Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menemukan 86 permasalahan dari hasil monitoring dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan. Sebab itu, pihaknya meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPJS Kesehatan segera memperbaiki masalah-masalah pelayanan kesehatan masyarakat dalam program ini.
"Sebetulnya sudah temukan 86 masalah hasil monitoring kita yang juga sudah diuraikan dan ditindaklanjuti secara teknis dan medis yang harus diselesaikan oleh Kemenkes dan BPJS Kesehatan," kata Ketua DJSN, Dr. Chazali Husni Situmorang, Apt, M.Sc.P.H, di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra), Kamis (17/7).
Dia mengatakan, salah satu masalah dalam JKN ini adalah masalah tarif pelayanan kesehatan yang dikenal dalam program ini bernama paket INA-CBGs. Dimana, masih banyak rumah sakit (RS) swasta yang belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dengan alasan tarif yang murah dan dapat merugikan RS. "Kemenkes sekarang menyusun perubahan Perpres No 12/2013 tentang jaminan kesehatan berkaitan sinkronisasi kebijakan pada level teknis," ujarnya.
Dia melanjutkan, masalah tarif ini juga terkendala dari APBN yang tidak mencukupi. Padahal, banyak permasalahan di daerah dalam hal tarif tipe RS A, B, C, D yang tarifnya terlalu mahal. "RS tipe A selisihnya besar dengan RS tipe B. RS perlihatkan seperti tipe A tapi tarif tipe b, itu masalah. Makanya ditiinjau terhadap tarif yang tidak hanya dinaikan tapi singkat selisih yang diratakan serta disesuaikan antara penyakit dan jenis kelompok penyakit," tuturnya.
Dia mengatakan, masalah lainnya adalah fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama, yakni RS, Klinik, Puskesmas. Dimana, pihaknya sudah mendorong agar seluruh Puskesmas dan Klinik itu bisa melayani pendaftaran peserta JKN BPJS Kesehatan. "Sekarang BPJS membuka diri untuk bekerjasama dengan klinik yang kerjasama ini kita pantau terus," katanya.
Dia mengungkapkan, sebenarnya bukan hanya klinik saja yang didorong pihaknya agar BPJS Kesehatan bekerjasama. Namun pihaknya juga mendorong agar BPJS Kesehatan bekerjasama dengan RS Swasta. "Kalau RS swasta ikut kerjasama, maka itu dapat kurangi antrian seperti yang terjadi di RSCM, RS Hasan Sadikin dan lainnya. RS swasta bisa kurang antrian, klinik mulai banyak untuk tutupi RS pemerintah yang masih banyak msalah," ungkapnya.
Dia menambahkan, JKN ini juga terkendala kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM). Misalnya, di dalam 500 kabupaten/kota, tidak cukup hanya di layani 2.000 pegawai. Namun, sebutnya, saat ini pemerintah sedang merekrut tenagai-tenaga kesehatan yang pada bulan Agustus mendatang dibuka rekrutmen baru. "Hati-hati alokasi dana tidak cukup. Disatu sisi membutuhkan SDM besar," himbaunya.
"Sebetulnya sudah temukan 86 masalah hasil monitoring kita yang juga sudah diuraikan dan ditindaklanjuti secara teknis dan medis yang harus diselesaikan oleh Kemenkes dan BPJS Kesehatan," kata Ketua DJSN, Dr. Chazali Husni Situmorang, Apt, M.Sc.P.H, di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra), Kamis (17/7).
Dia mengatakan, salah satu masalah dalam JKN ini adalah masalah tarif pelayanan kesehatan yang dikenal dalam program ini bernama paket INA-CBGs. Dimana, masih banyak rumah sakit (RS) swasta yang belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dengan alasan tarif yang murah dan dapat merugikan RS. "Kemenkes sekarang menyusun perubahan Perpres No 12/2013 tentang jaminan kesehatan berkaitan sinkronisasi kebijakan pada level teknis," ujarnya.
Dia melanjutkan, masalah tarif ini juga terkendala dari APBN yang tidak mencukupi. Padahal, banyak permasalahan di daerah dalam hal tarif tipe RS A, B, C, D yang tarifnya terlalu mahal. "RS tipe A selisihnya besar dengan RS tipe B. RS perlihatkan seperti tipe A tapi tarif tipe b, itu masalah. Makanya ditiinjau terhadap tarif yang tidak hanya dinaikan tapi singkat selisih yang diratakan serta disesuaikan antara penyakit dan jenis kelompok penyakit," tuturnya.
Dia mengatakan, masalah lainnya adalah fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama, yakni RS, Klinik, Puskesmas. Dimana, pihaknya sudah mendorong agar seluruh Puskesmas dan Klinik itu bisa melayani pendaftaran peserta JKN BPJS Kesehatan. "Sekarang BPJS membuka diri untuk bekerjasama dengan klinik yang kerjasama ini kita pantau terus," katanya.
Dia mengungkapkan, sebenarnya bukan hanya klinik saja yang didorong pihaknya agar BPJS Kesehatan bekerjasama. Namun pihaknya juga mendorong agar BPJS Kesehatan bekerjasama dengan RS Swasta. "Kalau RS swasta ikut kerjasama, maka itu dapat kurangi antrian seperti yang terjadi di RSCM, RS Hasan Sadikin dan lainnya. RS swasta bisa kurang antrian, klinik mulai banyak untuk tutupi RS pemerintah yang masih banyak msalah," ungkapnya.
Dia menambahkan, JKN ini juga terkendala kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM). Misalnya, di dalam 500 kabupaten/kota, tidak cukup hanya di layani 2.000 pegawai. Namun, sebutnya, saat ini pemerintah sedang merekrut tenagai-tenaga kesehatan yang pada bulan Agustus mendatang dibuka rekrutmen baru. "Hati-hati alokasi dana tidak cukup. Disatu sisi membutuhkan SDM besar," himbaunya.
No comments:
Post a Comment