Monday, August 5, 2013

Memaksimalkan Modal Intelektual untuk Transformasi Bisnis

* PT Pertamina (Persero)

Produksi minyak bumi (fosil) tak terbarukan kini semakin menurun. Di sisi lain, tuntutan kebetuhan energi harus terus dipenuhi. Untuk menyiasati tuntutan tersebut, Pertamina bertransformasi dari perusahaan migas (oil & gas company) menjadi perusahaan energi (energy company). Pertamina akan fokus bermain di hulu migas sembari mengembangkan energi panas bumi dan bio-energy (energi terbarukan).



SAAT INI tercatat ada 353 kontrak kerja sama migas yang telah ditandatangani Pemerintah Republik Indonesia dengan lebih dari 60 persen dari total wilayah kerja migas dikelola oleh perusahaan migas asing. Bahkan, Pemerintah kini tengah menawarkan 15 blok migas kepada perusahaan Rusia (www.setkab.go.id/2 Juli 2013).  
Total produksi  minyak dalam negeri 865.550 barel per hari (Laporan ReforMiner Institute, 2012). Ironisnya, sebagian besar produksi tersebut berada di tangan perusahaan migas asing seperti Shell, Exxon dan Britis Petroleom (BP). Lantaran di tangan perusahaan asing, sekitar 350 minyak tersebut dilarikan ke luar negeri. Pertamina hanya memproduksi sekitar 200 ribu barel. Sementara itu kebutuhan dalam negeri sekitar 1,4 juta barel per hari.
          Menghadapi tantangan fakta kesenjangan produksi dan kebutuhan minyak dan kuatnya dominasi perusahaan asing di Indonesia, Pertamina mematok target produksi sekitar 2 juta barel per hari. “Karena keterbatasan di Indonesia, Pertamina berusaha mencari ke luar negeri, bisa melalui akuisisi dan merger. Memang bisa saja mengambil blok di dalam negeri, tapi target 2 juta barel tidak akan tercapai. Kami berusaha ekspansi, ke Irak misalkan, yang mana satu ladang minyak mampu memproduksi 2 juta barel. Langkah ini sudah berjalan secara bertahap. Intinya bagaimana produksi minyak Pertamina sesuai target. Selain itu, kami juga berusaha mengembangkan energi lain seperti panas bumi (geothermal), CBM (Coal Bed Methane), dan bio-energy,” jelas Direktur Umum PT Pertamina (Persero) Luhur Budi Djatmiko.
          Pertamina berusaha secara maksimal di sektor hulu (eksplorasi dan eksploitasi ladang minyak) yang margin keuntungannya relatif besar, yakni sekitar 20 persen untuk mengapai target. Pertamina terus mengasah SDM-nya agar kompeten dalam eksploitasi ladang minyak. 
Di tengah upayanya mendorong SDM yang kompeten di sektor hulu, Pertamina punya menghadapi fakta sekitar 5.000 sumur tua miliknya yang tidak produktif lagi. Persoalannya, ada kemungkinan sumur-sumur tua yang tersebar di berbagai wilayah nusantara itu memuntahkan sisa-sisa minyak mentah lantaran tidak ditutup secara tepat. Dan, warga masyarakat sekitar sumur tua pun kena getahnya.  
          Insan Pertamina tidak tinggal diam. Perseroan migas terbesar di Indonesia ini bertindak cepat. Mereka berusaha menutup kepala sumur agar muntahan minyak berhenti. Dan suatu ketika nanti, masih memungkinkan dieksploitasi sisa-sisanya. Namun, bukanlah hal mudah menutup kepala sumur dengan cara mengelas, karena bisa menimbulkan kebakaran. Melalui perbaikan secara terus-menerus (continuous improvement), insan Pertamina di Sanga-sanga, Kalimantan Timur, menemukan sebuah alat (tool) yang aman buat menutup kepala sumur. Sewaktu-waktu, alat ini bisa dibuka kembali bila kemungkinan besar sumur tua itu dieksploitasi kembali. 
