Saturday, September 27, 2014

Tidak Ikut BPJS, Banyak Perusahaan Terancam Sanksi


Hingga saat ini masih banyak pekerja formal ataupun informal yang belum menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan (dulu Jamsostek). Di DKI Jakarta saja ada 30% dari 5,2 juta tenaga kerja yang belum terdaftar peserta BPJS ketenagakerjaan.
Padahal, untuk sektor formal, sanksi yang dikenakan yaitu kepada perusahaan di mana pekerja itu bekerja. Sanksinya berupa administratif hingga kurungan penjara.
"Kalau dia perusahaan, sanksinya ke pengusahanya. Ada administratif, teguran tertulis. Berikutnya ada denda, dan pidana," kata Hardi Kepala Kantor Wilayah BPJS DKI Jakarta Hardi Yuliwan pada Dialog Jaminan Sosial bertema “Pelayanan Terpadu Satu Pintu Optimalisasi Pelaksanaan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Universal”, di Jakarta, Rabu (24/9/2014).
Pertama kali, ujar dia, perusahaan akan diberikan sanksi administratif berupa teguran sebanyak dua kali selama satu bulan. Jika sanksi tersebut tak direspons, maka perusahaan bersangkutan akan didenda sebesar 0,1%/hari dari kewajiban yang harus mereka bayarkan.
"Kalau 30 hari tak dilakukan juga, kita akan hentikan layanan publik. Kita minta ke PDAM, ke PLN untuk menghentikan layanan publiknya," lanjut Hardi sambil menyebutkan, "Kalau mereka nggak ikut. Kita juga bisa melakukan somasi ke disnaker maupun kejaksaan."
Jika semua sanksi administratif sudah dilakukan tapi perusahaan tak juga mengikutsertakan para pekerjanya di BPJS Ketenagakerjaan, maka bakal kena sanksi pidana yaitu 8 tahun kurungan penjara atau denda sebesar Rp 1 miliar. "Siapa yang mau 8 tahun. 2 hari saja orang nggak mau," katanya.
Menurut dia, beberapa perusahaan sudah diberikan sanksi, bahkan ada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pun ada yang tak mengikutsertakan pekerjanya di BPJS. Sayang, Hardi tak mau menyebutkan nama BUMN-nya. "BUMN sedang proses somasi. Dia tidak mengikutsertakan sebagian pekerjanya," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnakertrans Irianto Simbolon mengungkapkan, jaminan sosial merupakan perlindungan mendasar. Untuk itu, hadirnya BPJS diusulkan yang dirasakan tidak saja program itu sendiri tapi juga manfaatnya.
"Kita usulkan pada pemerintah baru untuk memotivasi kepesertaan dengan mengantongi KTA (Kartu Tanda Anggota) bisa mendapatkan diskon baik transportasi dan fasilitas pendidikan. Selain program pak jokowi soal KJP atau KJS," katanya.
Untuk mencapai ini, katanya, pemerintah juga terus berupaya memperluas lapangan kerja dengan mengangkat industri padat karya.
"Pemerintah punya konsep lebih dari setahun. Kita bersama Apindo, buruh harus duduk bersama khususnya terkait progam jaminan pensiun. Terutama mengenai besaran iuran. Ada usulan 4%, 8%, 15%. Kalau Empat program sudah berjalan, tetapi jaminan pensiun harus ditetapkan pemerintah," ujarnya
Terkait kebijakan pengupahan, Irianto mengatakan, sebaiknya tidak didasari nilai nominal, akan tetapi diterapkan sesuai struktur dan skala upah di perusahaan. "Disesuaikan dengan kualitas perusahaan dan produktifitas buruh."
Sementara itu, Anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta, Sarman Simanjorang menilai, sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan masih kurang. Padahal, potensi perusahaan mencapai 100 ribu perusahaan dengan jumlah pekerja mencapai 3,2 juta di Jakarta belum tergarap.
"Sosialisasi melibatkan Kadin masih minim. Kartu BPJS harus memiliki benefit khusus, saya rasa akan lebih menarik. Seperti untuk diskon transportasi darat lau udara. Seperti di Jakarta bekerja sama dengan layanan busway. Kalau berbicara soal pensiun lebih lama, tetapi kalau orang kecelakaan akibat bekerja kan setiap hari," katanya. (www.pikiran-rakyat.com)

No comments:

Post a Comment