Sunday, August 4, 2013

KAMI HARUS INDEPENDEN


* Siannie Widjaya
Presiden Direktur PT Tigaraksa Satria Tbk. 



Sumber: www.gbgindonesia.com

Tigaraksa Satria (TRS) adalah salah satu distributor Fast Moving Consumer Goods (FMCG) terbesar di negeri ini. Sepanjang kuartal I-2013, TRS berhasil membukukan kenaikan laba bersih 8% menjadi Rp32,4 miliar, dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan itu ditopang oleh pertumbuhan pendapatan dari Rp1,81 triliun menjadi Rp1,83 triliun. Sukses TRS ini salah satunya berkat peran knowledge management. Untuk mencari tahu soal ini, tim Dunamis mewawancara Siannie Widjaja, Presiden Direktur TRS, Selasa siang, 4 Juni 2013. Siannie didampingi oleh Budy Purnawanto, Direktur SDM,  dan Rini Nur Aini, Manajer Pengembangan Organisasi TRS. Petikannya:

Bagaimana TRS sebagai perusahaan distribusi berupaya mencapai targetnya?  
Sebagai perusahaan distribusi, jualan kami adalah layanan. Artinya, kami menjual performa ke costumer. Untuk itu cara kerja kami harus detail. Selain itu sebagian besar customer kami adalah perusahaan-perusahaan multinasional. Jadi, kami harus bisa bekerja di tataran global.
          Kemudian sejak tahun 2005 kami juga merancang perubahan pola kepemimpinan di TRS. Perubahan ini kemudian kami terapkan pada tahun 2008. Melalui perubahan ini, kami mampu mengeksplorasi SDM kami dengan lebih baik.

Caranya?
Kami mendefinisikan karyawan kami sebagai knowledge worker dan knowledge leader. Knowledge worker adalah orang yang bekerja memakai data dan informasi. Kalau dia mempunyai bawahan—yang knowledge worker tadi, maka kami menyebut dia sebagai knowledge leader. Perannya adalah membimbing bawahannya supaya berhasil dengan memakai knowledge management process. Jadi knowledge leader bukan cuma mengurus pekerjaannya sendiri, tapi juga mengelola bawahan supaya berhasil. 
Contoh, seorang supervisor membawahi lima salesman. Dia harus bisa mem-back up mereka sehingga paling tidak tiga-empat orang salesman-nya bisa mencapai target. Kalau ada supervisor yang punya lima salesman, tapi hanya satu yang sangat bagus kinerjanya sehingga bisa menutup target keseluruhannya, kami tidak bisa bilang dia berhasil. Sebab targetnya bukan dihitung dari kuantitas atau pribadi. Dia dinilai berhasil kalau berhasil mampu mem-back up tiga-empat anak buahnya sampai sukses.
Budy Purnawanto: Sebetulnya kini kita tengah berubah dari ekonomi industri ke ekonomi pengetahuan (knowledge). Maka, karyawan yang tadinya manual worker diarahkan menjadi knowledge worker. Dan, kami di TRS bercita-cita menjadi knowledge worker. Jadi semua divisi, seperti HR department, finance, marketing, operation, mengubah proses kerjanya dari manual menjadi berbasis informasi. Kebetulan kami memiliki aplikasi teknologi informasi (TI) yang cukup powerful dari SAP. Informasi yang begitu banyak menjadi tak ada gunanya kalau tidak digunakan. Intinya orang menggunakan informasi dan itu menjadi knowledge di kepalanya, sehingga dia bisa bekerja lebih baik lagi.

Apa dampak dari perubahan pola kepemimpinan tersebut?
Salesman sering bekerja hanya melihat target. Mereka hanya fokus pada klien yang besar-besar saja, yang penting targetnya tercapai. Ini dari sisi distribusi tidak bagus. Nah tugas supervisor adalah mengarahkan para salesman. Pendekatan pemasaran untuk outlet besar tentu berbeda dengan outlet kecil.  

Saat mulai menerapkan pola tersebut, apa saja tantangannya?
Banyak komplain, termasuk dari karyawan. Namun, kami menerapkan reward & punishment, antara lain, berupa cash reward. Untuk karyawan baru, jika dalam dua kali tiga bulan tidak mencapai target, dia harus keluar. Kami lakukan ini karena tantangan dari prinsipal juga semakin besar. Kebijakan baru memang sering tidak popular, sehingga orang-orang menjadi reluctant. Mau membuat surat peringatan saja susah banget. Saya terpaksa bermain kata-kata. Saya bilang, surat peringatan maksudnya surat pembinaan supaya mereka paham apa saja kelemahannya, sehingga bisa memperbaiki dirinya dalam tiga bulan ke depan.
Budy Purnawanto: Karyawan yang kami berhentikan sebetulnya sangat sedikit. Hanya ada tiga dari sekitar 1.300 karyawan. Ini karena ketika kinerjanya tidak mencapai target, kami akan memberikan peringatan dini, sehingga mereka terpacu untuk meningkatkan kinerjanya.

