Tiga puluh
dua tahun lagi, kemerdekaan RI genap 100 tahun. Sudah banyak yang kita capai
pada ulang tahun ke-68 ini. Tapi, jika cita-cita proklamasi dijadikan ukuran,
masih jauh lebih banyak yang belum kita gapai. Mayoritas rakyat negeri ini
belum melihat manfaat kemerdekaan bagi diri mereka. Mereka baru merdeka dari
penjajahan, belum dari kemiskinan, keterpurukan, dan ketidakadilan. Tujuan
utama kemerdekaan adalah tercapainya kesejahteraan umum. Sejahtera secara
ekonomi dan sosial. Menjadi manusia Indonesia yang bermartabat.
Pada
Pembukaan UUD 1945 jelas disebutkan, pemerintah negara Indonesia dibentuk untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia. Penggunaan kata "kesejahteraan umum" melewati
perdebatan panjang. Diksi ini diambil karena pengertiannya lebih lengkap,
mencakup kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Kesejahteraan
paripurna, kesejahteraan sebagai manusia seutuhnya.
Indikator
kemajuan bangsa bukan hanya pertumbuhan ekonomi, melainkan kemajuan di berbagai
bidang kesejahteraan umum. Pertumbuhan ekonomi boleh melaju kencang. Tapi,
tidak banyak manfaatnya bagi negara bangsa jika kesenjangan ekonomi kian lebar
dan ketimpangan pembangunan antarwilayah makin besar. Investasi langsung boleh
melejit menyundul langit. Namun, tak gunanya bagi negara bangsa jika rakyat
setempat--sekitar lokasperkebunan, lokasi pertambangan, dan lokasi
pabrik--hidup merana dan kerusakan lingkungan kian parah.
Kita tidak
boleh merendahkan kemampuan bangsa dan menyepelekan semua kemajuan yang sudah
kita capai. Seperti kata Bung Karno, kita tidak boleh menjadi bangsa yang
mencabik-cabik diri sendiri. Bangsa yang menghina diri sendiri dan hanya
melihat kelemahan. Kita jangan menjadi bangsa minder dan pesimistis. Namun,
kita juga tidak boleh menjadi bangsa yang tidak mampu melihat kelemahan
sendiri. Bangsa yang tidak objektif dan mudah terlena oleh pujian.
Kita perlu
bangga dengan laju pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen selama 2010-2012 saat
negara maju hanya bertumbuh 1-2 persen, bahkan minus. Pada 2008, ketika banyak
negara maju mencatat pertumbuhan minus, ekonomi Indonesia justru melaju 6,2
persen. Kita juga bangga dengan masuknya Indonesia pada Group-20, kelompok
negara dengan ekonomi terbesar berdasarkan produk domestik bruto (PDB). Tahun
ini, PDB Indonesia menembus US$ 900 miliar atau berada di peringkat ke-15
dunia.
Tapi, kita
pun tidak boleh menutup mata terhadap ketertinggalan kita setelah 68 tahun
merdeka. Posisi PDB per kapita Indonesia baru US$ 4.000 dan berada di peringkat
ke-110 dunia. Kalah dari Malaysia. Negeri serumpun yang merdeka 15 tahun
kemudian sudah memiliki PDB per kapita di atas US$ 10.000. Korsel, negara yang
hanya dua hari lebih dahulu memproklamasikan kemerdekaan dan pada tahun 1960
berada di level ekonomi yang sama dengan Indonesia, kini sudah meraih PDB per
kapita di atas US$ 25.000.
Meski sudah
menurun, penduduk miskin Indonesia masih 27 juta atau 12 persen dari penduduk.
Pengangguran terbuka masih 7,2 juta atau 6,1 persen. Sekitar 70 persen dari 121
juta angkatan kerja Indonesa berada di sektor informal. Mereka umumnya tenaga
kerja tidak terampil dengan tingkat pendidikan 55 persen maksimal SD. Sebagian
dari mereka menjadi pembantu rumah tangga (PRT) di luar negeri, khususnya di
Malaysia, Timur Tengah, Malaysia, dan Hong Kong. Banyak kejadian yang menimpa
PRT yang menyayat hati kita sebagai manusia dan menganggu harga diri kita
sebagai bangsa merdeka.
