* PT
Pertamina (Persero)
Produksi minyak bumi
(fosil) tak terbarukan kini semakin menurun. Di sisi lain, tuntutan kebetuhan
energi harus terus dipenuhi. Untuk menyiasati tuntutan tersebut, Pertamina bertransformasi
dari perusahaan migas (oil
& gas company) menjadi perusahaan
energi (energy company). Pertamina
akan fokus bermain di hulu migas sembari mengembangkan energi panas bumi dan bio-energy (energi terbarukan).
SAAT INI tercatat ada 353 kontrak kerja sama
migas yang telah ditandatangani Pemerintah Republik Indonesia dengan lebih dari
60 persen dari total wilayah kerja migas dikelola oleh perusahaan migas asing.
Bahkan, Pemerintah kini tengah menawarkan 15 blok migas kepada perusahaan Rusia
(www.setkab.go.id/2 Juli 2013).
Total produksi minyak dalam negeri 865.550 barel per hari
(Laporan ReforMiner Institute, 2012).
Ironisnya, sebagian besar produksi tersebut berada di tangan perusahaan migas
asing seperti Shell, Exxon dan Britis Petroleom (BP). Lantaran di tangan
perusahaan asing, sekitar 350 minyak tersebut dilarikan ke luar negeri. Pertamina
hanya memproduksi sekitar 200 ribu barel. Sementara itu kebutuhan dalam negeri sekitar
1,4 juta barel per hari.
Menghadapi tantangan fakta kesenjangan
produksi dan kebutuhan minyak dan kuatnya dominasi perusahaan asing di
Indonesia, Pertamina mematok target produksi sekitar 2 juta barel per hari. “Karena
keterbatasan di Indonesia, Pertamina berusaha mencari ke luar negeri, bisa
melalui akuisisi dan merger. Memang bisa saja mengambil blok di dalam negeri,
tapi target 2 juta barel tidak akan tercapai. Kami berusaha ekspansi, ke Irak
misalkan, yang mana satu ladang minyak mampu memproduksi 2 juta barel. Langkah
ini sudah berjalan secara bertahap. Intinya bagaimana produksi minyak Pertamina
sesuai target. Selain itu, kami juga berusaha mengembangkan energi lain seperti
panas bumi (geothermal), CBM (Coal Bed
Methane), dan bio-energy,” jelas Direktur Umum PT Pertamina (Persero) Luhur
Budi Djatmiko.
Pertamina berusaha secara maksimal di
sektor hulu (eksplorasi dan eksploitasi ladang minyak) yang margin
keuntungannya relatif besar, yakni sekitar 20 persen untuk mengapai target.
Pertamina terus mengasah SDM-nya agar kompeten dalam eksploitasi ladang minyak.
Di tengah upayanya mendorong SDM
yang kompeten di sektor hulu, Pertamina punya menghadapi fakta sekitar 5.000
sumur tua miliknya yang tidak produktif lagi. Persoalannya, ada kemungkinan
sumur-sumur tua yang tersebar di berbagai wilayah nusantara itu memuntahkan
sisa-sisa minyak mentah lantaran tidak ditutup secara tepat. Dan, warga
masyarakat sekitar sumur tua pun kena getahnya.
Insan Pertamina tidak tinggal diam.
Perseroan migas terbesar di Indonesia ini bertindak cepat. Mereka berusaha
menutup kepala sumur agar muntahan minyak berhenti. Dan suatu ketika nanti,
masih memungkinkan dieksploitasi sisa-sisanya. Namun, bukanlah hal mudah
menutup kepala sumur dengan cara mengelas, karena bisa menimbulkan kebakaran.
Melalui perbaikan secara terus-menerus (continuous
improvement), insan Pertamina di Sanga-sanga, Kalimantan Timur, menemukan
sebuah alat (tool) yang aman buat
menutup kepala sumur. Sewaktu-waktu, alat ini bisa dibuka kembali bila
kemungkinan besar sumur tua itu dieksploitasi kembali.