“Melalui continuous improvement program (CIP) yang dikelola Knowledge Management Pertamina (KOMET), insan Pertamina di Sanga-sanga mampu menciptakan tool yang aman untuk menutup kepala sumur dan menahan muntahan minyak yang tersisa. Yang cukup menarik, alat ini bisa dicopot bilamana suatu saat diperkirakan sumur tua tersebut dapat dieksploitasi lagi. Nah, temuan ini sudah distandarkan, kami telah mengembangkan di daerah-daerah lain yang ada sumur tua. Kami sudah kirim alat ini ke Papua, ke daerah-daerah yang membutuhkan,” terang Luhur Budi Djatmiko.
          Inovasi berbau ramah lingkungan tidak hanya menyangkut sumur tua. Awal tahun 2000-an, insan Pertamina menemukan Briket Petroleum Coke (dari residu pengolahan minyak bumi) untuk industri pengecoran logam. Temuan yang telah dipatenkan di Kementerian Hukum dan HAM pada Maret 2002 itu menjadi alternatif jalan keluar briket batubara yang menimbulkan polusi debu yang menyesakkan pernafasan. Briket pertoleum coke Pertamina sudah diuji aplikasinya pada dapur kupola, dapur tukik dan dapur pengecoran logam kuningan, aluminium dan perak. Briket petroleum ini memiliki keunggulan suhu yang dapat dicapai saat peleburan rata-rata 1400 derajat Celsius dan menurunkan polusi debu akibat pemakaian briket batubara.  
          Beberapa produk inovatif Pertamina yang relatif aman dan ramah lingkungan antara lain Base Oil Smooth Fluid 05, Treated Distillated Aromatic Extract (TDAE), Gasified Petroleum Condensate (GPC), Hydrocarbon Refrigerant, Liquid Gas Vehicle, dan Solphy 2. Pada produk pelumas misalkan, Pertamina telah memproduksi Fastron Fully Synthetic SAE OW-50 yang memenuhi tingkatan mutu API service kategori SM yang merupakan tingkatan mutu tertinggi saat ini. Pelumas ini direkomendasikan untuk mobil-mobil modern dengan teknologi terkini dari pabrikan-pabrikan mobil terkemuka, yang beroperasi pada kondisi ekstrim dan membutuhkan pelumas berkualitas unggul. Juga tepat untuk mobil-mobil yang berlaga di arena balap dan racing yang ekstrim.
“Kami terus berinovasi. Ke depan, ada pemikiran bagaimana membuat pelumas mesin-mesin produsen makanan yang benar-benar ramah konsumen. Artinya, bilamana pelumas itu merembes ke produk pangan, masih aman buat dikonsumsi,” tutur Luhur Budi Djatmiko. Pertamina membutuhkan inovasi tiada henti mengingat kini dan ke depan Perseroan ingin bermain di sektor energi seperti Coal Bed Methane (batubara cair) dan uap panas bumi (geothermal).
Sekadar pengetahuan, CBM adalah gas alam dengan dominan gas metana disertai sedikit hidrokarbon lainnya dan gas non-hidrokrabon dalam batubara hasil dari proses kimia dan fisika.
Kinerja produksi uap panas bumi (geothermal) untuk pembangkit listrik telah memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan dan laba bersih Pertamina cukup signifikan. Sebagaimana dilansir Kantor Berita Antara tanggal 27 Februari 2013, realisasi produksi panas bumi Pertamina pada 2012 mencapai 15,69 juta ton per tahun atau naik 2,55% dibandingkan periode 2011. Pertamina akan terus memperkuat  bisnis di sektor hulu, terutama CBM, panas bumi dan surya.