Kemajuan ekonomi
Indonesia ditandai kesenjangan yang cukup lebar seperti tercermin pada rasio
gini yang sudah 0,43 persen. Indonesia memiliki 60 juta kelas menengah dengan
pengeluaran minimal Rp 4 juta sebulan. Dari jumlah itu ada sekitar satu juta
orang Indonesia yang memiliki kekayaan minimal Rp 10 miliar dan 10.000 orang
yang beraset bersih di atas Rp 100 miliar. Ketimpangan antarwailayah cukup
besar. Lebih dari 75 persen PDB Indonesia disumbangkan oleh Jawa dan Sumatera.
Jaminan
sosial penduduk Indonesia masih minim. Peserta jaminan sosial tenaga kerja dari
sektor formal di PT Jamsostek baru 29 juta orang. Dari jumlah itu hanya 11,2
juta yang aktif. Sedang peserta asuransi kesehatan di PT Askes baru 11,6 juta
dan itu pun didominasi PNS dan para pensiunan PNS. Mayoritas pekerja Indonesia
hidup tanpa jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan, jaminan kematian, jaminan
hari tua, dan pensiunan.
Pemerintah
sudah menyiapkan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. Askes akan berubah menjadi BPJS Kesehatan, Jamsostek menjadi
BPJS Ketenagakerjaan. Kita berharap, dua BPJS ini mampu memberikan jaminan
sosial meski saat ini banyak masalah yang belum terselesaikan.
Untuk
memenuhi kebutuhan yang paling dasar--pangan dan papan--pun sebagian penduduk
Indonesia masih merasakan masalah. Sebagian penduduk Indonesia masih hidup
dengan gizi buruk dan tidak memiliki rumah layak. Tidak punya akses mendapatkan
air bersih. Ini semua sangat terkait dengan lapangan pekerjaan yang minim dan
strategi ekonomi negara
Kesejahteraan
umum tidak hanya mengacu pada kesejahteraan ekonomi, namun juga kesejahteraan
sosial, yakni memiliki akses untuk mendapatkan pendidikan yang baik, jaminan
sosial, kebebasan untuk menyatakan pendapat, berinteraksi dengan sesama, dan
kepastian mendapatkan perlindungan dari negara. Rakyat baru disebut sejahtera
jika kebutuhan fisik dan sosial mereka terpenuhi. Pada HUT ke-68 kemerdekaan RI
masih ada sebagian warga yang hidup dalam ketakutan dan belum merasa merdeka di
negeri sendiri.
Bagi para
para pendiri bangsa, kesejahteraan umum adalah ultimate goal atau tujuan utama
berdirinya negara bangsa. Pemerintah Indonesia dibentuk untuk memajukan
kesejahteraan umum, bukan kesejahteraan perorangan atau kelompok. Pemerintah
yang dimaksudkan bukan hanya eksekutif, melainkan semua penyelenggara negara,
baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Untuk bisa memajukan
kesejahteraan umum dengan baik, pemerintah harus cakap dan bersih dari korupsi,
kolusi, dan nepotisme.
Tahun
depan, 2014, adalah tahun seleksi pemimpin bangsa. Rakyat Indonesia memilih
presiden baru dan para anggota legislatif, DPRD I dan DPRD II. Setiap tahun,
ada pemilihan gubernur dan bupati/wali kota di berbagai wilayah Indonesia.
Peran pemimpin sangat penting dalam memajukan kesejahteraan umum. Presiden SBY
dalam pidato kenergaraan di hadapan anggota DPR dan DPD, Jumat (16/8),
mengingatkan pentingnya pemilu yang jujur dan adil (jurdil) dan memenuhi semua
standar internasional. Tanpa seleksi yang benar, Indonesia tidak mungkin bisa mendapatkan
pemimpin yang memiliki kapasitas dan integritas dalam memajukan kesejaheteraan
umum. Kita tidak mau cita-cita proklamasi sekadar hiasan yang dihafal anak-anak
sekolah. (www.beritasatu.com)
No comments:
Post a Comment