“Melalui continuous improvement program (CIP) yang dikelola Knowledge
Management Pertamina (KOMET), insan Pertamina di Sanga-sanga mampu menciptakan tool yang aman untuk menutup kepala
sumur dan menahan muntahan minyak yang tersisa. Yang cukup menarik, alat ini
bisa dicopot bilamana suatu saat diperkirakan sumur tua tersebut dapat
dieksploitasi lagi. Nah, temuan ini sudah distandarkan, kami telah
mengembangkan di daerah-daerah lain yang ada sumur tua. Kami sudah kirim alat
ini ke Papua, ke daerah-daerah yang membutuhkan,” terang Luhur Budi Djatmiko.
Inovasi berbau ramah lingkungan tidak
hanya menyangkut sumur tua. Awal tahun 2000-an, insan Pertamina menemukan
Briket Petroleum Coke (dari residu pengolahan minyak bumi) untuk industri
pengecoran logam. Temuan yang telah dipatenkan di Kementerian Hukum dan HAM
pada Maret 2002 itu menjadi alternatif jalan keluar briket batubara yang
menimbulkan polusi debu yang menyesakkan pernafasan. Briket pertoleum coke
Pertamina sudah diuji aplikasinya pada dapur kupola, dapur tukik dan dapur
pengecoran logam kuningan, aluminium dan perak. Briket petroleum ini memiliki
keunggulan suhu yang dapat dicapai saat peleburan rata-rata 1400 derajat
Celsius dan menurunkan polusi debu akibat pemakaian briket batubara.
Beberapa produk inovatif Pertamina
yang relatif aman dan ramah lingkungan antara lain Base Oil Smooth Fluid 05, Treated Distillated Aromatic Extract
(TDAE), Gasified Petroleum Condensate
(GPC), Hydrocarbon Refrigerant, Liquid Gas Vehicle, dan Solphy 2. Pada produk pelumas misalkan,
Pertamina telah memproduksi Fastron Fully
Synthetic SAE OW-50 yang memenuhi tingkatan mutu API service kategori SM
yang merupakan tingkatan mutu tertinggi saat ini. Pelumas ini direkomendasikan
untuk mobil-mobil modern dengan teknologi terkini dari pabrikan-pabrikan mobil
terkemuka, yang beroperasi pada kondisi ekstrim dan membutuhkan pelumas
berkualitas unggul. Juga tepat untuk mobil-mobil yang berlaga di arena balap
dan racing yang ekstrim.
“Kami terus berinovasi. Ke depan,
ada pemikiran bagaimana membuat pelumas mesin-mesin produsen makanan yang
benar-benar ramah konsumen. Artinya, bilamana pelumas itu merembes ke produk
pangan, masih aman buat dikonsumsi,” tutur Luhur Budi Djatmiko. Pertamina
membutuhkan inovasi tiada henti mengingat kini dan ke depan Perseroan ingin
bermain di sektor energi seperti Coal Bed Methane (batubara cair) dan uap panas
bumi (geothermal).
Sekadar pengetahuan, CBM adalah gas
alam dengan dominan gas metana disertai sedikit hidrokarbon lainnya dan gas
non-hidrokrabon dalam batubara hasil dari proses kimia dan fisika.
Kinerja produksi uap panas bumi (geothermal)
untuk pembangkit listrik telah memberikan kontribusi bagi peningkatan
pendapatan dan laba bersih Pertamina cukup signifikan. Sebagaimana dilansir
Kantor Berita Antara tanggal 27
Februari 2013, realisasi produksi panas bumi Pertamina pada 2012 mencapai 15,69
juta ton per tahun atau naik 2,55% dibandingkan periode 2011. Pertamina akan
terus memperkuat bisnis di sektor hulu,
terutama CBM, panas bumi dan surya.
