* Siannie
Widjaya
Presiden
Direktur PT Tigaraksa Satria Tbk.
Sumber:
www.gbgindonesia.com
Tigaraksa
Satria (TRS) adalah salah satu distributor Fast Moving Consumer Goods (FMCG)
terbesar di negeri ini. Sepanjang kuartal I-2013, TRS berhasil membukukan
kenaikan laba bersih 8% menjadi Rp32,4 miliar, dibandingkan periode yang sama
tahun lalu. Kenaikan itu ditopang oleh pertumbuhan pendapatan dari Rp1,81
triliun menjadi Rp1,83 triliun. Sukses TRS ini salah satunya berkat peran knowledge management. Untuk mencari tahu soal ini, tim Dunamis
mewawancara Siannie Widjaja, Presiden Direktur TRS, Selasa siang, 4 Juni 2013. Siannie
didampingi oleh Budy Purnawanto, Direktur SDM,
dan Rini Nur Aini, Manajer Pengembangan Organisasi TRS. Petikannya:
Bagaimana
TRS sebagai perusahaan distribusi berupaya mencapai targetnya?
Sebagai
perusahaan distribusi, jualan kami adalah layanan. Artinya, kami menjual
performa ke costumer. Untuk itu cara kerja
kami harus detail. Selain itu sebagian besar customer kami adalah perusahaan-perusahaan multinasional. Jadi, kami
harus bisa bekerja di tataran global.
Kemudian sejak tahun 2005 kami juga merancang perubahan
pola kepemimpinan di TRS. Perubahan ini kemudian kami terapkan pada tahun 2008.
Melalui perubahan ini, kami mampu mengeksplorasi SDM kami dengan lebih baik.
Caranya?
Kami
mendefinisikan karyawan kami sebagai knowledge
worker dan knowledge leader. Knowledge
worker adalah orang yang bekerja
memakai data dan informasi. Kalau dia mempunyai bawahan—yang knowledge worker tadi, maka kami menyebut dia sebagai knowledge leader. Perannya
adalah membimbing bawahannya supaya berhasil dengan memakai knowledge management process. Jadi knowledge leader bukan cuma mengurus pekerjaannya
sendiri, tapi juga mengelola bawahan supaya berhasil.
Contoh,
seorang supervisor membawahi lima salesman. Dia harus bisa mem-back up mereka sehingga paling tidak tiga-empat
orang salesman-nya bisa mencapai
target. Kalau ada supervisor yang punya
lima salesman, tapi hanya satu yang
sangat bagus kinerjanya sehingga bisa menutup target keseluruhannya, kami tidak
bisa bilang dia berhasil. Sebab targetnya bukan dihitung dari kuantitas atau
pribadi. Dia dinilai berhasil kalau berhasil mampu mem-back up tiga-empat anak buahnya sampai sukses.
Budy Purnawanto: Sebetulnya kini kita tengah
berubah dari ekonomi industri ke ekonomi pengetahuan (knowledge). Maka, karyawan yang tadinya manual worker diarahkan
menjadi knowledge worker. Dan, kami di TRS bercita-cita menjadi
knowledge worker. Jadi semua divisi, seperti HR department, finance, marketing,
operation, mengubah proses kerjanya dari manual menjadi berbasis informasi.
Kebetulan kami memiliki aplikasi teknologi informasi (TI) yang cukup powerful dari SAP. Informasi yang begitu
banyak menjadi tak ada gunanya kalau tidak digunakan. Intinya orang menggunakan
informasi dan itu menjadi knowledge
di kepalanya, sehingga dia bisa bekerja lebih baik lagi.
Apa
dampak dari perubahan pola kepemimpinan tersebut?
Salesman sering bekerja hanya melihat target.
Mereka hanya fokus pada klien yang besar-besar saja, yang penting targetnya
tercapai. Ini dari sisi distribusi tidak bagus. Nah tugas supervisor adalah mengarahkan para salesman. Pendekatan pemasaran untuk outlet besar tentu berbeda dengan outlet kecil.
Saat
mulai menerapkan pola tersebut, apa saja tantangannya?
Banyak komplain,
termasuk dari karyawan. Namun, kami menerapkan reward & punishment, antara lain, berupa cash reward. Untuk karyawan baru, jika dalam dua kali tiga bulan
tidak mencapai target, dia harus keluar. Kami lakukan ini karena tantangan dari
prinsipal juga semakin besar. Kebijakan baru memang sering tidak popular,
sehingga orang-orang menjadi reluctant.
Mau membuat surat peringatan saja susah banget.
