungkapkan pihaknya berupaya membuat program penyediaan tempat tinggal bagi buruh.

"Jadi hari ini Pak Wakil Presiden memberi arahan bagaimana BPJS bisa memenuhi aspek perumahan dan transportasi bagi buruh," ujar Elvyn usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Rabu (26/11/2014).
Berdasarkan arahan yang disampaikan oleh Wapres Jusuf Kalla, Elvyn mengungkapkan pihaknya segera membangun kantong-kantong hunian di sejumlah kawasan industri yang ada di Indonesia.
"Dan mulai tahun depan kami akan siapkan berbagai tempat untuk bisa jadi hunian pekerja. Khususnya di kantong-kantong industri di seluruh Indonesia," ucap Elvyn.
Elvyn menjelaskan, penyediaan hunian bagi para pekerja atau buruh tersebut berupa rumah susun sederhana milik (rusunami), rumah susun sederhana sewa (rusunawa) maupun rumah tinggal atau landed house.
"Nanti berupa rusunawa dan rusunami di kantong-kantong pekerja. Bisa juga membangun landed house bekerja sama dengan pihak ketiga," tutur Elvyn. (http://www.tribunnews.com/)

Meretas Kinerja Meraih Prestasi

* DELAPAN


Janganlah kamu bertanya apa yang dapat diperbuat oleh negara untukmu; tapi tanyakan pada dirimu apa yang dapat kamu perbuat bagi negara.
John F. Kennedy, Presiden ke-35 Amerika Serikat, 1961-1963

Globalisasi dan Otonomi Daerah (Otda) membawa sebuah konsekuensi logis bahwa tingkat persaingan antar-daerah semakin tajam, baik di tingkat regional, nasional maupun internasional. Setiap daerah di Tanah Air dituntut kemampuannya untuk menggali dan memanfaatkan secara optimal berbagai potensi sumber daya ekonomi. Lebih lanjut, potensi sumber daya manusia (SDM) yang ada di daerah juga dituntut harus berkualitas dan mampu mengantisipasi perubahan yang terjadi. Hal ini sangat penting, bukan saja dalam konteks daya saing daerah, namun lebih dari itu sebagai upaya memacu laju pertumbuhan ekonomi daerah, membuka lapangan kerja baru, sekaligus pada akhirnya meningkatkan taraf hidup masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik.
Sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, pemerintah daerah harus berupaya keras mewujudkan cita-cita nasional serta mencapai kemajuan pembangunan di daerah. Berbagai dinamika, permasalahan dan isu strategis pembangunan yang berpeluang menghambat pembangunan di daerah, sepatutnya diatasi secara cepat, tepat dan komprehensif. Dari sisi kebijakan, diarahkan pula yang bertumpu pada kebutuhan dan menampung aspirasi masyarakat, selain juga mampu mendorong iklim usaha yang kondusif dan menguatkan kapasitas ekonomi daerah.
Sebagai daerah yang tengah tumbuh dan berkembang di Provinsi Aceh, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya terus berupaya meningkatkan pembangunan di setiap kecamatan. Dengan keterbatasan anggaran (dana) dan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya tetap berusaha keras mewujudkan pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik yang berkualitas. Juga berupaya mendaya-gunakan berbagai potensi sumber daya ekonomi secara efektif, efisien dan berkelanjutan demi kemakmuran rakyat-masyarakat.
Kabupaten Aceh Jaya yang berada di wilayah pesisir barat Provinsi Aceh memiliki sumber daya ekonomi yang cukup menggembirakan namun belum tergali secara optimal. Bila diamati dari struktur ekonominya, sektor primer dengan lapangan usaha pertanian merupakan andalan penggerak perekonomian dan penyedia lapangan kerja terbesar. Mengutip data Badan Pusat Statistik (2012), kontribusi lapangan usaha tersebut mencapai 42,43 persen dari total produk domestik regional bruto (PDRB) ADHK Kabupaten Aceh Jaya. Pada tahun 2008, kontribusi nilai tambah usaha tersebut mencapai 44,17 persen. Subsektor peternakan merupakan penghasil nilai tambah terbesar dalam sektor primer. Sampai tahun 2012, kontribusi nilai tambah lapangan usaha tersebut mencapai 18,44 persen dari total PDRB ADHK. Adapun subsektor perkebunan menyumbang sebesar 8,90 persen, tanaman pangan 8,30 persen, perikanan 3,09 persen, dan kehutanan 2,88 persen.
Selain itu, jasa-jasa yang merupakan andalan sektor tersier termasuk lapangan usaha yang banyak ditekuni warga masyarakat dan menyumbang nilai tambah cukup memadai dalam PDRB Kabupaten Aceh Jaya. Lapangan usaha tersebut menyumbang nilai tambah sebesar 20,42 persen pada tahun 2012. Bahkan, aktivitas usaha jasa-jasa tersebut terus menggeliat dalam beberapa tahun terakhir. Tahun 2008, tercatat kontribusi nilai tambah sektor jasa-jasa sebesar 19,51 persen. Aktivitas jasa-jasa tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sebuah kabupaten, terutama di pusat kota. Lapangan usaha tersebut cenderung menggeliat dan turut andil besar dalam mendorong percepatan ekonomi daerah. Sebaliknya, industri pengolahan masih menunjukkan kinerja yang relatif menggembirakan dalam empat tahun terakhir. Kondisi tersebut dipengaruhi belum adanya keterkaitan yang kuat antara pembangunan pertanian dan pengembangan industri pengolahan. Hingga akhir tahun 2012, sumbangan nilai tambah industri pengolahan terhadap PDRB Kabupaten Aceh Jaya tidak lebih dari 8,17 persen.
Secara sektoral, tingkat pertumbuhan sektor-sektor ekonomi potensial di Kabupaten Aceh Jaya masih relatif rendah. Kondisi ini telah menyebabkan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi daerah secara keseluruhan. Kecuali pertambangan dan penggalian tumbuh drastis mencapai 7,74 persen, sementara pertanian hanya tumbuh 4,45 persen (kondisi tahun 2012). Adapun sektor jasa-jasa tumbuh sebesar 6,38 persen tahun 2012. Sedangkan perdagangan, hotel dan restoran hanya tumbuh 3,03 persen tahun 2012, sedangkan tahun 2008 tumbuh hampir 8,73 persen. Secara keseluruhan, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Jaya sebesar 4,11 persen tahun 2012, turun (lebih rendah) dibanding tahun 2010 yang tumbuh mencapai 4,61 persen. Bahkan, laju pertumbuhan tersebut cenderung lebih rendah daripada yang dicapai tahun 2008. Tercatat aktivitas ekonomi Kabupaten Aceh Jaya tumbuh sebesar 4,24 persen tahun 2008.
Dalam struktur perwilayahan Provinsi Aceh, Kabupaten Aceh Jaya berada pada Wilayah Pengembangan (WP) Barat I yang meliputi Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Jaya, dan Kabupaten Nagan Raya, dengan pusat pengembangan di Meulaboh. Kedudukan Kabupaten Aceh Jaya yang berada pada jalur lintas pantai barat-selatan Aceh harus dimanfaatkan sebagai peluang untuk mendorong akselerasi pembangunan serta diharapkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi terkemuka di wilayah pesisir barat Aceh. Hal ini tentu juga didukung berbagai potensi ekonomi yang dimiliki oleh Kabupaten Aceh Jaya. Potensi sumber daya ekonomi tersebut harus didaya-gunakan secara optimal dan berkelanjutan sehingga berimplikasi positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat serta mendorong secara signifikan pertumbuhan ekonomi daerah.
Patut dipahami, bahwa kabupaten yang berada di lintas pantai barat-selatan Aceh ini berupaya keras memacu pertumbuhan ekonominya. Berbagai strategi dan langkah taktis ditempuh guna memanfaatkan potensi dan peluang di wilayah sekitarnya (hinterland), serta mengatasi secara serius ancaman dan hambatan. Karena itu, sepatutnya, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya merespon dinamika persaingan dan isu strategis yang berkembang di wilayah sekitarnya serta merancang strategi yang mampu menarik peluang-peluang ekonomi untuk mendukung percepatan ekonomi Kabupaten Aceh Jaya.
Berpijak pada uraian tersebut, sebuah konsep perencanaan yang taktis dan komprehensif guna membangun serta mengembangkan potensi-potensi sumber daya ekonomi yang ada di Kabupaten Aceh Jaya dinilai sangat penting. Dengan begitu, berbagai potensi ekonomi di Aceh Jaya, terutama sektor-sektor ekonomi basis (unggulan) mampu dikembangkan. Dan selanjutnya dapat mendorong dan mendukung pemanfaatan sumber daya ekonomi lokal secara optimal. Selain itu diharapkan pula mampu berperan strategis memacu pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Jaya serta terwujudnya keterkaitan yang kuat antar-sektor ataupun antar-wilayah dalam mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Jaya.
Dari perencanaan pembangunan yang telah diretas, visi-misi yang jelas, dan strategi yang relatif tepat, di bawah kepemimpinan Bupati Azhar Abdurrahman, Kabupaten Aceh Jaya telah menuai sejumlah perkembangan menarik. Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya lebih memprioritaskan pengembangan pertanian dalam arti luas, sosial (pendidikan, kesehatan dan keamanan), Usaha Kecil dan Menengah (UKM), keuangan dan pendapatan warga masyarakat. Mari kita lihat perkembangannya dalam beberapa tahun terakhir.