PERJALANAN HISTORIS
PERTAMINA dimulai
tahun 1950-an. Kisahnya, pada 1950-an, ketika penyelenggaraan negara mulai
berjalan normal seusai perang mempertahankan kemerdekaan, Pemerintah Republik
Indonesia mulai menginventarisasi sumber-sumber pendapatan negara, di antaranya
dari minyak dan gas. Namun saat itu, pengelolaan ladang-ladang minyak
peninggalan Belanda terlihat tidak terkendali dan penuh sengketa. Di Sumatera
Utara misalkan, banyak perusahaan kecil saling berebut untuk menguasai
ladang-ladang tersebut.
Pada 1960, PT PERMINA direstrukturisasi
menjadi PN PERMINA sebagai tindak lanjut dari kebijakan Pemerintah, bahwa pihak
yang berhak melakukan eksplorasi minyak dan gas di Indonesia adalah negara.
Melalui satu Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan Presiden pada 20 Agustus
1968, PN PERMINA yang bergerak di bidang produksi digabung dengan PN PERTAMIN
yang bergerak di bidang pemasaran guna menyatukan tenaga, modal dan sumber daya
yang kala itu sangat terbatas. Perusahaan gabungan tersebut dinamakan PN
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional (Pertamina).
Untuk memperkokoh perusahaan yang
masih relatif muda ini, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 8 tahun 1971
yang mengatur peran Pertamina sebagai satu-satunya perusahaan milik negara yang
ditugaskan melaksanakan pengusahaan minyak dan gas (migas) mulai dari mengelola
dan menghasilkan migas dari ladang-ladang minyak di seluruh wilayah Indonesia,
mengolahnya menjadi berbagai produk dan menyediakan, sampai melayani kebutuhan
bahan bakar migas di seluruh Indonesia.
Seiring dengan perjalanan waktu,
menghadapi dinamika perubahan di industri minyak dan gas --baiknasional maupun
global-- Pemerintah menerapkan Undang-Undang No. 22/2001. Paska penerapan
tersebut, Pertamina memiliki kedudukan yang sama dengan perusahaan migas yang
lain. Penyelenggaraan kegiatan bisnis tersebut akan diserahkan kepada mekanisme
persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan dengan penetapan harga
sesuai yang berlaku di pasar.
Pada 17 September 2003 Pertamina
berubah bentuk menjadi PT Pertamina (Persero) berdasarkan PP No. 31/2003.
Peraturan tersebut antara lain juga mengharuskan pemisahan antara kegiatan
usaha migas di sisi hilir dan hulu.
Berikutnya, pada 10 Desember 2005,
sebagai bagian dari upaya menghadapi persaingan bisnis, PT Pertamina mengubah
logo dari lambang kuda laut menjadi anak panah dengan tiga warna dasar
hijau-biru-merah. Logo tersebut menunjukkan unsur kedinamisan serta
mengisyaratkan wawasan lingkungan yang diterapkan dalam aktivitas usaha
Perseroan.
Selanjutnya pada 20 Juli 2006, PT
Pertamina mencanangkan program transformasi perusahaan dengan dua tema besar,
yakni fundamental dan bisnis. Untuk lebih memantapkan program transformasi itu,
pada 10 Desember 2007 PT Pertamina mengubah visi perusahaan, yakni, “Menjadi
Perusahaan Minyak Nasional Kelas Dunia”. Menyikapi perkembangan global yang
berlaku, Pertamina mengupayakan perluasan bidang usaha dari minyak dan gas
menuju ke arah pengembangan energi baru dan terbarukan. Berlandaskan hal
tersebut di tahun 2011 Pertamina memperbarui kembali visi perusahaannya. Sejak
2011, visi Pertamina adalah “Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia”.
TENTU BUKAN LANGKAH mudah bagi Pertamina melakukan
transformasi bisnis Pertamina dari perusahaan minyak dan gas (oil & gas company) ke perusahaan
energi (energy company), terutama di
sektor hulu. Selama ini Pertamina lebih banyak fokus pada pengembangan bisnis
di sektor hilir seperti pelumas, gas elpiji dan stasiun pengisian bahan bakar
umum (SPBU). Salah satu cara untuk mengingatkan kapabilitas tersebut, dengan Surat
Perintah Direktur Utama No. Print-1505/C00000/2009-S0 tanggal 17 September 2009,
Pertamina membentuk Tim Knowledge Management Pertamina (KOMET).
