Di
Indonesia, pekerja ekonomi informal dan pegawai tanpa kontrak umumnya tidak
terlindungi oleh manfaat jaminan sosial. Diperkirakan sekitar 54 persen dari
keseluruhan jumlah penduduk tidak memiliki akses terhadap perlindungan sosial
kesehatan (sebagian besar merupakan pekerja ekonomi informal dan keluarga
mereka) serta 83 persen pekerja tidak memiliki akses terhadap manfaat jaminan
sosial lainnya (usia tua, kematian, kecelakaan kerja).
Perluasan
cakupan asuransi sosial dan kesehatan terhadap pekerja ekonomi informal yang
berada di atas garis kemiskinan masih menjadi tantangan. Namun, perluasan
cakupan perlindungan sosial tidak dapat dicapai tanpa adanya komitmen dan
kemauan yang kuat dari pemerintah nasional dan lokal. Di tengah ketiadaan
landasan proteksi sosial yang memadai, mereka yang berhasil membebaskan diri
dari kemiskinan berisiko untuk terjatuh kembali dalam kemiskinan.
Untuk
membahas secara lebih lanjut upaya mempromosikan hak jaminan sosial dasar,
termasuk layanan penting dalam ketenagakerjaan, kesehatan, air dan sanitasi,
serta nutrisi, pendidikan dan dukungan keluarga, Organisasi Perburuhan
Internasional (International Labour Organization/ILO) menyelenggarakan
pertemuan empat hari bertajuk “Pertemuan Para Pakar mengenai Jaminan Sosial dan
Landasan Perlindungan Sosial: Belajar dari Pengalaman Regional” dari 12 hingga
15 Desember 2011 di Jakarta. Tujuan utama dari pertemuan ini adalah mendukung
penerapan Pakta Lapangan Kerja Indonesia mengenai perlindungan sosial dan
Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) No. 40/2004 melalui berbagi
informasi dan pengetahuan tentang perangkat dan inisiatif perlindungan sosial
di tingkat global, regional dan nasional.
Pertemuan
ini pun sejalan dengan laporan terbaru yang diterbitkan oleh ILO dan Badan
Kesehatan Dunia (WHO) berjudul “Social Protection Floor for Fair and Inclusive
Globalization”, yang menekankan prinsip-prinsip Prakarsa Landasan Perlindungan
Sosial (SPF). Laporan ini juga dikenal sebagai Laporan Bachelet mengingat
laporan ini disusun di bawah kepemimpinan Michelle Bachelet, mantan Presiden
Chile. Laporan ini pun dipergukan sebagai dokumen latar belakang dan advokasi
untuk diskusi G20 mengenai jaminan sosial.
SPF
mempromosikan keamanan pendapatan melalui sejumlah jaminan dasar bagi: (i)
semua anggota masyarakat untuk memiliki akses terhadap layanan perawatan
kesehatan di tingkat nasional dan provinsi; (ii) bagi semua anak untuk
menikmati jaminan pendapatan melalui bantuan barang atau tunai guna memastikan
akses terhadap nutrisi, pendidikan dan perawatan; (iii) bagi semua anggota
masyarakat yang terbilang usia produktif namun tidak memiliki pendapatan yang
mencukupi (atau tidak bisa, misalnya karena kehamilan) terhadap jaminan
pendapatan minimum melalui skema bantuan tunai atau barang atau pekerjaan; dan (iv)
bagi semua anggota masyarakat usia lanjut dan dengan disabilitas terhadap
pensiun usia tua atau disabilitas atau transfer dalam bentuk lainnya.
Indonesia
baru-baru ini membuat kemajuan besar dalam penciptaan cakupan jaminan sosial
yang universal dengan mengesahkan Undang-Undang Badan Pelaksana Jaminan Sosial
(BPJS). Undang-Undang ini, sejalan dengan Undang-Undang SJSN Tahun 2004,
menyatakan bahwa pekerja di perekonomian informal (63 juta pada 2009) akan
dicakup di dalam sistem jaminan sosial di tahun-tahun mendatang.
ILO
melakukan studi mendalam mengenai pelaksanaan SPF di Indonesia. Studi ini
mengidentifikasi kebijakan khusus dan tantangan dalam pelaksanaan program
perlindungan sosial. Studi pun memberikan sejumlah rekomendasi yang
diterjemahkan ke dalam berbagai skenario perluasan dan/atau manfaat:
Cakupan universal secara bertahap terhadap
kesehatan akan menelan biaya 1 hingga 2 persen PDB atau 3 hingga 5 persen
pengeluaran pemerintah pusat (tergantung pada paket manfaat yang ditawarkan
dalam skema).
Perluasan manfaat keluarga bagi semua
keluarga miskin dengan anak (menggunakan skema Program Keluarga Harapan) hingga
tahun 2015 akan menelan biaya 1 persen dari PBD.
Pemerintah memiliki program bantuan tunai
bagi penyandang disabilitas berat, namun cakupannya masih rendah. Perluasan
bantuan tunai bagi semua penyandang disabilitas berat hingga 2015 akan menelan
biaya 0,007 persen dari GDP atau kurang setengah persen dari anggaran
pemerintah pusat.
Pensiun (bagi semua kaum lanjut usia secara
bertahap hingga 2020), ditetapkan di tingkat garis kemiskinan, akan menelan
biaya 0,6 persen dari GDP atau sekitar 3 persen dari pengeluaran pemerintah.
Presiden
French Civic Service Agency, Martin Hirsch, yang merupakan anggota SPF Advisory
Group di bawah M. Bachelet mengatakan,“Jaminan sosial bukanlah sumbangan.
Penting untuk menerapkan kebijakan dan program jaminan sosial di tingkat negara
dan mengaitkannya dengan program penciptaan lapangan kerja ketimbang
melakukannya secara terpisah. Hal ini akan berkontribusi pada keberlanjutan
program dan pengurangan kemiskinan.”
Pertemuan
juga memaparkan pelajaran dari sejumlah negara Asia, termasuk Thailand, China
dan Kamboja. Thailand, misalnya, berbagi pengalaman mengenai skema pensiun
universal 500 bath yang ditarik dari pajak; sementara Kamboja memaparkan
strategi jaminan sosialnya, khususnya di bidang pertanian dan pembangunan
pedesaan.
Selanjutnya,
pertemuan ini menggelar sesi-sesi mengenai analisis komparatif tentang Konvensi
ILO No. 102 tentang Jaminan Sosial, jaminan pendapatan bagi anak-anak, jaminan
pendapatan bagi usia bekerja termasuk kompensasi bagi pekerja yang mengalami
kecelakaan dan kecacatan serta bagi populasi kerja, terutama kaum usia lanjut.
Lokakarya
ini menargetkan para pembuat kebijakan dari kementerian. Lokakarya ini pun akan
melibatkan perwakilan dari organisasi pekerja dan pengusaha, lembaga nasional
dan internasional, badan-badan PPB yang bergerak di bidang perlindungan sosial
serta media massa. (www.ilo.org)
No comments:
Post a Comment