Bukankah proses rekrutmen bisa membantu mengurangi masalah ini. Misalnya, TRS tidak menerima karyawan yang value dan chemistry tak sejalan?
Intinya memang begitu. Kami cari orang yang sesuai dengan budaya kami. Kami punya lima corporate competencies, akan tetapi pada saat awal paling tidak independensi, integritas dan inovasinya harus cocok. Jadi ketika orang masuk, dia akan larut dengan budaya kerja kami.
Kami memiliki budaya kerja yang kuat. Pernah ada karyawan yang resign, tetapi akhirnya kembali lagi. Namun, situasi sekarang memang sangat berbeda dengan beberapa tahun lalu. Saat ini terasa perusahaan kami disorot oleh perusahaan lain. Ada beberapa karyawan kami yang diambil perusahaan lain. Pernah ada seorang karyawan potensial dan saya melihat dia punya masa depan cerah, berpeluang untuk menjadi salah satu direktur, tetapi akhirnya pergi. Ya sudah, mau bagaimana lagi.
Namun, pengalaman seperti itu membuat kami semakin tangguh. Saya melihat setiap ada tantangan, selalu ada sesuatu yang kami siasati. Akhirnya kami juga mencari tenaga dari luar yang sudah hampir jadi, untuk memberi warna di TRS. Dia berasal dari perusahaan prinsipal, sehingga kami bisa mendapatkan input-input yang bagus.

Apa upaya TRS untuk selalu bisa melebihi ekspektasi customer?
Kami memiliki 2 tipe customer. Pertama, prinsipal yang mempunyai produk dan outlet, yang kalau layanan kami kurang sedikit saja, mereka akan berteriak sangat nyaring. Kedua, outlet yang memasarkan produk-produk milik prinsipal. Tugas utama kami adalah menciptakan value bagi para customer. Kami selalu berupaya mengetahui kebutuhan dan keinginan mereka agar kami bisa memenuhinya sesuai dengan atau bahkan melebihi ekspektasi. Kebutuhan dan keinginan customer kami, dan juga customer dari customer kami, merupakan acuan bagi kualitas proses yang akan kami jalankan.

TRS juga memakai pendekatan kepemimpinan seperti Ki Hajar Dewantara?
Betul. Sebagai pemimpin, ketika berada di depan harus bisa memberi arahan, ketika berada di tengah harus bisa menjadi teman bagi bawahan, dan ketika berada di belakang harus bisa mendorong untuk mencapai sukses bagi bawahan, sehingga dia bisa mencapai target-targetnya.

Apa saja capaian TRS?
Sepanjang kuartal I-2013, laba bersih kami naik 8%. Kenaikan itu ditopang oleh pertumbuhan pendapatan dari Rp1,81 triliun menjadi Rp1,83 triliun. Keberhasilan itu karena kami bisa mengindentifikasi tingkat kepuasan costumer, dan memberikan melebihi ekspektasi mereka. Kami juga berhasil membangun tim kerja (people) yang solid melalui knowledge management, serta menciptakan efisiensi dan efektivitas guna menekan cost dan meningkatkan revenue.

Apa faktor kuncinya?
Sebagai perusahaan jasa, kunci keberhasilan kami terletak pada people. Kalau service kami tidak bagus, otomatis customer akan komplain.

Mengapa TRS melepas Sari Husada?
Mulanya Sari Husada adalah anak usaha kami. Namun, sebagai distributor kami harus independen, sehingga kemudian kami memutuskan untuk lepas seluruh saham kami di Sari Husada. Posisi ini sebetulnya sangat kritikal bagi kami. Sebab kalau kinerja kami tidak bagus, bisa saja Sari Husada menunjuk distributor lainnya. Untungnya kami berhasil membuat mereka sangat puas, sehingga pada tahun 2013 kami menjadi satu-satunya perusahaan distribusi yang dapat menaikkan margin. Dan, kami juga akhirnya mendapatkan margin distribusi yang layak kami terima. 


                                      *****


No comments:

Post a Comment