Kehadiran KOMET, secara spesifik,
dipicu oleh beberapa perubahan yang berpengaruh secara langsung terhadap bisnis
Pertamina, di antaranya dengan berlakunya Undang-undang No. 22 tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi yang berimplikasi pada munculnya pesaing-pesaing
baru; tekanan dari shareholder, yaitu
pemerintah, untuk kinerja yang lebih baik di mana keuntungan menjadi tolok ukur
utama, bukan lagi volume sebagaimana yang berlaku sebelumnya; tuntutan untuk
bisnis yang lebih transparan dan profesional; serta perubahan kebijakan
subsidi. Tuntutan-tuntutan tersebut membuat Pertamina perlu lebih giat lagi
mengembangkan pengetahuannya.
KOMET diluncurkan untuk melestarikan
aset perusahaan berupa pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman operasional
yang dimiliki individual para pimpinan dan pekerja. Pertamina memandang perlu
adanya pengelolaan intangible asset
ini agar bisa dipergunakan untuk mendukung berbagai program terobosan yang
terus dilakukan Pertamina. Mendukung Pertamina yang telah bertekad menjadi
perusahaan energi nasional kelas dunia yang terus aktif melakukan
perbaikan-perbaikan dan mengejar perkembangan teknologi global yang dituntut
ramah lingkungan.
Gambar:
Strategi dan Pengetahuan KM Pertamina
Sumber:
Handout intra.pertamina.com
Seiring dengan transformasi bisnis,
Pertamina menyadari perlunya implementasi Knowledge
Management (KM) untuk mengatasi kesenjangan antara strategi dan
pengetahuan. Prinsipnya, pengetahuan dan strategi harus seimbang. Dari gambar
di atas tampak bahwa apa yang Pertamina harus tahu, orang-orang/karyawan
mengambil dari pengetahuan Pertamina itu sendiri. Sedangkan apa yang harus
Pertamina lakukan sebagai strategi, ada beberapa hal, di antaranya fokus pada
usaha inti migas dan bahan bakar nabati; komersial; GCG; SDM terbaik; investasi
untuk pertumbuhan; dan kemajuan
teknologi, riset dan development.
KM di Pertamina bertumpu pada empat
pilar yang berperan membawa strategi perubahan, yakni pedoman, infrastruktur,
people, dan kepemimpinan. Keempat pilar tersebut –terutama people—harus mampu menjadikan knowledge
sharing sebagai budaya kerja perusahaan dan menjadikan knowledge management sebagai pendukung upaya pembelajaran, proses
pemecahan masalah, inovasi dan proses pengambilan keputusan. Dalam bahasa yang
sedikit sederhana, insan Pertamina mesti mau berbagi pengetahuan untuk
memaksimalkan modal intelektual perusahaan.
KOMET berperan penting meletakkan
berbagi pengetahuan insan (SDM) Pertamina agar mampu memaksimalkan modal intelektual
perusahaan. Penguatan pondasi kultural tersebut
dilakukan melalui upaya-upaya yang fokus pada pencapaian visi organisasi
berbasis pengetahuan yang diterjemahkan dalam Misi Pertamina, yaitu Menjalankan
usaha inti minyak, gas, dan bahan bakar nabati secara terintegrasi, berdasarkan
prinsip-prinsip komersial yang kuat.
Untuk mengemban peran penting
tersebut, KOMET memfasilitasi dan mempermudah kegiatan sharing seluruh insan
Pertamina yang ada di seluruh unit bisnis/operasi dan anak perusahaan. Bekerjasama
dengan Microcoft Lync, KOMET menyediakan Webinar yang disusun untuk
memungkinkan insan Pertamina yang membagikan pengetahuannya disaksikan oleh
insan lain di mana saja berada. Selain Webinar masih ada media intranet, email,
broadcast, media elektronik media
cetak, dan perpustakaan (online/offline).