A.   Pertanian dalam Arti Luas
 Aceh Jaya termasuk kabupaten di wilayah barat pesisir Provinsi Aceh yang memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang cukup menggembirakan. Di antaranya meliputi sektor pertanian (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan), pariwisata dan lainnya. Potensi ini berusaha dikelola secara baik dan berkelanjutan agar berimbas pada peningkatan penghasilan warga masyarakat berkesibambungan (income generation), penyerap lapangan kerja, dan pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Berbagai potensi SDA, khususnya pertanian, merupakan sumber bahan baku utama dalam pengembangan industri pengolahan hasil pertanian. Dan Kabupaten Aceh Jaya dapat memanfaatkan potensi ekonomi ekonomi berbasis sumber daya lokal secara optimal dan mengembangkannya secara integratif dari hulu-hilir sehinga berimplikasi positif bagi kemajuan pembanngunan daerah.
Mengutip data BPS tahun 2012, sumbangan sektor pertanian mencapai hampir 41,60 persen dalam PDRB Kabupaten Aceh Jaya, berdasarkan harga konstan (ADHK). Secara absolut, nilai tambahnya berjumlah Rp124.627,19 juta tahun 2012, naik rata-rata hampir 3,18 persen dibanding tahun 2009, nilai tambah yang dihasilkan sektor pertanian berjumlah Rp113.433,97 juta. Berdasarkan harga berlaku (ADHB), nilai tambah sektor pertanian juga meningkat signifikan selama tahun 2009-2012. Bahkan, pertumbuhannya di atas rata-rata dari PDRB ADHK, yaitu mencapai rata-rata 9,41 persen setiap tahun. Pada tahun 2009, nilai tambah pertanian ADHB berjumlah Rp278.132,48 juta. Angka tersebut terus meningkat secara signifikan menjadi Rp364.285,93 juta.
Selama kurun waktu 2009-2012 terdapat kecenderungan kontribusi lapangan usaha pertanian semakin menurun, meskipun masih mendominasi struktur ekonomi Kabupaten Aceh Jaya. Kondisi tersebut sejalan dengan menguatnya sektor ekonomi lain yang turut berperan positif dalam perekonomian Kabupaten Aceh Jaya. Sektor pertanian terus didorong dikembangkan secara integratif serta memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor ekonomi lain sehingga menghasilkan nilai tambah yang lebih besar dalam struktur PDRB Kabupaten Aceh Jaya.
Berdasarkan PDRB ADHK, pertumbuhan sektor pertanian cukup menggembirakan. Tahun 2009, tercatat pertumbuhan sektor pertanian masih sebesar 1,42 persen. Angka pertumbuhan tersebut naik menjadi 1,87 persen tahun 2010 dan terus meningkat menjadi 3,25 persen tahun 2011. Akhir tahun 2012, tercatat pertumbuhan sektor pertanian mencapai 4,45 persen, jauh lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya.

(Gambar Trend Kontribusi dan Pertumbuhan PDRB Pertanian Kabupaten Aceh Jaya, Tahun 2009-2012) àambil dari buku Laporan Akhir hal IV-3

Lapangan usaha pertanian menjadi tumpuan hidup bagi warga masyarakat di Kabupaten Aceh Jaya. Hasil sensus pertanian tahun 2013 (BPS), menyiratkan 14.339 rumah tangga (RT) yang tersebar di sembilan kecamatan menekuni hidup sebagai petani. Paling banyak terdapat di Kecamatan Jaya, termasuk juga di Kecamatan Teunom. Di Kecamatan Jaya, jumlah RT petani mencapai 2.499 RT atau sekitar 17,43 persen dari total RT petani. Sementara di Kecamatan Teunom, RT petani tercatat 2.398 RT (16,72 persen). Adapun yang relatif sedikit RT petani mendiami wilayah Kecamatan Indra Jaya, yakni 1.059 RT (7,38 persen). Karena itu, berbagai potensi sumber daya pertanian yang dimiliki Kabupaten Aceh Jaya harus dikelola secara optimal sehingga dapat meningkatkan penghasilan warga masyarakat.
Tabel 8.1
Jumlah Usaha Pertanian di Kabupaten Aceh Jaya, Tahun 2013

Kecamatan
Rumah Tangga Pertanian
Perusahaan
Lainnya
Teunom
2.398
1
4
Panga
1.553
1
0
Krueng Sabee
1.834
2
1
Setia Bakti
1.248
1
4
Sampoinet
1.214
5
1
Jaya
2.449
0
1
Pasie Raya
1.357
0
0
Darul Hikmah
1.177
2
0
Indra Jaya
1.059
2
1
Jumlah
14.339
14
12
Sumber: BPS Kabupaten Aceh Jaya, 2013

Tanaman Pangan. Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya berkomitmen  menggalakkan sektor pertanian sebagai andalan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Subsektor tanaman pangan yang merupakan penghasil kedua terbesar kontribusi nilai tambah PDRB dikembangkan secara berkelanjutan guna mendukung program nasional swasembada berkelanjutan. Akhir tahun 2012, subsektor tanaman pangan telah menyumbang Rp73.525,68 juta dalam PDRB ADHB dan paling kurang Rp24.862,52 juta dalam PDRB ADHK. Nilai tambah tersebut cenderung meningkat signifikan  dibandingkan tahun 2009. Rata-rata setiap tahunnya nilai tambah subsektor tanaman pangan tumbuh sebesar 12,48 persen (PDRB ADHB) dan sebesar 2,22 persen (PDRB ADHK). Adapun nilai tambah suksektor pertanian tahun 2009 adalah sebesar Rp51.666,09 juta (PDRB ADHB) dan sebesar Rp23.276,56 juta (PDRB ADHK).
Selama empat tahun terakhir, pertumbuhan nilai tambah sukbsektor tanaman pangan cenderung fluktuatif, meskipun meningkat drastis pada akhir tahun 2012. Pertumbuhan nilai tambah subsektor tanaman pangan mencapai 3,57 persen pada tahun 2012, jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2009 yang masih sebesar 1,33 persen. Hal tersebut dicapai sebagai bentuk kerja keras dari Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya dalam memanfaatkan potensi sumber daya pertanian guna meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan.
Dari sisi kontribusi, subsektor pertanian tanaman pangan menyumbang sebesar 8,3 persen dalam PDRB ADHK dan sebesar 6,23 persen dalam PDRB ADHB (kondisi tahun 2012). Secara persentase, kontribusi nilai tambah tersebut sedikit menurun dibandingkan tahun 2009. Adapun tahun 2009 tercatat kontribusi nilai tambah suksektor tanaman pangan terhadap PDRB ADHB sebesar 6,44 persen dan PDRB ADHK sebesar 8,83 persen. Secara lebih rinci, tren kontribusi dan pertumbuhan PDRB tanaman bahan makanan Kabupaten Aceh Jaya periode 2009-2012 dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar Tren Kontribusi dan Pertumbuhan PDRB Tanaman Bahan Makanan Kabupaten Aceh Jaya, 2009-2012 àambil dari buku Laporan Akhir hal.IV-6
 Kabupaten Aceh Jaya memiliki potensi komoditas tanaman pangan yang cukup menggembirakan. Kurun waktu tiga tahun terakhir (2010-2012), perkembangan luas tanam beberapa komoditas tanaman pangan di Kabupaten Aceh Jaya menunjukkan angka meningkat signifikan, selain juga terlihat fluktuatif. Komoditas padi misalkan, luas lahan yang ditanami petani cenderung meningkat, dari 6.506 hektar tahun 2010 naik drastis menjadi 12.505 hektar tahun 2012. Artinya, setiap tahun naik rata-rata hampir 38,64 persen. Patut dipahami bahwa dari semua komoditas tanaman pangan yang dibudidayakan petani, komoditas padi yang paling diminati petani di Kabupaten Aceh Jaya. Hal tersebut cukup beralasan mengingat komoditas padi adalah tanaman pangan utama bagi warga masyarakat. Selain itu, padi merupakan komoditas sangat strategis baik secara politis maupun sosial. Jika terjadi gejolak perubahan produksi pada komoditas tersebut, maka stabilitas sosial ataupun politik akan terusik. Sehingga, bila gejolak produksi itu terjadi, maka implikasinya akan lebih mahal untuk mengembalikan, bukan hanya sumber dana dan sumber daya yang dicurahkan untuk menata produksi secara fisik semata, tapi juga diperlukan dana untuk mengamankan gejolak sosial yang terlanjur terjadi. Sebaliknya, bila antisipasi terhadap pengamanan dan penataan jumlah produksi padi lebih baik, maka sumber daya yang dialokasikan lebih efektif dan memiliki multi-efek yang percepatan dampaknya terhadap sektor lain lebih meningkat.
Lebih lanjut, komoditi pangan (terutama padi) memiliki peran yang sangat penting --baik untuk penciptaan lapangan kerja maupun sebagai sumber pendapatan. Menurunnya produksi komoditas pangan dapat mengganggu pendapatan warga masyarakat dan pendapatan daerah. Jika saja tidak segera ditata kembali, maka warga masyarakat akan kehilangan alokasi pendapatannya untuk membeli produk pangan yang didatangkan dari luar daerah yang tentu harganya akan lebih mahal dibandingkan produksi daerah sendiri.
Luas tanam komoditas pangan lainnya di Kabupaten aceh Jaya cenderung fluktuatif, khususnya tiga tahun terakhir, seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, kedelai, dan kacang tanah. Areal tanam jagung seluas 95 hektar tahun 2010. Luas tanam komoditas tersebut naik menjadi 214 hektar tahun 2011 dan selanjutnya menurun jadi 126 hektar tahun 2012. Untuk komoditas kacang tanah, lahan yang ditanami petani seluas 126 hektar tahun 2012. Juga menurun dibanding tahun 2011 yang mencapai 143 hektar. Adapun luas tanam kacang tanah pada tahun 2010 masih seluas 87 hektar.
Kecuali padi, komoditas pangan lainnya juga didorong dikembangkan secara terpadu dan berkelanjutan di Kabupaten Aceh Jaya. Diversifikasi pangan sangat diperlukan dalam upaya mengantisipasi terjadinya kerawanan pangan, selain juga mendorong dan mendukung kebijakan nasional pencapaian swasembada pangan (non-beras).

