Monday, March 30, 2015

Sistem Rujukan BPJS Belum Maksimal

 Sistem rujukan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan belum maksimal. Hingga triwulan pertama 2015, tercatat 9,5 persen dari total jumlah pasien yang jadi peserta program ternyata dianggap salah rujukan, yakni berupa rujukan nonspesialistik yang bisa diselesaikan di fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Warga menunggu  pelayanan kesehatan di Puskesmas Setiabudi, Jakarta, Selasa (3/2). Untuk menyukseskan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama secara bertahap diperkuat hingga 2019. Saat ini, rujukan dalam program JKN dinilai belum maksimal. Hingga triwulan pertama 2015, tercatat 9,5 persen dari total jumlah pasien dianggap salah rujukan, yakni berupa rujukan nonspesialistik ke rumah sakit. Padahal,  sebenarnya bisa diselesaikan di fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Kompas/Yuniadhi AgungWarga menunggu pelayanan kesehatan di Puskesmas Setiabudi, Jakarta, Selasa (3/2). Untuk menyukseskan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama secara bertahap diperkuat hingga 2019. Saat ini, rujukan dalam program JKN dinilai belum maksimal. Hingga triwulan pertama 2015, tercatat 9,5 persen dari total jumlah pasien dianggap salah rujukan, yakni berupa rujukan nonspesialistik ke rumah sakit. Padahal, sebenarnya bisa diselesaikan di fasilitas kesehatan tingkat pertama.
"Sistem rujukan berjalan, tetapi belum maksimal," kata Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional Chazali Husni Situmorang dalam diskusi yang digelar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan "Memahami Lebih Dalam Sistem Rujukan dan Pola Pembayaran BPJS", Kamis (26/3), di Jakarta.
Acara itu dihadiri Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Akmal Taher, Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Fajriadinur, dan perwakilan dari Majelis Pertimbangan Kesehatan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia Widyastuti.
Data BPJS Kesehatan menyebutkan, pada triwulan pertama 2015 ada 14.619.528 kunjungan di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Dari data itu, 2.236.379 kunjungan dirujuk dari pelayanan primer ke tingkat pelayanan sekunder, 214.706 kunjungan di antaranya merupakan rujukan nonspesialistik, yang berarti seharusnya tak perlu dirujuk dan bisa diselesaikan di fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Kapasitas SDM
Salah satu penyebab munculnya kasus rujukan nonspesialistik adalah kapasitas sumber daya manusia di tingkat pelayanan primer belum memadai. "Kami sudah merancang pembentukan sistem rujukan regional. Tentu dengan sumber daya manusia dan keuangan dari Kemenkes," kata Akmal Taher.
Tingginya angka rujukan yang tidak perlu itu mengakibatkan penumpukan pasien di rumah sakit yang sampai kini masih terjadi. Pelayanan menjadi terganggu karena antrean panjang pasien. Sementara sumber daya manusia di rumah sakit terbatas.
"Idealnya hanya 10 persen pasien yang dirujuk ke pelayanan sekunder dari 155 penyakit," ujar Akmal Taher. Namun, saat ini jumlah rujukan ke pelayanan sekunder mencapai 15,3 persen.
"Kami akan meningkatkan koordinasi dengan mitra. Beberapa di antaranya, seperti RSCM (Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo), sudah aktif memberi umpan balik kepada pasien yang seharusnya dirujuk balik (ke pelayanan primer)," ujar Fajriadinur.
Penambahan peserta
Meski sistem rujukan berjenjang belum optimal, tahun ini BPJS Kesehatan menargetkan peningkatan peserta pekerja penerima upah (PPU) JKN BPJS Kesehatan sebanyak 29 juta peserta dari peserta yang saat ini ada sejumlah 33,9 juta. Untuk mengimbangi, BPJS akan meningkatkan jumlah jejaring mitra rumah sakit hingga 1.700 rumah sakit.
"Undang-undang memastikan bahwa jaminan kesehatan wajib. Semua karyawan wajib didaftarkan oleh perusahaannya," kata Irfan Humaidi dari Humas BPJS Kesehatan saat ditemui, Rabu (25/3), di Jakarta. Sasaran utama penambahan peserta itu adalah badan usaha swasta.
Untuk itu, badan usaha diberi kemudahan mendaftarkan karyawan. Rekonsiliasi data peserta dan iuran badan usaha bisa dilakukan lewat sistem elektronik data badan usaha (e-Dabu). Perusahaan bisa mengedit data karyawan jika ada perubahan tanpa perlu ke kantor BPJS.
Saat ini, peserta BPJS PPU mencapai 33,9 juta peserta, terdiri dari PPU swasta, PPU PNS, TNI, dan Polri aktif, serta pensiunan. (http://print.kompas.com)

No comments:

Post a Comment