PERJALANAN HISTORIS PERTAMINA dimulai tahun 1950-an. Kisahnya, pada 1950-an, ketika penyelenggaraan negara mulai berjalan normal seusai perang mempertahankan kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia mulai menginventarisasi sumber-sumber pendapatan negara, di antaranya dari minyak dan gas. Namun saat itu, pengelolaan ladang-ladang minyak peninggalan Belanda terlihat tidak terkendali dan penuh sengketa. Di Sumatera Utara misalkan, banyak perusahaan kecil saling berebut untuk menguasai ladang-ladang tersebut.
Pada 1960, PT PERMINA direstrukturisasi menjadi PN PERMINA sebagai tindak lanjut dari kebijakan Pemerintah, bahwa pihak yang berhak melakukan eksplorasi minyak dan gas di Indonesia adalah negara. Melalui satu Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan Presiden pada 20 Agustus 1968, PN PERMINA yang bergerak di bidang produksi digabung dengan PN PERTAMIN yang bergerak di bidang pemasaran guna menyatukan tenaga, modal dan sumber daya yang kala itu sangat terbatas. Perusahaan gabungan tersebut dinamakan PN Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional (Pertamina).
Untuk memperkokoh perusahaan yang masih relatif muda ini, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 8 tahun 1971 yang mengatur peran Pertamina sebagai satu-satunya perusahaan milik negara yang ditugaskan melaksanakan pengusahaan minyak dan gas (migas) mulai dari mengelola dan menghasilkan migas dari ladang-ladang minyak di seluruh wilayah Indonesia, mengolahnya menjadi berbagai produk dan menyediakan, sampai melayani kebutuhan bahan bakar migas di seluruh Indonesia.
Seiring dengan perjalanan waktu, menghadapi dinamika perubahan di industri minyak dan gas --baiknasional maupun global-- Pemerintah menerapkan Undang-Undang No. 22/2001. Paska penerapan tersebut, Pertamina memiliki kedudukan yang sama dengan perusahaan migas yang lain. Penyelenggaraan kegiatan bisnis tersebut akan diserahkan kepada mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan dengan penetapan harga sesuai yang berlaku di pasar.
Pada 17 September 2003 Pertamina berubah bentuk menjadi PT Pertamina (Persero) berdasarkan PP No. 31/2003. Peraturan tersebut antara lain juga mengharuskan pemisahan antara kegiatan usaha migas di sisi hilir dan hulu.
Berikutnya, pada 10 Desember 2005, sebagai bagian dari upaya menghadapi persaingan bisnis, PT Pertamina mengubah logo dari lambang kuda laut menjadi anak panah dengan tiga warna dasar hijau-biru-merah. Logo tersebut menunjukkan unsur kedinamisan serta mengisyaratkan wawasan lingkungan yang diterapkan dalam aktivitas usaha Perseroan.
Selanjutnya pada 20 Juli 2006, PT Pertamina mencanangkan program transformasi perusahaan dengan dua tema besar, yakni fundamental dan bisnis. Untuk lebih memantapkan program transformasi itu, pada 10 Desember 2007 PT Pertamina mengubah visi perusahaan, yakni, “Menjadi Perusahaan Minyak Nasional Kelas Dunia”. Menyikapi perkembangan global yang berlaku, Pertamina mengupayakan perluasan bidang usaha dari minyak dan gas menuju ke arah pengembangan energi baru dan terbarukan. Berlandaskan hal tersebut di tahun 2011 Pertamina memperbarui kembali visi perusahaannya. Sejak 2011, visi Pertamina adalah “Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia”.