Gambar tren luas tanam komoditas Tanaman Pangan Kabupaten Aceh Jaya, 2010-2012 –>ambil dari buku Laporan Akhir hal. IV-8

Selain padi dan kacang tanah, luas panen komoditas pangan lainnya cenderung menurun dan fluktuatif. Luas panen padi meningkat, dari 6.671 hektar tahun 2010 naik menjadi 8.489 hektar tahun 2011, dan terus meningkat hingga 10.288 hektar tahun 2012. Untuk kacang tanah, luas panen mencapai 149 hektar tahun 2012, dari sebelumnya hanya seluas 113 hektar (tahun 2011) dan seluas 85 hektar (tahun 2010). Luas panen yang terus menurun terjadi pada komoditas ubi kayu dan ubi jalar. Sedangkan luas panen cenderung fluktuatif terjadi pada komoditas jagung dan kedelai, sebagaimana terlihat pada gambar berikut:

Gambar Tren Luas Panen Komoditas Tanaman Pangan Kabupaten Aceh Jaya, 2010-2012 àambil dari buku Laporan Akhir hal. IV-9

Selama lima tahun terakhir, produksi komoditas pangan di Kabupaten Aceh Jaya terlihat fluktuatif. Hal tersebut tentu terkait dengan luas tanam dan luas panen dari komoditas pangan yang dibudi-dayakan petani. Secara rata-rata, pertumbuhan produksi padi di Kabupaten Aceh Jaya cukup menggembirakan, yaitu naik hampir 43,22 persen/tahun periode 2008-2012. Pertumbuhan produksi rata-rata komoditas jagung juga cukup memadai, yakni sebesar 27,3 persen/tahun. Sedangkan pertumbuhan produksi rata-rata komoditas ubi jalar dan ubi kayu justru menurun selama tahun 2008-2012. Produksi ubi jalar turun rata-rata -5,74 persen/tahun dan ubi kayu turun sebesar -9,14 persen/tahun.

Gambar Tren Jumlah Produksi Komoditas Tanaman Pangan Kabupaten Aceh Jaya, 2008-2012 –ambil di buku Laporan Akhir hal. IV-10

Kecamatan penghasil padi yang sangat dominan di Kabupaten Aceh Jaya adalah Kecamatan Jaya, selain juga Kecamatan Indra Jaya. Sekitar 46,77 persen atau sebanyak 25.005 ton padi dari total produksi padi di Kabupaten Aceh Jaya dihasilkan petani di Kecamatan Jaya (kondisi tahun 2012). Sementara produksi padi di Kecamatan Indra Jaya tercatat sebanyak 7.224 ton (13,51 persen). Kecamatan Panga, Pasie Raya dan Setia Bakti pun termasuk penghasil padi yang cukup memadai. Ketiga kecamatan ini menghasilkan produksi hampir mencapai 24,13 persen dari total produksi padi di Kabupaten Aceh Jaya.
Dari sisi produktivitas lahan, rata-rata produksi padi yang dihasilkan petani di Kabupaten Aceh Jaya cukup menggembirakan, kendati masih adanya variasi di tingkat kecamatan. Tahun 2012, untuk setiap hektarnya telah dicapai produksi rata-rata 4,6 ton, sementara produktivitas padi Aceh sebesar 4,65 ton per hektar. Produktivitas tertinggi dicapai Kecamatan Jaya dan Kecamatan Indra Jaya, yakni masing-masing 6,3 ton/hektar dan 6,0 ton/hektar, jauh lebih tinggi daripada Aceh yang hanya 4,65 ton/hektar. Adapun tingkat produktivitas padi yang relatif rendah terdapat di Kecamatan Krueng Sabee, yaitu 3,4 ton/hektar. Peningkatan produksi dan produktivitas padi di Kabupaten Aceh Jaya terus didorong dan diupayakan terus berlanjut sehingga mampu menjadi penyedia bahan pangan bagi warga masyarakat serta memenuhi kebutuhan pangan Aceh. Nilai tambah dari komoditas padi juga ditingkatkan yang diarahkan melalui perbaikan dari hulu-hilir yang melibatkan peran serta petani dan dunia usaha, penguatan kelembagaan, dan dukungan fasilitasi pemerintah dalam bentuk regulasi.  
Tabel 8.2
Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Komoditas Padi di Kabupaten Aceh Jaya, Tahun 2012
Kecamatan
Luas Tanam
Luas Panen
Jumlah Produksi
Produktivitas
Teunom
1.536
747
2.839
3,8
Panga
1.345
875
4.725
5,4
Krueng Sabee
611
285
998
3,4
Setia Bakti
775
1.000
4.000
4
Sampoiniet
521
290
1.305
4,5
Jaya
4.351
3.969
25.005
6,3
Pasie Raya
1.285
1.193
4.176
3,5
Darul Hikmah
890
725
3.190
4,4
Indra Jaya
1.281
1.204
7.224
6
Jumlah
12.505
10.288
53.460
4,6
Sumber: BPS Kabupaten Aceh Jaya, 2013
Catatan: satuan luas dalam hektar

Secara nasional, komoditas padi termasuk komoditas pangan yang dikembangkan selama periode 2009-2014 guna meningkatkan swasembada berkelanjutan. Hal ini pula yang menjadi momentum dan kebijakan strategis bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya guna membudi-dayakan padi secara berkelanjutan sebagai upaya mendorong ketahanan pangan daerah. Untuk itu, pengembangan tanaman padi menjadi prioritas dan terus dikembangkan secara berkelanjutan untuk meningkatkan swasembada beras di Aceh Jaya pada masa mendatang. Langkah yang ditempuh mencakup perluasan areal tanam, peningkatan produktivitas, pemberian bantuan sarana produksi, peningkatan SDM petani dan penguatan kelembagaan, serta peningkatan sarana dan prasarana, termasuk irigasi.
Irigasi berperan pentng mensuplai kebutuhan air lahan sawah. Ketersediaan irigasi di Kabupaten Aceh Jaya masih terbatas. Total lahan sawah yang dialiri irigasi teknis hanya 415 hektar yang terdapat di Kecamatan Panga. Lahan yang dialiri irigasi sederhana seluas 1.930 hektar. Sedangkan lahan sawah lainnya, petani masih mengandalkan tadah hujan, yang mencapai 10.621 hektar atau sekitar 80,0 persen dari total luas baku sawah di Kabupaten Aceh Jaya.
Usaha tani jagung terus diupayakan berkembang di Kabupaten Aceh Jaya. Saat ini semua kecamatan sudah mengembangkan jagung, kendati belum optimal. Sentra produksi jagung ada di Kecamatan Teunom, Darul Hikmah dan Pasie Raya. Total produksi jagung di tiga kecamatan tersebut mencapai 228 ton, atau setara 59,07 persen dari total produksi jagung di Kabupaten Aceh Jaya. Luas tanaman jagung di tiga kecamatan tersebut juga cukup memadai. Tahun 2012 tercatat luas tanam di Kecamatan Teunom seluas 28 hektar, Kecamatan Darul Hikmah seluas 19 hektar, dan Kecamatan Pasie Raya seluas 22 hektar.
Untuk meningkatkan produksi jagung, upaya intensifikasi dan ekstensifikasi lahan terus ditingkatkan, termasuk pada lahan-lahan produktif yang selama ini masih dimanfaatkan. Dukungan kebijakan lain juga sangat diharapkan, berupa bantuan permodalan, benih berkualitas dan sarana produksi lainnya, penguatan kelembagaan petani, peningkatan akses pemasaran, peningkatan adopsi teknologi pertanian siap diterapkan di lapangan, serta pengembangan irigasi dan jalan usaha tani.
Kemudian lahan yang ditanami kedelai di Kabupaten Aceh Jaya sebanyak 98 hektar (kondisi tahun 2012). Di antaranya 30,61 persen ditanam petani di Kecamatan Setia Bakti, sekitar 22,44 persen di Kecamatan Indra Jaya, dan sekitar 20,40 persen di Kecamatan Darul Hikmah. Dari total luas tanam kedelai tersebut, dicapai produksi kedelai sebanyak 14,6 ton dan tingkat produktivitas rata-rata 1,1 ton per hektar.
Tanaman lain yang diusahakan petani di Kabupaten Aceh Jaya adalah kacang tanah. Produksi kacang tanah yang cukup menonjol dihasilkan di Kecamatan Teunom (64,5 ton), selain di Kecamatan Panga (37,7 ton), Kecamatan Pasie Raya (32,5 ton) dan Kecamatan Darul Hikmah (31,2 ton). Secara keseluruhan, luas tanam kacang tanah di Kabupaten Aceh Jaya mencapai 126 hektar dan produksi mencapai 197,4 ton. Produktivitas rata-rata per hektar masih kurang menggembirakan, hanya 1,3 ton per hektar (keadaan tahun 2012).
Perkebunan. Kabupaten Aceh Jaya memiliki potensi perkebunan yang dapat dikelola secara berkelanjutan buat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Potensi tersebut belum terkelola secara optimal akibat keterbatasan investasi dunia usaha/swasta yang bergerak di sektor perkebunan. Secara statistik, peran subsektor perkebunan masih relatif stabil dalam mendorong kinerja ekonomi daerah Kabupaten Aceh Jaya. Subsektor ini hanya memberikan kontribusi nilai tambah rata-rata 8 persen dari keseluruhan PDRB ADHK Kabupaten Aceh Jaya (periode 2009-2012). Untuk total nilai tambah PDRB ADHB, kontribusi subsektor perkebunan rata-rata 8,11 persen.
Dari sisi pertumbuhan, perkembangan selama empat tahun terakhir cenderung fluktuatif. Tahun 2009, tercatat pertumbuhan nilai tambah subsektor perkebunan sebesar 4,28 persen. Angka pertumbuhan tersebut menurun drastis menjadi 2,75 persen tahun 2010. Akhir tahun 2012, pertumbuhan nilai tambah subsektor perkebunan mencapai 6,25 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan nilai tambah suksektor perkebunan pada tahun 2012 menjadi momentum pada tahun selanjutnya untuk terus meningkatkan kapasitas produksi komoditas perkebunan. Karena itu, upaya dan langkah konkrit, termasuk political will dan political action dari Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya sangat diperlukan guna mengembangkan perkebunan secara terpadu sehingga diharapkan menyerap tenaga kerja yang lebih besar dan meningkatkan kapasitas ekonomi  daerah.

