* Luhur
Budi Djatmiko
Direktur
Umum PT Pertamina (Persero)
Pertamina kini terus
berbenah, bertransformasi. Transformasi dari perusahaan minyak dan gas menjadi
perusahaan energi nasional berskala global. Untuk itu, kultur insan Pertamina
harus berubah. Selain harus familiar dengan produk-produk energi, mereka juga
harus mampu mengembangkan produk-produk baru di sektor hilir yang ramah
lingkungan dan dapat diterima costumer. “Kami terus mendorong continuous improvement program (CIP) untuk mempercepat perubahan kultur ke
arah yang lebih baik,” jelas Direktur Umum PT Pertamina (Persero) Luhur Budi
Djatmiko kepada tim Dunamis yang mewawancarainya di Kantor Pusat Pertamina,
Jakarta, Rabu, 16 Juni 2013. Petikannya berikut:
T: Apa isu kritikal
yang dihadapi Pertamina? Dan, bagaimana KM berkontribusi?
J:
Energi minyak harus terus tersedia. Energi fosil di Indonesia akan semakin
berkurang. Sebab itu, selain tetap bermain di minyak, Pertamina juga
mengembangkan perkembangan bio-energy, energi terbarukan.
Untuk minyak bumi, karena
keterbatasan di Indonesia, Pertamina berusaha mencari ke luar negeri, bisa
melalui akuisisi dan merger. Kami sudah berjalan secara bertahap. Intinya
bagaimana produksi minyak pertamina sesuai target. Misalnya Pertamina mentarget
2 juta barel, sementara di Indonesia cuma ada 800 ribu barel. Bisa saja
mengambil blok di dalam negeri, tapi target 3 juta barel tidak akan tercapai.
Kami berusaha ekspansi, ke Irak misalkan yang mana satu ladang mampu memproduksi
2 juta barel. Sebab itu kami juga bersaha mengembangkan energi lain seperti
panas bumi, CBM (Coal Bed Methane),
dan bio-energy.
Apapun kami lakukan. Budaya perusahaan
(corporate culture) di Pertamina
harus berubah. Salah satunya menanamkan budaya perbaikan secara terus-menerus (continuous improvement) sehingga mampu
menjadi program perbaikan berkelanjutan (continuous
improvement program/CIP). Ujung-ujungnya untuk mencapai yang terbaik.
T: Untuk oil dan gas,
pengetahuan orang-orang Pertamina sudah cukup mampu menangani. Bagaimana dengan
energi yang lain?
J:
Pada dasarnya sama. Apapun yang diperoleh, teman-teman ini sudah ada wadah Webinar yang dikelola oleh Knowledge
Management Pertamina (KOMET). Apapun pengetahuan baru yang mereka miliki di-share ke sini dan semua jadi dikomunikasikan
secara baik. Apalagi kita punya tools
baru untuk itu. Bekerjasama dengan Microsoft Lync, Webinar disusun utnuk memungkinkan pekerja yang membagi
pengetahuannya dapat disaksikan pekerja yang lain di mana saja berada. Ini
salah satu tools yang mempercepat dan semakin terbukanya sharing pengetahuan.
T: Salah satu misi
KOMET tentu mendorong tumbuhnya kultur inovasi di kalangan pekerja Pertamina.
Sejauh ini bagaimana perkembangan kultur inovasi ini?
J:
KOMET terus mendorong improvement secara terus-menerus yang diharapkan berbuah
inovasi. Upaya ini tidak pernah putus, bahkan tumbuh grup-grup baru. Selain itu
KOMET juga mengelola Standarization Management (SM) dan Quality Management
Assesment (QMA).
Dengan pengelolaan CIP, SM dan QMA
yang baik, setiap tahun muncul sekitar 1.400 inovasi. Mulai dari unit
pengolahan, unit pemasaran sampai unit R&D. Tidak hanya sebatas ide, tapi sudah
diuji-coba. Sebuah ide diuji-coba lalu di-share
ke rekan-rekan kerja atau lintas bidang. Kalau sudah bisa diterima baru distandarisasi.