TENTU BUKAN LANGKAH mudah bagi Pertamina melakukan transformasi bisnis Pertamina dari perusahaan minyak dan gas (oil & gas company) ke perusahaan energi (energy company), terutama di sektor hulu. Selama ini Pertamina lebih banyak fokus pada pengembangan bisnis di sektor hilir seperti pelumas, gas elpiji dan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Salah satu cara untuk mengingatkan kapabilitas tersebut, dengan Surat Perintah Direktur Utama No. Print-1505/C00000/2009-S0 tanggal 17 September 2009, Pertamina membentuk Tim Knowledge Management Pertamina (KOMET).
Kehadiran KOMET, secara spesifik, dipicu oleh beberapa perubahan yang berpengaruh secara langsung terhadap bisnis Pertamina, di antaranya dengan berlakunya Undang-undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang berimplikasi pada munculnya pesaing-pesaing baru; tekanan dari shareholder, yaitu pemerintah, untuk kinerja yang lebih baik di mana keuntungan menjadi tolok ukur utama, bukan lagi volume sebagaimana yang berlaku sebelumnya; tuntutan untuk bisnis yang lebih transparan dan profesional; serta perubahan kebijakan subsidi. Tuntutan-tuntutan tersebut membuat Pertamina perlu lebih giat lagi mengembangkan pengetahuannya.
KOMET diluncurkan untuk melestarikan aset perusahaan berupa pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman operasional yang dimiliki individual para pimpinan dan pekerja. Pertamina memandang perlu adanya pengelolaan intangible asset ini agar bisa dipergunakan untuk mendukung berbagai program terobosan yang terus dilakukan Pertamina. Mendukung Pertamina yang telah bertekad menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia yang terus aktif melakukan perbaikan-perbaikan dan mengejar perkembangan teknologi global yang dituntut ramah lingkungan.