Gambar Tren Kontribusi dan Pertumbuhan PDRB Tanaman Perkebunan Kabupaten Aceh Jaya 2009-2012 –ambil dari buku Laporan Akhir hal IV-16

Sesuai publikasi BPS, nilai tambah yang dihasilkan subsektor perkebunan mencapai Rp92.568,36 juta (ADHB) dan Rp26.652,26 juta (ADHK) pada tahun 2012. Nilai tambah ini meningkat drastis dibandingkan dengan yang dicapai beberapa tahun sebelumnya. Tahun 2009, misalkan, tercatat nilai tambah masih sebesar Rp69.937,26 juta (ADHB) dan Rp23.599,74 juta (ADHK). Dengan demikian, kenaikan pertumbuhannya rerata mencapai 9,80 persen per tahun (ADHB) dan rata-rata 4,13 persen per tahun (ADHK).
Keberadaan subsektor perkebunan diharapkan tetap menjadi tumpuan dalam mendorong peningkatan kesejahteraan petani dan akselerasi ekonomi Kabupaten Aceh Jaya. Hal ini sangat beralasan mengingat subsektor perkebunan memiliki keunggulan spesifik yang dicirikan, ditinjau dari cakupan komoditasnya, terdapat paling kurang 145 jenis tanaman, baik tanaman tahunan maupun tanaman semusim, sehingga pengembangannya mampu menjangkau berbagai sumber daya. Ditinjau dari hasil produksi, merupakan sumber bahan baku industri atau ekspor, sehingga memiliki keterkaitan yang kuat dengan kegiatan usaha berbagai sektor dan subsektor lainnya. Dari sisi pengusahaannya, sekitar 85 persen merupakan usaha perkebunan rakyat yang tersebar di berbagai daerah.
Jenis komoditas perkebunan yang selama ini dibudi-dayakan petani di Kabupaten Aceh Jaya, meliputi kelapa, kelapa sawit, cengkeh, pinang, kakao, kopi, karet, pala, sagu, aren dan nilam. Kendati potensi sumber daya lahan cukup memadai, namun pengelolaan tanaman perkebunan ini oleh petani dinilai masih kurang menggembirakan. Hasil pengamatan di beberapa lokasi tersirat bahwa banyak tanaman perkebunan yang rusak akibat kurangnya perawatan dan perhatian serius dari petani, selain kondisi tanaman yang sudah tua. Data 2012 mengungkapkan 23,54 persen (8.520 hektar) lahan tanaman perkebunan rusak. Paling luas tanaman rusak terjadi pada komoditas kelapa, karet dan kelapa sawit. Tanaman rusak tiga komoditas tersebut mencapai 6.655 hektar atau paling kurang 78,11 persen dari total 8.520 hektar tanaman rusak. Sebab itu, upaya penanganan tanaman rusak didorong ditingkatkan serta dilakukan secara intensif dan berkelanjutan.
Secara keseluruhan, tahun 2012 tercatat luas tanam komoditas perkebunan di Kabupaten Aceh Jaya mencapai 36.199 hektar, meliputi tanaman belum menghasilkan (TBM) seluas 11.885 hektar, tanaman menghasilkan (TM) seluas 16.102 hektar dan tanaman rusak (TR) seluas 8.520 hektar.
Akhir tahun 2012, tercatat petani yang menggeluti hidup di sektor perkebunan mencapai 27.650 orang. Di antara komoditas perkebunan, usaha perkebunan karet yang paling banyak diminati petani. Jumlah petani komoditas karet mencapai 10.962 orang (38,64 persen). Usaha perkebunan kelapa dan kelapa sawit juga cukup memadai menampung tenaga kerja. Terdapat 9.486 petani (34,30 persen) mengelola perkebunan kelapa dan kelapa sawit.
Dari sisi produksi, tertinggi dicapai oleh komoditas kelapa sawit. Total produksi kelapa sawit mencapai 23.688 ton dengan tingkat produktivitas 43.200 kilogram/hektar. Disusul komoditas karet dengan produksi 15.360 ton dan produktivitas 2.700 kilogram/hektar. Sementara produksi kelapa berkisar 1.643 ton dan tingkat produktivitas 786 kilogram/hektar.
Usaha perkebunan rakyat komoditas karet sudah dikembangkan di semua kecamatan di Kabupaten Aceh Jaya. Keadaan ini menandakan para petani semakin melirik komoditas karet sebagai sumber penghasilan. Sentra utama perkebunan karet terdapat di Kecamatan Krueng Sabee dan Kecamatan Setia Bakti. Kedua kecamatan ini memiliki luas tanam karet 5.214 hektar atau setara 40,90 persen dari total luas tanam karet di Aceh Jaya. Dari luas tanam tersebut, dicapai produksi karet sebanyak 6.625 ton, meliputi Kecamatan Setia Bakti sebanyak 3.345 ton dan Kecamatan Krueng Sabee sebanyak 3.280 ton. Sedangkan yang relatif sedikit produksi karet terdapat di Kecamatan Indra Jaya, sebanyak 240 ton dari luas tanam 611 hektar.
Potensi peluang pengembangan komoditas karet di Kabupaten Aceh Jaya masih terbuka lebar. Terdapat sekitar 9.255 hektar lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan perkebunan karet. Paling luas terdapat di Kecamatan Setia Bakti, seluas 2.276 hektar (24,59 persen). Disusul Kecamatan Panga seluas 2.003 hektar (21,64 persen), Kecamatan Sampoiniet seluas 1.295 hektar (13,99 persen) dan Kecamatan Pasie Raya seluas 1.220 hektar (13,18 persen).
Selanjutnya perkebunan kelapa sangat menonjol dikembangkan di Kecamatan Krueng Sabee, Setia Bakti, Panga, Teunom dan Jaya. Dari total 6.333 hektar luas tanam kelapa di Aceh Jaya, 65,23 persen (4.131,5 hektar) luas tanam terdapat di lima kecamatan tersebut. Akibat masih banyaknya tanaman kelapa rusak (37,29 persen), terutama di Kecamatan Jaya, Indra Jaya, Krueng Sabee dan Setia Bakti, selain juga tanaman berusia muda atau belum menghasilkan (29,68 persen), terutama di Kecamatan Panga, Teunom dan Jaya, berdampak terhadap kapasitas produksi yang dihasilkan. Untuk setiap hektarnya, rerata produksi kelapa masih 1.643 kilogram/hektar. Angka produktivitas ini tergolong rendah karena masih di bawah standar nasional (2 ton/hektar). Saat ini potensi lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan kelapa di Kabupaten Aceh Jaya mencapai 1.950 hektar.
Mencermati kondisi beberapa komoditas perkebunan yang kurang berperan dalam menyerap tenaga kerja, selain melihat peluang dan prospek pengembangan komoditas di masa mendatang, Kabupaten Aceh Jaya telah mengembangkan kelapa sawit sebagai komoditas andalan. Luas lahan yang telah ditanami kelapa sawit sekitar 11.893 hektar, paling luas di Kecamatan Panga seluas 2.458 hektar dan di Kecamatan Teunom seluas 2.274 hektar.
Sejalan dengan program revitalisasi pertanian, khususnya perkebunan, pemerintah pusat telah memilih tiga komoditas andalan yang dikembangkan dalam lima tahun ke depan. Salah satunya adalah kelapa sawit. Dalam mendukung program tersebut, peluang pengembangan sawit di Kabupaten Aceh Jaya masih terbuka. Data yang ada (Dinas Perkebunan), masih terdapat 20.829 hektar areal cadangan yang dapat didaya-gunakan untuk pengembangan sawit. Areal cadangan ini hampir merata ditemui di setiap kecamatan. Di Teunom, areal yang belum dimanfaatkan seluas 4.790 hektar, Pasie Raya 2.712 hektar, dan Darul Hikmah 2.499 hektar.
Berikutnya usaha perkebunan kopi tersebar relatif merata di setiap kecamatan. Tahun 2012, tercatat areal paling luas buat pengembangan komoditas kopi terdapat di Kecamatan Jaya, 575 hektar dengan total produksi 85 ton. Kedua terluas adalah Kecamatan Indra Jaya. Luas areal kebun kopi di kecamatan ini 247 hektar dan jumlah produksi sebanyak 45 ton. Sedangkan yang relatif sedikit terdapat di Kecamatan Teunom dengan jumlah produksi 4 ton (luas areal 36,5 hektar).
Secara keseluruhan, jumlah produksi kopi di Kabupaten Aceh Jaya mencapai 1.714 ton, dari luas areal 1.355 hektar. Dibanding luas areal, tingkat produktivitas yang dicapai masih belum menggembirakan. Setiap hektarnya hanya dicapai produksi rerata sebesar 418,9 kilogram. Ke depan, pengembangan komoditas kopi diarahkan ke Kecamatan Setia Bakti, Darul Hikmah, Pasie Raya dan beberapa kecamatan lainnya, dengan total potensi lahan seluas 1.714 hektar.     