T: Dapat dicontohkan
inovasi yang aplikatif?
J:
Contoh temuan alat untuk menutup sumur tua agar tidak mencemari lingkungan
sekitar. Saat ini Pertamina harus mengawasi hampir 5.000 sumur tua, sumur yang
tidak produktif lagi. Sewaktu-waktu dari sumur tua itu bisa saja keluar minyak
mentah. Untuk itu seorang pekerja Pertamina di Sanga-sanga berpikir keras
bagaimana membuat satu alat penutup yang aman. Kebanyakan sumur tua tidak
lengkap fasilitasnya. Tidak ada kepala sumurnya. Harus dibuatkan alat penutup
yang disambungkan ke pipa besi di kepala sumur. Namun, akan sangat berbahaya
kalau alat tersebut dipasang dengan cara mengelas. Akhirnya mereka menciptakan alat
yang bisa dipasangkan tanpa harus mengelas. Dan, alat itu bisa dibuka kembali
bilamana diperkirakan sumur itu dimanfaatkan lagi. Alat ini sudah distandarkan
dan bisa dipakai di banyak sumur tua.
Dengan demikian ada nilai ekonomis
inovasi alat penutup sumur tua tersebut. Karena, tidak hanya Pertamina yang dapat
mengambil mannfaat. Perusahaan lain yang menghadapi persoalan sumur tua bisa
memakai.
T: Selain di hulu, bagaimana
inovasi di hilir?
J:
Di hilir, kami berinovasi pada produk-produk yang sudah di pasar-bebaskan.
Misalkan pelumas. Pelumas itu ada 300
merk. Nah bisa dibayangin, kompetisi sangat terbuka dan Pertamina sekarang
bertahan di 60 persen. Inovasi terus dilakukan. Sekarang kita tahu ada produk
pelumas racing. Itu adalah bagian dari tuntutan pasar, customer. Kami pun punya
produk pelumas dari kelas rendah hingga yang hi-tech. Dengan hitungan bisnis, yang hi-tech punyanya Shell,
Pertamina tidak mampu memproduksi karena teknologinya butuh investasi yang
besar. Tapi ternyata apa terjadi di pasar, ternyata Shell tidak memproduksi
sendiri, karena ini hukum ekonomi. Ternyata ada pabrikan yang khusus memproduksi
pelumas hi-tech. Pertamina akhirnya beli. Selama ini Shell menjual pelumas hi-tech dengan harga cukup tinggi.
Dengan beli langsung, Pertamina cukup memperoleh harga yang lebih murah.
Berfikir.
Sekarang ada produk SPBU PastiPast
itu adalah satu bentuk inovasi. Karena, di situ Pertaminan menjamin kualitas
pelayanan dan isi.
T: Adakah apresiasi
buat pekerja yang membuat inovasi?
J:
Jelas ada. Teman-teman kan juga sudah coba beberapa hal. Minimal butuh waktu dua
atau tiga tahun untuk sampai inovasi yang aplikatif. Tentu ada apresiasi mulai
dari pemberian insentif sampai diundang ke pusat untuk sharing. Selain itu,
atasan mereka kan melihat langsung talent-talent terbaik itu yang kemudian bisa
dibina dan ditingkatkan karirnya.
T: Selain lewat KOMET,
bagaimana bentuk dukungan manajemen kepada proses berbagi pengetahuan tersebut?
J:
Pada dasarnya kami di jajaran direksi memberikan dukungan penuh. Setiap direksi
punya jatah untuk sharing dan terjadwal
khusus. Nanti di bawahnya semua bergerak.
Karena di bawahnya jalan, di atas menyambut. mengubah culture ini tidak
mudah, butuh waktu bertahun-tahun. ***
No comments:
Post a Comment