Selain untuk media sharing antar-sesama insan Pertamina,
media-media tersebut ini juga dimanfaatkan buat mengembangkan dan mengelola
nilai-nilai budaya pengetahuan organisasi. Aset pengetahuan Pertamina yang menjadi
dasar nilai-nilai organisasi yang mewarnai seluruh gerak langkah Perusahaan.
Nilai organisasi yang ditetapkan dari hasil Transformasi, adalah 6C (Clean, Competitive, Confident, Customer
Focused, Commercial, Capable).
Program terkait dengan pengelolaan
nilai-nilai pengetahuan organisasi tersebut, di antaranya: Pertamina Clean,
Survey Pelanggan (Customer Satisfaction
and Loyalty Survey), dan Theme-O Meter. Kemudian pengembangan pengetahuan
organisasi dilakukan oleh Perusahaan dengan pelaksanaan program-program dan
penyediaan sarana. Program-program knowledge
sharing juga dilaksanakan dengan roundtable
forum, sosialisasi, workshop, seminar, pelatihan, dan coaching.
Dengan pondasi nilai (kultur)
organisasi yang kuat dan penyediaan sarana berbagi pengetahuan yang lengkap,
insan Pertamina kini tidak pernah lepas dari langkah perbaikan secara
terus-menerus (continuous improvement).
Dan setiap hari senantiasa ada langkah inovatif untuk menguatkan proses bisnis
Pertamina. Pertamina sendiri telah memiiliki core competency untuk menjalankan proses bisnis kini dan ke depan. Core competency itu telah ditetapkan
melalui SK Direktur Utama Nomor Kpts-009/C00000/2005-S0 tanggal 24 Januari
2005. Kompetensi dasar organisasi ini diturunkan dalam Pertamina Leaders Model
dengan Surat Keputusan Direktur Utama No. Kpts-60/C00000/2007-S0 tanggal 17
Desember 2007 tentang Kompetensi Perilaku (Behavioral
Competency).
KOMET memainkan peran penting dalam
pengelolaan sumber daya manusia di Pertamina, terutama pada kriteria pertama
dari delapan kriteria Most Admired
Knowledge Enterprise (MAKE), yakni menciptakan budaya perusahaan yang
didorong oleh pengetahuan. Melalui aplikasi KM, Pertamina bertekad menjadikan
seluruh karyawannya, mulai dari hulu sampai hilir, sebagai knowledge worker yang aktif dan inovatif. Knowledge worker yang memiliki modal intelektual yang dapat
dioptimalkan, bahkan dimaksimalkan.
SELAMA INI Pertamina mendefinisikan
Intellectual Capital ke dalam 3 kategori: Human
Capital, Enterprise Capital, dan Customer
Capital. Talent pool sebagai
salah satu contoh Human Capital
selalu dilakukan evaluasi dan monitoring. Contoh lainnya adalah MySite (expert locator) yang terdapat di dalam portal KOMET. Untuk enterprise capital, Perusahaan mengelola
STK (Sistem Tata Kerja) di dalam website Intra-Pertamina, Sistem Manajemen,
HAKI, dan data potensi Hidrokarbon. Sementara beberapa contoh customer capital yang dimiliki
perusahaan adalah Loyalty management,
CRM untuk pelanggan pelumas dan aviasi, Key
Account Management dan Brand
Management.
Selain itu, KOMET Pertamina juga
memetakan modal intelektual yang dilakukan sesuai dengan jenisnya
masing-masing, antara lain sebagai berikut:
• Dari proses talent pool pekerja dikelompokkan menjadi strategy employee resource pool
dan high flyer group.
• MySite
mengelompokkan setiap pekerja dalam expertise,
kompetensi dan minat tertentu. Untuk pekerja di sektor Hulu, telah
dikelompokkan dalam 7 expertise
utama.
• Sistem Tata Kerja (STK) terdiri dari
Pedoman, Tata Kerja Organisasi, Tata Kerja Individu, dan Tata Kerja Penggunaan
Alat.
• Sistem Manajemen untuk unit operasi/unit
bisnis bilamana terimplementasi, terakreditasi/tersertifikasi, dan
terintegrasi.
• Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
perusahaan dikelompokkan dalam pengelolaan merek atau brand dan paten terhadap teknologi proses.
• Data potensi hidrokarbon dipetakan
sesuai dengan wilayah kerja.
• Data pelanggan berdasarkan Customer Relationship Management dapat
dikelompokkan menjadi key account
customer dan non-key account customer.
KOMET Pertamina pun berupaya
mengelola dan memperluas modal intelektual dan properti intelektual yang
dikoordinasikan oleh Fungsi IT (CSS), Security dan Hukum. Salah satu upaya pengelolaan
modal intelektual yang dilakukan oleh Fungsi IT adalah memberi password proteksi pada file yang
bersifat terbatas dan rahasia. Fungsi security
menerapkan sistem Sandi (encrypsi)
pada dokumen yang bersifat rahasia. Fungsi Hukum memfasilitasi dalam
pendaftaran Hak Paten produk-produk Pertamina ke Departemen Kehakiman.
Pengelolaan modal manusia (human capital) dilakukan dengan program
sebagai berikut:
• Strategy
employee resource pool dan high flyer
group terus dikembangkan melalui rangkaian program pelatihan (RKAP3 Online) dan pengembangan kompetensi
melalui program CPD (Craft Personal
Development) dan EPD (Early
Professional Development).
• Pelaksanaan People Review sebagai salah satu bagian dari implementasi PMS (Performance Measurement System) merupakan
landasan dalam mengelola dan memperluas human capital. People review yang dilakukan setiap 6 bulan (semester) digunakan
sebagai tools untuk mengukur kinerja
dan Leadership Behaviour setiap
pekerja, sehingga dapat diketahui kesenjangan komptensi (gap competencies) yang digunakan sebagai pertimbangan dalam
menentukan pelatihan yang dibutuhkan oleh seorang pekerja dan juga
pembinaan/pengembangan karir pekerja.
Kemampuan
individu dan kompetensi pekerja diukur melalui assessment DDI.
Pengelolaan Customer/Stakeholder Capital dilakukan dengan program sebagai
berikut:
• Data pelanggan dievaluasi dan
dimutakhirkan dalam rangka meningkatkan jumlah pelanggan dan loyalitas
pelanggan.
• Pengelolaan dan perluasan customer
capital itu dilakukan oleh Fungsi Pemasaran & Niaga melalui pertemuan
dengan Customer, Agen, dan Mitra Kerja. Pertemuan yang dapat berupa rapat
koordinasi dengan pelanggan, sosialisasi, peluncuran produk baru (product launching), gathering, turnamen olah raga, dan workshop yang bertujuan untuk membina
hubungan baik dan meningkatkan loyalitas pelanggan. Dalam pertemuan tersebut
pelanggan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dari Pertamina. Selain itu
Pertamina juga mendapat umpan balik dan pengetahuan yang sangat berharga untuk
peningkatan kualitas produk, layanan dan solusi sesuai harapan dan kebutuhan
pelanggan.
• Kegiatan mengelola dan memperluas Stakeholder capital dikoordinir oleh
Fungsi Sekretaris Perseroan melalui kegiatan-kegiatan rapat koordinasi, rapat
dengar pendapat (RDP), kunjungan Direksi ke lokasi-lokasi bencana, penyaluran
bantuan sosial dan PKBL, pelaksanaan CSR, dan iklan produk/layanan. Kegiatan
tersebut terutama bertujuan untuk meningkatkan brand dan citra Pertamina di mata stakeholders.
Pengelolaan Enterprise Capital dilakukan dengan program sebagai berikut:
• Data expertise diperluas melalui
memberikan akses ke Portal KOMET bagi para insan Pertamina dari anak
perusahaan.
• Sistem tata kerja direvisi dan
dimutakhirkan berdasarkan perubahan proses bisnis perusahaan.
• Sistem manajemen dievaluasi dan
selanjutnya ditetapkan menjadi kebijakan untuk diimplementasikan di unit
operasi bisnis perusahaan.