Berikutnya kakao merupakan komoditas andalan ekspor, namun masih relatif belum berkembang di Aceh Jaya. Luas areal yang ditanami petani pada tahun 2012 mencapai 1.272 hektar, meliputi tanaman belum menghasilkan (TBM) 508 hektar, tanaman menghasilkan (TM) 275 hektar, dan tanaman rusak (TR) 489 hektar. Luas areal yang ditanami kakao relatif merata di setiap kecamatan. Yang paling menonjol di Kecamatan Krueng Sabee dan Kecamatan Panga. Dan, relatif sedikit luas tanam kakao terdapat di Kecamatan Pasie Raya. Dibanding luas areal, produktivitas yang dicapai masih relatif rendah, rerata 672,2 kilogram/hektar.
Komoditas andalan ekspor lainnya adalah pinang. Total luas tanam pinang di Kabupaten Aceh Jaya mencapai 820 hektar. Di antaranya tanaman menghasilkan seluas 447 hektar, tanaman belum menghasilkan seluas 226 hektar, dan tanaman rusak seluas 147 hektar. Sentra utama perkebunan pinang terdapat di Kecamatan Krueng Sabee, Setia Bakti dan Panga, dengan total luas lahan 395 hektar atau 48,17 persen dari total luas lahan pinang di Kabupaten Aceh Jaya.
Sampai akhir 2012, produksi pinang tercatat 341,7 ton. Produksi pinang tertinggi dicapai Kecamatan Setia Bakti, Panga dan Kueng Sabee. Dibandingkan luas areal, produktivitas yang dicapai masih relatif rendah, rata-rata 766 kilogram/hektar. Sebab itu, produksi pinang terus ditingkatkan melalui pemeliharaan secara intensif tanaman berusia muda atau tanaman belum menghasilkan (seluas  226 hektar) dan rehabilitasi tanaman rusak (seluas 147 hektar), selain juga perluasan areal yang masih ada sekitar 1.096 hektar. Upaya ini diharapkan mampu menambah penghasilan petani perkebunan yang tersebar di sembilan kecamatan.
Lalu, komoditas cengkeh belum begitu berkembang, kendati telah dibudi-dayakan relatif merata di semua kecamatan. Total lahan perkebunan cengkeh seluas 421 hektar, dengan produksi sebanyak 14,7 ton dan produktivitas 386,7 kilogram/hektar. Kecamatan Sampoiniet dan Setia Bakti memiliki luas tanam paling luas, masing-masing 68 hektar dan 64 hektar.
Sebagaimana halnya komoditas cengkeh, usaha perkebunan sagu juga terlihat masih kurang berkembang. Pengelolaan sagu dilakukan secara tradisional dan belum sepenuhnya mengarah komersialisasi. Tahun 2012, tercatat luas tanam sagu 386 hektar. Dari luas tanam tersebut, dicapai produksi 70 ton dan produktivitas rata-rata 763,9 kilogram/hektar. Produksi sagu tertinggi dicapai Kecamatan Teunom, 32 ton atau sekitar 45,72 persen dari total produksi sagu Kabupaten Aceh Jaya. Kecamatan Teunom juga terlihat paling luas areal tanaman sagu. Dari total 386 hektar, sekitar 30,05 persen (seluas 116 hektar) lahan sagu terdapat di Kecamatan Teunom. Data 2012 menyiratkan pula Kecamatan Teunom berpeluang untuk pengembangan sagu dengan luas lahan 150 hektar, dari potensi lahan 1.533 hektar.
Kabupaten Aceh Jaya pun mengembangkan nilam yang merupakan salah satu jenis tanaman atsiri penghasil devisa. Hampir 90 persen minyak nilam dunia dipasok dari Indonesia. Aceh termasuk penghasil nilam yang utama. Pada tahun 1970-an, kontribusi nilam Aceh mencapai 70 persen dari total produksi nilam Indonesia. Namun, produksi tersebut terus menurun akibat perdagangan yang kurang sehat dan mutu minyak yang kurang baik.
Aceh Jaya termasuk penghasil nilam di Provinsi Aceh. Total lahan yang ditanami nilam seluas 948 hektar. Sampai tahun 2012 tercatat produksi nilam masih sekitar 11 ton. Rendahnya produksi ini terkait dengan belum memasukinya masa panen tanaman nilam. Tercatat luas tanaman nilam yang belum menghasilkan mencapai 638 hektar. Sedangkan tanaman yang menghasilkan baru 308 hektar. Beberapa kecamatan yang menonjol budidaya nilam adalah Panga, Pasie Raya dan Krueng Sabee.
Peternakan. Subsektor peternakan merupakan penyumbang terbesar dalam mendorong kinerja dan penguatan perekonomian Kabupaten Aceh Jaya. Kontribusi subsektor ini dalam PDRB ADHB Kabupaten Aceh Jaya cukup dominan, berkisar 10,06 persen per tahun. Sedangkan untuk PDRB ADHK, subsektor peternakan menghasilkan nilai tambah berkisar 18,38 persen tiap tahun. Dalam kaitan itu, subsektor peternakan diprioritaskan dikembangkan dan menjadi andalan daerah di masa mendatang. Hal ini sangat beralasan, mengingat aktivitas usaha ini lebih banyak ditekuni oleh warga masyarakat yang mendiami kawasan pedesaan yang pada akhirnya diharapkan pula berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sekaligus percepatan perekonomian di kawasan tersebut.
Pertumbuhan rerata nilai tambah subsektor peternakan sangat tinggi, sekitar 8,32 persen setiap tahun. Tercatat nilai tambahnya tidak kurang dari Rp112.325,24 juta tahun 2012, lebih tinggi dibandingkan capaian tahun 2009 yang masih sebesar Rp88.370,68 juta.
Dengan mengeliminasi inflasi atau berdasarkan harga konstan, nilai tambah yang dihasilkan subsektor peternakan cenderung naik selama empat tahun terakhir. Rata-rata kenaikannya sebesar 4,10 persen tiap tahun. Dibandingkan tahun 2009 yang masih sebesar Rp48.970,42 juta, nilai tambah yang dicapai pada akhir tahun 2012 sekitar Rp55.252,21 juta. Subsektor peternakan merupakan penyumbang nilai tambah terbesar dalam PDRB pertanian. Untuk itu, pengembangan peternakan secara terpadu dengan prioritas jenis ternak unggulan sesuai karakteristik dan potensi wilayah patut dikedepankan. Langkah ini diawali pula dengan peningkatan kualitas SDM peternak, pemberian sarana produksi dan modal, penguatan kelembagaan, dan perluasan jaringan pemasaran.
Sebagai penyumbang nilai tambah yang sangat dominan dalam PDRB Kabupaten Aceh Jaya, subsektor peternakan diupayakan secara berkesinambungan menjadi andalan di masa mendatang. Upaya ini ditempuh dengan tujuan agar subsektor peternakan dapat berperan sebagai penyedia lapangan kerja, sekaligus mampu memenuhi tuntutan kecukupan (swasembada) daging serta berperan signifikan dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak. Beragam jenis ternak yang selama ini dipelihara oleh warga masyarakat dikelola melalui pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang terpadu sehingga memberikan manfaat dan menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi.
Secara umum jenis ternak yang dipelihara warga masyarakat Aceh Jaya adalah kerbau, sapi, kambing, ayam buras dan itik. Tahun 2012, tercatat populasi sapi sebanyak 17.355 ekor. Angka populasi tersebut naik drastis dibandingkan tahun 2011 yang sebanyak 14.714 ekor. Demikian pula dengan ternak kerbau, meningkat menjadi 3.226 ekor tahun 2012 dari 2.589 ekor di tahun 2011. Jenis ternak lainnya seperti kambing, itik dan ayam buras pun terlihat melonjak populasinya. Ternak kambing yang dipelihara oleh warga masyarakat sebanyak 30.475 ekor tahun 2011 dan meningkat menjadi 33.129 ekor di tahun 2012. Ternak itik dan ayam buras masing-masing sebanyak 110.608 ekor dan 153.712 ekor tahun 2012. Tahun 2011, ternak itik sebanyak 82.780 ekor dan ayam buras 99.369 ekor.