Gambar: Strategi dan Pengetahuan KM Pertamina

Sumber: Handout intra.pertamina.com

Seiring dengan transformasi bisnis, Pertamina menyadari perlunya implementasi Knowledge Management (KM) untuk mengatasi kesenjangan antara strategi dan pengetahuan. Prinsipnya, pengetahuan dan strategi harus seimbang. Dari gambar di atas tampak bahwa apa yang Pertamina harus tahu, orang-orang/karyawan mengambil dari pengetahuan Pertamina itu sendiri. Sedangkan apa yang harus Pertamina lakukan sebagai strategi, ada beberapa hal, di antaranya fokus pada usaha inti migas dan bahan bakar nabati; komersial; GCG; SDM terbaik; investasi untuk pertumbuhan; dan  kemajuan teknologi, riset dan development.
KM di Pertamina bertumpu pada empat pilar yang berperan membawa strategi perubahan, yakni pedoman, infrastruktur, people, dan kepemimpinan. Keempat pilar tersebut –terutama people—harus mampu menjadikan knowledge sharing sebagai budaya kerja perusahaan dan menjadikan knowledge management sebagai pendukung upaya pembelajaran, proses pemecahan masalah, inovasi dan proses pengambilan keputusan. Dalam bahasa yang sedikit sederhana, insan Pertamina mesti mau berbagi pengetahuan untuk memaksimalkan modal intelektual perusahaan.  
KOMET berperan penting meletakkan berbagi pengetahuan insan (SDM) Pertamina agar mampu memaksimalkan modal intelektual perusahaan.  Penguatan pondasi kultural tersebut dilakukan melalui upaya-upaya yang fokus pada pencapaian visi organisasi berbasis pengetahuan yang diterjemahkan dalam Misi Pertamina, yaitu Menjalankan usaha inti minyak, gas, dan bahan bakar nabati secara terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.
Untuk mengemban peran penting tersebut, KOMET memfasilitasi dan mempermudah kegiatan sharing seluruh insan Pertamina yang ada di seluruh unit bisnis/operasi dan anak perusahaan. Bekerjasama dengan Microcoft Lync, KOMET menyediakan Webinar yang disusun untuk memungkinkan insan Pertamina yang membagikan pengetahuannya disaksikan oleh insan lain di mana saja berada. Selain Webinar masih ada media intranet, email, broadcast, media elektronik media cetak, dan perpustakaan (online/offline).
Selain untuk media sharing antar-sesama insan Pertamina, media-media tersebut ini juga dimanfaatkan buat mengembangkan dan mengelola nilai-nilai budaya pengetahuan organisasi. Aset pengetahuan Pertamina yang menjadi dasar nilai-nilai organisasi yang mewarnai seluruh gerak langkah Perusahaan. Nilai organisasi yang ditetapkan dari hasil Transformasi, adalah 6C (Clean, Competitive, Confident, Customer Focused, Commercial, Capable).
Program terkait dengan pengelolaan nilai-nilai pengetahuan organisasi tersebut, di antaranya: Pertamina Clean, Survey Pelanggan (Customer Satisfaction and Loyalty Survey), dan Theme-O Meter. Kemudian pengembangan pengetahuan organisasi dilakukan oleh Perusahaan dengan pelaksanaan program-program dan penyediaan sarana. Program-program knowledge sharing juga dilaksanakan dengan roundtable forum, sosialisasi, workshop, seminar, pelatihan, dan coaching.
Dengan pondasi nilai (kultur) organisasi yang kuat dan penyediaan sarana berbagi pengetahuan yang lengkap, insan Pertamina kini tidak pernah lepas dari langkah perbaikan secara terus-menerus (continuous improvement). Dan setiap hari senantiasa ada langkah inovatif untuk menguatkan proses bisnis Pertamina. Pertamina sendiri telah memiiliki core competency untuk menjalankan proses bisnis kini dan ke depan. Core competency itu telah ditetapkan melalui SK Direktur Utama Nomor Kpts-009/C00000/2005-S0 tanggal 24 Januari 2005. Kompetensi dasar organisasi ini diturunkan dalam Pertamina Leaders Model dengan Surat Keputusan Direktur Utama No. Kpts-60/C00000/2007-S0 tanggal 17 Desember 2007 tentang Kompetensi Perilaku (Behavioral Competency).
KOMET memainkan peran penting dalam pengelolaan sumber daya manusia di Pertamina, terutama pada kriteria pertama dari delapan kriteria Most Admired Knowledge Enterprise (MAKE), yakni menciptakan budaya perusahaan yang didorong oleh pengetahuan. Melalui aplikasi KM, Pertamina bertekad menjadikan seluruh karyawannya, mulai dari hulu sampai hilir, sebagai knowledge worker yang aktif dan inovatif. Knowledge worker yang memiliki modal intelektual yang dapat dioptimalkan, bahkan dimaksimalkan.




