Sunday, October 19, 2014

Program JKN Harus Dievaluasi

* Rakyat Berharap Jokowi Benahi Kesehatan


Jaminan Kesehatan Nasional
Rakyat Indonesia benar-benar berharap Presiden terpilih Jokowi membenahi sektor kesehatan. Program JKN yang digadang-gadang pemerintah dinilai masih amburadul. Pemerintah mendatang harus mengevaluasinya.
Program yang baru berjalan 9 bulan tersebut menurut Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Zaenal Abidin, harus menjadi prioritas.
“Kami mengusulkan agar premi terutama iuran yang dibayar pemerintah untuk penerima bantuan iur (PBI) harus dinaikkan. Minimal sesuai dengan nilai yang direkomendasikan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN),” jelas Zaenal, Sabtu (18/10).
Sebab dengan bertahan pada premi sekarang Rp19.500 per kapita, sangat sulit bagi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan untuk meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan. Jumlah penduduk penerima bantuan iur tercatat 86,4 juta jiwa atau lebih dari 70 persen peserta JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).
DINILAI WAJAR
Senada dikatakan Ketua DJSN Chazali Situmorang. Saat melakukan evaluasi terhadap program JKN, Chazali mengatakan sejak semula pihaknya merekomendasikan besaran PBI Rp22.500 sampai Rp27.000 per kapita. Nilai tersebut dinilai wajar untuk penyelenggaraan pelayanan pengobatan yang bermutu.
“Makanya kami minta agar pemerintah yang akan datang mengevaluasi besaran PBI ini. Jangan sampai program JKN kolaps ditengah jalan,” jelasnya.
Menurutnya, JKN adalah program pro rakyat yang sangat bagus. Itu sebabnya tak ada alasan bagi pemerintahan yang akan datang untuk menghentikan program tersebut. Justeru yang dibutuhkan adalah perbaikan dan penyempurnaan program.
PRO RAKYAT
Pengamat ekonomi Hendri Saparini mengatakan BPJS Kesehatan memiliki kelebihan dan kekurangan dalam hal pelaksanaan program JKN. Dengan usia yang 9 bulan, tentu pemerintah sudah bisa mengevaluasi hal-hal mana yang baik dan mana yang merugikan rakyat.
“Pak Jokowi sangat pro rakyat. Jadi saya yakin beliau akan melakukan evaluasi terhadap program ini,” jelasnya.
Hasil evaluasi tersebut apakah nantinya akan tetap dilanjutkan sebagai JKN atau mekanismenya diubah seperti KJS (Kartu Jakarta Sehat), itu menjadi wewenang Presiden. Mengingat selama menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sudah menyelenggarakan KJS.
“Kalau KJS tentu itu anggaran dikeluarkan dari APBD. Tetapi kalau tetap JKN tentu harus dialokasikan lagi dalam APBN. Ada lebih dan kurangnya dari dua program kesehatan tersebut sehingga presiden harus benar-benar mengevaluasinya,” lanjut Hendri.
Hal lain yang mendapat sorotan terkait pembangunan kesehatan adalah distribusi dokter yang tidak merata di seluruh Indonesia. Dokter sampai saat ini masih terkonsentrasi di kota-kota besar dan di Pulau Jawa. (poskotanews.com)

No comments:

Post a Comment