Hingga akhir 2012, jumlah ternak yang dipotong untuk memenuhi konsumsi daging warga masyarakat Kabupaten Aceh Jaya terdiri dari 176 ekor kerbau, 579 ekor sapi, 290 ekor kambing, 3.433 ekor itik dan 32.329 ekor ayam buras.
Perikanan. Sebagai daerah yang dikelilingi oleh laut aktivitas ekonomi masyarakat pun lebih didominasi sektor perikanan dan kelautan. Sayangnya, pemanfaatan potensi sumber daya ini cenderung berjalan lamban dan belum sepenuhnya optimal. Fakta ini tercermin dari masih minimnya kontribusi subsektor perikanan terhadap perekonomian daerah. Sepanjang tahun 2009-2012, kontribusi yang dihasilkan subsektor perikanan rata-rata 3,56 persen terhadap PDRB ADHB dan rata-rata 3,11 persen terhadap PDRB ADHK, kendati dari sisi nilai tambahnya terus meningkat.
Dalam periode tersebut, kenaikan nilai tambah rata-rata 9,72 persen tiap tahun (ADHB), dari sebesar Rp30.764,46 juta (tahun 2009) meningkat menjadi Rp40.525,65 juta (tahun 2012). Sedangkan berdasar harga konstan, setiap tahun meningkat rata-rata 3,74 persen, dengan capaian nilai tambah sebesar Rp9.245,65 juta (tahun 2012), sebelumnya (tahun 2009) tercatat masih sebesar Rp8.279,26 juta.
Pemanfaatan potensi sektor kelautan dan perikanan di Kabupaten Aceh Jaya harus didukung dengan fasilitas tempat pendaratan ikan (TPI) dan pelabuhan pendaratan ikan (PPI) yang memadai. Upaya tersebut untuk mendorong peningkatan aktivitas ekonomi di sektor perikanan yang optimal dan berkelanjutan dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip dan nilai kearifan lokal (local wisdom), terutama menyangkut konsep pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan (sustainable development).
Selain itu, adanya kesadaran masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan untuk tidak melakukan metode ataupun teknik penangkapan ikan yang dapat merusak ekosistem laut juga sangat diperlukan, terutama terkait dengan penggunaan bom, pukat harimau, dan jenis alat tangkap lain yang bisa mengancam kelestarian ekosistem laut. Dalam kaitan itu, masyarakat harus pula dapat bekerja sama dengan pemerintah untuk menjaga dan mengawal wilayah laut dan perairan Kabupaten Aceh Jaya dari ancaman penjarahan dan perusakan oleh nelayan asing. Umumnya nelayan asing menggunakan teknologi peralatan tangkap yang dapat mengancam dan menyebabkan kerusakan ekosistem laut secara massif. Sebab itu, peran dan dukungan dari semua pihak sangat diperlukan sehingga berbagai potensi kekayaan alam hasil laut dapat dirasakan manfaatnya, tidak hanya generasi sekarang namun juga generasi mendatang.
Pertumbuhan nilai tambah subsektor perikanan dalam PDRB Kabupaten Aceh Jaya menunjukkan peningkatan pada tahun 2012. Tercatat pertumbuhan nilai tambah sektor ini mencapai 4,42 persen, dari tahun 2011 yang sebesar 4,31 persen. Bahkan, tahun 2012 pertumbuhan nilai tambah subsektor perikanan masih sebesar 2,53 persen. Diharapkan ke depan pertumbuhan nilai tambah suksektor perikanan terus meningkat signifikan melalui upaya pengelolaan perikanan dan kelautan yang optimal.
Potensi sumber daya perikanan dan kelautan yang ada sangat beragam dan bernilai ekonomi tinggi. Jenis ikan, misalkan, potensi yang dimiliki berupa pelagis besar dan kecil (tuna, cakalang, dan gembung), ikan demersal (kerapu, kakap dan cucut), ikan karang dan udang (windu, kelong, dan lobster). Di perairan laut, umumnya jenis ikan yang ditangkap nelayan, seperti pelagis mencapai produksi 2.420,70 ton (kondisi tahun 2012). Ikan ini banyak ditangkap nelayan Kecamatan Setia Bakti, Indra Jaya dan Jaya. Jenis ikan demersal juga memadai ditangkap nelayan. Produksi ikan ini tercatat 980,8 ton tahun 2012, dengan jumlah produksi terbanyak dihasilkan nelayan di Kecamatan Setia Bakti dan Krueng Sabee. Sementara itu jenis udang-udangan lebih potensial ditangkap nelayan di Kecamatan Setia Bakti, Jaya, Teunom, Indra Jaya dan Krueng Sabee. Jumlah produksi ikan ini mencapai 1.707,8 ton. Secara keseluruhan, jumlah produksi ikan penangkapan di laut Kabupaten Aceh Jaya mencapai 3.401,50 ton tahun 2012.
Dalam dua tahun terakhir, perkembangan jumlah nelayan dan petani ikan yang bergerak pada usaha perikanan cenderung menurun. Pada tahun 2011, misalkan, tercatat jumlah nelayan 2.663 orang dan petani ikan sebanyak 1.562 orang. Angka ini menurun pada tahun 2012 yang tercatat nelayan sebanyak 2.923 orang. Di antaranya 87,17 persen atau berjumlah 2.548 orang merupakan nelayan yang bergerak di perairan laut. Dan sisanya 12,83 persen (375 orang) adalah nelayan yang bergerak di perairan darat.
Penurunan jumlah nelayan yang bergerak di perairan laut dan perairan darat disikapi secara serius oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya. Minat dan kesadaran nelayan untuk mengembangkan usaha perikanan harus ditingkatkan dan didorong melalui upaya dukungan pemerintah dalam bentuk bantuan peralatan dan pelatihan. Selain itu, dukungan para donatur/NGO asing yang peduli pada nelayan juga sangat dibutuhkan sehingga menjadi motivasi bagi nelayan guna mengembangkan usahanya.
Armada kapal yang digunakan nelayan buat menangkap ikan mencapai 569 unit, terdiri dari kapal motor sebanyak 89 unit dan perahu tanpa motor 480 unit. Namun, kondisi kapal motor yang dimiliki nelayan lebih dominan berukuran di bawah 4 GT, sebanyak 65 unit. Selanjutnya, kapal motor berukuran 5-10 GT sebanyak 14 unit dan berukuran 20-30 GT sebanyak satu unit. Sedangkan kapal berukuran lebih dari 30 GT sangat terbatas (4 unit). Dengan armada kapal yang dimiliki nelayan saat ini dapat dipastikan aktivitas melaut masih kurang optimal lantaran jangkauannya terbatas, selain hasil yang diperoleh masih relatif sedikit.
Produksi perikanan yang dihasilkan terlihat masih rendah dibandingkan daerah pesisir lain di Provinsi Aceh. Kabupaten Simeulue, misalkan, produksi perikanan laut mencapai 5.496,3 ton. Sementara itu Kabupaten Aceh Selatan 12.126,6 ton, Aceh Singkil 5.288,2 ton, Aceh Barat Daya 11,698,9 ton, dan Aceh Barat 10.715,6 ton. Keterbatasan produksi perikanan laut Aceh Jaya diakui tidak terlepas dari armada dan peralatan yang digunakan nelayan masih sederhana sehingga mempengaruhi aktivitas melaut. Ke depan, upaya strategis yang ditempuh sebagai upaya optimalisasi potensi sumber daya perikanan di Aceh Jaya, antara lain meningkatkan kemampuan SDM nelayan, pemberian modal usaha bagi nelayan dan penyediaan akses yang lebih luas terhadap sumber-sumber permodalan, penguatan kelembagaan nelayan, penyediaan sarana, serta pengembangan prasarana produksi.
Alat penangkapan ikan yang digunakan nelayan meliputi pukat cincin, pukat pantai, jaring ikan, jaring udang, bubu, angkat, pancing rawai, panting tonda dan bagan perahu. Sampai tahun 2012, tercatat alat penangkapan ikan yang digunakan nelayan di Aceh Jaya sebanyak 4.565 unit. Sebagian besar (68,76 persen) nelayan menggunakan jaring dan sekitar 26,83 persen menggunakan pancing untuk menangkap ikan.
Kemudian perikanan air tawar dan air payau pun cukup potensial dan telah dikembangkan Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya. Yang telah dikembangkan antara lain perikanan budidaya kolam, keramba dan tambak. Akhir tahun 2012, tercatat potensi lahan budidaya perikanan seluas 1.363 hektar meliputi air tawar seluas 390 hektar dan air payau seluas 973 hektar.