SELAMA INI Pertamina mendefinisikan Intellectual Capital ke dalam 3 kategori: Human Capital, Enterprise Capital, dan Customer Capital. Talent pool sebagai salah satu contoh Human Capital selalu dilakukan evaluasi dan monitoring. Contoh lainnya adalah MySite (expert locator) yang terdapat di dalam portal KOMET. Untuk enterprise capital, Perusahaan mengelola STK (Sistem Tata Kerja) di dalam website Intra-Pertamina, Sistem Manajemen, HAKI, dan data potensi Hidrokarbon. Sementara beberapa contoh customer capital yang dimiliki perusahaan adalah Loyalty management, CRM untuk pelanggan pelumas dan aviasi, Key Account Management dan Brand Management.
          Selain itu, KOMET Pertamina juga memetakan modal intelektual yang dilakukan sesuai dengan jenisnya masing-masing, antara lain sebagai berikut:
•        Dari proses talent pool pekerja dikelompokkan menjadi strategy employee resource pool  dan high flyer group.
•        MySite mengelompokkan setiap pekerja dalam expertise, kompetensi dan minat tertentu. Untuk pekerja di sektor Hulu, telah dikelompokkan dalam 7 expertise utama.
•        Sistem Tata Kerja (STK) terdiri dari Pedoman, Tata Kerja Organisasi, Tata Kerja Individu, dan Tata Kerja Penggunaan Alat.
•        Sistem Manajemen untuk unit operasi/unit bisnis bilamana terimplementasi, terakreditasi/tersertifikasi, dan terintegrasi.
•        Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) perusahaan dikelompokkan dalam pengelolaan merek atau brand dan paten terhadap teknologi proses.
•        Data potensi hidrokarbon dipetakan sesuai dengan wilayah kerja.
•        Data pelanggan berdasarkan Customer Relationship Management dapat dikelompokkan menjadi key account customer dan non-key account customer.
KOMET Pertamina pun berupaya mengelola dan memperluas modal intelektual dan properti intelektual yang dikoordinasikan oleh Fungsi IT (CSS), Security dan Hukum. Salah satu upaya pengelolaan modal intelektual yang dilakukan oleh Fungsi IT adalah memberi password proteksi pada file yang bersifat terbatas dan rahasia. Fungsi security menerapkan sistem Sandi (encrypsi) pada dokumen yang bersifat rahasia. Fungsi Hukum memfasilitasi dalam pendaftaran Hak Paten produk-produk Pertamina ke Departemen Kehakiman.
          Pengelolaan modal manusia (human capital) dilakukan dengan program sebagai berikut:
•        Strategy employee resource pool dan high flyer group terus dikembangkan melalui rangkaian program pelatihan (RKAP3 Online) dan pengembangan kompetensi melalui program CPD (Craft Personal Development) dan EPD (Early Professional Development).
•        Pelaksanaan People Review sebagai salah satu bagian dari implementasi PMS (Performance Measurement System) merupakan landasan dalam mengelola dan memperluas human capital. People review yang dilakukan setiap 6 bulan (semester) digunakan sebagai tools untuk mengukur kinerja dan Leadership Behaviour setiap pekerja, sehingga dapat diketahui kesenjangan komptensi (gap competencies) yang digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan pelatihan yang dibutuhkan oleh seorang pekerja dan juga pembinaan/pengembangan karir pekerja.
Kemampuan individu dan kompetensi pekerja diukur melalui assessment DDI.
Pengelolaan Customer/Stakeholder Capital dilakukan dengan program sebagai berikut:
•        Data pelanggan dievaluasi dan dimutakhirkan dalam rangka meningkatkan jumlah pelanggan dan loyalitas pelanggan.
•        Pengelolaan dan perluasan customer capital itu dilakukan oleh Fungsi Pemasaran & Niaga melalui pertemuan dengan Customer, Agen, dan Mitra Kerja. Pertemuan yang dapat berupa rapat koordinasi dengan pelanggan, sosialisasi, peluncuran produk baru (product launching), gathering, turnamen olah raga, dan workshop yang bertujuan untuk membina hubungan baik dan meningkatkan loyalitas pelanggan. Dalam pertemuan tersebut pelanggan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dari Pertamina. Selain itu Pertamina juga mendapat umpan balik dan pengetahuan yang sangat berharga untuk peningkatan kualitas produk, layanan dan solusi sesuai harapan dan kebutuhan pelanggan.