Saya terpaksa bermain kata-kata. Saya bilang, surat
peringatan maksudnya surat pembinaan supaya mereka paham apa saja kelemahannya,
sehingga bisa memperbaiki dirinya dalam tiga bulan ke depan.
Budy Purnawanto: Karyawan yang kami
berhentikan sebetulnya sangat sedikit. Hanya ada tiga dari sekitar 1.300
karyawan. Ini karena ketika kinerjanya tidak mencapai target, kami akan
memberikan peringatan dini, sehingga mereka terpacu untuk meningkatkan
kinerjanya.
Bukankah
proses rekrutmen bisa membantu mengurangi masalah ini. Misalnya, TRS tidak
menerima karyawan yang value dan chemistry tak sejalan?
Intinya
memang begitu. Kami cari orang yang sesuai dengan budaya kami. Kami punya lima corporate competencies, akan tetapi pada
saat awal paling tidak independensi, integritas dan inovasinya harus cocok.
Jadi ketika orang masuk, dia akan larut dengan budaya kerja kami.
Kami
memiliki budaya kerja yang kuat. Pernah ada karyawan yang resign, tetapi akhirnya kembali lagi. Namun, situasi sekarang memang
sangat berbeda dengan beberapa tahun lalu. Saat ini terasa perusahaan kami disorot
oleh perusahaan lain. Ada beberapa karyawan kami yang diambil perusahaan lain.
Pernah ada seorang karyawan potensial dan saya melihat dia punya masa depan
cerah, berpeluang untuk menjadi salah satu direktur, tetapi akhirnya pergi. Ya
sudah, mau bagaimana lagi.
Namun,
pengalaman seperti itu membuat kami semakin tangguh. Saya melihat setiap ada
tantangan, selalu ada sesuatu yang kami siasati. Akhirnya kami juga mencari tenaga
dari luar yang sudah hampir jadi, untuk memberi warna di TRS. Dia berasal dari
perusahaan prinsipal, sehingga kami bisa mendapatkan input-input yang bagus.
Apa
upaya TRS untuk selalu bisa melebihi ekspektasi customer?
Kami memiliki
2 tipe customer. Pertama, prinsipal
yang mempunyai produk dan outlet,
yang kalau layanan kami kurang sedikit saja, mereka akan berteriak sangat
nyaring. Kedua, outlet yang
memasarkan produk-produk milik prinsipal. Tugas utama
kami adalah menciptakan value bagi
para customer. Kami selalu berupaya
mengetahui kebutuhan dan keinginan mereka agar kami bisa memenuhinya sesuai
dengan atau bahkan melebihi ekspektasi. Kebutuhan dan keinginan customer kami, dan juga customer dari customer kami, merupakan acuan bagi kualitas proses yang akan kami
jalankan.
TRS
juga memakai pendekatan kepemimpinan seperti Ki Hajar Dewantara?
Betul. Sebagai
pemimpin, ketika berada di depan harus bisa memberi arahan, ketika berada di
tengah harus bisa menjadi teman bagi bawahan, dan ketika berada di belakang
harus bisa mendorong untuk mencapai sukses bagi bawahan, sehingga dia bisa
mencapai target-targetnya.
Apa
saja capaian TRS?
Sepanjang
kuartal I-2013, laba bersih kami naik 8%. Kenaikan itu ditopang oleh
pertumbuhan pendapatan dari Rp1,81 triliun menjadi Rp1,83 triliun. Keberhasilan
itu karena kami bisa mengindentifikasi tingkat kepuasan costumer, dan memberikan melebihi ekspektasi mereka. Kami juga
berhasil membangun tim kerja (people)
yang solid melalui knowledge management, serta menciptakan efisiensi
dan efektivitas guna menekan cost dan
meningkatkan revenue.
Apa
faktor kuncinya?
Sebagai
perusahaan jasa, kunci keberhasilan kami
terletak pada people. Kalau service kami tidak bagus, otomatis customer
akan komplain.
Mengapa
TRS melepas Sari Husada?
Mulanya
Sari Husada adalah anak usaha kami. Namun, sebagai distributor kami harus
independen, sehingga kemudian kami memutuskan untuk lepas seluruh saham kami di
Sari Husada. Posisi ini sebetulnya sangat kritikal bagi kami. Sebab kalau
kinerja kami tidak bagus, bisa saja Sari Husada menunjuk distributor lainnya. Untungnya
kami berhasil membuat mereka sangat puas, sehingga pada tahun 2013 kami menjadi
satu-satunya perusahaan distribusi yang dapat menaikkan margin. Dan, kami juga
akhirnya mendapatkan margin distribusi yang layak kami terima.
*****
No comments:
Post a Comment