B.     Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Selain membangun dan mengembangkan pertanian dalam arti luas, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya juga membidik pengembangan potensi Usaha Kecil dan Menengah (UMK) yang cukup menggembirakan. Situasi keamanan yang semakin kondusif turut menjadi pemacu perkembangan UKM di Aceh Jaya sehingga pelaku usaha merasa kondusif dalam menjalankan aktivitas ekonomi usahanya. Di Kabupaten Aceh Jaya terdapat beragam jenis UKM. Untuk jenis industri, total usahanya mencapai 406 unit. Usaha tersebut mampu menampung 778 orang tenaga kerja dengan nilai investasi sekitar Rp10,19 miliar dan nilai produksi mencapai Rp10,57 miliar (kondisi tahun 2011). Sebagian besar (35,47 persen) merupakan usaha kimia dan bahan bangunan. Sisanya adalah industri pangan (31,03 persen), industri logam dan elektronik (22,17 persen), industri sandang (6,90 persen) dan kerajinan rumah tangga (4,43 persen).
Gambar Komposisi Industri Menurut Bidang Usaha di Kabupaten Aceh Jaya, tahun 2011 àambil di buku Laporan Akhir hal. IV-37

Industri kimia dan bahan bangunan sangat menonjol di Kabupaten Aceh Jaya. Tahun 2011 tercatat industri usaha tersebut mencapai 144 unit. Industri kimia dan bahan bangunan telah berproduksi mencapai sekitar Rp6,22 miliar, dengan nilai investasi sekitar Rp6,14 miliar. Usaha tersebut mampu menyerap 313 orang tenaga kerja. Industri kimia didominasi usaha penyulingan nilam yang menyerap 110 orang tenaga kerja dalam 55 unit usaha.
Industri pangan juga cukup berkembang dan diminati pelaku usaha. Usaha tersebut menghasilkan nilai investasi sekitar Rp1,35 miliar, nilai produksi Rp1,15 miliar dan menyerap 173 orang tenaga kerja dalam 126 unit usaha. Usaha bumbu masak dan gilingan kopi mendominasi kategori industri pangan.
Berikutnya industri logam dan elektrobik mulai berkiprah. Industri tersebut didominasi usaha karoseri kendaraan bermotor. Tahun 2011 tercatat usaha karoseri kendaraan bermotor sebanyak 56 unit dan menampung 90 orang tenaga kerja. Secara keseluruhan, industri logam dan elektronik menghasilkan nilai investasi sekitar Rp2,13 miliar dan nilai produksi sebesar Rp2,32 miliar. Usaha ini mampu menyerap 170 orang tenaga kerja dalam 90 unit usaha.
Potensi UKM lain yang relatif tersebar merata di semua kecamatan antara lain usaha sandang dan kerajinan rumah tangga. Keberadaan UKM ini telah mampu menciptakan dan menampung tenaga kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, serta berperan strategis dalam percepatan perekonomian daerah. Untuk itu, berbagai permasalahan klasik yang dihadapi pelaku usaha segera diatasi secara sungguh-sungguh, diikuti pula pola pembinaan secara intensif dan berkelanjutan.
Dalam upaya menumbuhkan kemandirian ekonomi masyarakat, berbagai potensi UKM tersebut telah diberdayakan dan dikembangkan secara berkelanjutan. Kendala dan kelemahan yang dihadapi pelaku usaha diatasi secara tepat sehingga aktivitas usaha terus berkembang dan berperan signifikan dalam mendorong percepatan pembangunan di Kabupaten Aceh Jaya.

C.   Perdagangan
Aktivitas perdagangan di Kabupaten Aceh Jaya terus berkembang. Indikasi ini tercermin pada peningkatan nilai tambah perdagangan yang signifikan selama empat tahun terakhir. Berdasarkan PDRB ADHB, nilai tambah perdagangan mencapai Rp92.654,65 juta tahun 2012. Nilai tambah tersebut meningkat cukup memadai dari tahun 2009 yang masih Rp62.378,54 juta. Artinya naik rata-rata 13,88 persen tiap tahun selama 2009-2012. Dari PDRB ADHK, nilai tambah perdagangan naik rata-rata sebesar 5,56 persen/tahun, dari Rp29.753,56 jua (tahun 2009) menjadi Rp34.996,25 juta (tahun 2012).
Secara persentase, sumbangan sektor perdagangan dalam PDRB Kabupaten Aceh Jaya mencapai 11,68 persen (ADHB) dan sebesar 7,85 persen (ADHK) pada tahun 2012. Tiga tahun sebelumnya, sektor perdagangan hanya menyumbang sebesar 11,29 persen (ADHB) dan sebesar 7,82 persen (ADHK).
Di sisi lainnya, kondisi koperasi di Kabupaten Aceh Jaya beberapa tahun terakhir masih relatif belum menggembirakan. Padahal, koperasi merupakan wadah utama bagi kehidupan ekonomi masyarakat di pedesaan. Hingga akhir 2012, tercatat Koperasi Unit Desa (KUD) sebanyak 11 unit. Sedangkan koperasi non-KUD sangat dominan di Kabupaten Aceh Jaya, mencapai 111 unit. Jenis koperasi ini lebih didominasi koperasi perikanan/nelayan sebanyak 24 unit, 15 unit koperasi perkebunan, 13 unit koperasi pertanian, 11 unit koperasi wanita dan sisanya bergerak pada usaha yang lain.
Jumlah anggota KUD sebanyak 409 orang dengan dana anggota sebesar Rp282.240 ribu. Secara keseluruhan tercatat jumlah anggota koperasi di Kabupaten Aceh Jaya sebanyak 5.024 orang. Modal usaha yang telah dihimpun dari anggota koperasi berjumlah Rp7.671.767 juta. Selain itu terdapat pula modal usaha yang dihimpun dari luar, sebanyak Rp101.936.031 juta.
Koperasi merupakan wadah untuk pengembangan ekonomi masyarakat. Belum berkembang secara optimal tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang dihadapi, antara lain berupa kemampuan permodalan koperasi, baik bersumber pada anggota maupun pihak luar, masih sangat terbatas. Kondisi ini tidak hanya dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan ekonomi dan kesadaran anggota, melainkan juga kredibilitas koperasi di hadapan para debitur masih rendah. Permasalahan lainnya: masih kurangnya SDM yang berkualitas dalam pengelolaan koperasi; koperasi masih dipandang sebagai wadah berkumpulnya golongan ekonomi lemah dan kurang potensi; pengembangan koperasi masih sangat tergantung pada kebijakan dan program pemerintah; dan masih belum terbinanya hubungan kemitraan antara koperasi dan pihak luar.

D.   Sosial
Pendidikan. Kualitas pendidikan yang memadai sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Tingginya permintaan jasa pendidikan menuntut tersedianya lembaga penyelenggara pendidikan yang makin bermutu. Di lain pihak, salah satu kunci keberhasilan pembangunan di suatu daerah adalah tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Peningkatan SDM di setiap daerah sekarang ini secara umum lebih difokuskan pada pemberian kesempatan kepada warga masyarakat untuk mendapatkan pendidikan, khususnya penduduk kelompok usia sekolah (7-24 tahun).
Pada tahun 2012, di wilayah Kabupaten Aceh Jaya, fasilitas pendidikan untuk jenjang TK sampai SMA dan sederajat tercatat 221 unit sekolah, 14.935 anak didik dan 1.689 orang guru.
Bupati  Azhar Abdurrahman dikenal peduli pada kemajuan mutu pendidikan di Aceh Jaya. Salah satu buktinya dengan mengalokasikan anggaran 30% untuk Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga. Kegiatan pendidikan yang telah dilakukan antara lain mengirimkan para anggota dewan guru ke luar daerah untuk studi belajar, memberikan beasiswa kepada pelajar tingkat SD, MTsN, SMA, Mahasiswa,  dan santri dayah. Selain itu juga membangun berbagai fasilitas pendidikan.
Kesehatan. Dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan masyarakat, pemerintah berupaya menyediakan sarana dan prasarana kesehatan disertai tenaga kesehatan yang memadai, baik kualitas maupun kuantitas. Upaya ini diarahkan agar tempat pelayanan kesehatan mudah dikunjungi dengan biaya yang terjangkau oleh warga masyarakat.
Pada tahun 2012, sarana kesehatan yang tersedia di Kabupaten Aceh Jaya sebanyak satu unit rumah sakit umum, 10 unit Puskesmas, 28 unit Pustu (Puskesmas Pembantu), 57 Poskesdes, dan 41 Polindes. Sedangkan jumlah tenaga medis terdiri dari 27 orang dokter umum.
Agama. Kabupaten Aceh Jaya memiliki penduduk yang mayoritas memeluk agama Islam. Pada tahun 2012, tercatat 120 masjid dan 183 meunasah yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Aceh Jaya. Untuk pendidikan agama, terdapat 32 dayah/pesantren dan 52 balee seumebeut.
Pada tahun 2012, jamaah haji yang diberangkatkan untuk melaksanakan ibadah haji tercatat 55 orang yang terdiri dari 26 orang laki-laki dan 29 orang perempuan. Sedangkan untuk penerimaan zakat pada tahun 2012 tercatat sebesar Rp1.711.000.000.
Pada tahun 2012 pula tercatat 681 pernikahan dan 40 kasus perceraian di KUA wilayah Kabupaten Aceh Jaya yang telah diputuskan di Mahkamah Syariah Calang. Perceraian yang terjadi disebabkan oleh faktor tidak ada keharmonisan dalam rumah tangga.
Peradilan. Kriminalitas menggambarkan ketimpangan kehidupan sosial yang terjadi di masyarakat, sekaligus merupakan fenomena sosial yang membutuhkan penanganan serius.
Pembangunan diharapkan dapat membawa masyarakat ke arah yang lebih maju. Di sisi lain, pembangunan juga masih diikuti oleh tindak kriminal yang mengakibatkan terganggunya keamanan dan ketertiban. Sebagai indikator keamanan, pencatatan statistik kriminal menjadi bagian yang tidak terpisahkan.
Sepanjang tahun 2012, jumlah perkara yang masuk ke Pengadilan Negeri Calang sebanyak 1.236 kasus. Jumlah perkara yang diputuskan mencapai 1.236 kasus atau mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 2.409 kasus yang diselesaikan.