•        Kegiatan mengelola dan memperluas Stakeholder capital dikoordinir oleh Fungsi Sekretaris Perseroan melalui kegiatan-kegiatan rapat koordinasi, rapat dengar pendapat (RDP), kunjungan Direksi ke lokasi-lokasi bencana, penyaluran bantuan sosial dan PKBL, pelaksanaan CSR, dan iklan produk/layanan. Kegiatan tersebut terutama bertujuan untuk meningkatkan brand dan citra Pertamina di mata stakeholders.
Pengelolaan Enterprise Capital dilakukan dengan program sebagai berikut:
•        Data expertise diperluas melalui memberikan akses ke Portal KOMET bagi para insan Pertamina dari anak perusahaan.
•        Sistem tata kerja direvisi dan dimutakhirkan berdasarkan perubahan proses bisnis perusahaan.
•        Sistem manajemen dievaluasi dan selanjutnya ditetapkan menjadi kebijakan untuk diimplementasikan di unit operasi bisnis perusahaan.
•        Program penelitian didorong untuk ditingkatkan sehingga menghasilkan karya inovasi yang layak didaftarkan sebagai Hak Atas Kekayaan Intelektual.
•        Data potensi Hidrokarbon dievaluasi dan dimutakhirkan untuk menambah kepastian Reserve to Product perusahaan.
Untuk memaksimalkan modal intelektual perusahaan, Pertamina mengalokasikan anggaran yang meliputi anggaran pembelajaran (learning) dan anggaran pengelolaan pengetahuan, pada tahun 2011, total anggarannya mencapai Rp355 miliar,  meningkat 36% dari anggaran tahun 2010 (Rp260,644 miliar).
Pertamina memahami betul betapa pentingnya upaya memaksimalkan modal intelektual karyawan dan perusahaan di tengah persaingan bisnis energi yang kelak bertumpu penuh pada penguasaan teknologi. Dengan memaksimalkan modal intelektual, Pertamina berharap semakin mudah melakukan transformasi bisnis dari perusahaan migas menjadi perusahaan energi, dari hanya sedikit fokus di hulu terus menambah porsi bisnis hulu, dan terus mengembangkan bisnis di hilir yang potensial menambah pundi-pundi perusahaan. Di dalam negeri, Pertamina tidak ingin hanya menguasai 20 persen eksplorasi ladang minyak. “Kami berusaha ekspansi, ke Irak misalkan yang mana satu ladang mampu memproduksi 2 juta barel. Selain kami juga bersaha mengembangkan energi lain seperti panas bumi (geothermal), CBM (Coal Bed Methane), dan bio-energy,” terang Direktur Umum Pertamina Luhur Budi Djatmiko.   
Berkat pemahaman itulah, para panelis MAKE menilai Pertamina memang memiliki kekuatan dalam memaksimalkan modal intelektualitas perusahaan, yakni kriteria keempat dalam MAKE. Pertamina memanfaatkan kekuatan modal intelektualitasnya ini untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, sehingga bisa mendorong terjadinya customer acquisition dan customer rentention. Dengan kekuatan modal intelektual, kini Pertamina mampu meningkatkan bisnisnya di energi panas bumi, mengakuisisi beberapa blok di dalam negeri, dan bermain di CBM. Selain itu Pertamina juga relatif berhasil menggulirkan produk-produk ramah lingkungan dan memberi kepuasan costumer, antara lain Pertamina Pasti Pas, Pertamina Racing, Pelumas F1 Fastron Full Synthetic, Pelumas untuk Motor Matic, Pertamina Dex, Vigas, dan Ease Gas.
Kepuasan customer inilah yang pada akhirnya akan bisa membawa keuntungan bagi Pertamina, baik para pemegang saham (shareholders) maupun stakeholders. Ini tercermin, antara lain, selama tahun 2012 Pertamina mencetak laba bersih Rp25,89 triliun atau sekitar US$2,76 miliar, naik 26,4% dibandingkan periode tahun 2011 sebesar Rp20,47 triliun. Pencapaian laba bersih itu juga mendorong EBITDA hingga 8,32% sebesar Rp56,82 triliun dibandingkan EBITDA pada 2011 sebesar Rp52,45 triliun. Pencapaian itu juga merupakan laba tertinggi sepanjang sejarah berdirinya perseroan. ***


Boks:

“Kinerja produksi uap panas bumi (geothermal) untuk pembangkit listrik juga memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan dan laba bersih perusahaan. Realisasi produksi uap panas bumi pada 2012 mencapai 15,69 juta ton per tahun atau naik 2,55% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya,” ujar Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, dalam jumpa pers pada 27 Februari 2013 di Jakarta.


Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia. àvisi Pertamina


No comments:

Post a Comment