• Program penelitian didorong untuk
ditingkatkan sehingga menghasilkan karya inovasi yang layak didaftarkan sebagai
Hak Atas Kekayaan Intelektual.
• Data potensi Hidrokarbon dievaluasi dan
dimutakhirkan untuk menambah kepastian Reserve
to Product perusahaan.
Untuk memaksimalkan modal
intelektual perusahaan, Pertamina mengalokasikan anggaran yang meliputi
anggaran pembelajaran (learning) dan
anggaran pengelolaan pengetahuan, pada tahun 2011, total anggarannya mencapai
Rp355 miliar, meningkat 36% dari
anggaran tahun 2010 (Rp260,644 miliar).
Pertamina memahami betul betapa
pentingnya upaya memaksimalkan modal intelektual karyawan dan perusahaan di
tengah persaingan bisnis energi yang kelak bertumpu penuh pada penguasaan
teknologi. Dengan memaksimalkan modal intelektual, Pertamina berharap semakin
mudah melakukan transformasi bisnis dari perusahaan migas menjadi perusahaan
energi, dari hanya sedikit fokus di hulu terus menambah porsi bisnis hulu, dan
terus mengembangkan bisnis di hilir yang potensial menambah pundi-pundi
perusahaan. Di dalam negeri, Pertamina tidak ingin hanya menguasai 20 persen eksplorasi
ladang minyak. “Kami berusaha ekspansi, ke Irak misalkan yang mana satu ladang
mampu memproduksi 2 juta barel. Selain kami juga bersaha mengembangkan energi
lain seperti panas bumi (geothermal), CBM (Coal
Bed Methane), dan bio-energy,” terang Direktur Umum Pertamina Luhur Budi
Djatmiko.
Berkat pemahaman itulah, para
panelis MAKE menilai Pertamina memang memiliki kekuatan dalam memaksimalkan
modal intelektualitas perusahaan, yakni kriteria keempat dalam MAKE. Pertamina
memanfaatkan kekuatan modal intelektualitasnya ini untuk meningkatkan kepuasan
pelanggan, sehingga bisa mendorong terjadinya customer acquisition dan customer
rentention. Dengan kekuatan modal intelektual, kini Pertamina mampu meningkatkan
bisnisnya di energi panas bumi, mengakuisisi beberapa blok di dalam negeri, dan
bermain di CBM. Selain itu Pertamina juga relatif berhasil menggulirkan
produk-produk ramah lingkungan dan memberi kepuasan costumer, antara lain Pertamina Pasti Pas, Pertamina Racing,
Pelumas F1 Fastron Full Synthetic, Pelumas untuk Motor Matic, Pertamina Dex,
Vigas, dan Ease Gas.
Kepuasan customer inilah yang pada
akhirnya akan bisa membawa keuntungan bagi Pertamina, baik para pemegang saham
(shareholders) maupun stakeholders. Ini tercermin, antara lain, selama tahun
2012 Pertamina mencetak laba bersih Rp25,89 triliun atau sekitar US$2,76
miliar, naik 26,4% dibandingkan periode tahun 2011 sebesar Rp20,47 triliun.
Pencapaian laba bersih itu juga mendorong EBITDA hingga 8,32% sebesar Rp56,82
triliun dibandingkan EBITDA pada 2011 sebesar Rp52,45 triliun. Pencapaian itu
juga merupakan laba tertinggi sepanjang sejarah berdirinya perseroan. ***
Boks:
“Kinerja produksi uap panas bumi
(geothermal) untuk pembangkit listrik juga memberikan kontribusi bagi
peningkatan pendapatan dan laba bersih perusahaan. Realisasi produksi uap panas
bumi pada 2012 mencapai 15,69 juta ton per tahun atau naik 2,55% dibandingkan
periode yang sama pada tahun sebelumnya,” ujar Direktur Utama Pertamina Karen
Agustiawan, dalam jumpa pers pada 27 Februari 2013 di Jakarta.
Menjadi Perusahaan Energi Nasional
Kelas Dunia. àvisi Pertamina
No comments:
Post a Comment