E.    Keuangan dan Pendapatan Masyarakat
Pada akhir tahun 2012, dana masyarakat yang berhasil dihimpun perbankan di Kabupaten Aceh Jaya (PT BPD Aceh, PT BRI [Persero] Tbk, dan PT Bank Syariah Mandiri) mencapai Rp97,88 miliar yang terdiri dari Rp52,98 miliar dalam bentuk giro, Rp47,29 miliar dalam bentuk deposito, dan Rp97,86 miliar dalam bentuk tabungan.
Posisi kredit yang disalurkan perbankan di akhir tahun 2012 berada pada angka Rp205,45 miliar yang terdiri dari Rp181,5 miliar digunakan untuk keperluan konsumtif dan Rp23,95 miliar yang digunakan untuk modal.
Lalu pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Jaya sebagaimana digambarkan oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga konstan tahun 2000 masih dipengaruhi sektor pertanian. Namun demikian peranan sektor pertanian atas PDRB terus menurun secara gradual sejak tahun 2005. Pada tahun 2012, kontribusi sektor pertanian sebesar 41,60 persen. Dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Jaya tahun 2012 mengalami sedikit pelambatan.

F.    Prestasi dan Apresiasi
Dengan berbagai pengelolaan pemerintahan dan hasil pembangunan yang telah bisa dinikmati oleh warga masyarakat, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya memperoleh sejumlah apresiasi dan prestasi.
Sejak tahun 2009 sampai 2012, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya sudah menerima opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terhadap akuntabilitas laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya.
Opini WTP merupakan pengakuan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan dengan memperhatikan kesesuaian penyajian Laporan Keuangan dengan Standar Akuntasi Pemerintah (SAP); kecukupan pengungkapan informasi keuangan dalam Laporan Keuangan sesuai dengan pengungkapan yang diatur SAP; kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; dan Efektivitas Sistem Pengendalian Intern.
Terakhir, pada 12 September 2013, Bupati Azhar Abdurrahman secara langsung menerima penghargaan dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia atas keberhasilan menyusun dan menyajikan laporan keuangan.
“Kabupaten Aceh Jaya memperoleh capaian standar tertinggi dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah,” kata Bupati Azhar Abdurrahman sesaat setelah menerima penghargaan dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Lalu sebagai pemimpin yang peduli pada peningkatan kualitas pendidikan, September 2014 lalu Bupati Azhar Abdurrahman menerima dua penghargaan di bidang kemajuan pendidikan yang diserahkan langsung oleh Gubernur Aceh Zaini Abdullah pada acara Rapat Koordinasi Pendidikan Aceh.
Dalam rapat yang berlangsung pertengahan September 2014 yang dihadiri Bupati/wali kota, Ketua DPRK, Kadis Pendidikan se-Aceh itu, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya mendapatkan dua penghargaan, masing-masing juara 1 (satu) di bidang target pengembangan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dan juga juara 1 (satu) Bidang Komitmen terhadap anggaran peningkatan mutu pendidikan.
Selain itu, pada puncak peringatan Hari Pendidikan Daerah (Hardikda) ke-55, secara langsung Gubernur Aceh menyerahkan 3 (tiga) Manyam emas kepada Teuku  Dermawan sebagai guru terpencil dan penghargaan kepada sekolah berprestasi yang diperoleh TK Negeri Pembina Aceh Jaya.
Lalu, berkat perhatiannya pada sektor perikanan dan kelautan yang cukup signifikan, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya juga berhasil memperoleh anugerah Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (E-KKP3K), untuk kategori percepatan dari Menteri Kelautan dan Perikanan RI pada akhir 2013.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Jaya, Teuku Imran SE, mengatakan bahwa anugerah E-KKP3K tersebut diberikan kepada Aceh Jaya lantaran  berhasil membina dan mengelola kawasan konservasi perairan Kawasan Ramah Lingkungan (KRL) di Lhok Rigah, Kecamatan Setia Bakti. Selain itu berhasil pula membina Kawasan Peudhit Laot (KPL) di kawasan Keluang Daya, Kecamatan Jaya (Lamno).
Penghargaan anugerah E-KKP3K tersebut, menurut Teuku Imran, merupakan penghargaan yang pertama kali diberikan Kementerian Kelautan dan Perikanan kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya sejak Aceh Jaya mandiri 11 tahun lalu. Penghargaan ini diberikan kepada kepala daerah yang konsisten dalam mengembangkan kawasan konservasi perairan. “Mudah-mudahan ini dapat memacu semangat kerja nelayan dan semua pihak terkait di sektor kelautan dan perikanan Aceh Jaya ke arah yang lebih baik lagi di masa mendatang,” kata Teuku Imran.
Dia menambahkan, penghargaan yang diperoleh itu tidak terlepas dari adanya perhatian dan dukungan para nelayan di dua kawasan tersebut, para staf di Dinas Kelautan dan Perikanan setempat dan bantuan pihak terkait lainnya. Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya tetap mempertahankan potensi yang sudah ada yang kelak terus dikembangkan lebih baik lagi.
Tidak hanya Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya yang fokus di sektor pertanian dalam arti luas yang beroleh penghargaan. Petani asal Desa Masen, Kecamatan Sampoiniet, Kabupaten Aceh Jaya, Mauliddin (34), juga ikut meraih penghargaan sebagai petani padi berprestasi tingkat nasional pada tahun 2011.
Keberhasilan yang diraih Mauliddin tidak terlepas dari pembianaan secara kontinyu yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya dan Dewan Pangan Provinsi Aceh.
Communication Officer dari lembaga Head of Mission Caritas Czech Republik (CCR), Isfani Yunus, mengatakan apa yang dilakukan Mauliddin salah satunya adalah mengembangkan sistem pertanian organik System of Rice Intensification (SRI).
Menurut Isfani, pada awalnya lelaki pemalu itu merasa kurang tertarik dengan kegiatan SRI yang diperkenalkan Caritas, apalagi dengan metode SRI yang menurut mereka aneh karena di luar kebiasaan cara bercocok tanam. "Walaupun semula skeptis, Mauliddin tetap mencoba mengikuti segala aktivitas kelompok, bahkan selalu hadir pada saat sekolah lapangan," katanya.
Sebagai pelatih lokal metode SRI, nama Mauliddin kemudian dikenal oleh petani-petani di desa lain. Sejumlah warga berdatangan menimba ilmu pertanian dari Mauliddin. Mereka belajar mengolah lahan dari proses awal hingga selesai.
"Pada awal 2010 Caritas mengangkat Mauliddin sebagai fasilitator lokal SRI dengan tugas utama memberikan pelatihan bagi kelompok-kelompok petani di desa lainnya," jelas Isfani.
Setelah screening dan seleksi yang dilakukan di Kementerian Pertanian, Mauliddin terpilih menjadi satu dari empat orang putra bangsa berprestasi yang mendapatkan penghargaan dari Presiden. "Kini terbukti, apa yang dia upayakan tidak sia-sia, dia telah berhasil dan mampu membuktikan dengan terpilih sebagai petani terbaik di Aceh secara nasional," ujarnya.

Azhar Abdurrahman telah banyak berbuat kepada masyarakat Aceh Jaya dengan semaksimal mungkin mengimplementasikan visi-misinya mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera dengan kualitas hidup yang memadai. Dan, kerja keras serta langkah-langkah dalam memimpin Kabupaten Aceh Jaya telah memperoleh sejumlah prestasi dan apresiasi. Bukan apresiasi yang menjadi tujuan utama setiap langkahnya memperbaiki wilayah yang menjadi korban terparah bencana tsunami akhir 2004 tersebut. Apreasi hanyalah sebuah efek dari sebuah kerja kerja, cerdas dan ikhlas, ucapnya suatu kali penuh kerendahan hati. (*)